Hujan rintik masih menghiasi langit malam itu.
Seolah turut mendramatisir sebuah insiden yang terjadi di sebuah kamar hotel
berbintang di ibukota ini. Beberapa pria berbadan tegap mengenakan seragam
polisi terlihat sibuk di dalam ruangan itu. Sesosok pria terbaring tanpa
nyawa-tanpa busana diatas ranjang kamar itu. Matanya melotot dan mulutnya
menganga. Seorang pria berkumis samar mendekati mayat itu.
“pria
yang beruntung...” ucap pria itu
seraya melihat mayat yang tergeletak itu. Dia menoleh ketika mendengar langkah
kaki mendekatinya. Seorang pemuda berumur 22an mendekatinya, rambut belah
samping tanpa poninya rapi menghias kepalanya.
“apa yang
kita punya disini?” tanya pria
yang baru saja masuk.
“tidak
ada tanda-tanda kekerasan atau racun tertentu, sepertinya masa sewa pria ini
memang sudah habis.. Hey!! Berapa kali kubilang jangan merokok di TKP!!”
“Ayolah
Dean, kau sendiri kan yang bilang? Pria tua ini mati karena masa sewanya di
dunia memang sudah habis... lantas apanya yang TKP??”. Sergah pemuda itu sambil meninju pundak
rekannya.
“Paling
tidak tunggu sampai tim forensik selesai” jawab Dean disusul tawa renyah sang pemuda.
Sang pemuda berjalan mendekati gagang telepon di
samping mayat tersebut, gagang telepon itu terbuka, pertanda bahwa telepon itu
baru saja digunakan. Pandangannya menyisir lampu meja berukiran bunga sakura
dengan warna krem lembut hingga akhirnya pandangannya berakhir pada sebuah
asbak berbentuk naga yang berisikan beberapa puntung rokok. Pemuda itu
mendekati asbak tersebut.
“Dean,
pinjamkan aku pinset” ujar pemuda
itu pada Dean. Tanpa banyak bicara Dean menyerahkan pinset.
Pemuda itu memutar beberapa puntung rokok dalam
asbak itu, beberapa diangkatnya lalu diperhatikan dengan seksama, satu demi satu
puntung rokok itu diperiksanya. Beberapa petugas dari tim forensik mendekati
Dean, mereka berbincang-bincang sebentar, Dean mengangguk dan petugas-petugas
itu mulai membungkus sang mayat.
“ada yang
kau temukan Rio?” tanya Dean
sambil mendekati pemuda itu. Sang pemuda itu menggeleng. “kau tahu? Melihat keadaan dan semua kemungkinan... kau benar, mungkin
aku berlebihan jika menyebut tempat ini sebagai TKP”. Kata Dean.
Rio meletakkan kembali asbak tersebut di
tempatnya, lalu berbalik ke arah Dean. “aku
harus ke kamar kecil” ujar Rio.
“gunakan
kamar mandi umum di lobby!”
sergah Dean.
Rio tetap saja bergegas masuk ke kamar mandi kamar
hotel ini, Dean bergerak untuk mencegah rekannya yang suka ceroboh ini. KLONTANG!!
Kaki Rio menabrak tempat sampah besi di dekat pintu kamar mandi, isinya
berhamburan mengotori lantai.
“Bagus!!
Sekarang kamu menyempurnakan TKP!!” teriak Dean kesal, “berapa kali
kubilang agar kamu lebih hati-hati saat berada di TKP?!!”.
Dean menghentikan omelannya ketika melihat Rio
berjongkok di dekat sampah-sampah yang keluar dari tempat sampah itu. Rio
menyingkirkan tong sampah itu dengan ujung sepatunya, dikeluarkannya pinset
dari sakunya untuk mengambil sesuatu yang tadinya terjepit di bawah tempat
sampah plastik itu.
“kau tahu
Dean...” katanya kemudian, “aku memang harus minta maaf padamu...” Rio
bangkit dan menunjukkan benda diujung pinsetnya pada Dean. “ini memang TKP...” ujarnya.
SILENT ROSE Case 01 : DEADLY SILENT
Pak Qadar Wijaya turun dari limousinenya tanpa
ragu, 7 orang bodyguardnya selalu ada disamping dan mengawal langkahnya.
Kehadirannya yang cukup eksentrik itu mau tidak mau menarik perhatian
orang-orang yang ada disana. Dengan menghisap cerutunya Qadar Wijaya cuek bebek
melenggang kangkung memasuki lobby hotel berbintang tersebut. Dua orang gadis
muda dan cantik menyambutnya di lobby, Qadar Wijaya tersenyum dan menjabat
tangan kedua gadis itu.
“Mana
Anjar? Kenapa aku tidak melihatnya?”. Qadar bertanya pada salah satu gadis muda itu.
“bapak
Anjar akan segera hadir, namun kami sudah membawa berkas-berkas yang
diperlukan” ujar salah satu dari
gadis itu. “ups! Maaf pak... perkenalkan
saya Astri dan ini Misha... kami berdua asisten Pak Anjar”.
Gadis itu sedikit menunduk menunjukkan
kesopanannya. Pak Qadar melihat gadis itu dari ujung sepatu, betis dan lutut,
paha yang setengahnya tertutup rok mini polos berwarna coklat muda, dipadu
dengan kemeja merah muda yang tidak mampu menyembunyikan lekuk pinggang dan dua
buah dada yang disangga dengan baik oleh bra. Pandangan pak Qatar terus naik ke
arah leher jenjang sang gadis yang putih mulus, dan berakhir di wajah manis
yang menawan dengan polesan make-up berkesan natural, berpadu apik dengan
rambut hitam yang disanggul menarik.
‘si Anjar
memang jago kalo dalam hal cewek’ gumam Pak Qadar dalam hati.
“jadi
kalian asisten Anjar untuk event kali ini?” tanya pak Qadar sambil terus menerus memandangi tubuh Astri. “kalo begitu ayo masuk ke ruangan sambil
menunggu Anjar tiba”. Katanya sambil bergegas masuk ke sebuah ruangan
private yang memang khusus disewa untuk pertemuan bisnis kali ini.
“maaf,
untuk kenyamanan ruangan hanya bisa diisi maksimal 4 orang” ujar seorang pria petugas hotel berseragam biru
yang bertugas menjaga pintu ruangan.
Pak Qadar terlihat terkejut, dua orang bodyguard
pak Qadar langsung mendaratkan dua pukulan telak pada wajah dan perut petugas
itu.
“Ough...!!” rintih petugas itu sebelum mulai tersungkur
jatuh, dua bodyguard itu menahannya dan menyeretnya menyingkir. Petugas-petugas
hotel yang lainnya tampak kaget namun tidak berani bereaksi, mereka diam tak
bergeming menyaksikan dua bodyguard menyeret karyawan hotel itu keluar dari
tempat kerjanya sendiri. Pak Qadar, Astri dan Misha memasuki ruangan. Namun
tiba-tiba Pak Qadar menahan Misha, “kamu
urus bodyguardku saja... sepertinya kamu belum begitu profesional, lagipula aku
tidak suka amatir” ujar pak Qadar setengah tertawa. “Boshwa, Amang... temani Misha” kata Pak Qadar dingin, tanpa
memperdulikan pandangan mata Misha yang memancarkan ketakutan dan kebingungan.
“dia
memang masih magang, dan ini hari pertamanya Pak...” Astri berbisik pelan pada Pak Wijaya. “pak Anjar membawanya khus..”.
“aku
tidak peduli, kamu mau masuk atau anak buahku yang menemanimu?”. Jawab pak Qadar dingin. Astri terdiam dan
meneruskan langkahnya.
Beberapa meter dari hotel tersebut, sedikit jauh
dari jalan terdapat sebuah semak-semak yang cukup tertutup. Dari luar tidak
terlihat tanda-tanda keberadaan makhluk hidup di semak-semak itu, hanya saja,
jika mau sedikit memicingkan mata, niscaya kita bisa melihat sebuah garis
berkelok berwana putih ke abu-abuan melayang lembut dari balik semak-semak itu.
Seorang pemuda menyeka darah yang sedikit keluar di ujung bibirnya kemudian
menghisap kembali rokok ditangannya dalam-dalam. Pemuda yang mengenakan seragam
petugas hotel berwarna biru itu tampak sibuk dengan smartphonenya sebelum
akhirnya berdiri dan memandang dingin pada dua orang bodyguard Pak Qadar yang
terpuruk di rerumputan tak sadarkan diri...
-------------------------------
<SEX SCENE 01 : MISHA VS BOSHWA & AMANG>
Suara isak tangis seorang gadis terdengar lirih
dari sebuah mobil box hitam di sudut parkiran hotel, seorang gadis tampak
ketakutan diapit dua orang pria kekar bersetelan jas hitam yang tampak seram,
gadis itu adalah Misha, salah satu anak buah pak Anjar yang tadinya ditugaskan
untuk memuluskan deal pak Anjar dengan pak Qadar, kancing kemeja coklat muda
yang dikenakan gadis itu sudah tidak pada tempatnya, bra putih tipisnya telah
tersingkap ke atas, senasib dengan rok pendek longgar berwarna merahnya. Make-up
tipis yang tadinya rapi menghiasi wajah cantik sang gadis seolah raib
tersembunyi oleh wajah ketakutan sang gadis, rambut panjangnya tergerai tak
beraturan diatas jok mobil van itu, namun wajah cantik Misha malah terlihat
makin menggairahkan dengan mata berkaca-kaca. Ironis dengan apa yang terlihat
dari Misha, kedua lelaki yang mengapitnya, Boshwa dan Amang terlihat begitu
menikmati apa yang mereka lihat, Boshwa yang merupakan penduduk asli
Timor-timur, berkulit hitam, berwajah kasar dengan rambut gimbal dan badan
kekar akibat rajin berolahraga itu terlihat sangat menikmati kulumannya pada
buah dada ranum Misha yang tak lagi terhalang apapun. Dengan kasar dia
menghisap dan memberikan gigitan-gigitan pada buah dada gadis muda itu. Misha
tak bisa bergerak meski dia sangat ingin berontak, untuk bersuara saja dia
hanya bisa mengeluarkan gumaman gumaman kecil. Amang, pemuda Papua yang
berbadan tak kalah kekar dengan potongan rambut seperti tentara, kulit hitam
dan wajah yang tidak lebih baik dari Boshwa menahan rintihan Misha dengan
lumatan di bibir Misha, tangan kanannya menahan tangan Misha, sedang tangan
kirinya aktif meremas-remas buah dada Misha. Sesekali tubuh Misha meronta, tapi
tenaga mereka jauh lebih besar.
“baik
banget si Bos ngasih kita daun muda seger gini...” celoteh Boshwa sambil melepaskan hisapannya
sejenak, tangan kanan Boshwa yang tadinya mengelus dan meremas pantat sang
gadis, berpindah ke selangkangan Misha yang masih tertutup celana dalam pink
berbahan sutra, membelai-belai dengan kasar, membuat erangan tertahan Misha
sedikit lebih keras dan tubuh Misha menggeliat meronta.
“Engggh......!!!” Misha melenguh saat jari Boshwa menggesek
selangkangannya makin kasar, sebuah lenguhan kesakitan yang mampu menaikkan
birahi kedua lelaki buruk rupa yang mengapitnya. Amang melepaskan ciumannya,
dengan lidahnya dia menjilati leher jenjang Misha sebelum mengecup dan
menghisapnya kuat-kuat.
“aAAhh...
Hhh.. hiks... ampun... sudah... ampun...” Misha memohon sambil sesenggukan. Hisapan Amang turun lagi ke putingnya
yang berwarna kecoklatan, meninggalkan bekas-bekas merah di leher Misha yang
berkulit coklat terang. Tubuh Misha kembali meronta, namun tidak ada hasil.
“jjangan...
nggh... ammphuunhh...” sedu Misha
semakin kencang saat tangan Boshwa bergerak melucuti celana dalamnya... “janghaanhh... saya masih perawan..”
Misha kembali mengiba. Boshwa hanya membalas pandangan sayu Misha dengan
seringai melebar.
Derap langkah kaki terdengar mendekati mereka, Amang menolehkan kepalanya, tiga
orang satpam yang bekerja di hotel itu sedang berjalan mendekati mereka. Amang
menghentikan aktifitasnya di buah dada Misha dan memberi kode pada Boshwa.
Mereka bertatapan sejenak sebelum dengan sigap Amang beranjak mendekati ketiga
satpam itu. Boshwa mendorong tubuh Misha ke dalam mobil, dan menutup pintu
mobil, Misha dan Boshwa kini tinggal berdua di dalam mobil. Sambil mengunci
tubuh Misha, Boshwa memperhatikan Amang dan ketiga satpam itu.
“semua
aman disini, ga usah mendekati mobil, saya orang kepercayaan pak Qadar” Amang mencegah ketiga satpam yang tadi mendekati
mobil.
“tadi
kami mendengar suara cewek..,”
seorang satpam tua berbadan ceking mencoba menjelaskan.
“itu
hadiah bos kami... tidak ada masalah” Amang memotong sambil menyampingkan ujung jasnya, sengaja memperlihatkan
pistol yang bersarang di pinggangnya. Ketiga satpam itu memperhatikan pistol
itu dan mereka tampak ragu. Mereka diam sejenak.
“ya sudah
tidak ada masalah...” jawab
Satpam muda bergigi tonggos dengan tulisan “Tejo” terukir di badge nama
seragamnya.
“bagus...” Amang tersenyum seram. Tiba-tiba matanya sedikit
berbinar. “atau kalian mau ikut nonton
bokep gratis?” Amang mengutarakan ide gila yang baru saja terlintas di
benaknya.
“tidak
terima kasih. Kami sedang bertugas” tolak satpam tua itu tegas sambil memberi kode pada dua satpam lainnya
untuk kembali ke pos jaga.
Selagi Amang berbicara dengan para satpam ga mutu
itu, Misha setengah menjerit memohon ampun, Boshwa telah menurunkan celananya
dan mengeluarkan penis hitamnya, gadis muda itu mencoba berontak sebisanya,
namun badannya tertindih oleh Boshwa dan mulutnya dibungkam oleh tangan kanan
Boshwa, Boshwa menuntun penis hitamnya ke mulut vagina gadis cantik itu, Misha
terisak sejadi-jadinya, badannya menegang kaku saat penis hitam itu membelah
bibir vaginanya. Matanya terpejam menahan sakit yang luar biasa saat Boshwa
menekan penisnya keras-keras tanpa ada belas kasihan. Tidak peduli vagina Misha
belum cukup basah, tidak peduli bahwa Misha benar-benar masih perawan.
“Uooooghhh...” Boshwa melenguh kencang bebarengan dengan pekikan
keras Misha yang menandai robeknya selaput dara gadis cantik itu.
“AAAAAAKKKHHH!!!.....” pekikan Misha mengalihkan perhatian Amang dan
ketiga satpam yang hendak kembali ke posnya.
Sejenak mereka memperhatikan Boshwa yang terlihat
dari kaca jendela mobil. Memperhatikan bagaimana tubuh Boshwa terlihat
naik-turun dengan cepat membuat mobil van itu bergoyang lumayan kencang.
“ada
masalah lagi?!” ucapan keras
Amang membuat ketiga satpam itu tersadar dan berbalik meneruskan langkahnya
sambil berbisik-bisik satu sama lain. Setelah memastikan para satpam itu
menjauh, Amang kembali ke arah mobil yang bergoyang makin kencang.
“Haaahh...
AAWWHH!! Hiks!...Sshaaakkii..hiiittt...!” jerit Misha berulang-ulang di bawah tindihan Boshwa yang menggenjotnya
tanpa ampun.
“mantap
banget perawan... uuhh.. uuh... meki kamu enak banget...” ceracau Boshwa menikmati jepitan vagina Misha
yang (beberapa menit lalu) masih perawan.
Amang membuka pintu mobil, dan memperhatikan penis
Boshwa yang keluar masuk sangat cepat di vagina Misha. Misha terpejam meringis
menahan perih. Lenguhan nafasnya terdengar setengah menjerit. Siapapun dapat
melihat bahwa persetubuhan yang terjadi kali ini adalah persetubuhan satu arah,
dimana hanya Boshwa yang terlihat mengejar kenikmatannya dengan egois.Badan
Boshwa semakin rapat menindih tubuh Misha, membuat buah dada gadis cantik itu
tergencet, keringat Boshwa mulai bermunculan namun pompaan Boshwa tetap saja
kencang tak beraturan, membuat ban mobil itu ikut naik turun tak beraturan.
Amang duduk dan menyalakan rokoknya, sambil seksama menyaksikan gadis muda yang
sedang dinikmati temannya menggeleng-geleng mohon ampun.
“terima
nih!! Uooonngghhhh!!” Boshwa
mengangkat tubuhnya sedikit dan membenamkan seluruh batang penisnya dalam
vagina Misha sambil menghentak keras berkali-kali.
“AaaanNNGHH!!” Misha memekik setiap Boshwa menghujamkan penisnya
dalam-dalam dengan hentakan-hentakan lambat namun keras. Dia dapat merasakan
beberapa semprotan cairan benih Boshwa di setiap hentakan. Boshwa telah menodai
dirinya, mengeluarkan benih di rahimnya, hal itu membuatnya putus asa.
Baru setelah beberapa hentakan keras Boshwa
mencabut penisnya, nafas Boshwa masih berpacu, Gadis cantik bernama Misha itu
terlihat tanpa daya terbaring di jok mobil dengan kemeja terbuka dan basah
akibat keringat Boshwa, perutnya terasa hangat, begitupun air mata yang meleleh
di pipinya, namun ini belum selesai, beberapa detik kemudian Amang menariknya
keluar dari mobil, menelungkupkannya diatas kap sebuah kijang silver di sebelah
mobil mereka yang entah milik siapa, Misha masih belum bisa bereaksi, badannya
masih sangat lemas saat Amang melolosi kemejanya, diikuti bra, hingga akhirnya
Misha dapat merasakan rok mini bergelombangnya jatuh ke lantai tempat parkir
ini. Beberapa karyawan hotel melewati tempat parkir itu, jelas, mereka melihat
apa yang terjadi disana, namun tidak berani bereaksi sama sekali. Beberapa
malah memilih duduk agak jauh untuk menyaksikan pemerkosaan ini.
“ammpphuunnh..AAKKH...AA!!” Gadis cantik itu menjerit, tubuhnya terdorong ke
depan, membuat payudaranya terayun menggesek kap mobil saat Amang melesakkan
penisnya dari belakang. Tubuh telanjangnya yang berkilat menggeliat dan itu
membuat beberapa karyawan hotel yang sengaja menontonnya bergumam-gumam, Amang
justru menikmati disaksikan orang banyak seperti itu, Misha merintih sambil
memejamkan mata, pasrah bersandar pada kap mobil saat Amang mulai menggenjot
penisnya dari belakang.
“nggh..
aagh..ngg...ngeehh...” kepasrahan
Misha ini ternyata malah menjalarkan rasa yang berbeda dengan saat
keperawanannya dirobek oleh Boshwa tadi, rasa perih itu hanya ada sesaat,
vagina Misha mulai berkedut, merasakan suatu kenikmatan sendiri. Misha hanya
mendesah dengan mata terpejam dan bibir sedikit terbuka. Di belakangnya, Amang
memompa penisnya dengan teratur, cepat, kasar, namun teratur. Kedutan di
dinding-dinding vaginanya makin lama makin terasa dan makin kuat, membuat penis
Amang juga makin terasa nikmat. Misha memejamkan matanya hingga akhirnya dia
merasa seperti terdorong ke atas dan...
“NGGGGHHHHH
AAAAGGGHHH!!!!...” Misha melenguh
dan menjerit panjang, badannya mengejang ke depan, payudaranya makin berayun,
Amang terdiam sejenak, dia merasakan ujung kepala penisnya disiram oleh sesuatu
yang hangat. Amang tersenyum saat menyadari bahwa gadis muda yang tengah
digenjotnya ini orgasme. Karyawan-karyawan yang menyaksikan semakin riuh
bergumam.
Sesaat Misha seperti hilang keseimbangan, tubuhnya
terjatuh melorot dari kap, Amang dengan sigap menahannya dan semakin merapatkan
tubuh Misha ke kap mobil kijang itu, Amang meremas kedua payudara Misha sejenak
sebelum mengalihkan pegangannya ke pinggang ramping gadis itu, dan menjadikan
pinggang ramping gadis itu pegangan untuk memacu genjotan penisnya semakin
dalam dan kencang hingga tubuh Misha terdorong-dorong dan kembali mendesah-desah
lirih.
“HHHHH!!!” Amang mendengus keras sambil melesakkan penisnya
dan berejakulasi di dalam vagina gadis cantik itu.
Misha kembali memejamkan mata merasakan semprotan-semprotan
cairan hangat di dinding-dinding rahimnya. Tanpa menunggu lama, Amang mencabut
kembali penisnya, merapikan celananya dan bergegas mengikuti Boshwa kembali
menemui sang Bos. Meninggalkan Misha yang terkulai tanpa busana diatas kap
mobil. Setelah dua bodyguard itu pergi, beberapa karyawan berjalan mendekati
Misha, Misha menyadari itu, dia berusaha bangkit dan mencari pakaiannya, namun
tidak ada!! Sepertinya Boshwa dan Amang membuang pakaian Misha entah kemana.
Misha panik, tidak mungkin dia lari dalam keadaan telanjang bulat begini,
sedang para karyawan yang tadi menontonnya sudah dekat, Misha tidak punya jalan
keluar selain meringkuk sambil terisak di tepi mobil saat karyawan-karyawan itu
mengitarinya.
“hot
banget ngentotnya non? Cantik pula” celoteh salah seorang dari mereka.
“sayang
jadi perek” celoteh yang lain
lagi
“mau dong
ama kita?, boleh dong kita nyumbang sperma?” gurau yang lain.
“goblok
loe! Ama orang-orang jelek item aja dia mau... apalagi ama kita ya ga??” seru yang lain diikuti tawa yang lainnya.
“jangan...” Misha mengiba saat dua orang dari mereka
melonggarkan tangannya sehingga buah dadanya terlihat jelas.
“gua pake
mekinya dulu, loe mulutnya, ntar gantian” ujar salah satu dari dua orang itu.
“HEY!
SUDAH!! BUBAR!!” suara teriakan
menghentikan aksi karyawan-karyawan mesum itu, tiga orang satpam yang tadi
muncul. Para karyawan itu bubar seketika. Misha kembali meringkuk menutupi
tubuhnya.
“tutupi
pake ini aja non sementara”
satpam tua menyodorkan jaket satpamnya ke Misha, gadis cantik itu menerimanya. “non ke pos jaga dulu aja, sambil kami
cariin baju buat non”.
Misha tersenyum “makasih pak” lalu berdiri dan menggunakan jaket satpam itu untuk
menutupi bagian depan tubuh telanjangnya. Kedua satpam yang lain berbaik hati
membantu Misha yang terlihat sangat lemas. Untunglah di dunia ini masih ada
orang-orang baik, gumam Misha dalam hati. Satpam bernama Tejo menutupi bagian
belakang tubuh Misha dengan jaketnya
“mari
non”. Misha dan ketiga satpam itu
berjalan menuju pos jaga.
Dan beberapa menit kemudian pekikan Misha kembali
terdengar dari dalam pos jaga itu.
-----------------------------------------
<SEX
SCENE 01: MISHA VS BOSHWA & AMANG-END>
Sementara ketiga satpam brengsek itu tengah sibuk
menancapkan penis-penis mereka di seluruh lubang di tubuh Misha, di sebuah
kamar hotel, seorang pemuda menyalakan batang rokoknya dengan santai sembari
mengutak-atik laptopnya. Seragam biru khas karyawan hotel itu tergeletak
berserakan di tempat tidur, pemuda itu adalah karyawan hotel yang tadi menerima
bogem mentah dari bodyguard pak Qadar. Yang tidak diketahui oleh siapapun di
hotel itu, pemuda itu bukanlah karyawan hotel biasa, dia bahkan bukan karyawan
hotel itu. Nama pemuda itu Christian D Ambaraksa, yang biasa dipanggil “ian”,
berprofesi sebagai penulis lepas di salah satu majalah game milik asing yang
baru enam tahun membuka cabangnya di Indonesia. Namun itu semua hanya kedoknya.
Ian bukanlah penulis hebat, dia memang menelurkan beberapa tulsan tapi bukan
tulisan yang hebat, dia lebih terkenal sebagai pembunuh bayaran yang memiliki
codename : Silent Rose. Biasa
menerima tawaran pekerjaan dari sebuah organisasi yang bernama ‘Asocciation’ (ASsasin-SOCial-Crime-In-All-naTION),
sebuah organiasi besar yang tujuan sebenarnya belum juga diketahui. Meski dilatih
dan dibesarkan oleh organisasi, hubungan Silent Rose dan Asocciation tidak
lebih dari rekan kerja belaka. Ian tidak tahu-menahu masalah intern
Association, siapa saja di belakang Association, atau apa tujuan dasar
Association itu sendiri. Ian hanya meneruskan profesi Ayahnya yang gugur
sebagai Silent Rose pertama. Saat
Association mengajukan ‘case’
(sebutan untuk misi dengan target pembunuhan), Silent Rose punya hak untuk
menolak case tersebut tanpa harus
menjelaskan alasan penolakannya. Sebaliknya, Association tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan informasi-informasi yang dapat membantu Silent Rose
dalam menuntaskan case yang
diambilnya. Silent Rose bergerak sendiri, dalam diamnya yang mematikan. Ian
membuka berkas-berkas informasi yang dia miliki mengenai case kali ini. Qadar
Wijaya, pemilik industri tekstil terbesar kedua di Asia Tenggara, produk-produk
miliknya yang berlabel “Q-Touch”
sudah menguasai pasar Asia, kegiatan eksport-import yang dijalankan menjadi
salah satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Kampanye “Q-untuk semua” yang diselenggarakannya
dengan membagi-bagikan pakaian pada kaum miskin Indonesia menggaet banyak
simpati dari rakyat Indonesia, presiden bahkan menganugerahi gelar pahlawan
kemanusiaan untuknya secara pribadi. Yang tidak diketahui khalayak umum adalah
orang yang mereka sebut sebagai “Pahlawan Kemanusiaan” itu sendirilah yang
menodai kemanusiaan di negeri ini.
Seminggu yang lalu ian menerima e-mail dari
jaringan khusus Association tentang tawaran Case dengan target Mr, Qadar
Wijaya, berikut dengan bukti-bukti lengkap mengenai kerjasamanya dengan Anjar
Francois, importir elektronik yang merupakan gembong besar pemasokan narkoba di
Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, pihak intelejensi kepolisian telah mencium
adanya penyelundupan narkoba melalui barang-barang elektronik yang diimpor oleh
Anjar, oleh karena itu, Anjar memerlukan bantuan tangan ketiga untuk meneruskan
bisnis haramnya, sosok Qadar Wijaya yang dinobatkan sebagai Pahlawan
Kemanusiaan adalah sosok yang paling tepat, apalagi Q-Touch juga secara
kontinyu mengimpor bahan dari luar negeri. Pilihan yang tepat, karena tak
seorangpun yang akan mencurigainya, banyak orang indonesia yang “mendewakannya”
menjadikannya sosok ideal sebagai panutan tanpa tahu apa yang ada di balik
topeng kemanusiaannya itu. Qadar Wijaya bukan hanya pahlawan kemanusiaan tapi
juga penjahat kemanusiaan. Disempurnakan dengan hobinya terhadap wanita yang
membuatnya layak digelari penjahat kelamin. Hal-hal seperti inilah yang menjadi
alasan ian menerima case. Ian kembali membuka e-mail yang diterimanya dari
Association :
Name :
Qadar Wijaya
Age :
48
Status :
SOCial Crime
Deathline : 5th day of next moth
Proof file : attached
Case Class :
20 STAR
-Case handled by Silent Rose-
Butuh waktu seminggu bagi Ian untuk menggalang
informasi tambahan yang cukup dan mendukung untuk metodenya kali ini.
Bukti-bukti yang dilampirkan Association memang cukup kuat, namun hukum adalah
sesuatu yang patut dipertanyakan efektifitasnya. Ian mengumpulkan data statistik
lima tahun terakhit tentang kematian dan kejahatan serta kesengsaraan yang
dihasilkan oleh barang haram ini. Bagi Silent Rose, dirinya sendiri adalah
sebaik-baiknya penghukum. Ian merapikan semua berkas itu, itu hanyalah hasil
salinan. Berkas-berkas aslinya telah dia kirimkan ke satu deposite box di sebuah bank yang aman. Sementara itu, bukti baru
mengenai tindakan asusila yang sering dilakukan oleh Qadar Wijaya, baru saja
tersimpan di laptopnya.
-Private Meeting Room hotel yang sama, hari yang
sama, 1 jam yang lalu-
-----------------------------------------
<SEX
SCENE 02 : ASTRI VS QADAR WIJAYA>
“Silahkan
duduk Pak...” Astri
mempersilahkan Pak Qadar dengan ramah untuk duduk di kursinya, sedikit centil
Astri menuangkan dua gelas wine dan memberikan satu ke pak Qadar. Pak Qadar
tersenyum, mengambil segelas wine dan tiba-tiba menyiramkannya ke kemeja merah
muda Astri, Astri terpekik kaget.
“waduh...
kemeja kamu basah... terpaksa harus dibuka tuh” seringai Pak Qadar mesum. Astri sebenarnya sebal
dengan perlakuan orang tua itu, namun dia tersenyum, menahan rasa sebalnya
sendiri.
“kalau
minta dibuka pasti Astri buka kok pak... tapi entar selesai bapak periksa
dokumen-dokumen itu...” goda
Astri sambil menunjuk dokumen yang tertata rapi di meja. Pak Qadar melirik
dokumen itu, lalu membukanya. Tidak berapa lama kemudian dia terdiam dan
meraba-raba saku jasnya seolah mencari sesuatu.
“ada apa
pak?” tanya Astri keheranan
melihat tingkah orang tua botak itu. Pak Qadar tidak menjawab, dia berdiri dan
melepaskan jasnya, ditepuk-tepuk lalu dilemparkannya ke sofa sambil kembali
meraba-raba kantung kemejanya sendiri.
“ada yang
hilang pak?” tanya Astri sambil
mencoba bersikap semanis mungkin. Pak Qadar kembali duduk.
“waduh
saya lupa kacamata baca saya... ini tulisan-tulisan kecil disini saya tidak
bisa baca..” ujar pak Qadar
kemudian.
“biar
saya bantu bacakan pak” Astri
menawarkan bantuan.
“ya sudah
sini kamu duduk di pangkuan saya” jawab Pak Qadar ringan.
Sebenarnya bukan itu maksud Astri, dia hanya ingin
membantu membaca tanpa harus duduk di pangkuan si tua mesum ini, tapi
bagaimanapun sudah jadi keharusan bagi dia, sesuai perjanjiannya dengan Pak
Anjar, dia disewa untuk melayani Pak Qadar dalam satu ronde, apalagi menurut
Pak Anjar, Qadar mengalami ejakulasi dini,
“paling
lama 5 menit udah nyemprot”
begitu kata Pak Anjar.
Astri bergerak pelan mendekati Pak Qadar,
pelan-pelan dia berusaha duduk, namun si tua mesum ini benar-benar tidak
sabaran, dengan kasar ia menarik Astri duduk di pangkuannya, membuat Astri
memekik sekali lagi. Si tua mesum itu langsung memeluk tubuh langsing Astri dan
meremas kedua buah dada Astri yang membusung.
“Ah!
Pak... dokumennya dulu..” Astri
berusaha mengarahkan Pak Qadar namun dia tidak berontak.
“kan
sudah saya bilang, kemejamu basah harus dibuka...” celoteh Pak Qadar sambil tangannya mempreteli
kancing kemeja gadis manis itu.
Astri tidak melawan, bahkan saat Pak Qadar
menciumi leher jenjangnya Astri hanya mengeluarkan desisan menggoda, meski
sulit, dia mencoba menikmati perlakuan si tua mesum ini. Kancing demi kancing
lepas dari tempatnya, Pak Qadar segera melolosi kemeja Astri dari tubuh sang
gadis manis ini, Astri mengangkat tangannya sedikit agar kemeja itu cepat lolos
dari tubuhnya, Pak Qadar tersenyum melihat Astri yang mengenakan bra dengan
kancing di depan, memudahkan jari jemari si tua mesum itu untuk melepaskan
kancing bra Astri, buah dada Astri yang berukuran 34 C itu membusung kenyal dan
segera menjadi bulan-bulanan tangan Pak Qadar.
“Ssshh...
eenggh...” Astri melenguh manja mencoba
menikmati remasan kasar Pak Qadar yang diluar perkiraannya, justru seperti
remasan penuh nafsu bocah remaja, seharusnya Pak tua ini lebih berpengalaman,
omel Astri dalam hatinya.
Dengan sengaja Astri meliukkan tubuhnya dan
sedikit menggeser pantat sexynya, membuat penis Pak Qadar yang masih tertutup
celana itu serasa seperti dipijat, namun hal ini buru-buru ditahan Pak Qadar,
sepertinya Pak Qadar takut ejakulasi sebelum mencoblos vagina dara muda ini.
Menyadari itu, Astri tertawa geli dalam
hati.
‘ah! Ini
lawan main yang enteng’ gumamnya
dalam hati. ‘umur aja tua, tapi kemampuan
kayak bocah!’ pikirnya lagi.
Astri mengerjit sedikit jijik saat bibir pak Qadar
memaksanya menerima ciuman-ciuman penuh ludah. Seolah anak kecil kehausan,
lidah pak Qadar menjelajah seluruh rongga mulut Astri, Astri memejamkan mata
dan berusaha mengimbangi lidah liar Pak Qadar, namun begitu Astri bisa
mengimbanginya, lagi-lagi Pak Qadar menghentikan ciumannya dan langsung bermain
di sasaran barunya ; dua bukit kenikmatan Astri.
“Aaaahhhh.....ouuhh..ssshhh...” Astri mendesah nikmat saat Pak Qadar melumat buah
dadanya, lidah pak Qadar menyapu puting susunya, sesekali menghisapnya kasar,
membuat Astri sedikit menggelinjang keenakan. Paling tidak hisapan orang tua
mesum ini tidak seburuk penampilannya. Astri mengejan menikmati cumbuan Pak
Qadar di kedua buah dadanya bergantian.
“Enggghhh....
OOHHH!!” Astri makin merintih
saat dengan kasarnya Pak Qadar menyusupkan tangannya ke balik rok dan celana
dalam Astri, jari pak tua mesum ini langsung masuk ke dalam vaginanya, Astri
meringis menahan pedih akibat perlakuan kasar Pak Qadar, sebenarnya ingin
marah, tapi dia bukan pada posisi yang berhak untuk marah.
‘sabar
Astri... cuman 5 menit aja kok..’ gumamnya menenangkan hatinya sendiri.
“Ohh...
ngghh.... ahh.. ah! Ah!..” Astri
mulai menikmati kocokan jari Pak Qadar pada vaginanya, rasa pedihnya sudah
hilang, vagina Astri mulai merespon Pak Qadar dengan mengeluarkan cairan-cairan
pelumas.
Si Tua Mesum ini mengocok jarinya semakin kencang dengan
nafasnya yang makin menggebu. Astri meliuk-liuk di pangkuan pak Qadar.
Tiba-tiba, seolah sadar akan sesuatu, Pak Qadar menghentikan aktivitasnya dan
memindahkan tubuh Astri ke samping, Astri yang sudah terangsang berat sedikit
terkejut saat Pak Qadar mencabut jarinya. Pak Qadar bangun dari duduknya dan
melolosi celana dalam Astri setelah sebelumnya menggulung rok mini Astri ke
atas. Selanjutnya, dia membuka celananya sendiri. Penis keriput Pak Qadar
tampak kaku dan keras, ukurannya tidak besar, tidak sebanding dengan perut
buncitnya. Tanpa banyak bicara, Pak Qadar segera menindih tubuh Astri, dia
menjatuhkan seluruh tubuhnya ke Astri, membuat Astri merasa sedikit terbebani,
dengan nafas yang memburu, Pak Qadar mengarahkan penisnya ke bibir kenikmatan Astri,
Astri membuka sedikit kakinya untuk memudahkan pak tua ini memasuki tubuhnya.
“Enggghh...
Muantepp... memekmu enaaakk...”
ceracau Pak Qadar saat penisnya membelah liang kenikmatan sang gadis. Astri
melenguh pelan merasakan benda tumpul memasuki dirinya, vaginanya mecengkeram
erat benda itu. Pak Qadar mendiamkan penisnya sejenak menikmati jepitan penuh
kenikmatan dari vagina Astri. Meski basah, cairan pelumas di vagina Astri belum
cukup banyak, sehingga masih terasa sedikit perih.
Setelah dirasa cukup, Pak Qadar melingkarkan
tangannya ke punggung sampai ke pantat sexy Astri dan menggerakkan penisnya.
“hhhhe....ssshh...oohhh..ngghh...” Astri mendesah sexy menikati penis si tua mesum
yang merojok vaginanya dengan teratur.
Permainan Pak Qadar tidak kasar, orang tua mesum
itu bermain pelan sambil menikmati tiap senti dinding vagina Astri. Dalam hati,
Astri memuji permainan lembut si tua mesum ini. Dan beberapa genjotan kemudian
si tua mesum ini mengejang, penisnya berdenyut dan menumpahkan isinya ke dalam vagina
Astri. Astri memekik kaget saat tiba-tiba isi vaginanya terasa hangat,
bukan.... bukan kaget karena banyaknya sperma atau kuatnya semprotan sang
kakek, tapi kaget karena dia baru menikmati permainan ini dan tidak menyangka
Pak Qadar akan keluar secepat itu. Tapi dalam hati Astri bersyukur dia tidak
harus susah-payah meladeni laki-laki yang sebenarnya masuk kategori “tak pantas
menikmati lubang kenikmatannya”.
Pak Qadar segera bangun dan membersihkan penisnya
dengan tissue lalu mengenakan pakaiannya kembali. Astri beranjak bangkit menuju
kamar mandi kecil di sudut ruangan untuk membersihkan sperma pak tua mesum itu
di vaginanya. Setelah keduanya rapi Astri menanyakan perihal dokumen perjanjian
bisnis antar pak Anjar dan Pak Qadar yang seharusnya menjadi topik meeting kali
ini. Pak Qadar tersenyum jelek.
“tunggu
disini sebentar ya?” ujarnya
sambil beranjak menuju pintu. Tak lama kemudian Pak Qadar masuk bersama seorang
yang juga seumur pak Qadar. “ini Darto,
ketua para bodyguard saya” Pak Qadar menjelaskan. “sekaligus asisten saya” tambahnya.
Astri bersikap ramah dengan berdiri dan menjabat
tangan Darto, Darto seumuran dengan Pak Qadar, namun badannya lebih kurus dari
Pak Qadar, rambut panjangnya memutih, lebih cocok disebut tukang bajaj
dibandingkan Asisten pribadi. Darto menerima jabatan tangan Astri, dan tidak
segera melepaskannya, jari tengah Darto malah bermain menggelitik telapak
tangan Astri.
“mulus
banget tangannya... pasti kocokannya halus yah bos?” celoteh Darto, membuat Astri risih dan buru-buru
menarik tangannya kembali.
Pak Qadar tertawa ringan. “Kau coba sendirilah!” ujarnya sambil membawa dokumen-dokumen yang
ada di meja keluar ruangan.
“lho
pak?” Astri terlihat bingung. Pak
Qadar menghentikan langkahnya dan berbalik ke Astri.
“saya mau
memeriksa dokumen dulu, kamu temani anak buah-anak buah saya ya?” ujarnya sambil tertawa dan melenggang.
Kata-kata Pak Qadar membuat Astri kaget setengah
mati, dia sadar ini diluar perjanjiannya dengan Pak Anjar sebelumnya. Astri
bergegas keluar ruangan, namun saat yang bersamaan, lima orang laki-laki
bodyguard pak Qadar memasuki ruangan dan menahannya.
“oke...
kita genjot semua lubang di cewek cantik satu ini!!” seru Darto riang diikuti riuh para anak buah Pak
Qadar yang lain. Astri diseret ke sofa, dengan kasar Darto menarik robek kemeja
Astri, tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menelanjangi Astri, dan tidak
butuh waktu lama juga bagi Astri untuk merasakan sebuah penis memasuki lubang
kenikmatannya.
-----------------------------------------
<SEX
SCENE 02 : ASTRI VS QADAR-END>
Ruangan itu jadi saksi pembantaian Astri,
bagaimana dia mengiba-iba, menjerit kesakitan saat sebuah penis dipaksa masuk
ke saluran pembuangannya, yang belum penah dimasuki apapun hingga saat itu. Dan
tak satupun orang di ruangan itu menyadari cahaya merah berkelap-kelip pelan di
sudut atas ruangan, yang merekam semua kejadian disana dan meneruskan gambar
video langsung ke sebuah laptop di sebuah kamar hotel, tepat diatas ruangan
meeting itu. Ian memandangi rekaman itu tanpa ekspresi, dia tahu, meski dia
merasa iba pada Astri, melakukan sesuatu yang berpotensi menggagalkan Casenya
bukanlah tindakan yang bijak dan bisa ditoleransi. Untuk mengambil sebuah
nyawa, tentu nyawa sendiri menjadi taruhannya. Ian menekan tombol stop n save untuk menyimpan rekaman itu
ke hard-disk laptopnya dan mematikan
alat perekam dengan remote jarak jauhnya. Bukti kebejatan sang Pahlawan
Kemanusiaan terbaru sudah dia dapatkan. Kini waktunya mengalirkan warna merah
untuk sang mawar. Dengan sigap ian membereskan semua perlengkapan yang dia
gunakan selama ini, membiarkan seragam karyawan hotel yang digunakannya untuk
penyamaran tergeletak begitu saja di kamarnya, mengenakan T-shirt putih
bermerek Q-Touch dibalik jaket
merahnya dia bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda motornya.
Cukup lama dia tertahan di palang pintu parkir di samping pos jaga yang tidak
segera dibuka oleh satpam yang bertugas.
“jangaan....
jang...Nggghh!!” sayup-sayup
terdengar suara jeritan wanita dari dalam pos jaga ketika seorang satpam tua
tergopoh-gopoh membuka pos jaga lalu berlari ke arahnya.
Suara itu mungkin nyaris tak terdengar orang
biasa, tapi tidak bagi ian yang sudah terlatih, seluruh indera ian sudah sangat
terlatih hingga nyaris tak ada suara sekecil apapun yang luput dari
perhatiannya. Ian tetap memasang wajah tanpa ekspresi dan bersikap seolah tak
mendengar apapun saat satpam tua itu mendekat, seragam satpamnya basah karena
keringat, rambut putihnya juga acak-acakan dan nafasnya masih tersengal-sengal,
seragamnya kusut dan yang juga tidak luput dari perhatian ian, resleting celana
sang satpam itu setengah terpasang.
“maklum
panas, pintu pos jaga juga sedikit macet” satpam itu beralibi, ian hanya tersenyum santai sambi menyerahkan karcis
parkirnya dan STNK.
“nanti saya
kembali lagi” ujar ian tenang,
satpam tua itu hanya mengangguk.
Masih terdengar rintihan dan desahan berbaur
dengan isak tangis dari dalam pos jaga saat ian memacu motornya meninggalkan
tempat parkir itu. Ian bukan tidak tahu siapa gadis di dalam, dia menyadap
semua kamera keamanan di hotel itu, dan tindak tanduk tiga satpam yang berjaga
hari itu terekam jelas di dalamnya.
“untung
kalian bukan targetku” ujar Ian
dalam hati. “urusan kalian nanti dengan
kepolisian, sama dengan anak buah Qadar” tambahnya.
Ian menghentikan laju motornya di sebuah tikungan
tajam yang pagarnya rusak dan belum diperbaiki. Hati-hati dia meletakkan sekaleng
oli di tepi jalan, jalan itu jarang sekali dilalui kendaraan. Di sisi tikungan
itu adalah bukit, sedang di sisi lainnya adalah jurang, di bawah jurang itu
terdapat rumpun bambu yang sudah tidak tumbuh lagi akibat kekeringan. Penduduk
setempat memotong dahan bambu itu agar tidak menghalangi sinar matahari yang
masuk ke sebagian kawasan pemukiman kumuh di lembah bawahnya. Dengan tali yang
diikatkan pada tiang lampu tepi jalan ian turun ke bawah, mengamati dahan-dahan
bambu kering itu beberapa saat lamanya sambil sesekali mendongakkan kepala ke
jalan diatasnya. Setelah diam beberapa saat, ian menebas beberapa dahan bambu
secara diagonal hingga terdapat sisi tajam di bagian atasnya. Setelah itu, Ian
naik kembali ke atas dan memacu motornya ke sebuah pondok bambu di atas bukit.
“NGGGHHH!!!
Jang...NGAAAANNN!!!” Astri
menjerit saat Boshwa dan Amang melakukan double penetrasi pada dirinya.
Tubuhnya menegang sesaat sebelum terlonjak-lonjak
mengikuti genjotan kasar Boshwa dan Amang. Vaginanya terasa panas dan perih
saat penis Amang tanpa ampun melesak menggesek bibir-bibir vaginanya, sedang
saluran pembuangannya terasa penuh oleh rojokan penis Boshwa. Untung bagi
Astri, Boshwa dan Amang tidak lama melakukan double penetrasi, mereka berdua
mengisi tubuh Astri dengan sperma dalam waktu yang nyaris bersamaan, namun
keduanya memasukka seluruh batang kejantanan mereka di kedua lubang Astri saat
berejakulasi, membuat mata Astri
terbelalak dengan mulut menganga yang tidak mengeluarkan suara. Boshwa dan
Amang adalah yang terakhir, sesaat setelah mereka berdua selesai, Pak Qadar
memerintahkan semua anak buahnya untuk mengawalnya meninggalkan hotel, sambil
tertawa puas mereka meninggalkan Astri yang terkulai lemas di lantai ruangan.
Wajahnya melukiskan apa yang baru saja dialaminya, adalah pengalaman seksual
paling terburuk yang pernah dialaminya. Ketiga satpam hotel itu belum puas
dengan Misha saat rombongan mobil Pak Qadar meninggalkan lahan parkir. Tejo
yang membukakan palang pintu. Mereka yang di dalam mobil tentu tidak mengetahui
bahwa di dalam pos jaga, Seorang gadis cantik sedang didoggy oleh seorang
office boy yang tanpa sengaja memergoki para satpam itu sedang menggarap Misha.
Ian menyalakan rokok berstempel Silent Rose-nya
sambil sesekali melirik ke jam tangan digitalnya. Sebentar lagi rombongan itu
akan sampai di tikungan tempatnya meninggalkan sekaleng oli. Jarang ada yang
melalui jalan itu, namun dia tahu, rombongan Pak Qadar pasti melewati jalan itu
untuk menghindari sorotan publik. Dan perhitungannya tepat, pelacak kecil
berupa jarum yang ia tusukkan ke jas yang dikenakan Pak Qadar juga yang ia
masukkan ke saku bodyguard Pak Qadar saat dia menerima pukulan tadi menunjukkan
kalau mereka melalui jalan itu. Ian bersiap pada sniper riffle keluaran Jerman milik Ayahnya. Dengan cermat dia
membidik ke kaleng oli yang ia tinggalkan di tepi jalan aspal itu, menunggu
beberapa saat dan.. ZZHHPPHH!! ZHHPPHH!!.
Dua tembakan ia lepaskan, tembakan pertama membuat kaleng terlempar ke
tengah jalan dan menumpahkan isinya ke jalan, tembakan kedua mengenai sisi
kaleng dan merubah arah jatuh kaleng tersebut. Kaleng oli itu lenyap ke bawah
tebing. Tidak samai 2 menit kemudian sebuah SUV hitam diapit oleh dua mobil van
hitam melewati jalan itu. Disinilah latihan yang ditempa ian selama
bertahun-tahun dibuktikan, kredibilitas sebagai Silent Rose dipertanyakan.
Untuk melewati tikungan yang cukup tajam, mobil-mobil itu harus melambat
beberapa saat dan itulah saat-saat bagi Silent Rose. Ian terlihat tanpa
ekspresi, pandangan matanya fokus pada satu titik...
ZHHHPPHH!!! Satu tembakan dilepaskan ian ke arah roda depan
sebelah kiri SUV hitam itu tepat setelah roda itu terlumuri oleh oli.
DUARR!!KRIEEEETTTTT!!! Sepersekian detik kemudian terdengar suara ban
yang meledak akibat perbedaan tekanan udara dan panas akibat gesekan dengan
aspal, oli membuat roda itu tergelincir, oleng kehilangan keseimbangan, suara
decitan rem akibat sang sopir panik terdengar menyayat keheningan sekitar.
Bagian belaang mobil SUV itu sempat tergeser sebelum akhirnya menabrak pagar
pembatas yang telah rusak dan jatuh bebas ke jurang disampingnya. Ian mengemasi
senjatanya dan memacu motornya, mengambil rute memutar yang cukup jauh untuk
membereskan sisa-sisa alat perekam di hotel tadi. Tidak perlu waktu lama bagi
media untuk meliput berita besar itu, Surat kabar-surat kabar menuliskan
besar-besar di halaman utamanya dengan tulisan “KECELAKAAN MAUT MENIMPA PAHLAWAN KEMANUSIAAN”, “INDONESIA KEHILANGAN PAHLAWAN KEMANUSIAAN”,
“PRESIDEN MENYATAKAN BERBELA SUNGKAWA TERHADAP MENINGGALNYA SANG PAHLAWAN
KEMANUSIAAN” hingga “ORMAS
MENGUSULKAN HARI INI SEBAGAI HARI KEMANUSIAAN INDONESIA”. Ian membacanya
dengan sinis.
_____________________________
Tengah
hari, keesokan harinya.
Police line mengitari tempat terjadinya perkara
tersebut, kerumunan orang terlihat tampak asyik bergumam diantara mereka.
Beberapa diantaranya membawa karangan bunga sebagai tanda belasungkawa terhadap
kecelakaan yang merenggut nyawa Qadar Wijaya, orang yang dianugerahi gelar
Pahlawan Kemanusiaan. Beberapa petugas berseragam menjaga agar kerumunan itu
tetap tertib. Seorang pemuda menyeruak di kerumunan dan langsung meloncati
police line.
“Hey!!” sergah salah seorang petugas, namun dia langsung
terdiam begitu tahu siapa pemuda itu. “eh..
maafkan saya detektif Rio..”.
“tidak
apa sudah biasa” ujar Rio sambil
nyengir. “Ooi Dean... lama amat kau!!”
ujarnya menyoraki seorang pria yang tampak susah payah menerobos kerumunan.
Mendengar nama Dean disebut, petugas itu langsung membelah kerumunan, membuka
jalan untuk detektif Dean. Dean tampak berkeringat ketika berhasil menembus
kerumunan.
“apa-apaan
sih kerumunan ini?” Rio sedikit
risih dengan kerumunan orang-orang disekitar.
“eeh..
mereka datang untuk berbelasungkawa atas meninggalnya Pahlawan Kemanusiaan” petugas itu menjelaskan,
“Pahlawan
kemanusiaan dari hongkong??!! Cuma tukang kaos yang bingung mau buang kemana
barangnya yang gak laku kok disebut Pahlawan Kemanusiaan?” Rio berucap setengah berteriak dan langsung
disambut dengan pandangan tidak suka dari orang-orang yang berkerumun.
“hei...
Rio, jaga ucapanmu, kalau masih ingin pulang sebagai manusia utuh..” Dean mengingatkan. Rio hanya mencibir pelan.
“jadi ban
mobil Pak Qadar meledak di tikungan ini lalu jatuh ke jurang?” tanya Dean pada petugas setempat.
“Ya Pak,
mobil itu jatuh ke jurang tepat ke atas rumpun bambu kering di bawah” jawab petugas itu.
“berapa
korban jiwa?” tanya Dean lagi.
“satu,
hanya Pak Qadar yang duduk di samping supir, sang Supir sendiri selamat, tapi
belum siuman, masih di rumah sakit”.
“samping
supir??, buat apa beliau duduk di samping supir? Bukannya biasa di jok belakang
supir?”. Dean mengernyitkan
dahinya, petugas itu mengangkat bahu tanda ketidaktahuannya.
“itu
sudah kebiasaannya...” jawab Rio
santai, Dean mengalihkan pandangannya pada Rio. “aku melihat dokumentasi sebelum korban dievakuasi dari mobil, lantas
aku menanyai beberapa anak buahnya dan orang terdekatnya, Tukang kaos satu ini
punya kebiasaan duduk disamping supir apabila tidak menyetir. Aku tadi juga
sempat melihat rekaman liputan saat dia hadir di acara penganugerahan dirinya
sebagai Pahlawan Kemanusiaan... dia turun dari pintu sebelah supir, kemungkinan
akurasi data 99%”. Rio menjelaskan analisanya panjang lebar. Dean tersenyum
dan manggut-manggut.
“rupanya
kabar tentang kehebatan anda itu benar...” ujar petugas itu kagum. “beberapa
penyidik dan tim forensik yang semalam mengolah tempat ini juga mengatakan ini
adalah kecelakaan yang wajar, saya juga berpendapat begitu”.
“justru
disini banyak keanehannya” ujar
Rio sambil merentangkan tangannya. “apa
yang dia lakukan disini? Di jalan ini? Aku sudah menanyai sekretaris pribadinya
dan harusnya dia ada di kota sebelah untuk negoisasi bahan tekstil”.
“kalau
kita lurus ke arah sana kan tembus ke kota sebelah?” jelas Dean.
“kenapa
harus lewat jalan ini?, ini jalan memutar yang jarak tempuhnya dua kali lipat
seharusnya. Lagipula bukan jalan utama, kenapa tidak lewat jalan tol yang hanya
makan waktu 45 menit?”. Rio
menyangkal.
Dean mengernyitkan dahinya sejenak. “mungkin menghindari kemacetan”
“Oh
Ayolah Dean!, ini bukan lebaran... tidak ada kemacetan di jalan tol.. jalan tol
ada bagi mereka yang benci kemacetan!”.
“mungkin
menghindari sorotan publik?” Dean
menjawab sekenanya.
“TEPAT
SEKALI!! Tukang Kaos ini, memilih jalan ini untuk menghindari sorotan publik
dan atau...”
“dan
atau?” tanya Dean dan petugas
bersamaan.
“dan atau
ada tempat yang ingin dia singgahi sebelum ke kota itu. Sesuatu diluar agenda” Rio melihat sekeliling, “bangunan apa yang mencolok di sepanjang jalan menuju titik ini?”
Petugas setempat itu menggeleng. “tidak ada.. hanya tebing, beberapa
pertenakan, pabrik rumahan dan sebuah hotel berbintang”.
“HOTEL!!
Itu dia! Tukang Kaos itu mengambil rute ini, singgah dulu untuk menemui
seseorang di hotel itu untuk berselingkuh deng..”
“CUKUP
Rio!! Hati-hati ucapanmu bisa menimbulkan fitnah orang yang kita bahas ini
Pahlawan kemanu..”
“Persetan
dia itu Pahlawan Kemanusiaan atau apapun!! Di mataku dia tetap manusia! Dan
semua manusia itu SAMA!” Rio
membalas hardikan Dean dengan nada yang tak kalah tinggi. “kita harus bicara dengan pihak hotel itu”. Nadanya menurun.
“Err..
kami sudah melakukan itu, dan pihak hotel menyatakan bahwa beliau tidak
singgah” jawab petugas setempat.
“mungkin
mereka bohong” Rio berucap dengan
nada datar. Rio merogoh tas jinjingnya mengeluarkan sebuah teropong binocular
dan melihat ke bawah. “Dean, ini adalah
TKP kita harus kebawah”.
Tanpa membuang banyak waktu, dengan bantuan
petugas setempat Dean, Rio dan beberapa petugas turun ke bawah, mengelilingi
bangkai mobil yang kacanya tertusuk bambu.
“lihat,
kaca jendela supir retak tidak pecah, tapi kaca jendela disampingnya pecah
tertusuk bambu” Rio mengulangi
apa yang dilihatnya.
“bambu
yang menusuk kaca samping supir ini terpotong...”. Dean menimpali.
“dipotong
lebih tepatnya” tambah Rio. “bekas oli di aspal jalan atas terlalu
banyak untuk dibilang akibat kebocoran, lagipula hanya ada di satu titik, kalau
akibat kebocoran harusnya ada di sepanjang jalan...”. Rio menghentikan
analisanya sesuatu menarik perhatiannya. Di saat yang sama sebuah e-mail masuk
ke smartphone milik Dean.
“Dean,
silent rose disini...” Rio
menunjukkan puntung rokok berstempel SR
dengan lambang mawar yang ditemukannya.
Dean mengangguk “ya... sebuah email masuk ke emailku, subjeknya Silent Rose” jawab
Dean getir.
Sore itu Dean dan Rio mendatangi sebuah bank
internasional dan membuka isi otak deposit yang disebutkan Silent Rose di dalam
e-mail, isinya adalah semua bukti kejahatan yang dilakukan Qadar, lengkap
dengan rekaman persetubuhan dan salinan rekaman seksual yang dilakukan anak
buah dan tiga orang satpam hotel tersebut. Hotel itu dituntut karena memberikan
keterangan palsu pada kepolisian, seluruh pelaku dalam rekaman itu dijebloskan
ke penjara. Keesokan harinya kasus ini dipublikasikan, beberapa surat kabar
mengganti judul headline mereka dengan Pahlawan
Kemanusiaan Palsu, Penjahat berkedok Pahlawan, dan semacamnya. Gelar
Pahlawan Kemanusiaan pun dicabut dari nama Qadar Wijaya. Astri dan Misha
dimintai saksi sebagai korban dan mendapat perlindungan hukum Dan kasus ini
menambah arsip kasus-kasus sebelumnya yang berkaitan dengan Silent Rose. Anjar
Francois yang berusia 54 tahun nyaris lolos dari jerat hukum, sebelum ditemukan
tewas di sebuah hotel berbintang miliknya akibat serangan jantung, dan mati
sesaat setelah menyemburkan sperma di dalam vagina seorang gadis cantik yang
tengah mabuk berat, puntung rokok berlabel SR dengan cap mawar menjadi pertanda
bahwa Silent Rose lah yang ada dibalik kematian Anjar Francois meski metode
pembunuhannya masih belum terungkap. Detektif Rio, dan Wakil Kepala bagian
Intelijensi Kepolisian Dean masih membuka mata dan berusaha menangkap sang
pembunuh dalam diam... Silent Rose.
Dan ini bukanlah satu-satunya
Case...
By: Rainmaker
keren bos... saya cuma senang saat seseorang dapat menulis sebuah cerita yang mempresentasikan kejadian nyata di negara kita... cerita ini termasuk cerita cerdas yang mengambil unsur unsur latar belakang kehidupan sosial di negara kita yang lebih diisi dengan pemelorotan moral... Cerita ini merupakan bacaan seksual yang cerdas...
BalasHapuscuman sedikit kritik soal latar belakang tempat dan waktu lebih diperjelas biar pembaca dapat memvisualkan bacaan ini dengan jelas...
selebritis gak ada ya??
BalasHapusimajinasinya keren, mungkin dilanjutkan seri berikutnya bagus ini
BalasHapusSelamat atas terbitnya Silent Rose. Sejak pertama kali dikasih unjuk draftnya oleh penulis saya sudah tahu karyanya ini memang bagus. Tinggal sempurnakan dialognya, dan perfect!
BalasHapusBro Rainmaker, terus berkarya, ya!
lanjutin bro, seru sekali dan bagus banget settingnya. BRAVO!! keep your good work
BalasHapus-_- ngetiknya berantakan amat?
BalasHapuscerita sih bagus,tapi caranya ngetik ama tanda bacanya kok kesannya lebay banget.
ini ngga bro shu edit ya??
keren kali bah...
BalasHapusmantap banget...
BalasHapusga di kasih menu search di blognya gan? di tunggu ya. . .
BalasHapuskeren euy, ditunggu case2 berikutnya bro
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmantaaabbbb
BalasHapus@All... Thank You ya? mohon maaf ternyata selama ini cara mengetik tulisan saya salah... hahaha... ternyata aku kena aliran sesat.
BalasHapus@Master ninja... terima kasih atas banyak pencerahannya.
Next will be better... I Try My Best!!
mantap bro, gw fans pertama lo hahaha!!tkhnik penulisan n dialognya nya kurang tajam menikam ke imajinasi kita bro. smpe sekarang gw juga masih belajar utk itu yg penting makin diasah makin tajam, terus berkarya ya...! kl pun ada lanjutannya semoga ga mampet ditengah jalan...ga peduli mo setaon kek lima belas taon kek yg penting jelas dikasih tau ada lanjutannya n kapan di rilis..oh ya, sp tau kl mo pensiun or dah mentok jgn lupa dikabari juga ya biar kita2 ga mati sakau nunggu karya lo.. :)
HapusAndre
bagus banget...
BalasHapusjadi inget komik jepang beberapa tahun yg lalu. cerita detektif tapi dibumbui cerita dewasa.
pernah nyoba bikin, tapi gagal karena malah kebawa "emosi" hehehe....
gimana ian?
BalasHapusmantep bgt nih critanya, kisahbebe emang T.O.P dah..
BalasHapusBtw mampir juga ya ke Blog ane, dijamin crotts..
gud job membuka mata q bahwa hidup memang indah wakakakakakakaka
BalasHapus