Laman

Kamis, 18 Agustus 2011

Malapetaka KKN 5: Nafsu Sekretaris Desa

Juli 3, 2007
Alya

Di antara rombongan itu, Alya adalah gadis yang paling pendiam. Sifatnya itu membuat dirinya terlihat begitu anggun dan berwibawa, tanpa terkesan angkuh. Padahal kalau mau jadi angkuhpun orang menganggap hal itu tidak terlalu berlebihan kerena Alya punya semua hal yang bisa dibanggakan. Alya adalah anak seorang pengusaha kaya, selain itu dia sendiri juga sangat cantik dan menawan. Wajahnya yang bulat telur ditambah hidungnya yang mancung menegaskan kecantikannya yang tidak kalah jika dibandingkan dengan artis sinetron atau fotomodel. Yang paling disukai dari diri Alya adalah matanya yang sangat bening dan bercahaya dan giginya yang gingsul di sebelah kiri yang jika tersenyum akan menampakkan deretan gigi yang seputih mutiara. Rambutnya yang hitam legam dimodel shaggy sebatas pungung, bisanya selalu dibiarkan tergerai.

Sore itu, Alya terlihat segar setelah mandi. Tubuhnya yang langsing tapi padat setinggi 167 cm terlihat seksi terbalut baju berleher rendah lengan panjang warna biru muda. Kakinya yang sekal terbalut celana jins ketat biru.

“Rapi amat,” tegur salah satu teman pria satu pondokannya. “Mau pergi ke mana?”

Alya menoleh sesaat menatap temannya.

“Mau ke tempatnya sekretaris desa.” Jawab Alya ringan. “Soalnya tadi siang aku mau ngambil data di balai desa tapi datanya disimpan sama Sekdes itu.”

“Kalau gitu kamu bawa kunci nih.” Temannya melemparkan sebuah kunci pintu. ”Soalnya semua juga pada pergi sampai besok. Jadi malam ini kamu sendirian di sini.”

“Sendiri?” Alya keheranan. “Kalian pada mau kemana?”

“Ada urusan ke kota sebentar.” Jawab temannya sambil tersenyum.” Nggak lama kok. Jadi jangan takut ya tidur sendiri.”

Alya mencibir sambil berlalu, diiringi tawa kecil temannya. Dia bergegas pergi sebelum hari menjadi gelap, dia tahu kalau hari sudah gelap akan sulit baginya untuk pulang. Dia berjalan dengan agak tergesa-gesa. Beberapa penduduk yang menyapanya hanya dibalasnya sekilas.

Rumah Sekretaris desa sebenarnya tidak terlalu jauh dari pondokan KKN tempatnya menginap. Tapi rumah itu menjorok ke dalam ditutupi oleh kebun dan pohon yang sangat lebat membuatnya tidak terlihat dari jalan. Apalagi rumah itu juga terpisah agak jauh dari rumah yang lain. Masuk ke pekarangan tumah itu membuat Alya serasa masuk ke sebuah pemakaman tua. Bau daun lembab terasa begitu kental di sekitarnya. Saat melangkahkan kakinya di atas tanah yang tertutup daun-daun kering itu sebenarnya perasaan Alya sudah mulai tidak enak. Dalam hatinya dia menyesal kenapa dia harus ke rumah seseram ini seorang diri, tapi Alya juga tidak dapat menyalahkan teman-temannya.

Alya berdiri ragu-ragu di depan rumah itu. Rumah separo kayu separo batu itu terlihat kusam dan tua. Lumut yang tumbuh di tembok-temboknya makin mengesankan kalau rumah itu mirip sekali dengan pemakaman tua seperti yang biasa dilihatnya dlam film-film horor.

Alya mengetuk pintu rumah yang terbuat dari lembaran kayu kokoh itu beberapa saat. Tak berapa lama pintu itu terbuak. Seorang pria tua berdiri di depan Alya. Pria itu bertubuh gemuk dan pendek, jauh lebih pendek dari Alya sehingga terkesan Alya berdiri bersama orang cebol. Kepalanya sudah nyaris botak, hanya sebagian rambut di dekat telinga saja yang masih ada, itupun semuanya sudah memutih. Sebuah kumis sebesar pensil melintang di wajahnya yang gemuk dan berminyak. Dialah Sarta, sekretaris desa.

“Neng Alya kan..?” kata Pria tua itu mengagetkan Alya yang dari tadi terkesima dengan penampilannya.

“Eh.. iya Pak Sarta..” jawab Alya tergagap. Dalam hatinya Alya juga bertanya kenapa tiba-tiba dirinya dilanda kegugupan yang luar biasa. Pak Sarta itu mempersilakan Alya masuk ke rumahnya. Alya tertegun menatap ruang depan tempat sekarang dia dan Pak Sarta duduk. Ruangan itu tidak terlalu besar, didominasi oleh meja dan kursi kayu tua yang sekarang mereka duduki. Tidak ada hiasan apa-apa di dinding rumah sebagian terbuat dari kayu itu, kecuali sebuah tengkorak kerbau besar dengan tanduknya yang sangat panjang melengkung mencuat ke atas.

“Maaf ya Neng, rumahnya kotor.” Kata Pak Sarta pelan. “Soalnya istri sama anak saya pergi ke rumah orang tuanya, sudah seminggu lebih. Jadi saya sendirian di sini.”

Alya hanya menjawabnya dengan ‘O’ pendek karena tidak tahu harus ngomong apa.

“Saya sudah siapkan semua Neng.” Pak Sarta menunjuk ke tumpukan map dan kertas yang ada di meja. “Sesuai dengan permintaan Neng Alya.”

Pak Sarta lalu membuka map di depannya satu-persatu dan menyerahkannya pada Alya.

“Yang ini data penduduk, yang ini data tanggal kelahirannya, yang ini data kepemilikan harta benda…” Pak Sarta memilah-milah kertas yang tadi tersusun rapi sehingga sekarang semuanya bertebaran di atas meja. Keduanya mulai terlibat pembicaraan serius mengenai data-data desa yang ada di meja. Alya mendengarkan setiap penjelasan Pak Sarta dengan serius sambil sesekali menunduk melihat data yang dimaksudkan. Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk, bajunya yang berleher rendah terjuntai ke bawah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya. Pak Sarta tertegun tiap kali menatap apa yang ada di balik baju itu. Sepasang payudara putih mulus yang terbungkus BH warna putih tipis berenda begitu jelas terlihat menggantung seperti buah melon lunak yang siap dimakan. Disengaja atau tidak, gejolak birahi Pak Sarta yang sudah seminggu lebih ditinggal istrinya mudik langsung melonjak tinggi membuat tubuhnya panas dingin dan gemetar. Celakanya, sampai sekian lama dipelototi, Alya tidak juga sadar kalau cara berpakaiannya membuat Pak Sarta blingsatan menahan dorongan seksualnya yang setiap saat siap meledak.

Alya sendiri kemudian mulai memperhatikan kalau pandangan Pak Sarta mulai tidak fokus lagi. Dilihatnya Pak Sarta kelihatan gelisah seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

“Pak..” Alya menegur pelan. “Pak Sarta nggak apa-apa kan?”

Untuk beberapa detik Pak Sarta seperti melamun seoah pikirannya berada di tempat lain. Baru setelah Alya mengulangi pertanyaannya agak keras Pak Sarta langsung tersadar.

“Eeh.. iya.. A.. apa tadi..?” tanyanya gugup menyembunyikan keadaan dirnya yang sesungguhnya.

“Bapak nggak sakit kan..?” tanya Alya lagi. “Dari tadi saya lihat Bapak gelisah sekali.”

“Eh.. tidak.. um.. yah.. “ Pak Sarta menjawab kebingungan. “Memang.. tadi sih Bapak agak tidak enak badan.” Jawabnya berbohong. Sesekali pandangannya melirik ke tubuh Alya.

“Wh.. saya jadi nggak enak sudah mengganggu istirahat Bapak.” Kata Alya.

“Oh.. nggak.. nggak apa-apa kok Neng.” Pak Sarta menjawab cepat. “Saya senang bisa membantu Neng Alya.” Katanya tenang meskipun pada saat yang sama, otaknya mulai sibuk memikirkan sebuah siasat. Maka setelah mambulatkan tekadnya, Pak Sarta berdiri dari duduknya.

“Tunggu sebentar ya Neng, Bapak ambilkan minum dulu.” Kata Pak Sarta sambil berlalu. Alya sempat mencegah, tapi Pak Sarta sudah terlanjur masuk ke ruangan sebelah dalam.

Hampir sepuluh menit lamanya Pak Sarta di ruangan dalam, terdengar suara berkelontangan seperti benda logam jatuh ke lantai. Pak Sarta kemudian keluar sambil membawa dua buah gelas berisi teh hangat yang masih mengepulkan uapnya.

“Jadi ngerepotin nih Pak..” Alya tersenyum malu sambil menerima gelas yang disodorkan padanya.

“Ah.. cuma air teh ini..” jawab Pak Sarta sambil tersenyum aneh. “Diminum Neng.”

“Eh.. iya Pak..” kata Alya yang tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia memang sebenarnya sudah haus karena obrolan panjang lebar tadi. Diminumnya seteguk air teh dari gelasnya, rasa hangat mengalir di dalam tenggorokannya. Tanpa disadari, Pak Sarta tersenyum memandang setiap gerakan Alya. Alya kemudian minum beberapa teguk lagi membuat isi gelasnya berkurang separuh.

Mereka kemudian meneruskan membahas data-data desa, tapi perlahan Alya mulai merasakan ada yang salah dengan dirinya. Matanya sekarang mulai menjadi berat sekali, tubuhnyapun mendadak menjadi lemas dan pandangannya mulai mengabur membuat pemandangan yang ada di sekelilingnya menjadi bayangan abu-abu samar. Dalam keadaan itu, Alya sempat melihat Pak Sarta terenyum lebar padanya sebelum akhirnya Alya terkulai pingsan di meja.

Alya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Pak Sarta di dalam. Pak Sarta, yang didorong oleh keinginan nafsu liarnya, mencampurkan obat tradisional yang tidak berbau dan berasa ke dalam minuman Alya. Pemandangan payudara Alya yang indah yang dilihatnya lewat kerah baju Alya yang menjuntai membuat dorongan seksualnya bangkit dengan sangat menggebu, hal itu yang membuatnya nekad melaksanakan rencana dadakan yang disusunnya dalam sekejap.

Perlahan Alya membuka matanya, kepalanya masih terasa berat, pandangannya masih kabur, membuatnya tidak bisa melihat dengan begitu jelas. Alya hanya merasa keadaannya sekarang menjadi tidak biasa. Dia merasa saat ini sedang terbaring terlentang di atas sesuatu alas yang agak keras, semacam kasur tua yang sudah tidak bisa menahan berat badan secara sempurna. Dirasakannya pula posisi tangan dan kakinya seperti terlentang ke empat arah yang berbeda. Saat kesadarannya pulih sepenuhnya barulah Alya terkejut bukan main. Dia berada dalam sebuah kamar tertutup. Tubuhnya terbaring di atas sebuah ranjang kayu beralas kasur tua dengan posisi tangan dan kaki terpentang ke empat penjuru membuat tubuhnya seperti membentuk sebuah huruf X di atas kasur. Alya mencoba menarik tangan dan kakinya tapi tidak bisa. Dia baru sadar kalau kaki dan tangannya diikat oleh seutas tali yang ditambatkan pada pingiran ranjang. Tali itu meregang kuat sekali merentangkan tangan dan kakinya sehingga membuat Alya nyaris tidak bisa bergerak. Alya perlahan merasakan hembusan angin seperti membelai langsung pada kulit pahanya. Seketika dia menjerit. Celana panjangnya ternyata sudah lepas dari kakinya. Dia hanya memakai baju longgar dan pakaian dalam.

Alya meronta kuat-kuat mencoba menarik tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi sia-sia, tali itu terlalu kuat untuk tenaganya yang terbatas.

“TOLONG!” Alya menjerit sekuat tenaga.dengan harapan ada yang akan datang menolongnya.

“TOLONG!” Alya kembali berteriak sekuatnya sampai tenggorokannya seakan pecah. “To……” Sekali ini teriakan Alya berhenti di tengan jalan ketika dilihatnya Pak Sarta masuk ke kamar dan menutup pintunya pelan nyaris tanpa suara.

“Eh.. sudah bangun ya Neng..” katanya seolah tidak terjadi apa-apa pada Alya.

“Apa maksudnya ini Pak..? Kenapa saya dibeginikan..?” Alya bertanya dengan nada bergetar. Rasa takut mulai menjalari tubuhnya membuat badannya gemetar.

Pak Sarta dengan santainya duduk di tepi ranjang tepat di samping Alya.

“Tidak apa Neng, Bapak tidak akan menyakiti Neng Alya kalau Neng Alya tidak melawan.” Kata Pak Sarta kalem sambil menyeringai seperti seekor srigala lapar menghadapi mangsanya. “Bapak cuma minta sesuatu dari Neng Alya.”

Tubuh Alya seperti disengat listrik, Pak Sarta berkata demikian sambil membelai-belai pahanya yang putih dengan gerakan lembut, seolah sangat menikmati setiap jengkal kulit paha Alya yang mulus.

“Jangan Pak.. jangan.. atau saya akan teriak.” Alya mencoba mengancam.

“Teriak saja Neng. Bapak tidak keberatan kok..” Pak Sarta berkata kalem. “Tapi Bapak yakin tidak ada yang mendengar Neng teriak.”

“TOLONG!” Alya melaksanakan ancamannya. “TOLONG SAYA!”

Tapi setelah berkali-kali berteriak sampai serak, tidak ada sesuatupun yang terjadi, tidak ada yang datang untuk menolongnya. Jangankan manusia, hewanpun tidak ada yang lewat di sekitar situ. Alya makin putus asa. Benar kata Pak Sarta, sampai suaranya habis tidak ada satupun yang menolongnya. Perlahan Alya mulai tegang dan ketakutan, air matanya meleleh karena putus asa.

“Benar kan Neng.. tidak ada yang dengar..” kata Pak Sarta penuh kemenangan. “Saya ini Sekretaris Desa Neng, orang kedua setelah Pak Kades, jadi saya punya pengaruh di sini, warga di sini tahu siapa saya, karena itu mereka tidak akan berani ikut campur apapun yang terjadi di rumah saya.”

Kata-kata itu bagai vonis kematian bagai Alya. Ketakutannya makin menjadi-jadi, dia makin putus asa sehingga tidak bisa lagi berpikir jernih.

“Jangan Pak.. Ampun… jangan sakiti saya.” Alya hanya bisa menohon dengan nada memelaskan.

“Bapak kan sudah bilang Neng, kalau Neng menurut, Bapak nggak akan menyakiti Neng.” Kata Pak Sarta sambil pelan-pelan membelai rambut dan wajah Alya. “Bapak sudah seminggu lebih ditinggal istri Neng, Bapak cuma minta Neng mau Bapak ajak begituan.” Katanya sambil menunjuk ke arah selangkangan Alya.

“Jangan Pak.. Jangan.. Jangan lakukan itu.. saya mohon..” Alya menangis sejadi-jadinya. Tapi Pak Sarta yang sudah kehilangan akal sehatnya makin tidak sabar menghadai Alya yang melawan. Maka dia segera naik ke atas ranjang. Dengan gerakan pelan dia mulai membuka kancing baju Alya satu persatu dan menyingkapkannya ke samping. Seketika itu payudara Alya yang masih terbungkus BH putih tipis mencuat menggemaskan. Alya terbaring dengan tubuh hanya tertutup BH dan celana dalam tipis.

“Ohh.. pentil yang baguss..” kata Pak Sarta tanpa menghiraukan tangisan Alya. Perlahan diremasnya payudara Alya dari luar. Alya menegang merasakan sentuhan tangan Pak Sarta yang kasar pada kedua belah payudaranya. Selama ini hanya pacarnya saja yang pernah menyentuh payudaranya. Sekarang seorang tua buruk rupa dan tidak tahu diri yang melakukannya.

“Ohhh.. pentil yang lembut.” Ujar Pak Sarta dengan ekspresi begitu menikmati setiap jengkal payudara Alya. Lalu tangannya merogoh ke dalam mangkuk BH Alya dan meremas payudara itu dengan lembut.

“Oohh….” Alya merintih lirih saat tangan Pak Sarta benar-benar menyentuh payudaranya. Sebuah sensasi menyenangkan segera menjalari tubuhnya yang menegang.

“Ohh.. lembut sekali..” Pak Sarta mengomentari payudara Alya. “Mimpi apa ya semalam, bisa dapat pentil sebagus dan selembut ini?” gumamnya tidak jelas. Alya hanya bisa menangis mendapat perlakuan buruk itu. Remasan tangan Pak Sarta pada payudaranya terasa menyakitkan, tapi herannya Alya juga merasakan sebuah perasaan aneh. Perasaan yang mengatakan sentuhan tangan ini berbeda dengan sentuhan tangan pacarnya, karena itu meskipun mulutnya menolak, tapi tubuh dan pikirannya berkata lain. Perasaan itulah yang menyebabkan Alya membiarkan perlakuan Pak Sarta pada payudaranya.

“Ohh.. sekarang kutangnya dibuka ya Neng..” kata Pak Sarta pelan. Alya hanya diam saja mendengarnya. Sebagian pikirannya sudah mulai dirasuki nafsu birahi yang perlahan meninggi. Melihat hal itu Pak Sarta makin bersemangat, dengan satu sentakan kasar, BH Alya ditariknya sampai putus. Sekarang payudaranya mencuat telanjang, begitu putih, mulus dan kenyal siap untuk dinikmati oleh Pak Sarta.

“Ohhh.. “Pak Sarta terpesona mengagumi bentuk payudara Alya yang indah. “Ini baru yang namanya pentil.. sudah montok, putih, mulus pula..” Lalu pelan-pelan dirabanya kedua belah payudara mulus itu, kemudian dengan gerakan seperti orang mencuci baju, payudara Alya diremasnya dengan kekuatan penuh.

“Ahhk..” Alya menegang, tubuhnya melengkung ke atas membuat payudaranya makin membukit, hal itu tidak disia-siakan oleh Pak Sarta, dia makin gencar eremas-remas payudara Alya. Lalu pelan-pelan giliran bibirnya yang berkumis tebal yang maju, dengan gerakan lambut, dijilatinya kedua puting payudara Alya dengan lidah dan bibirnya, sesekali dikulumnya puting payudara itu seperti gerakan bayi yang minum susu ibunya. Gerakannya sangat lembut membuat Alya terlena. Perlahan desahan nafasnya mulai tidak teratur, gerakannya juga mulai liar. Beberapa kali Alya melenguh penuh perasaan saat bibir Pak Sarta mengulum puting payudaranya.

Perlahan Pak Sarta mulai mengarahkan sentuhan tangan dan bibirnya ke bagian bawah tubuh Alya menyusuri perut Alya yang licin dan berhenti di selangkangan Alya yang terkuak lebar. Perlahan digosoknya begian selangkangan Alya dengan jarinya, sentuhan jari pada bibir vaginanya membuat Alya menjerit tertahan.

“Bapak pingin tahu nih gimana sih bentuknya tempik cewek kota.” Maka dengan gerakan kasar, Pak Sarta merobek celana dalam Alya, celana itu sangat tipis dan nyaris transparan sehingga tidak perlu tenaga besar untuk merobeknya. Skeran Alya sudah sempurna bertelanjang bulat.

“Uoohh..” Pak Sarta terpana melihat belahan bibir vagina Alya yang masih sempurna, tidak ada sedikitpun rambut di sana karena Alya rajin mencukur rambut kemaluannya. “Tempiknya bagus bangeet.. Neng pasti belum prnah ngentot ya.. tempiknya masih bagus nih..”

Alya menggeleng ketakutan, dia memang belum pernah melakukan hubungan badan. Paling jauh, dia dan pacarnya yanga melakukan petting, itupun masih dengan celana dalam terpasang.

“Belum pernah ngentot? Kalau bagitu bapak beruntung bisa memperawani cewek kota yang secantik Neng.” Kata Pak Sarta dengan senyum puas. Dia lalu menunduk menempatkan wajahnya tepat di depan liang vagina Alya yang terbuka. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.

“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulut Alya saat Pak Sarta menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya. Gerakan lidah Pak Sarta seperti ular yang menggeliat menyabu seluruh permukaan bibir vagina Alya. Alya merintih merasakan tubuhnya seperti didesak oleh kekuatan dari dalam, seperi gunung berapi yang tersumbat. Hal itu membuatnya makin tidak terkendali, desahannya sudah berubah dari desaha ketakutan menjadi desah nikmat.

Lidah Pak Sarta semakin liar saja, sadar kalau korbannya sudah mulai goyah, kini lidah itu memasuki liang vagina Alya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Alya bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Pak Sarta juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.

Permainan mulut Pak Sarta pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Pak Sarta, hati kecilnya menginginkan Pak Sarta meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Pak Sarta makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.

“Mmmhh…tempiknya Neng emang hebat banget, rajin dirawat yah ?” gumam Pak Sarta ditengah aktivitasnya. Alya tidak mendegarkan ocehan Pak Sarta, seluruh perasaannya kini tertumpah pada sensasi yang didapatkannya dari perlakuan Pak Sarta. Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang, tubuhnya menggelinjang dan menegang tak terkendali.

“AHHHKKHHH…” diirngi jeritan tertahan, Alya mengalami orgasmenya yang pertama, perasaannya bagaikan gunung berapi yang sumbatnya telah lepas, meledak dengan begitu dahsyat melontarkan apa yang sedari tadi ditahannya.

Tubuh Alya kembali lemas dengan nafas terengah-engah, sensasi orgasmenya benar-benar membuat tubuhnya seperti melayang di angkasa. Melihat itu Pak Sarta makin yakin kalau Alya sudah sepenuhnya ada di dalam genggamannya. Maka dia mulai membuka pakaiannya sampai telanjang, dn penisnya yang sedari tadi memang sudah menegang sekarang mengacung begitu sangar di hadapan Alya. Perlahan Pak Sarta mulai menindih tubuh mulus Alya yang basah olah keringat. Aroma parfum mahal yang dipakai oleh Alya membuat nafsu Pak Sarta makin menggelora. Perlahan diciumnya bibir Alya dengan lembut beberapa kali, lalu dipeluknya tubuh mulus itu sambil berusaha mendesakkan penisnya di kemaluan Alya.

“Oohhh…..” Alya merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Pak Sarta meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vagina Alya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya di dalam vagina Alya. Mata Alya sudah basah oleh air mata, tangisan yang disebabkan rasa putus asa, nyeri, dan ketidakberdayaannya dalam pelukan seorang pria tua.

“Ohh.. masuk juga akhirnya..” Pak Sarta mendengus lega. “Gila, tempiknya Neng Alya seret banget lho..”

Lalu Pak Sarta mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, mula-mula pelan, tapi setelah beberapa saat setelah dirasakannya vagina Alya terbiasa menampung penisnya, gerakan Pak Sarta makin teratur, Vagina Alya yang masih sempit mulai licin dan lancar meskipun masih sangat menjepit. Pak Sarta melakukan persetubuhan dengan gerakan yang liar, kadang pelan dan lembut, kadang kasar dan sangat cepat seperti dikejar setan. Gerakan-gerakan liar itu membuat Alya makin tersapu oleh sensasi liar di dalam tubuhnya. Setelah mengalami orgasme, desakan seksualnya menjadi makin liar mambuatnya terlihat sangat menikmati persetubuhannya dengan Pak Sarta.

Setelah hampir sepuluh menit mereka bersatu, Alya tidak tahan lagi, dorongan nafsu seksualnya sudah mangalahkan akal sehatnya, diapun mengerang dan mendesah seirama gerakan penis Pak Sarta yang menggenjot vaginanya.

“AAAAhhhhhh…..”Alya mengerang keras, dia kembali mengalami orgasme, meskipun tidak sehebat yang pertama, tapi cukup kuat untuk membuat vaginanya berdenyut kencang. Pak Sarta merasa penisnya seperti dicengkeram tangan baja yang membetotnya seperti mau dicopot dari badannya. Sensasi jepitan vagina Alya yang begitu kuat membuatnya tidak tahan lagi.

“AAAAhhh mau keluar nih, aaaahhhhh… Bapak mau keluar nih…..” erang Pak Sarta kuat-kuat, dijambaknya rambut Alya, lalu dengan satu dorongan terakhir yang membuat penisnya membenam total di dalam vagina Alya, Pak Sarta melepaskan orgasmenya, menyemburkan sperma yang begitu banyak ke dalam rahim Alya.

Tubuh-tubuh telanjang itu terkulai lemas saling bertumpuk, menciptakan pemandangan yang sangat menggairahkan dimana sosok Alya yang putih mulus dan bagitu ramping ditindih oleh tubuh gendut dan hitam Pak Sarta.

Setelah puas mereguk kenikmatan birahi dari tubuh Alya yang sexy itu, Pak Sarta kemudian bangkit dari ranjang. Diliriknya tubuh telanjang Alya yang terikat dan tergolek tanpa daya di ranjang. Pak Sarta tertegun sambil sekaligus senang ketika dia melihat bercak darah di sekitar selangkangan Alya. Berarti Alya memang benar-benar masih perawan sebelum diperkosa olehnya. Karena itulah Pak Sarta kemudian mencium kening Alya sambil berujar, “Terima kasih Neng sudi memberikan keperawanannya sama Bapak.”

Alya hanya bisa menangis mendengarnya, kesadarannya perlahan pulih, membuat dirinya merasa diperlakukan secara hina. Tapi dalam keadaan seperti ini, Alya benar-benar tidak sanggup melawan keinginan Pak Sarta. Pak Sartapun yakin kalau Alya tidak akan melawannya lagi, karena itulah dia memutuskan untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Alya. Alya sendiri tidak berbuat apa-apa meskipun dirinya sudah tidak terikat. Dia hanya bisa tergolek di atas ranjang, menunggu nasib selanjutnya.

Melihat tubuh yang mulus dan telanjang itu tidak berdaya di atas ranjang rupanya membuat birahi Pak Sarta kembali meninggi. Masih dalam keadaan bugil, Pak Sarta mengocok-ngocok penisnya sendiri, lalu dia kembali menaiki ranjang. Ditariknya tangan Alya sehingga Alya sekarang tersimpuh di ranjang. Tiba-tiba Pak Sarta menyorongkan penisnya yang setengah berdiri ke wajah Alya.

“Sekarang Neng Alya tolong emut punya Bapak dong..” kata Pak Sarta sambil menyodorkan penisnya yang hitam ke wajah Alya dengan gaya santai.

Alya menggelengkan kepalanya dengan ekspresi jijik melihat penis yang legam itu seperti pistol yang menodong wajahnya.

“Jangan takut Neng, entar juga enak kok..” kata Pak Sarta masih dengan gaya santai, seolah menyodorkan permen kepada anak kecil. Alya kembali meneteskan air mata menggeleng, hal itu membuat Pak Sarta tidak sabar, ditariknya rambut Alya sampai wajahnya mendongak, lalu digesek-gesekkannya penisnya ke wajah Alya. Alya pelan-pelan menurut, dibukanya mulut mungilnya dangan enggan, lalu seperti menelan permen besar, penis Pak Sarta meluncur masuk ke mulutnya. Terasa ada cairan sedikit pada ujungnya, kemudian dihisap dan dikulumnya penis itu dengan lembut, sesekali Alya mengocok-ngocok penis itu dengan tangannya juga, lama kelamaan Alya mulai terbiasa dengan penis Pak Sarta dan mulai dapat menyesuaikan diri, Alya menjilati samping-sampingnya hingga ke buah pelirnya, Alya bahkan memainkan ludahnya sedikit di penis itu, kemudian Alya kembali memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Pak Sarta mendesah merasakan kehangatan mulut Alya, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya.

“Uuhhh…gitu Neng, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Alya dan memaju-mundurkan pinggulnya. Alya merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Pak Sarta yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya.

Pak Sarta yang merasakan kehangatan dari bibir dan mulut Alya makin meledak, lalu dengan menahan kepala Alya diselangkangannya menggunakan kedua tangannya, dengan kasarnya Pak Sarta menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga penis itu menggenjot mulut Alya.

“Aggh..aggh… .” suara Alya terdengar tersedak oleh penis Pak Sarta. Tangan Alya berusaha menahan pinggul Pak Sarta agar tidak bisa memompa penis besar itu ke dalam mulutnya. Tapi usaha Alya sia-sia saja, Pak Sarta dengan kuat mencengkeram kepala Alya dan mennyodok-nyodokkan penisnya dengan kasar membuat Alya menggelepar berusaha untuk bernafas dengan baik

Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Pak Sarta menekan kepalanya sambil melenguh panjang. dirasakan sebelumnya. Pak Sarta masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Alya.

“Arrghhh… Oohhhh…” Pak Sarta kembali melenguh bagai banteng terluka, seketika Aly amerasakan wajahnya tersiram oleh cairan hangat yang kental dan lengket dan berbau. Pak Sarta menyemprotkan spermanya ke wajah Alya dengan deras. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu.

“Ohhhh..” lenguh Pak Sarta yang kali ini benar-benar puas telah berhasil melepaskan keinginan seksualnya pada gadis cantik itu. Pak Sarta akhirnya terkapar di ranjang karena kelelahan, dibiarkannya Alya yang terdiam sambil menangis.

Akhirnya, dengan tubuh gemetar kerena sakit dan kelelahan, Alya mencoba bangkit dari ranjang,dia mencoba mencari pakaiannya, tapi satu-satunya yang ada hanyalah bajunya yang longgar, itupun dalam keadaan berantakan, celana panjangnya hilang entah kemana sementara pakaian dalamnya sudah menjadi cabikan-cabikan kain yang tidak mungkin bisa dipakai lagi. Dengan tertatih-tatih Alya menuju ke kamar mandi, di sana dia membersihkan bekas-bekas perkosaan yang baru saja dialaminya. Tangisnya kemudian meledak di kamar mandi. Dirinya merasa sangat hina, apalagi membayangkan kalau dia hamil akibat perkosaan ini. Alya tidak bisa membayangkan dirinya yang anak orang kaya dihamili oleh orang yang status sosialnya teramat jauh darinya. Alya lalu mencoba keluar dari rumah Pak Sarta, tapi seluruh jalan keluar sudah dikunci oleh Pak Sarta. Akhirnya Alya hanya bisa duduk di sudut ruang tengah sambil memeluk lututnya, kemudian karena kelelahan dia akhirnya tertidur.

Tapi belum lama Alya tertidur, sebuah usapan halus pada rambutnya membuat Alya terbangun, dilihatnya Pak Sarta yang hanya bercelana kolor berdiri di depannya. Alya merapatkan tubuhnya ke tembok batu dingin di belakangnya dengan ekspresi ketakutan.

“Nggak apa-apa Neng, Bapak Cuma mau ngajak Neng Alya makan,” kata Pak Sarta lembut, entah kelembutannya benar-benar tulus atau sekedar pura-pura. Alya yang memang lapar akhirnya menurut dibimbing Pak Sarta ke meja makan. Makanan yang hangat terhidang di atas meja membuat perut Alya mendadak berkeruyuk. Diapun mulai makan tanpa mempedulikan apa-apa.

Seperti ada tenaga baru yang mengaliri tubuh Alya yang lemas setelah persetubuhannya dengan Pak Sarta begitu dia makan. Entah apa bumbu yang dimasukkan oleh Pak Sarta di dalam makanan yang mereka makan, rasanya seperti ada yang menyalakan api unggun di dalam tubuh Alya membuat tubuh Alya menjadi berkeringat. Api besar di dalam tubuh Alya makin menari-nari dengan liar saat Pak Sarta tanpa disadari sudah berdiri di belakangnya dan memeluknya dari belakang. Alya mendesah saat tangan Pak Sarta meluncur masuk ke balik bajunya melalui kerah lebarnya dan bergerak meraba payudaranya yang tidak memakai BH.

“Ahh…” Alya mendesah pelan, Pak Sarta melancarkan ciuman-ciuman ringan di pipi dan leher Alya membuatnya menggeliat. Tanpa sadar Alya memalingkan wajahnya hingga berhadapan dengan wajah Pak Sarta yang hitam. Pak Sarta tanpa ragu mulai mencium bibir Alya dengan lembut. Bibir tebal itu kemudian mengulum dan melumat bibir Alya yang lembut. Perlahan Alya mulai merespon dengan ciuman lembut pula. Untuk beberapa menit sepertinya kedua orang berbeda jenis itu seperti saling gigit.

“Ohh… jangan Pak.. “ Alya mendesah saat Pak Sarta mulai membuka baju longgarnya sambil terus menciumi bibirnya yang merah merekah itu.

“nggak apa-apa Neng..” kata Pak Sarta lirih di telinga Alya . Hembusan nafasnya di telinga Alya membuat tubuh Alya meremang. Alya kembali terperangkap oleh permainan Pak Sarta yang membuat gairahnya kembali bangkit, hingga dia tidak menyadari baju yang dipakainya sudah berhasil ditanggalkan oleh Pak Sarta sehingga dia sekarang kembali telanjang bulat. Pak Sarta kini memposisikan dirinya menghadapi Alya sambil mengagumi keindahan payudara Alya yang memang lembut itu. Perlahan diremasnya payudara itu, lalu diciuminya dengan lembut sambil putingnya dijilat-jilat dan dikulum. Sesekali Pak Sarta menggigit puting payudara Alya dengan bibirnya membuat Alya tersentak menahan desakan birahinya.

“Ohhh… “ Alya merintih, dia memegangi sandaran kursi yang didudukinya dengan kuat saat tubuhnya mulai menegang. Pak Sarta makin gencar membelai dan meremas-remas payudara mulus Alya mulai dari gerakan paling lembut sampai gerakan kasar seperti orang meremas pakaian basah. Cara Pak Sarta meremas payudara Alya membuat Alya makin tidak berdaya menahan desakan birahinya, apalagi kemudian Pak Sarta mulai meraba bagian selangkangan Alya, sentuhan-sentuhan jari Pak Sarta pada klitoris Alya membuat birahinya makin cepat terbangkitkan. Alya tidak tahan lagi, dia merasa tubuhnya mau pecah dihimpit desakan orgasme. Akhirnya hal itu terulang lagi. Tubuh Alya menegang dengan begitu kuat melengkung ke belakang sampai kepalanya terjuntai ke belakang.

“Ohhhkkkkhhhh……… Aaaaahhhhhhhhhhh..” kembali Alya mengerang kuat, dan vaginanya kembali mengucurkan cairan, orgasmenya meledak tanpa tertahankan. Beberapa detik tubuh Alya mengejang sebelum akhirnya terkulai lemas.

Orgasmenya itu membuat Alya tak bersuara ketika Pak Sarta membungkukan tubuhnya ke meja yang masih ada sisa makanan di sana, hingga sekarang mulai pinggang hingga kepala Alya terbaring menelungkup di atas meja makan, semetara kakinya masih di lantai. Alya tidak sekalipun melihat ke arah Pak Sarta, dia hanya berdiri, dengan setengah tubuhnya terbaring di meja, buah dadanya menjadi bantalan bagi tubuh Alya di meja, menempel pada meja kayu itu.

“Pantatnya Neng benar-benar indah..”, kata Pak Sarta sambil meraba dua bulatan pantat Alya. Alya memang punya pantat yang sempurna, apalagi kalau dibandingkan dengan tubuhnya yang ramping, bentuknya sempurna, penuh, lembut, halus dan tanpa noda. Pak Sarta meraba, meremas dan menarik pantat Alya, membuat Alya melonjak di meja. Pak Sarta segera melucuti celana kolornya sehingga dia kembali bugil, sambil terus memandang pantat Alya yang luar biasa itu. Penis Pak Sarta langsung mengacung keluar, dan Pak Sarta siap memasukkan semuanya ke tubuh Alya. Alya mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang sehingga di bisa melihat Pak Sarta telah siap kembali untuk menyetubuhi dirinya , wajah Alya berkilat karena air mata. Perlahan Pak Sarta membuka kedua belah paha mulus Alya lebar-lebar, lalu diarahkannya penisnya ke liang vagina Alya.

Wajah Alya mengernyit dan gemetar, erangan keluar dari mulutnya pada saat penis besar itu meluncur masuk tanpa kesulitan ke dalam liang vaginanya. Pak Sarta juga mengerang, setelah itu terdengar suara daging bergesekan dengan daging, Bibir Alya bergetar, air mata mengalir lagi dari matanya ketika terdengar suara tubuh berbenturan dengan tubuh yang lain, terus berulang-ulang.

Pak Sarta mendesakkan penisnya kuat-kuat dengan genjotan bertenaga, gerakannya tidak teratur membuat Alya terbanting-banting di meja, erangannya makin terasa memelaskan, tapi erangan itu justru membuat Pak Sarta makin liar menyetubuhinya.

“Gimana Neng, suka?” tanya Pak Sarta ditengah-tengah usahanya menyetubuhi Alya. Alya hanya mengangguk sambil memandang Pak Sarta dengan tatapan sayu dengan wajah bersimbah air mata.

Alya semakin larut dengan permainan Pak Sekdea pada vaginanya. Pak Sekded memompa vagina Alya dengan cepat kemudian melambat dan cepat lagi, begitu seterusnya. Hal ini membuat Alya semakin mendesah-desah kenikmatan, lelehan cairan kewanitaannya sudah keluar dan membasahi kedua paha bagian dalam Alya. Saking larutnya dalam permainan, dengan tidak sadar Alya yang menggerakan pinggulnya apabila Pak Sarta dengan sengaja menghentikan genjotan panisnya pada vagina Alya.

15 menit diperlakukan demikian, tiba-tiba badan Alya mengejang keras, kakinya kembali menjinjit, tangannya memegang keras tepian meja, matanya terpejam erat dan mulutnya sedikit terbuka menandakan Alya semakin mendekati orgasme.

“Aaaaaaaaaahhhhhhh… … ” teriak Alya keras sambil mengeraskan pegangannya. Alya mengalami orgasme yang sangat tinggi, kedua pahanya dirapatkan dan badannya mengejang keras untuk beberapa menit. Untuk beberapa saat, Pak Sarta tetap membiarkan penisnya terbenam di vagina Alya. Alya yang masih merapatkan kedua pahanya tersebut, terlihat sekali menikmati orgasme yang baru dialaminya. Meski begitu Pak Sarta belum puas. Segera dia menarik penisnya dari jepitan vagina Alya, lalu dengan gerakan cepat tubuh Alya dibalikkan dan diangkat ke atas meja sampai terlentang, sementara kakinya masih menjuntai ke bawah. Sekarang di atas meja tersebut tubuh gadis berkulit putih itu terbaring telanjang bulat, payudaranya mencuat hingga membentuk gundukan mulus. Perlahan Pak Sarta memeluk kedua paha gadis itu dan menyampirkannya di pundak kiri kanannya. Dan sekali lagi Pak Sarta mendorongkan penisnya ke liang vagina Alya, membuat Alya meringis.

Kemudian kembali Pak Sarta membuat gerakan maju mundur mendesakkan penisnya ke dalam vagian gadis cantik itu. Alya yang sudah dipengaruhi orgasmenya tidak kuasa melawan, dia bahkan menikmati genjotan penis Pak Sarta di dalam vaginanya.

“Ooohh…… akkhh… ooohhh…….” Alya mendesah-desah sambil mengejang, tangannya mencengkeram keras pingir-pinggir meja, desahannya perlahan mulai taratur seirama dengan genjotan Pak Sarta pada vaginanya. Pak Sarta terus memompa batang kemaluannya masuk ke dalam liang vagina Alya. Pak Sarta kemudian melebarkan kaki Alya sehingga berbentuk huruf V, dan terus memompa masuk dengan buas sambil tangannya meremas-remas payudara Alya. Alya makin terangsang dengan perlakuan Pak Sarta yang liar itu, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan sambil menggeliat-geliat penuh kenikmatan. Kocokan demi kocokan terus menghujam vaginanya sampai sampai terlihat seperti ada busa yang mengalir keluar dari vaginanya. Cairan vagina Alya terkocok sampai tuntas dan mengucur membanjiri selangkangannya. Dengan penuh nafsu Pak Sarta mempercepat genjotannya pada vagian Alya, sesekali dia kembali menghentikan pompaannya, dan secara refleks kembali Alya ganti menggoyangkan pantatnya maju mundur. Hal itu terjadi berkali-kali, bahkan saat Pak Sarta mendorong tubuh Alya hingga batang kemaluannya keluar dari liang kemaluan Alya. Secara refleks diluar kemauan Alya, dia menggerakkan pantatnya sendiri.

Setelah hampir duapuluh menit, tampak tubuh Alya berkelonjotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus dengan otot paha dan betisnya mengejang, jari-jari kakinya menutup, dan nafas Alya menjadi tak teratur sambil terus merintih keras dan panjang,

“Ohhh… Akkkhhh… Ooohhh…!” Alya mengerang keras membuat Pak Sarta semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya membuat Alya merintih panjang, seluruh tubuh Alya kembali menegang dan menggelinjang selama beberapa detik dan Pak Sarta menyadari Alya sedang mengalami orgasme dahsyat dan kenikmatan luar biasa. Bersamaan dengan itu Pak Sarta juga menekan keras penisnya ke dalam vagina Alya.

“Ahhhhhhhhhhhgghhhhh..” Pak Sarta mengerang keras sambil memuncratkan spermanya ke dalam vagina Alya. Sesaat tubuhnya juga menegang sebelum akhirnya melemas kembali.

Pak Sarta yang masih berada di atas tubuh Alya sesaat menekan penisnya dalam-dalam di vagina Alya menikmati cengkeraman vagina Alya sampai tuntas. Dipandanginya wajah cantik yang basah oleh keringat dan air mata itu. Lalu perlahan Pak Sarta kembali mencium pipi dan bibir Alya dengan kecupan-kecupan lembut, seolah ingin mengucapkan terima kasih atas kenikmatan seksual yang diberikan oleh Alya kepadanya. Lalu perlahan dia menarik tubuh Alya berdiri di dalam dekapannya. Dipeluknya tubuh putih mulus itu dengan erat sambil sesekali bibirnya menciumi bibir Alya seolah tidak pernah puas merasakan sentuhan bibir merah Alya. Pak Sarta kemudian membawa Alya masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar itulah selama semalam suntuk Pak Sarta menuntaskan nafsu seksualnya pada Alya. Gadis kota yang cantik itu dibuatnya tidak lebih dari seorang budak seksual yang harus selalu bersedia melakukan persetubuhan dengannya. Entah sudah berapa kali Alya dipaksa melakukan hubungan seksual oleh Pak Sarta. Alya tidak bisa menghitung lagi, tubuh dan pikirannya sudah terlalu tersiksa untuk berpikir.
------------------

4 Tanggapan ke “Malapetaka KKN V : Nafsu Sekretaris Desa”

  1. di/pada Juli 14, 2008 pada 3:11 pm samuel da costa
    wah ternyata enak ya dapetin toket mahasiswa
    hmmmmmmm pasti nikmat nih……..
  2. Wah asyik baget tuh Pak Sarta, dapet cewek cakep, mulus, bening, masih perawan lagi. He…he…he….
    Tapi lebih seru lagi kalo si Alya terus hamil, kan bagus. Jadi dapet oleh2 dari KKN yaitu janin bayi dari benih Pak Sarta. Terus dilahirin, dan punya anak deh….. selamat ya……..
  3. Andriyan yupa yupz
    sayang gk ada picnya, jadi kaya ada yg kurang gitu, ceritanya sih udah bgus..

     
  4. yang the legend continues nya dong cepet di post . . .

2 komentar:

  1. Ini salah satu serial tua yang paling top. Setara dengan serial "Eliza", tak kalah dengan serial RYT, sederajat dengan Nightmare Campus dan masih banyak lagi. Tapi kali ini boss Shu masukkan gambar cewek paling manis, mungkin tak dpt disebut super cantik (bisa bosen lho kalau cantik), tapi ini benar-benar ayu, manis serta menimbulkan gairah gw. utk.memiliki gadis ini. Thx.boss - seleranya meyakinkan !!! Dirgahayu Rapepublik Mupeng , long live boss Shu !!!
    SATYR

    BalasHapus
  2. cerita baru ga ada yg masuk bos shu?

    BalasHapus