21 Maret 2008
“kukuruyuk,,kukuruyuk”, bunyi ayam berkokok di pagi hari membangunkanku pada hari ke 4 aku berkunjung ke desa sekaligus menjadi tempat penyimpanan sperma Mang Karyo. Kulihat Mang Karyo dan penisnya masih tertidur sehabis menyerangku seharian seperti hari-hari sebelumnya.
“hmm,, Mang Karyo masih tidur, mendingan gue bikin sarapan deh,,”, kataku dalam hati. Aku bangun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar menuju ke dapur, aku membuat roti dilapisi selai kacang dan juga teh manis untuk Mang Karyo. Kalau dipikir-pikir aku memang sudah seperti istri Mang Karyo karena aku melakukan hal-hal yang dilakukan seorang istri kepada suaminya, seperti melayaninya kapan pun dia mau, membuatkannya sarapan, makan siang dan makan malam bahkan aku memandikannya setiap kali ia mandi. Setelah selesai, aku menata rapi sarapan yang kubuatkan untuk Mang Karyo di meja makan. Aku merasakan dan melihat noda sperma yang telah mengering di daerah sekitar vaginaku.
“anjrit,, Mang Karyo emang tua-tua keladi, makin tua makin hebat aja,, perasaan dulu gak segini banyak”, aku berbicara sendiri.
“ah, udah ah, mendingan gue bangunin Mang Karyo daripada makanannya tar dingin”. Lalu aku menuju kamar kembali untuk membangunkan Mang Karyo.
“ah, gue banguninnya beda ah,,”. Lalu aku berdiri di tepi ranjang dan agak membungkuk untuk mendekatkan wajahku dengan penis Mang Karyo. Aku menjulurkan lidahku dan menyentuhkan lidahku ke lubang kencing Mang Karyo, dia hanya bergerak sedikit dan bergumam tapi matanya tetap terpejam. Aku mengemuti kepala penisnya, dan Mang Karyo langsung terbangun.
“eh, non Bunga, bandel ya,,”.
“hehe,,gimana cara bangunin Bunga yang baru,, mantep kan?”.
“mantep,,mantep,,”.
“Mang Karyo, tuh udah Bunga bikinin sarapan,,”.
“ok,,yuk”. Lalu kami berjalan ke luar dan duduk di meja makan.
“ayo Mang,, dimakan rotinya,”.
“ok non,,”.
“o ya Mang,, mau makan roti yang itu apa rotinya Bunga?”, tanyaku sambil mengolesi payudaraku yang putih mulus dengan selai kacang.
“wah,, kalo dua-duanya gimana?”.
“yee, Mang Karyo maruk ah,, tapi gak apa-apa deh, Mang Karyo makan roti yang itu dulu abis itu baru roti punya Bunga”.
“ok non,,”. Lalu Mang Karyo memakan rotinya lagi sambil memperhatikanku yang sedang mengolesi kedua buah payudaraku dengan selai kacang. Mang Karyo selesai memakan sarapannya juga meminum tehnya.
“udah Mang, makannya?”.
“udah non,, sini dong non, biar Mang Karyo bisa makan roti lagi,,hehe”. Aku langsung mendekatinya, dan duduk di pangkuannya tapi aku tak memasukkan penis Mang Karyo ke dalam vaginaku.
“ayo, Mang Karyo, silakan dimakan rotinya”. Mang Karyo memegang kedua buah payudaraku dengan tangannya dan menggerakkan lidahnya menjelajahi setiap senti payudaraku yang terbalut selai kacang. Tanpa sadar aku menekan kepala Mang Karyo.
“ahh,,mmhh,,teerus,,Mang,,”, desahku menerima sapuan lidah Mang Karyo di payudaraku yang bergerak ke atas, bawah, kanan, kiri, dan memutar. Seiring dengan naiknya birahiku, aku juga merasakan batang Mang Karyo sudah mengeras dan mencapai ukuran maksimal.
Ketika aku menutup mata untuk meresapi nikmatnya jilatan Mang Karyo, tapi tiba-tiba Mang Karyo menghentikan aktivitasnya, spontan aku membuka mataku dan bertanya padanya.
“kenapa berhenti, Mang?”.
“ini non,, kasian si otong,, kedinginan, pengen masuk ke sarangnya”.
“oouu,, kasian,, si otong kedinginan ya,,sini biar Bunga masukkin ke sarangnya”. Lalu aku sedikit mengangkat tubuhku, dan meraih penis Mang Karyo dan menuntunnya ke pintu masuk lubang vaginaku, setelah kepala penisnya sudah berada di dalam vaginaku, aku langsung menurunkan tubuhku secara perlahan sehingga akhirnya penis itu sudah berada di dalam vaginaku yang memang merupakan soulmate dari penis Mang Karyo.
“nah, sekarang otong Mang Karyo kan udah gak kedinginan,,lanjutin dong jilatin toked Bunga”.
“itu mah gak usah disuruh lagi non,,”. Mang Karyo melanjutkan membersihkan payudaraku, dia mainkan kedua putingku dengan tangan dan mulutnya, juga kadang-kadang ia menggigit kecil kedua putingku secara bergantian.
“awwhh,,”, desahku manja ketika Mang Karyo menggigit kecil putingku.
Setelah payudaraku bersih dan terlihat putih mulus lagi, Mang Karyo dengan nakalnya menggerakkan pinggulnya sehingga penis Mang Karyo yang ada di dalam vaginaku juga ikut bergerak.
“ehh,, Mang Karyo nakal ya,, si otong digerakkin”.
“ah,, nggak kok,, si otong bergerak sendiri,,hehe,, jawabnya sambil tertawa kecil.
“bisa aja Mang Karyo,,emang Mang Karyo mau sekalian nih,,hmm?”.
“boleh juga nih..”. Lalu aku memutuskan untuk menggerakkan tubuhku naik turun, dan Mang Karyo pun mendorong penisnya ke atas sehingga terasa lebih masuk ke dalam vaginaku.
“oohh,,ahh,,”, desahku. Payudaraku berguncang naik-turun seiring tubuhku yang juga bergerak naik-turun. Mungkin Mang Karyo ngiler melihat payudaraku yang sekal dan putih mulus bergerak naik turun, jadi Mang Karyo langsung memegang payudaraku dan menyentil-nyentilkan lidahnya ke putingku. Mungkin 10 menit, kami bersetubuh dalam posisi duduk seperti ini.
“Mang, kita terusinnya sambil mandi yuk,,kayaknya badan Bunga udah bau nii,,”.
“iya,,non Bunga udah bau peju,,”.
“yee,,ini kan bau peju Mang Karyo,,”.
“hehe,,yuk non,,badan Mang Karyo juga udah bau keringet nih”.
“yaudah,,Bunga bangun dulu ya,,”.
“gak usah non,,biar Mang Karyo gendong non Bunga ampe kamar mandi”.
“emang Mang Karyo kuat?”.
“ngentotin non seharian aja kuat,,masa cuma gendong doang gak kuat..”.
“yaudah,,tapi ati-ati ya,, Bunga jangan ampe jatoh..”.
“sip non,, sekarang non Bunga peluk Mang Karyo deh,,”. Lalu aku melingkarkan tanganku ke leher Mang Karyo, sementara Mang Karyo mulai berdiri dengan perlahan. Dan aku juga melingkarkan kakiku ke pinggang Mang Karyo. Kemudian, Mang Karyo mulai berjalan ke kamar mandi, tentu saja selama bergerak, penis Mang Karyo juga bergerak-gerak di dalam vaginaku membuat sensasi tersendiri. Kadang-kadang Mang Karyo memeluk dan mendekatkanku sehingga dia bisa mencium dan melumat bibirku, aku menjulurkan lidahku agar Mang Karyo bisa mengemut dan menggigit lidahku. Begitu juga Mang Karyo, dia mengeluarkan lidahnya agar aku bisa mengemutnya.
Akhirnya kami sampai di kamar mandi.
“Mang,, Bunga turun dulu ya..”. Lalu aku turun dari tubuh Mang Karyo, dan otomatis penis Mang Karyo tercabut dari vaginaku.
“siapa yang mandi duluan nih, Mang Karyo apa Bunga duluan?”.
“gimana kalau non Bunga duluan?”.
“ok,,tapi Mang Karyo mau kan mandiin Bunga?”.
“mau banget dong non,,tapi abis itu non Bunga mandiin Mang Karyo ya..”.
“ok,,Mang, beres”. Lalu aku duduk di kursi kecil yang sudah disiapkan oleh Mang Karyo. Aku duduk di kursi kecil, lalu Mang Karyo mengguyur tubuhku dengan air.
“dingin Mang,,,”, kataku karena airnya memang terasa dingin. Kemudian, Mang Karyo menggosok-gosok sabun di tangannya hingga tangannya berbusa. Mang Karyo bergerak ke depan dan duduk bersila di hadapanku.
“sini non, kaki non taro di sini”, katanya sambil menepuk kedua pahanya. Aku menaruh kakiku di pahanya. Mang Karyo langsung mengusapkan kedua tangannya yang berlumuran sabun ke kaki kananku, dan dia benar-benar membersihkan kakiku dengan telaten.
Setelah kakiku berlumuran sabun, Mang Karyo mengurut betisku, lalu dia melanjutkan membersihkan kaki dan betis kiriku. Mang Karyo mengguyur kakiku untuk membilas sabun.
“nah,,kaki non udah bersih lagi, sekarang badan non..”.
“loh bukannya paha Bunga dulu,,kan tanggung..”.
“itu mah belakangan,,hehe,,”.
“oh, Bunga ngerti,,yaudah, Mang Karyo tolong bersihin badan Bunga ya”. Lalu Mang Karyo berjalan ke belakangku, dia menggosok-gosokkan sabun ke tangannya kemudian Mang Karyo mulai mengelap bagian perutku yang langsing. Mang Karyo menyabuni perut, leher, tangan, serta punggungku. Lalu ketika tiba saatnya untuk menyabuni payudaraku, Mang Karyo langsung semangat memijat dan meremas kedua buah payudaraku. Sambil menyabuni payudaraku, Mang Karyo menggesek-gesekkan penisnya ke punggungku.
“Mang Karyo ngapain sih??”.
“hehe,,lagi nyikatin badan non Bunga pake kontol Mang Karyo”.
“ada-ada aja Mang Karyo,,yaudah,,lanjutin aja,,”.
“ok non,,,”, katanya sambil meneruskan menggesek-gesekkan penisnya ke atas dan ke bawah punggungku.
Setelah itu, Mang Karyo membilas tubuhku yang seluruhnya sudah tertutupi sabun kecuali wajahku dengan air.
“nah, sekarang memek non,,”. Aku disuruh masuk ke dalam bathtub yang sudah diisi dengan air. Aku masuk ke dalam bathtub yang memang agak besar dari bathtub-bathtub umumnya. Dengan perlahan, aku duduk dan menaruh kepalaku di bantal yang sudah disiapkan di kepala bathtub. Lalu Mang Karyo juga masuk ke dalam bathtub dan duduk di depan selangkanganku. Kemudian aku menaruh masing-masing kakiku di pinggiran bathtub sehingga vaginaku yang setengahnya terendam air bisa terlihat oleh Mang Karyo. Lalu Mang Karyo langsung meraba-raba dengan tangannya yang bersabun, mulai dari lututku, tangan Mang Karyo terus merembet ke pahaku yang putih mulus hingga ke vaginaku. Dia bersihkan bibir luar vaginaku dan klitorisku serta daerah pantatku, Mang Karyo juga memasukkan dua jarinya untuk membersihkan bagian dalam vaginaku sekaligus memainkan vaginaku.
Aku berpegangan pada pinggiran bathtub agar tidak jatuh sebab tubuhku menggelinjang karena Mang Karyo dengan gencarnya menggerakkan 2 jarinya keluar masuk vaginaku.
“oouhh,,Mang,,mmhh,,!!”, erangku ketika aku orgasme.
“yee,, si non,,lagi dibersihin malah ngencrot”.
“lagian si Mang Karyo,,memek Bunga pake diobok-obok segala..”.
“emang kenapa non?”.
“pake belaga pilon,,kan enak,, jadi ngencrot deh..”.
“hehe,,yaudah tar Mang Karyo bersihin memek non Bunga lagi deh,, sekarang gantian dong..”.
“iya,,Mang Karyo,, suami bo’onganku,,sabar dong”. Lalu kami berdua keluar dari bathtub dan kini Mang Karyo yang duduk di kursi kecil. Aku mengguyurnya dan mulai menggosok-gosokkan sabun ke tanganku, tapi aku punya ide lain, aku menggosok-gosokkan sabun ke payudaraku hingga kedua buah payudaraku penuh dengan busa.
“Mang Karyo,, kalo Bunga nyikatin badan Mang Karyo pake toket Bunga, boleh gak?”.
“boleh banget,,”. Dan aku pun mulai menempelkan payudaraku di punggung Mang Karyo dan mulai menggerakkannya ke atas dan ke bawah secara perlahan.
“wah,,enak banget disabunin pake toket non Bunga,,empuk banget”. Dipuji seperti itu, aku semakin semangat menyabuni Mang Karyo dengan payudaraku, aku menggesek-gesekkan payudaraku ke kedua tangan dan kedua kakinya. Setelah itu Mang Karyo melebarkan kakinya agar aku bisa membersihkannya. Aku urut semua bagian selangkangannya dengan tanganku yang bersabun, apalagi penisnya, aku mengurutnya dari pangkal hingga ke kepalanya berulang-ulang kali sampai dia terlihat ngilu.
“uudahh noon,,nggiluu,,”.
“Mang Karyo,,kalo nyemprot peju ke memek Bunga aja bisa terus-terusan,,masa gini doang ngilu”, kataku sambil terus mengurut penis Mang Karyo.
“kaann bedaa,,”, balas Mang Karyo sambil menahan ngilu dengan mati-matian, aku menghentikan aktivitas karena kasihan melihat Mang Karyo.
“gini aja, Mang. Gimana kalo penis Mang Karyo, Bunga jepit pake toket Bunga”.
“wah,,setuju tuh non,,”.
“yaudah,, sekarang Mang Karyo diri,,”.
Mang Karyo berdiri, dan aku langsung bertumpu pada kedua lututku agar payudaraku sejajar dengan penis Mang Karyo. Mang Karyo langsung menaruh penisnya di belahan payudaraku, kemudian Mang Karyo menggerakkan penisnya ke atas dan bawah di belahan payudaraku, aku merapatkan kedua buah payudaraku agar penis Mang Karyo terjepit di tengah-tengah payudaraku.
“aduuh non,,empuk ‘n anget banget”. Karena payudaraku penuh dengan busa dari sabun, maka penis Mang Karyo juga tertutupi sabun.
“nah ****** Mang Karyo kan sekarang udah kena sabun tuh,, Bunga siram ya,,”. Lalu aku menyiram badan Mang Karyo dan menyiram tubuhku sendiri.
“nah,,non Bunga,,Mang Karyo punya ide nih..”.
“apaan tuh Mang?”.
“gimana kalo Mang Karyo bersihin bagian dalem memek ‘n pantat non Bunga,, pake kontol Mang Karyo”.
“boleh juga tuh,,yok”, lalu aku mengurut penis Mang Karyo lagi dengan sabun hingga penis Mang Karyo mengkilat dan licin. Setelah itu, aku membelakangi Mang Karyo dan menaruh tanganku di tembok, lalu Mang Karyo mulai mendekatkan tubuhnya kepadaku yang sudah siap menerima penisnya di lubang anusku atau vaginaku.
Mang Karyo menancapkan penisnya dalam-dalam ke anusku secara tiba-tiba sehingga spontan aku berteriak kecil.
“awwhh,,Mang Karyo nakal nih,,”, omelku.
“maaf non,,si otong udah gak sabar pengen masuk pantat non”.
“huu,,dasar,,yaudah, sekarang gosokkin pantat Bunga ya,,”.
“siap,,non”. Mang Karyo langsung memompa penisnya keluar masuk anusku, karena licin, penis Mang Karyo dengan mudah bergerak keluar masuk anusku.
“aahh,,oouhh,,yeeaahh!!”, racauku tak jelas. Tak henti-hentinya Mang Karyo menghujamkan penisnya ke dalam anusku, dan juga Mang Karyo meremas-remas kedua buah payudaraku yang menggelantung dengan indah. 15 menit kulayani penis Mang Karyo dengan anusku hingga akhirnya aku mencapai orgasme dan cairanku ada yang mengalir melalui pahaku dan ada juga yang langsung menetes ke lantai. Mang Karyo mencabut penisnya dari anusku yang sudah dilumasi sabun dari batang penis Mang Karyo.
“non,,olesin sabun lagi dong”.
“ok deh, Mang Karyo,,”. Aku berbalik badan dan berjongkok di hadapan Mang Karyo lagi. Aku urut lagi penis Mang Karyo hingga pangkal penis Mang Karyo sampai helmnya mengkilat dan licin kembali.
“ok Mang,, udah siap lagi,,sekarang bersiin memek Bunga ya,,”.
“dengan senang hati,,”. Aku membalikkan tubuhku lagi, tapi kali ini aku dipeluk oleh Mang Karyo. Mang Karyo memelukku dengan menaruh tangan kirinya di bawah kedua buah payudaraku, sementara tangan kanannya menuntun penisnya sendiri ke pintu masuk vaginaku. Lalu Mang Karyo mulai mendorong penisnya masuk ke dalam vaginaku dengan perlahan. Setelah penis Mang Karyo sudah klop di dalam vaginaku, Mang Karyo langsung menggerakkan penisnya tapi kali ini dengan sangat perlahan sehingga urat-urat yang menonjol di batang penis Mang Karyo bergesekkan dengan dinding vaginaku menimbulkan sensasi luar biasa. Kadang-kadang aku menolehkan kepalaku ke belakang agar Mang Karyo bisa melumat-lumat bibirku. Dan selama Mang Karyo memompa penisnya keluar masuk vaginaku, dia juga meremas-remas payudaraku dan memilin-milin serta menarik-narik putingku.
“enngghh,,Mang Karyo,,oohh,,aahh”.
“non Bunga,,ookkhh!!”, erang Mang Karyo mencapai puncaknya setelah 15 menit menyarangkan penisnya di dalam vaginaku. Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku ketika aku juga mencapai orgasme sehingga cairanku dan sperma Mang Karyo bercampur di rahimku. Sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemprotkan benihnya ke dalam rahimku, aku membiarkan Mang Karyo menjilati tengkuk leherku dan daun telingaku. Setelah selesai, Mang Karyo langsung mencabut penisnya dan membasuhnya dengan air.
“non,,boleh gak memek non Bunga,, Mang Karyo semprot pake shower?”.
“yee bolehlah,,kan Bunga istri Mang Karyo,,jadi terserah Mang Karyo mau ngapain..”.
“bener non?”.
“bener,,tubuh Bunga boleh diapain aja ama Mang Karyo..”.
“asiik,, kalo gitu non Bunga buka dikit pahanya,,”. Aku merenggangkan pahaku agar Mang Karyo bisa leluasa menyemprot vaginaku dengan memakai shower.
Lalu Mang Karyo mendekatiku lagi dan sudah membawa shower yang memancurkan air. Kemudian Mang Karyo berjongkok di depan vaginaku dan Mang Karyo pun langsung menaruh shower di depan lubang vaginaku sehingga air masuk ke dalam vaginaku.
“aduuhh,,Mang,,hihi,,gelii,,”, kataku sambil menahan geli. Tak lama kemudian, Mang Karyo menjauhkan shower dari vaginaku.
“udahan yuk non,,lama-lama dingin juga nii,,”.
“yaudah,, Mang Karyo duluan aja,,Bunga mau pake obat buat memek Bunga,, biar keset ‘n wangi gitu deh..”.
“ooh,,yaudah,,Mang Karyo duluan ya..”. Lalu Mang Karyo keluar dari kamar mandi, dan aku memakai obat khusus vagina. Setelah itu aku keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuhku dan menyusul Mang Karyo yang sedang menonton tv di ruang tamu. Aku langsung menaruh kepalaku di paha Mang Karyo yang sedang menonton tv, dan otomatis di samping kepalaku adalah penis Mang Karyo.
“Mang,,Bunga pengen nanya nih,,”.
“nanya apa non Bungaku yang cantik?”.
“Mang Karyo pake apa sih,, kok bisa ngentotin Bunga terus-terusan padahal kan Mang Karyo udah tua”.
“emang Mang Karyo belum pernah cerita ya..”.
“belum,,dari dulu,,setiap Bunga nanya,,pasti Mang Karyo bilangnya rahasia perusahaan,, sekarang kasih tau dong,, kalo gak,, Mang Karyo gak boleh ngentotin Bunga lagi..”.
“waduh non Bunga,,ancemannya nyeremin banget..Iya deh, Mang Karyo ceritain,,”. Mang Karyo bercerita kepadaku kalau dia mendapatkan stamina yang luar biasa itu dari seorang kakek. Kakek itu juga warga desa dan dikenal sangat baik dan sering menolong warga desa sewaktu ia muda, tapi setelah ia ditinggal mati oleh istrinya, ia lebih suka menyendiri, dan hanya Mang Karyo yang menjenguknya seminggu 1 kali.
“terus,, Mang Karyo ngapain bolak-balik ke rumah kakek itu?”.
“bantuin bikin jamu,,”.
“jamu apa?”.
“jamu pasak bumi,,”.
“hah?! Ooh pantes aja,, jangan-jangan Mang Karyo minum jamu itu ya,,”.
“iya,,”.
“huu,,dasar,,berarti bukan kemampuan sendiri dong,,”.
“biarin aja,, yang penting non Bunga,,suka kan?”.
“iya sih,,hehe”.
“o ya,, non, Mang Karyo kan ceritanya mau ngasih tanda terima kasih ke kakek itu,,tapi apa ya?”.
“kasih apa ya? Haduh,,Bunga jadi bingung”.
“gini non,,rencananya Mang Karyo pengen ngasih non Bunga ke dia..”.
“hah?! maksud Mang Karyo,, Bunga dijadiin kado?”.
“iya,,maaf non Bunga,,abisnya dikasih duit atau makanan dia gak mau, jadi ini jalan satu-satunya”.
“yaudah,,gak apa-apa,,itung-itung berbakti ama suami..Haha..”.
“si non bisa aja,,yaudah yuk non,,kita berangkat,,”. Aku bangun dan menuju kamarku untuk memakai baju begitu juga dengan Mang Karyo. Kemudian setelah memakai baju, kami berangkat ke rumah kakek-kakek yang diceritakan Mang Karyo. Agak jauh berjalan, akhirnya kami sampai di rumah kakek itu.
“punten,,Mbah Tanto,,punten,,”, Mang Karyo berteriak sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian, ada yang membuka pintu, terlihat kakek yang umurnya mungkin 70an.
“oohh,,Karyo toh,,ada apa yo??”.
“nggak mbah,,saya mau minta jamu mbah lagi..”.
“wah,,wah,,lo mau bikin anak lagi yee Yo,, ama istri lo si Parti?”.
“bukan Mbah,,bukan ama si Parti,,”.
“loh,,terus lo mau bikin anak ama siapa lagi?”.
“ama ini nih Mbah,,”, kata Mang Karyo sambil menggeser badannya dan mendorongku ke hadapan Mbah Tanto.
“wah,,sopo iki,,cakep banget,,”.
“ini namanya neng Bunga,,Mbah,,majikan sekaligus simpenan saya Mbah”.
“simpenan lo? muka jelek kayak lo masa bisa punya simpenan cakep banget kayak gini,,”.
“yee,,si Mbah,,kalo gak pecaya,,tanya aja sendiri,,”.
“emang bener neng?”, tanya Mbah Tanto kepadaku, aku hanya membalasnya dengan sedikit mengangguk dan tersenyum.
“tuh kan,,Mbah,,gak pecaya sih..”.
“tau deh,,terus ngapain lo bawa neng Bunga ke sini”.
“gini Mbah,, saya ada urusan sampe ntar sore..neng Bunga gak mau di rumah sendirian,,jadi saya bawa aja kesini,,gak apa-apa kan Mbah?”.
“ya,,nggak apa-apa toh,,”.
“yaudah Mbah Tanto,,saya pergi dulu..”. Lalu Mang Karyo pergi menjauh dari rumah Mbah Tanto.
“ayo neng Bunga,,masuk ke dalam..”.
“oh iya kek,,”. Aku menyusulnya masuk ke dalam rumah.
“ayo neng,,silakan duduk,,”.
“oh ya kek,,makasih”, lalu aku duduk di hadapan Mbah Tanto.
“neng Bunga, mau minum apa nih..”.
“apaan aja,,”.
“kalau gitu,, Mbah bikinin teh ya..”.
“maaf kek,,ngerepotin..”.
“ah,,nggak apa-apa,,tunggu sebentar ya..”. Tak lama kemudian, Mbah Tanto datang dengan membawa minuman.
“ini minumannya,.ayo neng Bunga,, diminum”.
“makasih kek,,jadi gak enak nih ngerepotin..”.
“gak apa-apa neng,,oh ya neng,,panggilnya Mbah Tanto aja,,”.
“ok deh Mbah,,”, sambil terus mengobrol dia tidak henti-hentinya mengambil kesempatan untuk melihat ke arah payudaraku dan juga kaki jenjangku yang putih mulus.
“maaf ni Mbah,,tapi kata Mang Karyo,,istri Mbah udah meninggal ya?”.
“iya,,5 tahun yang lalu,,”.
“pantes aja,,ngeliat gue langsung jelalatan matanya,,”, kataku dalam hati.
“terus Mbah gak nyari penggantinya?”.
“wong Mbah udah tua,,ngapain nyari istri lagi..”.
“kirain Bunga, Mbah mau nyari lagi,,”.
“neng Bunga sendiri, bener,,jadi simpenannya si Karyo?”.
“bener,,”.
“kok bisa?”.
“ceritanya panjang deh Mbah,,pokonya dari SMA dulu”.
“hah?! pas neng Bunga masih SMA,,berarti udah lama dong,,sialan tuh Karyo,,punya simpenan cakep banget gak bilang-bilang,,eh maaf, neng Bunga”, ucapnya keceplosan.
“gak apa-apa Mbah,, oh ya, katanya Mbah Tanto jago mijet ya?”.
“jago si nggak,,cuma bisa dikit,,kenapa, neng Bunga mau dipijet?”.
“iya nii Mbah,,badan Bunga pegel-pegel”.
“kalo gitu,,neng, tunggu di kamar Mbah aja..”.
“dimana kamarnya, Mbah?”.
“di sana neng”, katanya sambil menunjuk ke sebuah kamar.
“terus Bunga harus buka baju gak, Mbah?”.
“terserah neng Bunga deh,,”. Aku menuju kamar Mbah Tanto, ternyata lumayan juga kamarnya, rapih, bersih, dan kasurnya juga besar. Untuk membuat Mbah Tanto semakin tergoda dengan kemulusan tubuhku, aku memutuskan untuk menelanjangi diriku hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh sekalku. Lalu aku tengkurap dan menutupi tubuhku dengan kain yang ada di dekatku, tak lama kemudian Mbah Tanto datang. Dia langsung duduk di tepi ranjang dan mulai menggosok-gosokkan minyak ke tangannya. Kemudian, Mbah Tanto mulai memijat leher dan bahuku.
“mmm,,enak banget pijetan Mbah Tanto”.
“makasih,,”. Tak begitu lama, Mbah Tanto selesai memijat leherku.
“udah,,neng Bunga,,”.
“yah,,tanggung,,kalau gitu, semuanya aja deh,,abis Mbah Tanto jago mijet sih”.
“tapi gak apa-apa neng? ntar badan neng Bunga keliatan?”.
“udah,,gak apa-apa”.
“yaudah,,Mbah buka kainnya ya,,”. Lalu Mbah Tanto mulai membuka kain yang menutupi tubuhku hingga akhirnya tubuhku yang putih terlihat oleh Mbah Tanto yang tertegun melihat pantatku yang putih nan kenyal.
“kenapa, Mbah? kok diem?”.
“nggak,,badan neng Bunga bagus banget..”.
“ah,, Mbah bisa aja,, Mbah,,ayo dong mulai pijetnya,,”. Lalu, Mbah Tanto mulai memijat punggungku sampai ke pinggangku, setelah selesai, Mbah Tanto naik ke ranjang dan duduk di dekat kakiku. Dia memijiti kakiku, betisku, pahaku, hingga akhirnya tangannya merembet ke daerah dekat vaginaku yang tentunya dapat terlihat oleh Mbah Tanto.
Mbah Tanto sengaja berulang-ulang menyentuhkan tangannya ke pangkal pahaku sehingga jarinya ada yang menyentuh bibir luar vaginaku. Aku pura-pura tidak sadar, dan membiarkannya, padahal birahiku sudah mulai naik. Mbah Tanto memindahkan kedua tangannya dan memulai memijit pantatku. Sepertinya Mbah Tanto gemas melihat pantatku yang kenyal sehingga dia terus menerus meremas-remas pantatku. Tiba-tiba dia menggulingkan tubuhku, dan langsung menaiki tubuhku dan memegangi kedua tanganku.
“Mbah,,jangan,,jangan”, teriakku seolah tak menginginkan hal ini. Tanpa menjawabku, Mbah Tanto langsung menyerangku dengan melumat habis bibirku, dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Kemudian, Mbah Tanto menurunkan ciumannya ke leherku yang jenjang, turun hingga ke payudaraku. Yakin sudah menguasaiku, Mbah Tanto melepaskan pegangannya terhadap tanganku dan mulai mengeksplorasi kedua buah payudaraku dengan lidahnya dan mulutnya yang ompong. Geli sekaligus nikmat menjalar di sekujur tubuhku saat Mbah Tanto mengemut-emut dan menyentil-nyentilkan lidahnya ke kedua putingku secara bergantian.
Setelah puas bermain-main dengan payudaraku, Mbah Tanto menurunkan jilatan dan ciumannya ke perutku lalu dia menjulurkan lidahnya ke pusarku.
“Mbah,,jangannn,,”. Tapi dia tidak mengindahkanku, malah dia menurunkan mulutnya ke daerah selangkanganku. Mbah Tanto menelusuri pangkal paha kanan dan kiriku secara bergantian membuatku semakin pasrah saja, lalu Mbah Tanto memanjakan vaginaku dengan lidahnya.
“oohh,,ahh,,mmhh,,ahh,, teruuss,,Mbaahhh”. Mbah Tanto semakin semangat membenamkan wajahnya diantara pahaku sampai akhirnya 5 menit kemudian aku mengalami orgasme pertamaku. Tentu saja, Mbah Tanto tanpa pikir panjang lagi langsung menyeruput cairan vaginaku yang ada di sekitar bibir vaginaku dan juga di dalam vaginaku. Setelah selesai mencicipi cairanku yang cukup manis dan gurih, Mbah Tanto langsung menggulingkan tubuhku ke samping kanan sehingga sekarang tubuhku berada di tepi ranjang.
Mbah Tanto tidur di belakang tubuhku dan mengangkat kaki kananku ke atas, lalu dia menuntun penisnya ke lubang vaginaku. Setelah berada tepat berada di depan lubang vaginaku, dia mengelus-eluskan penisnya ke bibir vaginaku membuat vaginaku semakin gatal saja karena sudah ngiler ingin ditanami penis Mbah Tanto. Mbah Tanto mencoblos vaginaku dengan kuat.
“aawwhh,,”, teriakku agak manja. Ternyata setelah penis Mbah Tanto ada di dalam vaginaku, aku baru sadar kalau penis Mbah Tanto cocok sekali dengan vaginaku sama seperti penis Mang Karyo. Mbah Tanto terus menerus memompa penisnya ke vaginaku, dan kadang-kadang dia mencium tengkuk leherku membuat bulu kudukku berdiri, seiring dengan birahiku yang semakin tinggi. Entah berapa lama Mbah Tanto menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku, yang pasti kini aku sudah mengalami orgasmeku yang kedua sehingga di kamar Mbah Tanto hanya muncul 3 suara yaitu suara kecipak air ketika Mbah Tanto memompa penisnya, suara desahanku, dan juga bunyi nafas kami yang saling memburu.
Mbah Tanto mencabut penisnya dan menarik tubuhku kebelakang sehingga kini aku tidur terlentang dengan pasrah lagi di hadapan Mbah Tanto. Ternyata benar, penisnya hampir sama dengan penis Mang Karyo, tapi urat-urat yang menghias batang penis Mbah Tanto lebih banyak daripada milik Mang Karyo.
“pantes aja,,lebih mantep,, ternyata kontol Mbah Tanto lebih berotot daripada kontolnya Mang Karyo”, gumamku dalam hati. Mbah Tanto melebarkan kakiku, dan tanpa membuang 0,1 detik pun, Mbah Tanto langsung menancapkan penisnya lagi ke dalam vaginaku. Dan dimulailah pemompaan terhadap vaginaku oleh Mbah Tanto.
“emmhh,,aaoohh,,uuhh”, desahku tak karuan karena rasa nikmat yang kuterima memang senikmat ketika aku disetubuhi oleh 2 orang. Mbah Tanto pun meracau.
“oohhh,,neng Bungaa,,sempiit baangeet”. Mbah Tanto terus menyetubuhiku dalam posisi seperti ini hingga aku mencapai orgasmeku yang ketiga. Akhirnya Mbah Tanto bosan dengan posisi ini sehingga dia memutuskan untuk mencabut penisnya dari vaginaku, aku bisa melihat penisnya sangat mengkilat karena sudah disembur oleh vaginaku sebanyak 2 kali.
Mbah Tanto mendorong kedua kakiku ke depan sehingga kedua kakiku tertekan ke dadaku. Dia setengah berdiri dan memegangi kedua kakiku, lalu burung Mbah Tanto keluar masuk lagi ke tempat persembunyiannya yaitu vaginaku. Selama menggerakkan penisnya, Mbah Tanto menjilati telapak kakiku membuatku geli tidak karuan. Detik demi detik penis Mbah Tanto tak bosan-bosannya keluar masuk vaginaku hingga penis Mbah Tanto kusiram lagi dengan cairan vaginaku dalam orgasmeku yang keempat. Tak lama setelah itu, kurasakan penis Mbah Tanto berdenyut-denyut yang menandakan kalau sebentar lagi dia akan orgasme. Menyadari dirinya akan orgasme, Mbah Tanto mencabut penisnya dan membiarkanku menurunkan kakiku lagi, sementara dia langsung bergerak dengan cepat untuk mendekatkan penisnya ke wajahku. Setelah penisnya berada di depan wajahku, Mbah Tanto mengocok penisnya dengan tangannya sendiri hingga penisnya sudah siap memuntahkan isinya.
“croot,,croot,,crot”, semburan hangat sperma Mbah Tanto menerpa seluruh wajahku hingga ke rambutku. Dan karena kadang-kadang Mbah Tanto mengincar mulutku, aku membuka mulutku lebar-lebar agar semprotan lahar putih Mbah Tanto bisa masuk ke dalam mulutku. Hampir seluruh wajahku tertutupi sperma Mbah Tanto yang kental itu, dan itu pun dia masih menyemburkan spermanya ke wajahku. Akhirnya, penis Mbah Tanto sudah selesai mengosongkan isinya, Mbah Tanto langsung membanting dirinya sendiri ke samping tubuhku, dan nafasnya tersengal-sengal sama sepertiku. Setelah 3 menit beristirahat, nafasku dan nafas Mbah Tanto sudah kembali normal.
“maaf neng Bunga,,Mbah gak tahan ngeliat badan neng,,mulus banget,,”.
“ah,,nggak apa-apa Mbah,,Bunga juga seneng”.
“maksud neng Bunga?”.
“sebenarnya tuh,, Mang Karyo nganterin Bunga ke sini,,supaya Bunga bisa ngelayanin Mbah Tanto”.
“yang bener neng?”.
“bener,,Bunga itu sebenernya kado dari Mang Karyo buat Mbah Tanto”.
“wah,,jadi Mbah boleh ngapa-ngapain neng Bunga dong?”.
“ya boleh lah,, terserah Mbah Tanto..”.
“asik banget,,oh ya,,maafin Mbah ya,,buang pejunya di muka neng Bunga,,jadi kotor gitu deh,,”.
“gak apa-apa kalee,,Mbah,,itung-itung facial”, kataku sambil meratakan sperma Mbah Tanto ke seluruh wajahku.
“sebenernya kalo Mbah mau buang peju Mbah di dalem memek Bunga juga gak apa-apa,,”, tambahku.
“wah,,gak nyangka,,neng Bunga kan cantik banget,,kok mau sih ama macem kayak Mbah ‘n si Karyo?”.
“gak tau de,,Mbah,,Bunga juga bingung,,kayaknya sih Bunga diciptain emang buat Mbah ‘n Mang Karyo..”.
“tapi kan neng Bunga cantik ‘n badan neng Bunga juga seksi banget,,masa gak ada cowok ganteng yang ngelirik,,”.
“banyak banget,,saking banyaknya,,Bunga jadi bosen sendiri,,”.
“oohh,,gitu,,berarti Mbah ama Karyo beruntung banget dong,,bisa dilayanin cewek idaman semua lelaki kayak neng Bunga,,”.
“aah,,bisa aja Mbah mujinya,,”, tak disangka sudah 15 menit kami berdua mengobrol.
Kulihat penis Mbah Tanto sudah mulai bangun lagi.
“wah,,****** Mbah Tanto udah bangun lagi,,cepet banget ya”, kataku.
“iya dong,,”.
“tapi kalo Mang Karyo bangunnya abis 30 menit..”.
“kalo si Karyo kan murid gue,,”.
“oh iya ya,,”.
“gimana,,neng Bunga,,boleh gak Mbah entot lagi?”.
“boleh aja Mbah,,terus-terusan ampe sore juga gak apa-apa,,”.
“kalo Mbah nyobain pantat neng,,boleh gak?”.
“ya elah,,si Mbah,,gini aja deh,,anggep aja Bunga itu istri Mbah,,jadi Mbah boleh ngapain aja,,”.
“asik,,”.
“yaudah,,tapi Bunga cuci muka dulu ya,,biar bersih”.
“ok,,”, lalu aku pergi ke kamar mandi dan mencuci mukaku. Setelah cuci muka, aku kembali ke kamar Mbah Tanto.
“ok,,mbah,,kita mulai ronde ke 2,,”. Setelah itu, dimulailah persetubuhan antara seorang kakek perkasa dengan gadis muda dan cantik yang mau diapain aja. Ternyata Mbah Tanto tau caranya memanjakan wanita, dia menelusuri lekuk tubuhku dengan lidahnya tanpa terkecuali karena katanya dia sangat kagum dengan keindahan dan kemulusan tubuhku. Karena perlakuannya itulah, timbul rasa sayang di dalam diriku terhadap Mbah Tanto sama seperti rasa sayangku terhadap Mang Karyo.
Setiap 1 ronde, Mbah Tanto bisa menyetubuhiku selama 45 menit, dan aku bisa orgasme 4 kali atau lebih, setelah Mbah Tanto menyemburkan spermanya baik ke dalam anus, mulut, ataupun vaginaku, kami beristirahat selama 15 menit sebelum memulai ronde berikutnya. Bayangkan saja, dari jam 10 pagi hingga jam 6 sore, Mbah Tanto melampiaskan nafsu setannya yang selama 5 tahun lebih terpendam terhadap diriku sehingga Mbah Tanto terus menerus menyetubuhiku hingga aku tidak bisa menghitung sudah berapa ronde kami bermain, sudah berapa puluh kali aku orgasme, dan entah sudah berapa liter sperma Mbah Tanto yang masuk ke dalam tubuhku baik masuk lewat mulut, anus, ataupun vaginaku. Jam 6 sore lewat sedikit, Mang Karyo kembali ke rumah Mbah Tanto.
“punten,,Mbah,,”.
“siapa?”, teriak Mbah Tanto yang sedang duduk di ruang tamu sambil menghisap rokok.
“Karyo,,Mbah,,”.
“oh,,masuk aja Yo,,gak dikunci,,”.
“gimana,,Mbah,,kado dari saya?”.
“lo kalo mau kasih kado yang enak banget,,bilang-bilang dulu,,jadinya kan Mbah bisa siap-siap”.
“tapi,,enak kan Mbah?”.
“bukannya enak lagi tapi mantab,,makasih ye Yo,,gara-gara lo,,gue bisa ngerasain memek lagi,,memek gadis kota lagee”.
“sama-sama Mbah,,gara-gara Mbah,,saya bisa dapet simpenan yang cantik dan mau diapain aja,,”.
“gimana kalo simpenan lo alias neng Bunga kita pake bareng-bareng?”.
“boleh aja sih,Mbah,,tapi non Bunganya sekarang ada di mana?”.
“nih disini,,”, kata Mbah Tanto sambil membuka sarungnya sehingga aku yang sedang mengulum penis Mbah Tanto bisa dilihat oleh Mang Karyo.
“oh,,non Bunga lagi asik karaokean ya,,”. Aku mengeluarkan penis Mbah Tanto yang sudah berlumuran air liurku, kemudian berdiri dan duduk di kursi.
“eh, Mang Karyo,,udah balik lagi,,”.
“eh non Bunga,,tuh,masih ada peju di mulutnya”. Aku menyeka sisa sperma yang ada di mulutku dengan punggung tanganku.
“gile lo Yo,,berarti dari 4 hari yang lalu,,lo ******* ama neng Bunga terus dong?”.
“iya dong Mbah, makanya saya jarang pulang ke rumah,,”.
“oh ya,,neng Bunga gak takut punya anak dari Mbah atau si Karyo?”.
“nggak apa-apa Mbah,,pokoknya Bunga gak bakal hamil”, balasku.
“oh ya Mbah, ngomong-ngomong jamunya mana?”, tanya Mang Karyo.
“oh ya,,sebentar,,Mbah ambil dulu,,”, lalu Mbah Tanto meninggalkan aku dan Mang Karyo.
“gimana non,,si Mbah?”.
“kuat banget,,Bunga sampe kewalahan..”.
“coba non,,liat dong memek non Bunga”.
“nih,,”,kataku sambil melebarkan pahaku sehingga daerah selangkanganku yang belepotan dengan sperma bisa terlihat.
“wuih,,ampe belepotan kayak gitu..”.
“ah,,Mang Karyo juga kalo ngentotin Bunga kan ampe belepotan begini..”.
“emang iya ya,,hehe,,Mang Karyo gak nyadar,,”.
“oh ya Mang Karyo kenapa manggil Mbah Tanto pake Mbah? padahal kan umur Mang Karyo ama Mbah Tanto gak terlalu jauh beda,,”.
“iya sih,,tapi kan Mbah Tanto udah kayak guru Mang Karyo,,jadi Mang Karyo manggil Mbah aja,,daripada manggil master atau guru..Iya, kan?”.
“iya juga,,”, tak lama kemudian Mbah Tanto kembali dengan memegang sesuatu.
“nih Yo,,jamu lo,,”.
“kayaknya beda dari jamu kemaren,,”.
“iya,,ni jamu racikan gue yang baru,,”.
“efeknya apa Mbah?”.
“sama kayak jamu yang udah-udah,,tapi jamu yang ini bisa bikin ****** lo ngaceng terus,,”.
“wah,,ini dia jamu yang saya tunggu-tunggu,,tapi berhasil gak?”.
“itu dia,,Mbah belum nyoba ni jamu,,jadi Mbah gak tau ini berhasil apa gak,,”.
“loh,,bukannya Mbah udah nyoba ama non Bunga?”.
“nggak,,tadi saking udah nafsu banget ama neng Bunga, Mbah jadi lupa minum jamu itu,,”.
“jadi tadi Mbah belum minum jamu?”, tanyaku.
“belum, abis ngeliat bodi neng Bunga yang mulus banget,,Mbah jadi lupa deh”.
“gak minum jamu aja bisa ngentotin Bunga dari jam 10 ampe jam 6,,gimana kalo udah minum?”, tanyaku nakal.
“ya paling-paling,,neng Bunga gak bisa turun dari ranjang”.
“emang kenapa tuh?”, tanyaku menggoda.
“ya Mbah entotin terus,,haha”, jawab Mbah Tanto yang diiringi gelak tawa kami, sambil tertawa aku memakai bajuku lagi.
“yaudah Mbah,,kami pulang dulu ya,,mau nyobain jamu”, kata Mang Karyo sambil minta izin ke Mbah Tanto.
Kulihat muka Mbah Tanto sedikit sedih, aku mencolek Mang Karyo dan memberikan isyarat kepada Mang Karyo, untungnya Mang Karyo langsung mengerti maksudku.
“emm,,Mbah,,Mbah mau nyobain jamu ini juga”.
“emang boleh Yo?”.
“ya bolehlah,,kan Mbah yang bikin jamu ini”.
“terus cobain ke siapa?”.
“yee,,si Mbah pake nanya,,yaa kita cobain efek jamu ini ke non Bunga lah”.
“emang neng Bunga mau?”.
“mau aja,,tapi jangan disini mendingan di rumah Bunga aja”, jawabku.
“ok kalo gitu,,yuk Mbah,,kita bareng-bareng,,”, ajak Mang Karyo.
“bentar, Mbah pake baju dulu”. Setelah Mbah Karyo sudah memakai baju dan mengganti sarungnya dengan celana panjang, kami pun langsung berangkat. Selama perjalanan, tak hentinya mereka berdua meraba-raba payudara dan pantatku. Aku tidak keberatan karena sudah jam 6 sore sehingga jalanan sepi, hal ini disebabkan karena menurut tradisi desa ini, warga desa tidak boleh keluar rumah kecuali ada urusan yang penting.
Akhirnya kami sampai di rumahku dan begitu aku sudah ada di dalam rumah, aku langsung melepas bajuku sendiri yang membuat Mbah Tanto kebingungan.
“loh,,neng Bunga kok tiba-tiba buka baju?”.
“gini Mbah,,saya buat peraturan,,kalo di dalem rumah,,non Bunga gak boleh pake baju,,”, jawab Mang Karyo.
“wah,enak banget si lo,,padahal neng Bunga majikan lo,,tapi lo yang buat peraturan,,”.
“hehe,,”, Mang Karyo hanya tertawa.
“ok,,neng Bunga,,kita mulai sekarang aja,,”.
“eiit,,tar dong,,Bunga mandi dulu biar wangi lagi,,”.
“yaudah,,sana non Bunga mandi dulu,,ayo Mbah,,sambil nungguin non Bunga selesai mandi mendingan kita minum jamu ‘n nyantai dulu”.
“bener juga,,neng Bunga mandinya jangan lama-lama ya,,****** Mbah udah gak sabar nih pengen ngumpet lagi di dalem memek neng,,”.
“ok deh,,Mbah,,yaudah, Bunga mandi dulu ya”. Lalu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan noda sperma yang telah mengering, juga untuk membuat tubuhku wangi kembali.
Setelah mandi, aku langsung menuju Mang Karyo dan Mbah Tanto yang sudah tidak sabar menunggu untuk memasukkan penisnya ke dalam mulut, anus, atau vaginaku. Karena jamu Mbah Tanto, mereka yang tadinya sudah perkasa dalam hal menyetubuhiku, kini mereka tambah perkasa karena penis mereka tidak bisa tidur alias ngaceng terus sehingga mereka terus memompakan penis mereka dan mengosongkan air mani mereka ke dalam tubuhku hingga berjam-jam nonstop, sampai-sampai aku pingsan karena sudah tidak ada tenaga lagi. Karena itu aku tidak tau apa yang mereka lakukan terhadapku karena aku sudah tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa berharap agar lubang vagina dan anusku tidak luka. Tiba-tiba aku tersadar dan bisa membuka mataku, aku menyadari kalau aku tidur dengan dihimpit oleh Mang Karyo yang ada di depanku dan Mbah Tanto yang ada di belakangku. Tapi, tetap saja efek jamu itu belum habis karena aku merasakan kalau penis Mang Karyo yang masih menancap di dalam vaginaku dan juga penis Mbah Tanto yang masih tertanam di dalam anusku masih berada pada ukuran maksimalnya, tapi karena aku sudah lemas dan ngantuk sekali aku tidak memikirkan itu, dan aku menutup mataku agar badanku bisa segar dan bisa melayani mereka lagi esok hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar