Laman

Senin, 15 Agustus 2011

Words Worth: Attack of the Orcish Horde

14 Juli 2007

Sharon

Cerita ini adalah fanfic dari sebuah anime hentai yang cukup terkenal yaitu Words Worth. Anime ini menceritakan peperangan antara dua kerajaan fantasi yaitu Shadow dan Light untuk menyatukan kepingan-kepingan sebuah prasasti pusaka yaitu prasasti Words Worth. Hentai yang satu ini saya rekomendasikan bagi yang suka cewek cakep, soalnya bener-bener cool banget sih ! Salah satu tokoh favoritku dalam anime itu adalah Sharon, seorang ksatria wanita berambut pirang keemasan yang berwatak dingin dan pemberani, gadis ini jatuh cinta pada Astral, tokoh utama dari anime ini.
Setelah peperangan panjang antara kerajaan Shadow dan Light, akhirnya seluruh kepingan dari prasasti Words Worth berhasil disatukan. Kedua kerajaan pun akhirnya hidup damai berdampingan, namun kedamaian itu sedikit terusik oleh ancaman baru terhadap kerajaan Shadow. Kaum orc yang hidup dekat perbatasan Shadow sering mengganggu keamanan wilayah itu, mereka merampok, membunuh, dan memperkosa gadis-gadis disekitar sana. Untuk menumpas kaum orc, Astral yang telah menjadi raja di kerajaan Shadow mengirim pasukan besar ke perbatasan yang dipimpin langsung oleh kekasihnya, Jenderal Sharon. Dibawah pimpinannya pasukan Shadow berhasil merebut beberapa wilayah yang jatuh ke tangan orc serta membunuh beberapa panglimanya. Menghadapi ksatria wanita yang tangguh dan cerdas itu kaum orc mulai menyusun siasat untuk dapat menjebak dan mengalahkannya.


Hari itu, kedua pasukan bertemu dan bertempur di sebuah tanah lapang yang luas. Pasukan kaveleri Shadow dapat mengungguli pasukan orc. Jenderal Sharon nampak anggun dan berwibawa diatas kudanya, tangannya yang berpedang dikibaskan kesana-kemari membantai para orc itu, entah sudah berapa banyak kepala orc yang jatuh ke tanah akibat tebasannya. Melihat prajurit dan perwiranya berjatuhan, jendral orc yang berbadan besar dan berkulit hijau itu memerintahkan mundur. Sharon yang ingin meringkus panglima tertinggi orc itu memerintahkan pengejaran yang dipimpin langsung olehnya. Dia berada pada baris paling depan, jubah dan rambut emasnya yang panjang hingga sepinggang melambai-lambai diatas punggung kuda yang berlari kencang itu, matanya memancarkan keberanian dan tekad yang kuat.

Mereka mengejar semakin jauh ke dalam sebuah hutan yang rimbun. Sharon mulai merasakan sesuatu yang tidak beres karena tempat itu begitu sepi, insting militernya mengatakan bahwa ada jebakan yang menantinya. Benar saja, begitu dia memerintahkan mundur pasukannya, serempak terdengar seruan “Serbuu…!!” yang memenuhi hutan yang tadinya sepi tadi, disusul hujan panah dan bermunculannya pasukan orc dari semak-semak dan atas pohon. Mayat-mayat pasukan Shadow bergelimpangan dengan tubuh penuh anak panah, Sharon sendiri berjuang keras menangkis setiap anak panah dengan pedangnya, sebuah panah menyerempet lengannya yang tidak terlindung baju zirah sehingga berdarah. Setelah hujan panah mereda mereka masih harus menghadapi sergapan orc yang menyerang dari semak dan pohon. Pasukan kaveleri tidak dapat bergerak leluasa dalam hutan yang lebat, akibatnya pasukan yang berkekuatan 200-an orang itu nyaris seluruhnya tersapu bersih.

