Laman

Jumat, 12 Agustus 2011

The Click 1: The Naughty Professor

14 Maret 2009

Aku baru saja tidur di ranjangku ketika tiba-tiba pintu kamarku digedor dengan keras dan suara teriakan adikku menyeretku kembali ke alam sadar. Aku mengumpat dalam hati karena jadi tak bisa istirahat setelah kuliah dari pagi sampai sore, tapi akhirnya aku pun berjalan ke pintu dan membukanya.
Ketukan di pintu dan suara teriakan adikku pun terhenti ketika pintu kamarku kubuka.
Sesosok wajah manis tersenyum nakal menatapku. Pemilik wajah manis itu adalah adik perempuanku, Dini. Dia baru berusia 16 tahun, baru duduk di kelas 1 SMU. Amarahku pun pudar saat melihat Dini tersenyum. Gimana seseorang bisa marah bila menghadapi wajah Dini yang cantik manis dengan senyum polos dan sweet? Aku jadi teringat komentar temen-temenku yang sering bilang kalo aku ini beruntung banget bisa tinggal di sarang bidadari. Bidadari yang mereka maksud adalah Dini adikku, mamaku, serta kakak perempuanku yang dua tahun lebih tua dari aku, namanya Sarah. Dalam hati aku tak bisa menyalahkan komentar teman-temanku itu. Kak Sarah memang cantik dengan tubuh tinggi semampai, rambut ikal kemerahan serta bibir sexy yang menjadi nilai plus kecantikannya. Kecantikan yang sangat mendukung karirnya sebagai model. Dan mamaku aahh…. Mamaku tak kalah cantik dari kedua putrinya. Walau sudah berusia hampir kepala empat tapi orang-orang banyak yang mengira mamaku berusia tak jauh dari kak Sarah yang berusia 22 tahun. Banyak yang menyangka mereka bukan mama dan anak tapi kakak adik. Badan mama masih sangat bagus karena dia termasuk maniak fitness. Payudaranya besar mengingatkan aku akan bintang porno yang sering kutonton di vcd BF koleksiku.




“Ehh kak Joe kok malah ngelamun sih? Belum sadar 100 persen ya hi.. hi… hi….”
“Dasar anak bengal. Ngapain sih kamu gangguin kakak. Kakak cape banget nih.”
“Gak usah sewot gitu dong kak. Tadi ada telpon dari Oom Parman, katanya kakak disuruh cepet-cepet kerumahnya. PENTING.”
“Oom Parman siapa?”
“Itu si Prof yang rumahnya di ujung jalan. Masa gak inget sih? Dulu kan kakak doyan banget maen kerumahnya.”
“Profesor Suparman?? Dia udah balik?”
“Iya, Profesor Suparman yang itu. Eh, kak. Kenapa sih kakak kok bisa temenan sama orang aneh kayak gitu, usia kakak kan beda jauh sama dia? Lagian kata orang-orang si Profesor itu agak gini ni.”, kata Dini sambil menyilangkan telunjuknya di depan dahinya.
“Hush, jangan omong sembarangan. Prof itu sebenernya orang baik kok, cuma agak nyentrik. Ya udah deh, sekarang kakak mo mandi, trus ke rumah si Prof.”
“Oh ya kak. Dini kan udah capek-capek nyampein pesen buat kakak Trus sebagai ongkosnya, tadi coklat punya kakak yang ada di lemari es udah Dini makan he… he… he…”, kata Dini sambil berlari meninggalkan aku.
“DDIIIIINNIIIIII…….., itu kan coklat mahal oleh-oleh temen kakak dari Amrik!!!!!!”

Dengan hati jengkel karena dikerjain si Dini, aku pun mandi. Selama mandi pikiranku melayang memikirkan Profesor. Kapan dia balik? Ada perlu apa dia? Memang nggak salah kalo banyak yang mengira dia orang yang aneh. Tiga tahun lalu tiba-tiba dia menghilang tanpa jejak, lalu sekarang tiba-tiba muncul. Profesor Suparman sebenarnya bukan orang gila seperti anggapan orang-orang. Malah dia adalah seorang yang sangat jenius. Mungkin karena kejeniusannya itulah maka dia menjadi kurang bisa bersosialisasi dengan orang lain. Satu-satunya temannya di komplek ini adalah aku. Aku pertama kali kenal dengan si Prof waktu berumur 15 tahun. Suatu hal yang sangat lucu, karena si Prof usianya sudah hampir kepala empat waktu itu. Tapi perbedaan usia tidak menghalangi persahabatan kami. Bagiku si Prof orang yang cukup asyik buat temenan asal kita sudah terbiasa dengan sifatnya yang aneh dan nyentrik. Aku bisa bebas curhat sama dia dan si Prof mendengarkan segala macam curhatku tanpa men-judge perbuatanku seperti orang-orang tua lainnya. Dan satu hal yang paling aku sukai dari persahabatanku dengan Prof adalah aku bisa memanfaatkan rumahnya untuk menyetel kaset dan vcd porno yang aku pinjem dari temen-temenku he he he. Yaa… Blue Film merupakan satu hal yang membuat kita kompak. Si Prof ternyata getol banget nonton BF dan tentu saja dia tidak akan lapor ke orangtuaku bila aku nyetel BF di rumahnya. Malah jika dia punya film porno yang baru, dia juga menelpon aku dan mengajak aku nonton bareng di rumahnya. Dasar orang nyentrik. Pertemanan kami berjalan sampai dua tahun, dan ketika aku berumur 17 tahun, tiba-tiba Prof. Suparman menghilang tanpa kabar. Dia pun tak pernah menghubungi aku sampai saat ini. Aku pun segera menyelesaikan mandiku dan bersiap pergi ke rumah Profesor.

* * * * * * * * *

Aku memasuki pelataran rumah besar yang tampak tak terawat di ujung jalan komplek. Seorang wanita yang ada di rumah seberang tempat Profesor mengamatiku dengan pandangan aneh. Aku tersenyum sekedar basa-basi lalu segera menuju pintu depan rumah Profesor dan memencet bel pintu.

Ding Dong… Ding Dong….

Tak lama pintu itu pun terbuka. Wajah bulat culun dengan rambut yang mulai memutih tersenyum lebar melihatku. Pemilik wajah itu bertubuh gemuk pendek, terlihat lucu dengan pakaiannya yang sama sekali nggak matching, baju model hawai warna hijau dengan kembangan kuning, serta celana gombrong warna merah terang (kaya lampu lalu linta merah, kuning , ijo he.. he.. he.. ). Orang nyentrik ini adalah Profesor Sudarman.

“Ha..ha..ha… selamat datang sobat lama. Masuk…. masuk….. aku punya kejutan buat kamu ha.. ha.. ha..”, suara berat sang Profesor yang dulu akrab di telingaku membuatku nyaman. Aku teringat masa kami dulu sering bersama. Tak kusangka orang seaneh si Prof, ternyata bisa membuatku kangen. Aku mengikuti Profesor masuk ke dalam rumahnya. Ruang tamu yang berantakan menjadi pemandangan yang kulihat saat memasuki rumah Profesor. Kertas dan tumpukan dokumen berserakan di atas meja dan sofa. Aku tersenyum melihat semua itu. Memang si Prof suka sembarangan kalo mengerjakan experimennya.

“He, Joe. Kamu udah pernah ML nggak?”, tanya Profesor tiba-tiba.
“Ha??! A..apa Prof?”, jawabku gelagapan.
“ML…. Making Love. Seks. Udah pernah belom?”, tanya Profesor lagi.
“Apaan sih, Prof?!! Lama nggak ketemu, tau-tau nanya kayak gitu.”

Aku teringat kalo si Prof memang kadang-kadang suka ngomong yang sama sekali nggak nyambung. Tapi kali ini aku bener-bener kaget dia nanya kayak gitu.

“Sudah. Kamu jawab saja pertanyaanku. Kamu sudah pernah ML atau belum?”, tanya Profesor lagi, cuek dengan kebingunganku.
“Nng… pernah sih. Sekali, sama bekas pacar gue dulu. Udah ah, jangan nanya yang aneh-aneh. Sekarang mending Prof jelasin kemana aja selama ini? Tiba-tiba ngilang nggak ada kabarnya.”
“Tiga tahun ini aku mengerjakan experimenku yang paling baru dan paling spektakuler. Dan akhirnya aku berhasil. Aku memang jenius ha.. ha.. ha… Dan untuk semua itu, aku berterima kasih sama kamu Sobat muda ku. Kamu yang sudah memberiku ide untuk penemuanku ini.”
“Aku???? Memangnya aku pernah ngasih ide apa? Apa sih yang sudah Prof ciptain?”, tanyaku bingung.
“Kamu inget film yang terakhir kali kita tonton bareng disini sebelum aku pergi?”
“Film?? Yang mana Prof?”, tanyaku masih bingung.
“Itu film BF semi yang judulnya The Click yang kamu pinjem dari temen SMA mu dulu.”

Pikiranku melayang ke masa lalu. Aku mencoba mengingat tentang film yang dimaksud Profesor Suparman. Sejenak kemudian aku pun teringat. Tiga tahun yang lalu, aku pernah mengajak Prof nonton BF yang kupinjem dari temenku. Judulnya The Click. Kisahnya tentang sebuah alat milik makhluk luar angkasa yang disimpan dalam sebuah piramid kuno. Alat itu disebut The Click, sebuah alat yang bisa membangkitkan gairah seksual manusia. Jika dinyalakan maka orang-orang disekitarnya akan menjadi horny lalu ML sama siapa saja disitu. Filmnya lumayan bagus. Seks dan komedi bergantian mengisi alur ceritanya. Aku ingat saat aku dan Profesor selesai menonton film, tiba-tiba si Prof berteriak, “Brillian, benar-benar brilian”. Setelah itu Prof menyuruhku pulang. Lalu keesokan harinya tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar. Sebersit pikiran melintas di kepalaku. Pikiran yang membuatku hampir tak percaya.

“Tunggu, tunggu. Ja.. jadi maksud Prof, Profesor nyiptaiin alat itu? The Click?”, tanyaku memastikan pertanyaan yang tadi melintas dikepalaku.
“Ha… ha… ha…. kamu benar. Aku sudah berhasil menciptakan The Click. Aku memang jenius ha.. ha..”
Aku bengong menatap pria setengah baya itu. Aku tak percaya mendengar pengakuan Profesor. Bisa-bisanya dia menganggap serius hal konyol seperti The Click. Dan yang lebih mencengangkan aku adalah Profesor meng-klaim bahwa dia sudah berhasil menciptakan alat itu. Benar-benar orang yang aneh.

“Joe, kamu nggak percaya kalo aku bisa menciptakan The Click? Tunggu…. Nah, ini dia, The Click”, kata Profesor Suparman sambil menyerahkan benda kecil yang dia ambil dari sakunya. Aku menerima benda itu dari profesor. Aku mengamati benda itu dengan rasa tak percaya. Benda itu adalah sebuah kotak hitam kecil dengan tombol berbentuk hati berwarna merah muda. Benarkah benda aneh ciptaan Profesor ini adalah The Click?

“Kamu masih nggak percaya Joe? Bagaimana kalo kita buktikan sekarang?”, tantang si Prof.
“Gimana ngebuktiinnya Prof?”
“Tadi aku lihat rumah yang ada di depan itu kayaknya sekarang ditempati pasangan yang masih muda. Dan aku lihat yang perempuan cantik dan cukup sexy, ngingetin aku sama mama kamu. Siapa sih dia?”, tanya Profesor.

Aku teringat sosok cantik yang tadi melihatku saat aku memasuki rumah si Prof. Wanita itu adalah bu Rita, isteri dari pak Dimas. Pasangan muda itu memang termasuk pendatang baru di komplek ini. Mereka baru pindah kesini setahun yang lalu, jadi pantas saja kalo si Prof nggak kenal sama mereka. Mbak Rita (aku biasa memanggilnya mbak, karena dia masih berumur 28 tahun) memang cantik. Dia dan ibuku adalah istri idaman semua suami yang ada di komplek ini. Mbak Rita adalah seorang pengacara, sedangkan suaminya, mas Dimas, bekerja menjadi pilot. Aku menjelaskan semua ini kepada si Prof tanpa mengerti apa maksud Profesor sebenernya.

“Hhhmm… Rita Rita. Nama yang cantik, secantik orangnya. Jadi dia seorang pengacara yaa. Nngg.. kalo begitu bagaimana kalo kamu mengundang dia kesini. Bilang aja kalo aku akan sewa dia sebagai konsultan hukum. Kamu bilang ke Rita, kalo aku mau konsultasi tentang segala masalah hukum mengenai hak paten penemuanku yang paling baru.”, kata Profesor.
“Trus??”, tanyaku masih bingung dengan jalan pikiran si Prof.
“Ya, udah. Kamu sekarang kesana, lalu ngomong seperti yang aku suruh tadi. Pokoknya kamu harus bujuk dia supaya mau kesini.
“Nngg… tapi Prof..”
“Sudah, kamu jangan banyak omong. Cepat ajak dia kesini, ntar kamu pasti nggak akan menyesal deh. Aku jamin.”

Aku pun akhirnya meninggalkan rumah Profesor Suparman masih dalam keadaan bingung.

* * * * * * * * * * * * * * *

Rita

“Selamat sore, mbak Rita.”, sapaku pada sosok cantik yang sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya.
“Sore. Oh, kamu Joe. Ada apa? Tumben maen kesini. Disuruh mama yaa?”, jawab mbak Rita dengan ramah.

Hari ini mbak Rita memakai daster terusan dengan kancing di bagian depan. Pakaiannya yang sederhana itu tak bisa menutupi fakta kalo dia memiliki tubuh dengan lekak-lekuk yang menggairahkan.

“Oh, nggak kok mbak. Aku nggak disuruh mama. Aku dimintain tolong sama Profesor Suparman yang tinggal di depan situ.”
“Profesor Suparman?? Yang katanya agak nggak waras itu yaa. Apa benar kalo dia itu agak gila?”
“Itu sama sekali nggak bener mbak. Profesor orangnya 100% waras dan sebenernya dia baik kok. Cuma dia memang orang yang jenius. Mbak tahu kan, orang jenius kan suka nyentrik dan aneh kelakuannya. Dia juga kurang bisa bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang. Makanya deh banyak gosip yang mengatakan si Prof agak gila. Tapi itu semua nggak bener kok. Masa aku mau bertemen sama orang gila?”, jelasku pada mbak Rita.

“Ooh, begitu toh. Trus dia minta tolong apa sampe kamu kesini?”, tanya ibu muda yang cantik itu.
“Begini, mbak. Profesor Suparman menemukan beberapa alat baru tapi dia bingung tentang persoalan mengenai hak paten jika dia mau mematenkan penemuannya itu. Nah, waktu saya cerita kalo mbak Rita seorang pengacara, Profesor Suparman minta aku untuk mengundang mbak Rita kerumahnya agar dia bisa konsultasi masalah paten sama mbak Rita. Profesor nggak keberatan kalo mbak Rita mau mengenakan tarif konsultasi untuk pertolongan mbak. Gimana mbak?”
“Nngg… bagaimana yaa? Kenapa nggak ke pengacara yang lain saja.”, tanya wanita itu terlihat ragu.
“Kan tadi saya sudah cerita kalau si Prof agak kurang bisa bergaul sama orang lain. Makanya dia sering minder kalo harus bicara ke orang yang sama sekali asing. Walaupun Profesor Suparman belum kenal dengan mbak Rita, tapi karena mbak Rita adalah tetangga, dan juga aku cerita kalo mbak Rita itu selain cantik juga baik sekali, si Prof akhirnya minta tolong ke aku untuk mengundang mbak Rita kerumahnya.”, rayuku pada ibu muda itu.
“Kamu memang bisa aja Joe. Masak orang kayak aku dibilang cantik, baik. Gombal.”, jawab mbak Rita sambil tersenyum malu. Memang wanita itu paling seneng kalau dipuji.
“Kalo aku bilang mbak Rita nggak cantik, aku bener-bener orang yang berdosa dan tukang bohong.”, jawabku yang membuat wanita cantik makin tersipu malu.
“Sudah, joe. Jangan nge-gombal terus. Mmm.. kenapa nggak kamu ajak Profesor Suparman kesini saja.”
“Penemuan si Prof serta dokumen-dokumennya kan ada di rumah dia. Jadi mendingan mbak saja yang kesana. Biar si Prof bisa menjelaskan penelitiannya dengan lebih detail.”
“Wah… bagaimana ya? Mas Dimas lagi terbang keluar kota. Si kecil Andi lagi bobok, kalo nanti dia terbangun gimana?”

Andi adalah anak dari pasangan muda itu. Umurnya baru satu tahun.

“Khan ada mbok Darmi. Mbok Darmi kan bisa ngejagain Andi selama mbak nggak ada. Lagian mbak kan cuma pergi kedepan rumah doang. Kalo ada apa-apa mbok Darmi bisa manggil mbak Rita.”, rayuku pada mbak Rita yang masih terlihat ragu.
“Nngg… baik deh. Tapi kamu harus temenin mbak kesana. Mbak kan belum kenal dekat sama pak Parman.”, jawab mbak Rita setelah berpikir sejenak.

Aku dan mbak Rita segera menuju ke rumah Profesor setelah dia menyuruh mbok Darmi untuk menjaga Andi.

* * * * * * * * * * * * * * *

“Suparman. Profesor Suparman.”
“Rita”

Profesor Suparman dan mbak Rita berkenalan setelah kami semua masuk ke ruang tamu rumah Profesor. Profesor terlihat sangat kagum dengan kecantikan ibu muda itu. Sedangkan mbak Rita terlihat sedikit canggung. Mungkin masih kepikiran tenteng gosip kalo Prof itu orangnya agak gila.

“Hoi, Prof. Tamunya disuruh duduk dulu dong. Masak wanita secantik mbak Rita disuruh berdiri terus.”, kataku mencoba mencairkan suasana.
“Wah, saya benar-benar nggak sopan. Maaf ya bu. Silahkan duduk. Maaf kalau ruangannya agak berantakan. Maklum rumah ini nggak pernah mendapat sentuhan seorang wanita.”, kata Profesor.
“Nggak apa-apa kok pak.”, jawab mbak Rita.

Profesor Suparman duduk di sofa yang kecil dekat pintu masuk. Aku duduk di sofa kecil di seberang profesor. Di tengah kami ada meja panjang. Lalu mbak Rita duduk di sofa besar di samping meja panjang itu.

“Apa yang bisa saya bantu, pak?”, tanya mbak Rita.
“Mmm.. begini Bu. Saya baru menciptakan beberapa penemuan yang rencananya mau saya patenkan. Tapi saya kurang tahu mengenai masalah-masalah hukum yang harus dilakukan dalam proses perolehan hak paten. Makanya saya mau konsultasi dengan ibu Rita mengenai masalah itu.”, kata Profesor.

Aku melihat diam-diam si Prof menekan tombol berbentuk hati pada The Click yang ada di genggamannya. Mbak Rita kelihatannya tak memperhatikan perbuatan Profesor itu.

“Memangnya apa alat yang akan bapak patenkan itu apa?” tanya mbak Rita.

Aku merasa ada yang aneh. Tanpa sebab, tiba-tiba aku merasa gairah birahi melandaku. Celanaku mulai terasa tak nyaman, karena joe jr yang ada didalamnya mulai memberontak. Pandanganku seakan tertarik ke arah mbak Rita. Wajah mbak Rita yang cantik terlihat semakin cantik dalam pandanganku. Hidungnya yang mancung. Bibirnya yang ranum seakan membuatku ingin menciumnya. Dadanya hhmm… Ingin rasanya aku meremas dada yang montok itu. Aku ingin menggigitnya gemas, ingin menjilat dan menghisap putingnya. Aahh… pasti nikmat rasanya.

Aku menggoyang-goyangkan kepalaku, mencoba menghilangkan segala macam pikiran kotor yang tiba-tiba merasuki otakku. Tapi tak berhasil, gairah itu masih menghinggapiku. Bahkan bertambah lama, bertambah kuat. Percakapan Profesor dan mbak Rita tak lagi aku pedulikan. Mataku menatap lekat ke wajah mbak Rita. Pandanganku bergerak liar menelusuri tubuhnya yang sexy. Mbak Rita terlihat gelisah. Duduknya mulai tak tenang seakan dia menahan sesuatu. Ucapannya mulai terpotong-potong, nafasnya terlihat agak berat. Aku menoleh kearah Profesor. Dia tersenyum lebar memperhatikan kegelisahan mbak Rita. Lalu Profesor berdiri, dan menutup serta mengunci pintu depan.

“Nngg… kok pin..pintunya ditutup pak?”, tanya mbak Rita. Profesor tak memperdulikan pertanyaan mbak Rita. Dia berjalan mendekati kursi tempat mbak Rita duduk, lalu dia duduk di sebelah wanita cantik itu.
“Kamu cantik sekali Rit.”, kata Profesor Suparman sambil tangannya dengan berani mengelus paha mbak Rita.
“Pak Parman. Jangan kurang ajar pak.”, kata mbak Rita marah. Tapi anehnya dia membiarkan tangan si Prof tetap mengelus-elus pahanya. Nafas mbak Rita terlihat makin berat. Matanya menatap sayu.

“Gila!”, pikirku dalam hati. Aku mengucek mataku seakan tak percaya. Aku seperti melihat bahwa mbak Rita malah menikmati permainan nakal tangan Profesor di pahanya. Mulut mbak Rita terus berkata memperingatkan agar si Prof menghentikan tingkah kurang ajarnya, tapi di sisi lain dia membiarkan tangan si Prof bergerak bebas dengan liar.
“Ah.. to..tolong hentikan semua ini pak. Saya aah.. saya sudah bersua hhmm.. hhmmm..”, kata mbak Rita sambil diiringi desahan lirih. Sebelum kata-kata itu selesai, bibir profesor segera menghentikannya dengan ciuman. Yang lebih aneh lagi, mbak Rita ternyata membalas ciuman Profesor Suparman dengan tak kalah panasnya.

“Hhmmmpp….ah…hhmmp…”

Desahan kedua orang yang berciuman itu membuatku tak lagi bisa tinggal diam. Aku segera duduk di sebelah mbak Rita sehingga wanita cantik itu kini duduk diapit aku dan Profesor. Leher jenjang mbak Rita menjadi sasaran mulutku. Tanganku pun seakan tak mau ketinggalan segera beraksi meraba dan meremas lembut payudara montoknya dari balik daster yang dipakainya. Bagian bawah daster mbak Rita tersingkap ke atas karena tangan nakal si Prof yang bergerilya di dalamnya sudah merayap sampai ke pangkal pahanya. Kami bertiga larut dalam gejolak birahi yang seakan tak bisa kami tolak. Bahkan mbak Rita seakan sudah tak ingat lagi kalau dia sudah bersuami dan sekarang dia bercumbu dengan dua orang laki-laki yang bukan suaminya.

Aku menarik wajah mbak Rita agar menoleh kearahku. Bibirku ingin mencicipi bibir sexy wanita cantik itu. Mbak Rita menyambutnya dengan penuh nafsu. Lidahnya dan lidahku saling bermain di dalam bibir lami yang bertautan erat. Ciuman ibu muda ini sangat luar biasa. Bekas-bekas pacarku tak ada yang bisa berciuman se-”panas” ini. Saat kami berhenti saling melumat karena hampir kehabisan nafas, baru kusadari kalau Profesor Suparman sudah melepas kancing depan daster mbak Rita lalu menarik daster itu ke bawah. Tali BH mbak Rita pun sudah dia tarik kesamping dan diturunkan kebawah juga. Sekarang tubuh atas wanita cantik itu sudah telanjang. Payudaranya yang montok karena baru melahirkan terlihat menantang dengan putingnya yang berwarna coklat muda mengacung kencang karena gairah. Memang benar kata orang kalo payudara wanita yang mempunyai anak balita akan terlihat lebih montok. Cairan ASI yang ada didalamnya membuat payudara ibu muda ini terlihat lebih menonjol.

“Aaah…sstt…aahhh…”, desahan mbak Rita makin kencang ketika si Prof mulai beraksi di dadanya. Lidah Profesor menjilat putingnya yang semakin mengeras. Sesekali putting itu dihisap gemas oleh si Prof yang membuah desah mbak Rita makin keras dan dia makin membusungkan dadanya. Aku pun segera mengikuti aksi Profesor. Payudara mbak Rita yang satunya segera menjadi sasaran mulut dan lidahku. Tanganku mengelus-elus vagina mbak Rita dari balik celana dalamnya yang mulai basah karena cairan kenikmatan mulai keluar dari lubang surgawi itu. Jariku mulai menyelusup lewat samping celana dalam itu. Kurasakan vagina yang penuh bulu, lalu jariku yang nakal meneruskan aksi gerilyanya. Dengan dua jari aku mengocok vaginanya. Denyutan liang vagina yang hangat dapat kurasakan lewat dua jariku yang keluar masuk di liang mbak Rita.

“Uugh…Joe…. terus. Lebih cepet aahh…..”, desah mbak Rita tanpa malu lagi.
“Kamu memang cantik Rita mmpphh…..”, suara Prof ikut nimbrung dan desahan mereka berdua mulai berpadu dalam symphoni birahi yang panas.

Aku mempercepat kocokan jariku di liang vagina mbak Rita, sedangkan bibirku masih asyik menghisap payudaranya.

“Ookhh…. cepet Joe. Lebih cepet. A..aku mau AAGGHH……..”

Mbak Rita berteriak kencang saat orgasme pertamanya menerpa. Badannya menggeliat tegang. Otot-otot vaginanya menjepit kedua jariku dengan kencang. Aku bisa merasakan semprotan cairan kenikmatan yang dikeluarkan mbak Rita. Tapi yang membuat aku makin horny adalah cairan susu yang keluar lewat putingnya yang kuhisap kuat saat ibu muda itu orgasme. Aku memperlambat tempo kocokan jariku agar mbak Rita bisa menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Aku menatap wajah mbak Rita yang tampak sayu tersenyum memancarkan kepuasan. Tapi aku tak membiarkannya beristirahat, bibir sexynya segera kulumat kembali. Dan walaupun ibu muda itu sudah memperoleh orgasmenya, dia masih dengan panas menyambut seranganku. Seakan-akan birahinya bukannya padam, malah menyala makin hebat.

Tiba-tiba tubuh mbak Rita tertarik dari dekapanku. Kulihat Profesor Suparman sudah telanjang bulat. Walapun tubuhnya tampak lucu dengan perut buncit dan kulit yang mulai mengeriput, tapi kemaluannya tampak garang mengacung tegak. Ternyata si Prof yang menarik tubuh mbak Rita dari pelukanku. Rambut mbak Rita dia jambak, lalu dia membawa wajah mbak Rita kearah selangkangannya. Kontolnya dia posisikan ke mulut wanita cantik itu. Dan seakan sudah tahu maksud laki-laki setengah baya itu, mbak Rita mulai menjilat dan menghisap kontolnya dengan mulutnya penuh nafsu.

“Aaahh… seponganmu bener-bener top, Rit. Aaahhhh….”, desis profesor keenakan.
“Slrrupp…..mmhh….sssluurpp….mmhh…”, desah mbak Rita dari sela-sela bibirnya yang tersumbat kontol Profesor.

Gairahku makin meledak. Aku segera melucuti semua pakaianku. Kontolku sudah mengeras dengan panjang dan ketegan maksimal, membuatnya tampak garang.

Baru sebentar mbak Rita mengoral penis Profesor Suparman, tiba-tiba si Prof menghentikannya. Dia lalu menarik mbak Rita ke pangkuannya. Seakan sudah paham maksud Profesor, mbak Rita lalu duduk diatas tubuh Profesor. Memeknya dia posisikan agar pas dan sejajar dengan kontol Profesor yang mengacung tegak. Setelah pas, mbak Rita menurunkan tubuhnya pelan-pelan sehingga kontol itu memasuki liang senggamanya.

“Aaakkhh….. memek kamu enak Rit. Sempit. Aaahhh…. Nggak akan ada orang yang akan percaya kalau kamu bilang habis melahirkan aahhh….”
“Mmmm…. kontol kamu juga enak kok mas. Aaahhh..”

Tanpa malu mbak Rita segera bergoyang liar di pangkuan profesor Suparman. Pinggulnya bergerak naik turun, berputar ke kiri, kadang kekanan, yang membuat Profesor merem melek keenakan. Aku mengocok kontolku melihat semua adegan itu.

“AAKKH…. aku mau keluar Rit. Cepet turun aku pengen keluar di mulut kamu aahhh….”, kata Profesor ketika dia merasa mau orgasme. Mbak Rita turun dari atas tubuh Profesor. Lalu dia segera merangkak di depan selangkangan si Prof. Bibirnya dengan liar mulai melumat kontol Profesor dengan liar.

Sslluurpp… slluurrp….

“AAAAGHHH….. Aku nyampe Rit. Telen semua maniku sstt….Aaaahh….”, desis Profesor saat dia menyemprotkan maninya ke dalam mulut mbak Rita. Seperti vacum cleaner, mulut mbak Rita menghisap dan menelan semua mani di mulutnya. Bahkan setelah Prof selesai orgasme, wanita cantik yang dilanda nafsu itu masih menjilati sisa-sisa sperma yang masih ada di kemaluan Profesor Suparman yang sudah lemas setelah berjuang keras.

Aku tak tahan lagi. Kutarik tubuh mbak Rita yang sintal itu. Kurebahkan di atas sofa dengan posisi pantatnya ada di tepian sofa. Aku angkat kaki ibu muda itu sampai lututnya menempel di payudaranya. Dengan posisi ini memek mbak Rita jadi kelihatan semakin menantang untuk di-entot, jadi aku langsung arahkan kontolku yang sudah dalam ketegangan maksimal untuk melakukan penetrasi ke liang kenikmatan mbak Rita.

“Auuggh…. pe..pelan-pelan Joe. Kontol kamu gemuk banget sih.”
“Maaf mbak. Aakh…. memek mbak enak buanget.”, kataku sambil menusukkan penisku makin dalam ke memek mbak Rita. Memek mbak Rita masih terasa rapat dan enak, tak kalah sama memek perawan. Kalau aku tidak mengenalnya, mungkin aku tidak akan percaya bahwa dia baru melahirkan.

Desah kenikmatan dari mulut mbak Rita membuatku makin bersemangat. Aku mulai menggenjot pantatku, kontolku pun jadi keluar masuk ke memek hangat mbak Rita. Dapat kurasakan kalau mbak Rita bisa membuat otot dinding vaginanya berkedut seakan memompa dam meremas lembut batang kontolku. Aku pun jadi keenakan dan mendesah nikmat. Kulihat mbak Rita tersenyum manis melihat usahanya membuat aku keenakan dengan kedutan vaginanya berhasil. Seakan tak mau kalah, aku lalu membuat variasi pada tempo permainanku. Kadang kupercepat dengan penetrasi pendek, kadang lambat tapi kumasukkan sampai mentok. Kadang kuvariasikan antara beberapa kocokan dengan penetrasi ringan dan pendek, yang kuselingi dengan tekanan kuat dengan seluruh tenaga sampai kurasakan ujung kontolku menyentuh mulut rahimnya. Usahaku berhasil, desahan mbak Rita sudah menjadi jerit kenikmatan. Pantatnya makin liar bergoyang menyambut tiap tusukan kontolku ke memeknya.

“Ah..Aakkh.. Joe… Kamu pintar Joe….”
“Mmmh… goyangan mbak Rita juga enak”

Hampir lima belas menitan kami berpacu dalam birahi, saat kurasakan tubuh mbak Rita menggeliat liar. Punggungku terasa sakit ketika kuku mbak Rita menancap di punggungku tanpa dia sadari saat dia orgasme.

“Ooohh…. Joe. Aku nyampe…..AAAGGGHH……”

Aku masih mengocok kontolku dengan cepat agar mbak Rita lebih nikmat dalam orgasmenya. Tapi hal itu menuntutku agar lebih kosentrasi untuk menahan agar aku tidak mengeluarkan maniku, karena saat mbak Rita orgasme dapat kurasakan vaginanya menyedot dan meremas penisku dengan kuat. Setelah orgasmenya lewat barulah aku menghentikan kocokanku. Kucium bibir wanita cantik yang sedang menikmati sisa orgasmenya itu. Ciuman kali ini terasa lebih lembut dan mesra. Tapi karena aku belum mencapai puncakku, aku segera berganti posisi. Kali ini aku yang duduk diatas sofa, kutarik mbak Rita agar menunggangiku. Ibu muda itu menurut saja, dia juga mengambil inisiatif memegang kontolku dan mengarahkannya ke memeknya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan. Penetrasi kali ini tidak seseulit seperti pertama kali. Mungkin memeknya yang rapet ini sudah mampu beradaptasi dengan diameter penisku yang cukup besar walaupun hanya dengan panjang rata-rata.

“Mmmm…aaaahh….”, desah mbak Rita menikmati penetrasi Joe Jr. ke dalam liang senggamanya.

Sekarang mbak Rita yang mengontrol permainan. Tubuhnya dengan liar bergoyang menunggangi diriku seperti joki kuda pacuan. Bibir ibu muda yang cantik itu tak kalah liar dalam memberiku kenikmatan, kadang menciumku dengan ganas, kadang menyapu leherku, bahkan sampai ke putting payudaraku. Aku baru tahu kalau lelaki juga merasa nikmat kalau putingnya dijilati. Aku merasa tak akan bisa bertahan lebih lama lagi dengan servis panas mbak Rita.

“Mbak… Aaakhh..aaku aaakhh….”, aku mendengus merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kontolku berkedut menyemprotkan banyak sekali sperma ke vagina mbak Rita sampai sebagian meluber keluar membasahi pelirku. Goyangan mbak Rita makin liar saat aku orgasme. Semprotan kencang maniku yang hangat dalam vagina dan rahimnya membuat ibu muda itu orgasme kembali.

“Aaaakkhhh….Joe…..aahhhmmpphh…”, jeritan mbak Rita segera kutahan dengan melumat bibirnya. Lidah kami bertaut menari dengan lincah. Tubuh wanita cantik itu kupeluk erat sehingga dadanya yang montok tergencet dadaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

Walaupun sudah mencapai puncak kenikmatanku, tapi dapat kurasakan bahwa gairahku tak menjadi padam, bahkan aku merasa birahiku semakin naik. Segera aku merengkuh tubuh mbak Rita dan mengajaknya bertarung di ronde selanjutnya. Mbak Rita yang seakan sudah lupa akan suami dan anaknya, menyambutku tak kalah bergairah. Kami bercumbu lagi dengan panasnya. Berbagai macam posisi kupraktekan, doggy style, sambil berdiri, dan lainnya. Hampir dua jam kami bergelut dalam kenikmatan. Tubuh kami sudah dipenuhi dengan keringat oleh panasnya permainan ini. Aku dan mbak Rita mendapat orgasme beberapa kali dalam pertarungan panas kami. Tapi anehnya, gairah kami tak kunjung padam. Kontolku sampai sedikit terasa ngilu setelah diperas spermanya entah beberapa banyak oleh memek mbak Rita. Wajah mbak Rita terlihat capai, tapi semangat bertarungnya seakan tak pernah habis.

Aku hampir tak kuat lagi, tubuhku sudah terasa lelah, dan kontolku sudah hampir mati rasa saat kurasakan gairah yang berkobar dalam diriku mulai padam. Aku melihat sekeliling dan kulihat Profesor Suparman sudah memakai pakaiannya kembali. Dia mengacungkan The Click ciptaannya sambil tersenyum penuh kemenangan. Mbak Rita yang masih dalam pelukanku seakan baru tersadar kembali ke alam nyata. Ibu muda itu segera melepaskan diri dari pelukanku. Dengan tergesa-gesa dia mengenakan pakaiannya. Aku melihat kebingungan dan malu tersirat di wajahnya yang terlihat begitu lelah setelah pertarungan panjang kami berdua. Tanpa berkata apa-apa, mbak Rita segera membuka pintu depan dan pergi meninggalkan rumah Profesor. Kulihat dia setengah berlari menuju rumahnya dalam naungan langit yang ternyata sudah menjadi gelap. Dalam kelelahanku, aku masih sedikit bingung dan seakan tak percaya atas semua yang baru saja kualami.

“He..he..he… bagaimana Joe? Kamu sudah percaya? Aku berhasil menciptakan The Click ha… ha….ha… Aku memang Jenius.”, kata Profesor Suparman yang diringi tawa mengagetkan aku.
“Nnng.. ja..jadi i..ini semua karena The Click?? Aku… Mbak Rita…Kami….aaahh…”
“Tepat sekali Joe. Itu semua karena The Click. Dan aku yang menciptakannya ha..ha…”

Suara tawa si Prof tak kuhiraukan dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badanku. Aku masih sangat shock dengan semua yang baru saja kualami. Berbagai macam perasaan bercampur aduk dalam diriku. Rasa bingung seakan tak percaya kalau si Prof berhasil menciptakan alat yang kukira hanya ada di film-film. Rasa bersalah pada mbak Rita karena aku telah membuatnya menjadi kelinci percobaan untuk membuktikan penemuan Profesor. Air shower kurasakan mendinginkan kepalaku yang penuh dengan berbagai pikiran. Kelelahan tubuhku berangsur-angsur pulih karena segarnya guyuran air di tubuhku. Ketika aku memejamkan mata menikmati rasa air di sekujur tubuhku, berbagai kenangan kan kejadian barusan kembali melintas di pikiranku. Tanpa sadar aku sedikit tersenyum puas mengingat betapa nikmatnya bercumbu dengan mbak Rita, ibu muda yang cantik dan sexy, idola para suami di komplek ini. Aku segera menyudahi mandiku dan berusaha mengusir ingatan-ingatan itu dari pikiranku.

Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian, aku pun menemui Profesor Suparman. Aku melihat si Prof sudah menungguku di ruang tamu. Dua koper besar tergeletak di sebelahnya. Nampaknya Profesor Suparman akan bepergian lagi.

“Joe, tolong antarkan aku ke bandara sekarang. Aku harus mengejar pesawat ke Afrika malam ini.”, kata Profesor membuat aku bengong.
“Afrika??!! Ngapain Prof?”, tanyaku kebingungan.
“Tentu saja melanjutkan percobaanku.”, kata Prof dengan ringan.
“Percobaan apa lagi? The Click yang Profesor ciptakan sudah sangat spektakuler. Tapi jangan sampai jatuh ke tangan yang salah, bahaya.”, kataku.
“Aku tahu kalo The Click memang sangat fenomenal dan tentu saja aku tidak akan membiarkannya jatuh ke tangan yang salah. The Click hanya kubuat satu-satunya di dunia ini. Dan benda ini akan kuberikan buat kamu.”, kata Profesor yang lagi-lagi membuatku terkejut.
“A..aku Prof?! A..apa Prof yakin kalau The Click akan diserahkan ke aku, kenapa nggak Prof saja yang bawa?”, sahutku agak gelagapan.
“Bahaya sekali kalau The Click aku bawa selama aku melakukan eksperimenku. Orang-orang jahat akan berusaha merebutnya kalau mereka tahu akan alat ini. Tapi mereka sama sekali tidak akan menyangka kalau alat ini kutitipkan ke kamu, seorang pemuda biasa yang hidup di negara kecil seperti Indonesia ini.”, kata Profesor serius sambil menyerahkan The Click kepadaku. Aku menerima benda luar biasa dengan sedikit ragu.

“Nngg.. memangnya Prof mau eksperimen apa lagi sih? Kan lebih baik Profesor di rumah saja dan menyimpan The Click ini sendiri.”, kataku mencoba membujuk Profesor agar tidak menitipkan benda ini padaku.
“Eksperimenku ini sangat penting. Tanpa eksperimen ini tentu saja The Click akan sama sekali tak berguna buatku.”
“Ha..? Eksperimen apa Prof?”, tanyaku kembali bingung.
“Tentu saja eksperimen untuk menemukan obat yang mampu membuat orang bisa menjadi sangat kuat staminanya dalam berhubungan badan. Kamu inget kan, aku belum puas menikmati tubuh mbak Rita tapi tubuhku sudah tak mampu lagi bertarung.”, kata Profesor yang segera membuatku terbengong melihatnya. “Dasar Profesor gila”, pikirku dalam hati.
“Sudah. Ayo berangkat. Nanti aku ketinggalan pesawat.”, kata Profesor sambil menarikku yang masih terbengong-bengong memikirkan tingkah lakunya.

* * * * * * * * * * * * * * *

Keesokan harinya…..

“Uuugh… capek deh.”, keluhku. Sepagian ini aku sibuk membersihkan rumah Profesor karena selama Profesor bepergian, dia menitipkan rumahnya padaku. Aku memutuskan akan tinggal disini, bebas dan tenang. Aku tak perlu kuatir soal makan atau cuci pakaian, karena untuk itu aku tinggal pulang ke rumah saja he.. he.. he.. Saat aku duduk melepas lelah, aku meraba saku celanaku. Dapat kurasakan benda kecil disana. Itu adalah The Click yang dititipkan Profesor Suparman padaku. The Click. Benda yang luar biasa, tapi disamping itu juga berbahaya. Benarkah tindakan Profesor menitipkan benda ini padaku? Apa aku orang yang tepat? Mampukah aku menahan godaan untuk tidak menyalahgunakannya? Berbagai macam pikiran memenuhi kepalaku. Tiba-tiba aku merasakan perutku sangat lapar.

“Saatnya pulang kerumah. Waktunya makan siang.”, pikirku. Aku lalu beranjak pergi dari rumah Profesor Suparman. Pintu rumah baru saja selesai kukunci saat aku melihat mbak Rita berjalan menuju pagar rumahnya.

“Mbak Rita…. mbak… tunggu aku mau ngomong. Tunggu mbak Rita.”, teriakku sambil buru-buru berlari ke arah ibu muda itu sebelum dia memasuki rumahnya. Saat aku berlari, aku melihat wajah mbak Rita kaget melihat siapa yang memanggilnya. Wanita cantik itu menungguku di depan pintu pagar rumahnya. Wajahnya tertunduk saat aku sudah ada dihadapannya. Aku jadi tak bisa melihat ekspresi wajahnya.

“Nng…Mbak aku mau ngomong.”, kataku setelah sampai dihadapannya.
“Ngomong apa?”, kata mbak Rita agak judes. Pandangannya dia arahkan ke arah lain tak mau melihatku.
“Nngg… begini mbak. A…Aku cuma mau minta maaf a..atas kejadian kemarin. Aku bener-bener minta maaf mbak.”, kataku pelan.
“Jadi kamu menyesal sudah melakukan itu semua dengan mbak?”, tanya mbak Rita menatap tajam ke arahku. Aku tak mampu membalas pandangan matanya dan menunduk.
“I.iya mbak. Aku bener-bener menyesal. Aku berharap kejadian kemarin nggak pernah terjadi.”
“Jadi.. kamu.. menyesal sudah berhubungan badan dengan aku…. wanita yang sudah tua…jelek… sudah punya anak… dan… kamu berharap kalau kamu nggak akan pernah berhubungan dengan wanita yang tidak seperti pacar-pacar kamu yang masih muda.. cantik.. IYA?”, kata mbak Rita dengan marah.
“Bu.. bukan itu mbak. Mbak Rita itu can.. cantik banget, tubuh mbak Rita juga sexy, dan me..memek mbak Rita nggak kalah rapet sama gadis perawan. Aduhh… a.. aku kok jadi ngawur. Ma..maaf mbak. A..aku nggak bermaksud kurang ajar, hanya aahh……”, kataku gelagapan.

Senyum mbak Rita merekah mendengarkanku yang gelagapan sampai bicara tak karuan. Aku jadi bingung sendiri, tak berani menatap wajah mbak Rita, takut dia marah atas perkataanku yang kurang ajar. Mbak Rita tetap diam, lalu dia membuka pintu pagar rumahnya dan melangkah masuk. Aku kecewa, mbak Rita ternyata tak mau memaafkan aku. Dengan tubuh lemas aku mulai melangkahkan kaki menuju rumahku sendiri, sampai..

“Joe… kesini sebentar.”, suara mbak Rita terdengar memanggilku. Dia masih berdiri di halaman rumahnya. Aku kembali mendengar panggilan mbak Rita. Aku berhenti di depan pintu pagarnya.

“Kamu mau kemana Joe?”, tanya mbak Rita.
“Mau pulang mbak. Ada apa mbak?”, jawabku masih tak berani memandang wajahnya.
“Mmm… nggak ada apa-apa. Mbak cuma mau ngasih tahu kalau mas Dimas terbang ke luar kota dan baru kembali dua hari lagi. Mbok Darmi juga lagi pulang kampung. Dan Andi di rumah neneknya.”, kata mbak Rita. Aku menjadi bingung dengan omongan mbak Rita. Aku menegakkan kepalaku menatap wajahnya dengan ekspresi bingung terpancar jelas di mukaku. Mbak Rita tersenyum manis menatapku yang tetap diam dan kebingungan.

“Jadi nanti malam mbak bakalan sendirian di rumah yang sepi ini. Mbak paling nggak bisa tidur kalau sendirian. Coba kalau ada yang mau menemani mbak.. mmm…”, kata mbak Rita dengan santai. Senyum menggoda tersungging di bibirnya yang sexy itu. Mbak Rita mengedipkan sebelah matanya dengan nakal lalu masuk ke rumahnya. Aku masih bingung dengan semua ucapan mbak Rita. Dalam kebingungan itu aku pun mulai berjalan menuju rumahku. Beberapa kali aku menoleh ke arah rumah mbak Rita mencoba meraba apa maksud segala perkataannya. Sebersit pikiran, tiba-tiba menyelinap ke otakku dan membuatku tersadar.

“Ja..jadi mbak Rita mau…..”

? ? ? ? ? ? ? ?

bersambung
c u next episode


Copyright (c) Joe_Anchoexs
(Thank you for all your support & permission)
****************

10 Tanggapan

  1. wewww, akhirnya datang juga cerita dari om Joe.. pindah rumah yah ommm.. cerita2 om dah lama aku tunggu loh kelanjutannya
    Re: betul sekali, atas permintaan bos Joe, cerita2nya pindahin ke sini, katanya lagi repot jadi blognya ga keurus makannya masuk sini deh
  2. akhirnya muncul juga di sini…..
    thanks bros……
  3. ow… mangkanya, brondongan cerita2 kmari, bagus ni bos shu,,
  4. Gila, ini gak kalah mantep. Scara gw gak tau filmnya. Tapi alur ceritanya pas, gak kecepatan n gak lmbt membosankan.. IMO seh :P btw ini cerita lanjutan yg the click dulu pernah dimuat disini jg bukan ya? Yg ada tikus namanya si putih apa ya? Dlm cerita tsbt?
    Re: the click zero, itu prequel dari seri ini, hasil kolaborasi gw & bos joe
  5. keren. .
    tapi klo bisa kasih fto mba rita nya.
    biar g penasaraan
  6. waah.. setuju om, minta gambar mba rita dung, ilustrasi doang gpp :)
  7. pada 21 Maret 2009 pada 20:08 | Balas bintang utara
    terima kasih yang teramat dalam saya sampaikan
    kepada boss shusaku dan boss joe….. yang telah
    menampilkan cerita2 dari salah satu pengarang
    favorit saya….
    pena (sekarang keyboard kali yaa :p) memang
    lebih tajam dari pedang (sambil lirik2 yg bikin undang2 sialan….)
    untuk boss shusaku sekali lagi… thanks a lot
    Re: sama2, thx a lot juga unk apresiasinya
  8. Ide yang menarik sekali
    Sayang setelah gw baca2 kisah click yang lain, rasanya si Joe kurang pintar memanfaatkan click-nya
    Btw nice story bro!
  9. Ceritanya seru bang ..
    Boleh minta cerita sambungannya gak bang kalo boleh sih? Hehehe…
    Saya tunggu cerita sambungannya di email saya ya bang?
    Btw, ini cerita fiksi apa non fiksi ya?
    Re: duh hari gini masih ada aja yg nanya fiksi atau non fiksi? cape dehh!!! males ah jawabnya sori nih sibuk harus buru2 gw mau ketemu putri cinderela dulu (ini fiksi atau non fiksi hayo?)
  10. Om Joe,,,pampang jg dunk foto2 si pelaku adegan,,biar lebih seru lietny nich….pls ya,laen kalii pampang yah foto asli^^

1 komentar:

  1. Luar biasa ceritanya...... dulu nonton filmnya di tahun 2000....sampai 2 seri kalo ga salah

    BalasHapus