“Lari jenderal…kami akan mengawalmu !!” seru seorang pengawalnya.
Dengan 4 orang pengawal pribadi, Sharon menerobos kekacauan itu untuk meloloskan diri. Di sebuah lintasan mereka dihadang oleh sepasukan kecil yang dipimpin oleh jenderal orc yang tadi pura-pura mundur.
“Hua-ha-ha…sekarang rasakan pembalasanku, serbu…!!” serunya sambil mengacungkan gadanya pada mereka.
Pertempuran yang tidak seimbang pun dimulai, jenderal orc, tanpa kesulitan berarti menghabisi keempat pengawal Sharon dengan gada bajanya. Kini kedua jenderal yang berseteru itu saling berhadapan, bunyi denting pedang beradu dengan gada baja terdengar nyaring.
“Hebat juga kau jenderal cantik, kau lebih cocok jadi peliharaanku daripada jadi jenderal !” ejek orc itu di sela pertarungan, matanya yang lebar itu jelalatan menatapi tubuh Sharon yang indah, seolah menelanjanginya
“Makhluk menjijikkan, kubunuh kau hari ini demi negeriku !” seru Sharon dengan penuh amarah
“Ayolah manis, aku sudah tak sabar ingin bermain denganmu”
“Biaya untuk bermain denganku terlalu mahal untukmu !” serunya sambil menerjang dengan teknik pedang yang luar biasa

Serangan Sharon yang dahsyat dan membabi-buta membuat orc itu kewalahan. Dia mundur-mundur sambil susah payah menahan serangan. Dalam satu kesempatan akhirnya Sharon berhasil menjatuhkan gada itu dari pemiliknya dan membuat orc itu terpelanting. Namun begitu dia mengayunkan pedangnya untuk menebas kepala musuhnya, tiba-tiba “Traangg…!” sebutir panah tepat mengenai gagang pedang dan hampir mengenai tangannya. Spontan, Sharon pun terkejut dan pedangnya jatuh. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan baik itu, si jenderal orc itu langsung menghantam perut Sharon dengan kepalannya yang besar sehingga dia terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi perutnya lalu dengan bahunya yang dilapisi pelindung diseruduknya gadis itu sampai mental beberapa meter dan jatuh. Sharon meringis kesakitan, nampak darah menetes di pinggir bibirnya.

Jenderal orc itu mendekati lawannya yang sudah terkapar, dilihatnya celana dalamnya yang putih dan paha mulusnya melalui rok mininya yang tersingkap. Orc-orc lainnya ikut mengerubungi dirinya, mereka menatapnya dengan sorot mata lapar.
“Kalau mau bunuh…bunuh saja sekarang atau kelak kau akan menyesal, dasar pengecut tidak tau malu !!”
“He-he-he…terlalu sayang untuk membunuh gadis secantik kamu, gadis sombong. Aku ingin kau merasakan nikmatnya kontol orc” seringainya mesum disusul gelak tawa orc lainnya.
Ketika jenderal orc itu dengan tangan besarnya orc itu membelai wajah cantik Sharon, tiba-tiba ‘Plak !’ dengan sisa-sisa tenaganya, Sharon menampar wajah makhluk itu. Melihat hal itu, dua anak buahnya maju memegangi lengan Sharon, dia meronta-ronta dan menendang-nendangkan kakinya, tapi itu malah membuat celana dalam dan pahanya makin terlihat saja sehingga nafsu mereka makin naik.

Dengan mudahnya jenderal orc itu menangkap kedua pergelangan kaki Sharon lalu dibentangkannya lebar-lebar.
“Wahaha…celana dalamnya putih” para orc itu bicara kasak-kusuk melihatnya
“Heh…memangnya semahal apa harga untuk bermain denganmu, jenderal pelacur !” ejeknya sambil menjambak rambut panjang keemasan itu.
Orc itu mengeluarkan lidah panjangnya dan menjilati pipinya yang mulus, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa jijik membayangkan dirinya akan segera diperkosa oleh makhluk setengah binatang.
Seorang orc membuka kancing baju zirah dan jubahnya. Begitu baju zirah pelindung atasnya terlepas para orc itu langsung menggerayangi payudaranya yang masih tertutup oleh baju biasa.

“Aahhh…tidak !” desahnya ketika dirasakannya elusan jenderal orc itu merambat dari pahanya menuju ke kemaluannya. Dia menekan-nekan jarinya yang besar di sana. Orc yang memegangi lengan kanan Sharon mempreteli satu demi satu kancing bajunya, setelah terbuka semua dibetotnya bra putih dibaliknya hingga robek. Belasan orc lainnya termasuk si jenderal orc melotot memandangi buah dada Sharon yang montok dengan putingnya yang merah muda. Salah satu orc langsung melumat payudara kanannya, diremas dan disedot-sedot, sedangkan payudara kirinya dicengkram kuat oleh si jenderal orc sampai putingnya makin mencuat.
“Nah…sekarang tau kan akibatnya kalau melawan kami, pelacur Shadow !” jenderal orc itu menyelesaikan kata-katanya dengan meremas lebih kuat dan memelintir payudara Sharon.
Jerit kesakitannya membuat nafsu para orc itu makin terbakar saja, si jenderal orc saking nafsunya sampai mencucukkan jarinya lebih dalam lagi sehingga celana dalam Sharon robek di bagian tengahnya.

Sesudah melubangi celana dalamnya, jenderal orc itu lalu menggerakan jarinya leluar masuk di liang itu seperti menyetubuhinya, sementara mulutnya terus menjilati putting yang sudah mengeras itu
“Ooohh…tidak…jangan !” desahnya sambil menggeliat-geliat
Dia berusaha keras untuk tidak menikmatinya, tapi sepertinya syaraf-syaraf di tubuhnya lebih mendominasi, dia tidak dapat menahan rangsangan yang demikian hebatnya dari titik-titik sensitifnya yang dikerjai mereka. Orc di samping kirinya menyibak rambutnya, lalu lidahnya menyapu leher hingga ke telinganya. Orc yang di kanannya daritadi masih saja menikmati payudaranya sampai meninggalkan bekas merah karena kebanyakan dicupang. Selama 10 menit si jenderal orc mengorek-ngorek vagina Sharon, akhirnya dia merasa tubuhnya menegang disusul dengan mengucurnya cairan cinta dari kemaluannya.

Jendral orc itu mencabut jarinya, tanpa rasa jijik dia jilati cairan yang belepotan di jarinya itu.
“Nyamm…wanita Shadow memang enak rasanya, pasti itunya lebih enak lagi, angkat dia !” perintahnya.
Anak buahnya segera mengangkat tubuh Sharon dengan kedua paha terkangkang. Jendral orc itu menurunkan celananya, benda yang dibaliknya sungguh membuat bergidik, sebatang penis sebesar belati rambo yang berwarna kehijauan dengan bintil-bintil dan urat yang menonjol. Sharon sendiri sampai menelan ludah melihatnya, membayangkan benda mengerikan itu akan segera mengoyak-ngoyak vaginanya.

“Nah sayang, sekarang kamu akan merasakan keperkasaan kaum orc !” katanya sambil menarik robek celana dalam Sharon.
Para orc itu kembali berdecak kagum melihat kemaluan Sharon yang ditumbuhi bulu-bulu yang juga pirang seperti rambutnya, belahannya masih rapat karena dia baru melakukannya hanya dengan kekasihnya Astral, tengahnya yang merah merekah seolah menunggu untuk ditusuk. Tidak satupun dari kemaluan mereka yang tidak bangkit. Jenderal orc itu mulai membuka bibir vagina Sharon dan tangan satunya membimbing penisnya memasuki liang itu.
“Jangan…jangan, bunuh saja aku bangsat ! Aahh…oohh…akkhh !” Sharon terus memaki-maki di tengah rintih kesakitannya, namun jeritan dan rontaannya hanya menambah nafsu mereka saja.

Dia meringis kesakitan disertai mengucurnya keringat saat penis itu menghujam ke dalam vaginanya. Walaupun kemaluannya sudah basah oleh cairan cinta, tapi jenderal orc itu masih kesulitan memasukkan penis supernya itu. Sharon diperkosa secara brutal oleh jenderal orc itu, penis hijau itu menyodok-nyodok dengan ganasnya. Sambil menggenjot jenderal orc itu melumat payudara kanannya, tangan satunya meremasi bongkahan pantatnya yang montok. Orc-orc lain yang menopang tubuhnya pun ikut ambil bagian menggerayangi tubuhnya. Ada yang mengelus paha mulusnya, ada yang melumat payudara lainnya, menjilati lehernya, orc yang menopang dari belakang menarik rambut panjangnya sehingga wajahnya tengadah ke belakang, lalu dilumatnya bibir mungil yang ranum itu. Lidah panjang itu bergerak liar menjilati lidahnya seakan mengajak lidahnya ikut bermain sehingga secara refleks lidah Sharon ikut meronta.

Walaupun terus meronta, namun Sharon mulai merasakan kenikmatan menjalari tubuhnya, rasa nyeri yang dideritanya kini mulai bercampur dengan rasa nikmat. Perlahan pemberontakannya mulai mereda, walau berusaha sekuat tenaga untuk tidak menikmatinya, tubuhnya tidak bisa berbohong. Tubuhnya menggelinjang hebat disertai suara desahan panjang setelah 15 menit diperlakukan seperti itu.
“Nah…kau mulai merasa enaknya bercinta dengan orc kan, hai pelacur Shadow !” seringai jenderal orc itu “ok, anak-anak minggir semua, sekarang saya akan mementaskan pertunjukan orc menunggangi manusia”
Anak buahnya menurunkan Sharon yang sudah lemas setelah orgasme panjang barusan, lalu mereka menyingkir membiarkan pimpinannya mengerjai musuh yang telah dikalahkan itu.

Sambil menarik rambut Sharon, jenderal orc itu meraih vaginanya dari belakang, membuat posisinya menjadi nungging. Kemudian dia kembali menyodok vaginanya, sodokan itu makin lama semakin cepat sehingga gadis itu tak kuasa menahan jeritannya dan mengucurkan air mata. Dengan tangan besarnya orc itu menangkap salah satu payudara yang berayun-ayun itu. Anak buahnya yang menonton adegan perkosaan itu matanya tidak berkedip, mereka gelisah tak sabar menanti giliran, beberapa diantaranya terlihat mengocok-ngocok penisnya sendiri. Pesta seperti ini bukanlah hal yang asing bagi mereka, beberapa waktu yang lalu mereka berhasil menjebak sekumpulan ksatria wanita dan mereka perkosa beramai-ramai, lalu mereka bawa ke negerinya sebagai budak seks.

Beberapa saat kemudian jenderal orc itu tampak akan berejakulasi, genjotannya makin kencang sambil mengeluarkan geraman. Sharon merasakan bagian bawahnya banjir, orc itu memuncratkan cairan putih kental dengan derasnya sampai belepotan di selangakangan gadis itu.
“Hehehe…gadis manusia memang benar-benar enak, apalagi yang satu ini !” orc itu melepas penisnya
Penderitaan Sharon belum lagi selesai, jenderal orc itu memberi kehormatan pada si pemanah yang menyelamatkannya untuk mendapat giliran berikut. Orc itu merenggut rambut Sharon dan memerintahkannya membuka mulut.

“Buka mulut, jenderal pelacur !” perintahnya
Dia berusaha mengelak ketika penis itu disodorkan padanya, matanya menatap penuh amarah pada makhluk itu. Merasa ditantang si orc itu naik pitam, dijambaknya rambut emas itu lebih kuat dan dicubitnya salah satu putingnya sehingga dia mengerang kesakitan. Kesempatan itulah yang dipakai si orc untuk menjejali mulut Sharon dengan penis hijaunya. Wajah Sharon didorong ke arah penisnya tanpa peduli kesulitannya bernafas. Benda itu hanya masuk kepala dan sebagian batangnya saja karena besarnya. Orc itu lalu menggerak-gerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut Sharon. Sharon sendiri bekerja keras menghisap dan mengulum benda itu dalam mulutnya. Kulumannya sungguh membuat orc itu mengerang-ngerang keenakan.

Sharon merasa penis yang dikulumnya berdenyut lebih keras, rupanya orc itu sudah mau keluar. Disertai suara geraman yang lebih keras, cairan itu muncrat banyak sekali melebihi yang disemprotkan manusia, tentu saja mulut Sharon tidak dapat menampung seluruh cairan itu, dia tersedak dan cairan itu sebagian meluber di bibirnya. Dia tak bisa berbuat apa-apa selain cepat-cepat menelan semua cairan itu agak tak terlalu terasa. Sehabis berejakulasi di mulutnya orc itu menelentangkan tubuh Sharon. Dia membentangkan kedua belah pahanya dan mengambil posisi diantaranya, tangan kanannya mengarahkan penisnya memasuki vagina Sharon.

Orc itu mulai memompakan penisnya di dalam vagina Sharon. Jeritan histeris terdengar dari mulutnya setiap kali orc itu mengirimkan tusukan keras ke vaginanya. Lainnya yang menonton memberikan sorak sorai seperti sebuah pertandingan sepak bola, semakin Sharon histeris, semakin seru mereka menyorakinya. Sharon menggigit bibirnya menahan sakit, dia merasakan tubuhnya robek oleh penis orc itu.
“Uuhh…unghh…vaginamu benar-benar enak, bitch !” ejek orc itu, sementara tangannya dengan gemas meremas-remas payudaranya. Beberapa saat kemudian badan orc itu mengejang sambil mempercepat hentakkannya, kedua tangannya semakin erat mencengkram payudaranya. Akhirnya dengan mengerang panjang orc itu memuntahkan spermanya di vagina Sharon.

Melihat Sharon tidak bersama dengannya mencapai orgasme, orc itu menjadi kesal
“Kurang ajar, sudah diperkosa saja masih sombong tidak mau orgasme denganku, hah !” bentaknya sambil menjambak rambut Sharon, wajahnya yang mengerikan tidak jauh dari wajah cantiknya melototinya
Sharon hanya menanggapinya dengan tatapan mata dingin dan senyum sinis, lalu ‘puuiiihh !’ diludahinya wajah monster itu. Sungguh bagaikan seekor singa betina, keangkuhannya tidak runtuh sekalipun dalam kondisi genting bagi seorang wanita seperti ini.
“Hehehe…hebat, berani sekali, tidak percuma kau jadi jenderal di negeri Shadow, tapi coba kita lihat apa sekarang kamu masi bisa sombong, anak-anak beri pelajaran pada pelacur ini !”

Mendengar aba-aba itu, lima orc maju secara serempak mengerubuti tubuhnya. Mereka sudah tidak tahan melampiaskan nafsunya karena daritadi hanya menonton. Kini mereka sudah mulai berpesta dengan tubuh Sharon
“Ayo memohon dan minta ampun manis, mungkin aku akan kasihan dan menjadikanmu selir kesayanganku, hahaha…!” jenderal orc itu tertawa-tawa menghinanya.
Sementara itu Sharon berjuang keras melawan kelima orc yang sedang mengerjainya, dia juga berjuang dengan dirinya sendiri antara perasan nikmat dan benci. Kelimanya melucuti sisa-sisa pakaian yang masih menempel di tubuhnya, sarung tangannya mereka sobek di bagian telapak tangan supaya bisa merasakan kehalusan tanganya.

Salah satu orc menyelipkan kepalanya diantara kedua paha jenjang itu dan menjilati vaginanya yang telah basah, dua orc lainnya masing-masing bermain dengan payudara kanan dan kirinya, mereka dengan bernafsu memijat, menjilat, dan mengisap kedua gunung itu, satu lagi yang berlutut dekat wajahnya menarik kepala Sharon dan dengan paksa menjejali mulutnya dengan penisnya, dan satu orc lainnya meraih tangannya untuk dipakai mengocok penisnya. Sharon mulai merasakan ada yang aneh menggelitik dari bawah, orc itu sedang asyik menyedot dan menjilati vaginanya, lidahnya yang panjang menerobos masuk ke sana serta menjilati dinding-dinding kemaluannya sehingga dia tak dapat menahan tubuhnya menggeliat-geliat, kedua belah paha mulusnya semakin erat mengapit kepala si orc.

Orc yang tadi melumat payudara kirinya kini naik ke dadanya, lalu menyelipkan penisnya diantara kedua bukit kembar itu. Dia mengocok penis itu diantara himpitan kedua bongkahan kenyal itu, sambil mengocok terkadang dia memilin putting susu yang sudah mengeras itu.
“Emmphhh…eengg…mmm !!” desah Sharon tertahan oleh penis hijau di mulutnya
Orc yang dikulum penisnya orgasme duluan, spermanya tertumpah bagaikan air bah di mulut Sharon, cairan itu meluap keluar mulutnya membasahi bibir dan meleleh ke lehernya karena tidak seluruhnya dapat tertampung di mulut. Orc yang ngocok dengan payudaranya juga menyusul tidak lama kemudian, spermanya muncrat di dada dan wajahnya.

Masih belum beres dia mengatur nafasnya, mulutnya sudah diisi lagi dengan penis orc yang tadi dikocok dengan tangannya. Sementara orc yang tadi menjilati vaginanya kini sudah mengaduk-aduk liang itu dengan penisnya. Tak lama orc itu menghentikan genjotannya, dia mencabut penisnya dan segera menyemprotkan spermanya ke perut Sharon. Kelima orc itu pun akhirnya menyelesaikan hasratnya, mereka berejakulasi di luar maupun di dalam tubuh Sharon. Jenderal orc itu mendekati tubuh Sharon yang sudah lemas dan basah baik oleh sperma, keringat, maupun liur. Diangkatnya kepalanya lalu berkata di dekat wajahnya
“Bagaimana manis, kau sudah mulai menikmatinya kan ? Ayolah, asal kau mau jadi selirku tidak akan kubiarkan mereka menyentuhmu lagi”

“Baiklah, aku akan mengatakan satu hal padamu” kata Sharon dengan nafas masih terengah-engah
“Hehehe…baiklah sayang, tentunya kau ingin mengakhiri ini semua kan, coba katakan saja padaku”
“Pergilah ke neraka, bangsat !” teriaknya di depan wajah jenderal orc itu
“Oooo…kau sungguh mengecewakanku manis” kata jenderal orc itu sambil geleng-geleng kepala “Hei, anak-anak, sepertinya dia kurang puas, coba puaskan dia sampai tidak bisa bangun lagi !”
Kembali Sharon mengalami siksaan birahi itu. Belasan orc itu memperkosanya secara bergilir, sekali maju bisa mencapai 3 sampai 6 orang. Kali ini Sharon sudah tidak berontak sedikitpun, kesadarannya sedikit hilang, dia hanya mengikuti saja diperlakukan apapun oleh makhluk-makhluk itu, matanya menatap kosong ke langit yang sudah menguning.

Sperma mereka berceceran di sekujur tubuhnya, pangkal pahanya banjir oleh sperma yang telah bercampur cairan cintanya yang tidak dapat tertampung lagi di tempatnya. Berbagai gaya telah dipraktekkan mereka terhadap Sharon dan berkali-kali dia mencapai klimaks. Dia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya, namun dia juga tidak dapat menyangkal rasa nikmat luar biasa yang belum pernah dialami sebelumnya, bahkan ketika bercinta dengan Astral, pujaan hatinya sekalipun. Setelah semua orc itu mendapat jatahnya, nafsu si jenderal orc timbul lagi, diperintahkannya untuk menyiram tubuh Sharon yang telah basah dan lengket oleh macam-macam cairan itu dengan air.

Guyuran air itu membuatnya merasa lebih segar, tapi itu bukan akhir dari penderitaannya karena jenderal orc itu langsung menaikkan tubuhnya ke pangkuannya dan menekan tubuhnya ke arah penisnya hingga benda itu amblas ke dalam vaginanya. Cairan yang sudah membasahi vaginanya membuat penis itu bergerak makin leluasa. Matanya merem-melek, pinggulnya ikut meliuk-liuk menahan genjotan di bawahnya, kedua payudaranya yang berayun-ayun dijilati oleh jenderal orc itu. Sensasi yang luar biasa membuatnya tidak terkendali, sekali waktu ketika tangannya sedang menggapai-gapai lalu mencengkram rumput dibawahnya, dia merasakan memegang suatu benda panjang seperti dahan kayu.

Dengan ekor matanya dia melihat ke bawah, ternyata yang dia pegang itu adalah anak panah yang tadi menghantam pedangnya hingga jatuh dan tak jauh dari sana juga dia melihat senjatanya masih tergeletak di tempat asal. Rupanya tanpa di sadari sejak diperkosa tadi tubuhnya telah berpindah-pindah kesana-kemari. Orc-orc yang telah kesetanan itu juga tidak memperhatikan anak panah di antara rerumputan itu dan ini adalah suatu kesalahan yang fatal bagi mereka. Dengan senjata di tangannya, Sharon merasa mendapatkan tenaganya kembali. Maka sambil menunggu kesempatan baik, dia mendapat akal membuat orc itu orgasme sehingga tenaganya melemah. Sharon menggoyangkan pantatnya makin cepat, dia juga melumat mulut orc itu dan memainkan lidahnya selama beberapa menit dengan harapan mempercepat orgasmenya.

Usahanya membuahkan hasil, dengusan nafas orc itu makin cepat dan semakin memacu gerak pinggulnya sambil mencengkram pantat Sharon. Akhirnya dia menggeram panjang, tubuhnya mengejang dengan mata terbelakak, spermanya kembali menyemprot deras di dalam rahimnya.
“Wah, hebat juga gayamu tadi manis, jadi sekarang kau sudah bersedia menyerah padaku ya”
Jenderal orc itu merasa geli ketika Sharon menjilati lehernya. Ketika sampai di telinga Sharon berbisik padanya “Sampai jumpa di sisi tuhan !”
Jenderal orc itu terkejut, tapi sebelum sempat menyadari semuanya tiba-tiba sebatang anak panah sudah menancap di pelipisnya diiringi jeritan panjang seperti serigala terluka. Tubuhnya menggelepar-gelepar di tanah memegangi kepalanya.

Tanpa buang waktu lagi Sharon segera melepaskan diri dari dekapannya dan menyambar pedangnya yang tidak jauh dari situ. Secepat kilat pedang ditikamkannya pedang itu pada dada musuhnya, dengan satu jeritan panjang makhluk itu melepas jiwanya. Anak buahnya yang masih kecapaian terkejut dengan kejadian yang tidak pernah mereka duga itu. Dengan pedang ditangannya, Sharon ibarat ikan mendapatkan air, kekuatannya seperti pulih lagi. Tiga orc yang merangsek ke arahnya segera ambruk seiring dengan tebasan pedangnya. Lainnya segera memungut senjata masing-masing dan menyerbu ke arahnya, dentingan senjata beradu terdengar kembali.

Prajurit-prajurit kroco seperti ini bukanlah tandingan Sharon, maka dalam waktu kurang dari 10 menit saja mayat-mayat orc sudah bergelimpangan. Sasaran Sharon berikutnya adalah orc yang barusan memanahnya, tanpa mendapat banyak perlawanan berarti, dia berhasil menebas tubuh lawannya itu hingga terbelah dari baru sampai ke pinggang. Tinggal satu orc lagi yang tersisa, dia sudah mundur-mundur dengan posisi telentang di tanah memohon-mohon ampun pada Sharon yang menempelkan ujung pedangnya pada lehernya, dia masih belum sempat bercelana, penisnya sudah tidak setegak tadi lagi karena sekarang sedang dirundung ketakutan yang amat besar. Tatapan tajam gadis itu membuat makhluk itu tidak berani menatap wajahnya.

“Ampun…ampun, tolong kasihani saya…aaa..!!” makhluk itu menjerit sambil menyilangkan tangan menutupi wajahnya ketika Sharon mengibaskan pedangnya.
Suara mengerang kesakitan terdengar nyaring. Makhluk itu membuka kembali matanya dia tidak mati, tapi betapa kagetnya melihat bagian bawahnya yang sudah berlumuran darah. Ternyata kemaluannya telah ditebas oleh pedang sehingga kini dia nampak kesakitan memegangi pangkal pahanya yang sudah dikebiri itu.
“Hei, dengar ya…sekarang kamu pergi dan katakan pada rajamu bahwa sebentar lagi pasukan kami akan menembus perbatasan kalian dan membuatnya seperti ini, dan sebelum saya berubah pikiran sebaiknya kamu pergi cepat !” bentak Sharon
Makhluk itu pun pergi dengan tertatih-tatih memegangi selangakannya.

Sekarang tinggal Sharon sendirian di hutan itu, hari mulai gelap. Dia membersihan tubuhnya yang penuh bercak darah dari pertarungan tadi dan memunguti apa saja untuk menutupi tubuh bugilnya. Dengan pedangnya dia memenggal kepala jenderal orc itu dan segera meninggalkan tempat itu untuk kembali ke markas tentara Shadow dengan membawa kepala jenderal orc itu. Sharon kembali ke perkemahan dengan disambut seperti pahlawan, tentunya dengan pengorbanan yang sangat besar termasuk harus mengalami penghinaan berupa perkosaan massal.
------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar