DISCLAIMER :
- Cerita ini adalah untuk konsumsi mereka yang telah berumur 18 tahun keatas atau dengan kata lain termasuk golongan cerita dewasa, namun jika anda berumur dibawah umur yang telah disebutkan namun tetap memaksa untuk membaca maka resiko sepenuhnya menjadi tanggungan anda.
- Cerita ini ditulis hanya untuk bersenang-senang dan hanya sekedar mengungkap kejadian (potongan cerita) ‘tersembunyi’ yang tidak ditulis oleh pengarang di buku aslinya dikarenakan aturan-aturan dan undang-undang penyiaran terutama di Indonesia, Hongkong, Taiwan dan China. Atau barangkali penulis itu merasa ‘sungkan’ menceritakan kejadian yang sebenarnya.
- Cerita ini adalah sebuah fiksi, yang diadaptasi dari cerita menarik yang sudah ada, sehingga apabila ada kesamaan tokoh, karakter, latar ataupun waktu kejadian di dunia nyata, maka semua itu hanyalah sebuah kebetulan semata. Untuk mengetahui cerita selengkapnya, Anda bisa membaca cerita aslinya.
- Cerita ini tidak untuk dikomersialkan, Cerita ini bukan untuk di-copy paste sembarangan dan disebar-sebar tanpa etika, tolong hargai juga penulis/adapter yang sudah capek-capek berada di depan komputer selama berjam-jam.
- Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu membuat cerita ini menjadi ada.
Diadaptasi
oleh Ruhul Yaqin
Perwira
itu menerima surat, mengamati tulisan dan capnya, kemudian membuka sampul dan
mengeluarkan suratnya. Setelah membaca surat itu, wajah perwira itu berseri
dan ia menepuk pahanya sendiri.
“Bagus!
Kiranya di sana tempat persembunyian kakek jembel yang telah lama kucari-cari
itu? Hemmm, benar-benar Sang Puteri amat hebat dan cerdik, sudah dapat
mengetahui tempat persembunyiannya. Sekarang ini akan dapat kuhancurkan
sisa-sisa Pek-lian Kai-pang yang sudah banyak membikin pusing para petugas
keamanan! Silakan Suma-sicu kembali ke kota raja dan melaporkan bahwa kami
akan melaksanakan perintah Sang Puteri sebaik-baiknya. Dan sebaiknya sicu
menunggang kuda, akan kuperintahkan menyediakan kuda terbaik dan bekal
secukupnya!”
Akan
tetapi Han Han mengangkat tangan kanannya dan berkata, “Tidak, ciangkun. Saya
menerima tugas dari Sang Puteri untuk menyaksikan sendiri sampai perintah itu
dilakukan dengan hasil baik, bahkan saya diperintahkan membantu. Setelah
berhasil, baru saya akan kembali ke kota raja dan menyampaikan pelaporan
kepada Sang Puteri.”
“Begitukah?
Bagus sekali!” Perwira itu menjadi girang dan wajahnya berseri. “Dengan bantuan
sicu (anda) yang gagah perkasa, akan lebih cepat para pemberontak itu
dihancurkan!” Perwira itu lalu bertepuk tangan dua kali. Masuklah lima orang
pelayan wanita yang cantik-cantik. Dengan suara keras dan singkat Su-ciangkun
memberi perintah untuk mengeluarkan hidangan.
Han
Han merasa sungkan sekali, karena ketika perwira itu mengajaknya makan minum
telah memanggil tiga orang wanita cantik setengah telanjang tadi dan menyuruh
mereka melayani!
“Ha-ha-ha,
jangan sungkan-sungkan, Suma-sicu (saudara Suma). Mereka ini adalah
selir-selirku yang bertugas mengawani dan melayaniku di sini. Jangan sungkan,
kalau sicu menginginkan seorang di antara mereka, tunjuk saja! Ha-ha-ha, aku
akan merasa bangga kalau ada selirku yang memenuhi selera seorang seperti
sicu.”
“Terima
kasih, ciangkun. Ti.... Tidak.... Saya.... Saya amat lelah dan setelah makan
akan beristirahat. Perjalanan jauh yang saya lakukan amat melelahkan. Pula,
saya rasa ciangkun akan melakukan persiapan secepatnya untuk segera menyerbu
para pemberontak itu.”
“Ha-ha-ha-ha!
Suma-sicu benar mengagumkan, begini penuh semangat! Baiklah, kalau sicu ingin
beristirahat.” Ia memberi tanda dengan tangan kepada seorang di antara tiga
orang wanita itu. “Kau antarkan Suma-sicu ke kamar tamu sebelah kanan!”
Han
Han menjura kepada perwira itu, menyambar tongkatnya dan terpincang-pincang
mengikuti wanita yang berjalan dengan pinggul menari-nari. (kaki HanHan hanya
tinggal sebelah) Wanita itu membawanya ke sebuah kamar yang indah dan terlalu
bersih bagi Han Han yang semenjak meninggalkan Istana Pulau Es belum pernah
memasuki kamar seindah ini.
“Saya
akan menemani taihiap semalam di sini....” Wanita itu tersenyum dan membanting
tubuhnya ke atas tempat tidur. Karena ia menjatuhkan diri terlentang, sutera
penutup tubuhnya yang memang tidak rapat itu tersingkap dan tampaklah oleh Han
Han kulit paha dan perut yang putih kuning. Matanya menjadi “silau” dan ia
memejamkan kedua matanya.
Selir Su |
“Hi-hi-hik.... Marilah taihiap.... Apakah seorang gagah perkasa seperti taihiap takut kepadaku? Hi-hik....!” Han Han merasa betapa kedua lengan wanita itu yang telah bangkit seperti dua ekor ular merayap melingkari lehernya, tubuh wanita itu menggeser-geser tubuhnya dan bau harum memasuki hidungnya.
Ditariknya
kepala Han-han ke bagian dadanya, dan sepertinya dia menyuruh Han-han menciumi
bagian dadanya. Selir Su pun membuka satu persatu kancing di dadanya.,
payudaranya kenyal sekali. Putingnya yang kecil dijilati Han-han dan disedot
bergantian kiri dan kanan. Dia seperti kepedasan, tapi mendesisnya berbeda.
“Ayo,
hisap dong tetekku..” desahnya.
Han-han
ragu-ragu, menunggu agak lama-lama, ia akhirnya melumat payudara yang bulat
itu. Awalnya yang kiri, dan yang kanan meremas-remas. Selir Su mengerang dan
menjatuhkan diri ke ranjang.
“Aahh..
sstt, ayyoohh.. sedot yang kuat.. taihiap. . . (pendekar besar).. hh..,
hiissaapp.. putingnya oohh.. oohh..!” desahnya.
Han-han
dengan kurang semangat menghisap sesuai perintahnya. Sesaat Han-han menggigit
lembut putingnya.
“Aaahh..
ennakk..! Hhh.. sedot terus.. sstt.. yang.. kuathh.. aahh..!” jeritnya sambil
menggelinjang.
Rupanya
arus kenikmatan mulai menerpa Selir Su. Tangan kanannya mulai menjelajah vaginanya
yang masih tertutup CD. Wah, sudah basah rupanya..! Apalagi saat jari tengah
Han-han menyelinap di antara bibir kewanitaan, terasa sekali beceknya. Pinggulnya
mulai naik turun, rupanya Selir Su sadar ada benda asing yang menggesek
kemaluannya. Apalagi saat jari Han-han menyentuh klitorisnya, makin kencang
goyangannya. Seakan berusaha agar jari Han-han tetap di klitorisnya, tidak
pindah kemana-mana. Terbukti saat tangannya memegang tangan Han-han yang ada di
kemaluannya,
”Ya..
taihiap.. teruss.. oohh.. sstt.. gesek itilku.. oohh..!” erangnya.
Tangannya
perlahan-lahan merambat ke selangkangan Han-han. Dia meraba adik Han-han dari
bagian luar celana yang rasanya sudah mau meledak. Dikucel-kucelnya celana
Han-han dengan gerakan hiperaktif. Han-han jadi pecah konsentrasi menciumi
payudaranya, sehingga akhirnya Han-han posisikan diri telentang. Dengan
demikian tanggannya lebih leluasa meraba kejantanan Han-han dari luar. Dia
tidak puas pelan-pelan mencari celah untuk memasukkan tanggannya ke dalam
celana Han-han. Digenggamnya kejantanan Han-han, dan dikocok-kocok. Han-han
menjadi sangat terangsang. Tetapi Han-han dengan malas berhasil mengendalikan
diri agar tidak cepat muncrat.
“Woowww..
ternyata enak banget rasanya.. ohh..?” desah Han-han.
“Kamu
tetap berdiri, ya taihiap.. jangan rebah..!” pintanya sambil tersenyum manis.
Han-han
mengangguk saja. Tiba-tiba dia langsung menghisap penis Han-han, bahkan
mengocok-ngocok di mulutnya.
“Ohh..?”
desah Han-han keenakan.
“Hhmm..
slurp.. slurp..! Aahh.. slurp.. slurp..!”
Kadang-kadang
dia sengaja mengguncang-guncang penis Han-han ke kiri ke kanan dengan mulutnya,
sementara kedua tangannya mengelus-elus pantat dan bijinya.
“Aahh..
jangan kenceng-kenceng dong, Enci..!” kata Han-han saat dia menghisap dengan
bernafsu.
Dia
hanya tersenyum, lalu meneruskan kegiatannya. Hisap.. lepas.. hisap.. lepas..,
terus sampai akhirnya dia seperti kelelahan.
Kelihatan
sekali dari sorot matanya yang liar kalau dia sudah sangat tegang.
“Sudah
lama saya tidak mengisap burung seenak ini, ..”
“Enci..”panggil
Han-han.
“Yah
mmhh..” desisnya sambil mencium kepala kemaluan Han-han,”Panggil niocu..
(istriku) aahh.. saja ya.. sstt..” desahnya.
Kembali
dia menjilat kemaluan Han-han dengan lidah meliuk-liuk seperti lidah ular.
Dilucutinya
celana Han-han sehingga kejantanan tegak bebas siap diluncurkan. Sementara itu
tangannya membimbing tangan Han-han mengarahkan ke vaginanya. Han-han turuti
tanpa perlawanan, dan segera mencari segitiga emasnya. Han-han raba dari bagian
luar gaunnya, dan pelan-pelan Han-han tarik gaunnya ke atas sehingga tangan
Han-han dapat menyentuh CD-nya. Celananya terasa agak lembab terutama di bagian
bawah. Tangan Han-han berusaha mencari jalan ke dalam celana dalamnya dan
mendapati gundukan dengan bulu tipis dan belahan yang basah.
Segera
Han-han cari kelentitnya. Dia lalu tidur telentang sambil berusaha melepas
CD-nya sendiri. Setelah tanpa CD dia memberi keleluasaan tangan Han-han
mengucek-ucek klitroisnya. Dalam hal mengucek, Han-han belum memiliki
ketrampilan, sehingga gerakan Han-han sangat diresponnya dengan rangsangan yang
semakin hebat dirasakannya. Selir Su kini tidak lagi mengocok-kocok kejantanan
Han-han, sudah lupa barangkali. Tidak lama kemudian tangan Han-han dijepitnya
dengan kedua paha dan tangannya menekan tangan Han-han ke kemaluannya. Han-han
berhenti mengucek-ucek. Vaginanya terasa berdenyut-denyut seperti denyutan
kalau kejantanan Han-han memuntahkan pelurunya. Dalam keadaan orgasme itu
Han-han segera menyergap mulutnya, dan Han-han sedot kuat-kuat. Selir Su sampai
terengah-engah, dan Han-han kembali telentang sambil kejantanan tetap siaga di
tempatnya. Han-han pasrah saja tidak lagi mengambil inisiatif apa-apa.
Sekitar
5 menit kemudian dimiringkan badannya menghadap Han-han. Dan Han-han pun
ditariknya agar juga miring menghadap dirinya. Ditepatkan vaginanya ke
kejantanan Han-han, dan kakinya sebelah naik ke badan Han-han. Kejantanan
Han-han digesek-gesekkan ke vaginanya, dan sesekali dia usahakan dimasukkan ke
dalam liang vaginanya. Tapi usaha memasukkan itu selalu gagal, karena sempitnya
liang senggama itu. Han-han pasrah saja. Linu juga rasanya kepala kejantanan
ini digosok-gosokkan ke arah kelentitnya, Bulu kemaluannya terasa lembut
menyentuh paha Han-han, sedangkan batang kemaluannya merapat di perutnya.
“Mau
lari kemana, kongcu..? Jahat..!” katanya sambil menggesek-gesekkan puting
susunya ke puting Han-han, rasanya nikmat sekali.
“Orang
aku lagi mau ‘keluar’ koq dikerjain.. hh..? Itu tidak boleh, taihiap..!”
omelnya sambil menatap tajam.
“Ya
aku.. Aku salah..” kata Han-han.
Lalu
ia pagut bibirnya yang basah itu. Langsung dibalas dengan ganas. Selir Su
memeluk Han-han dengan erat sambil menggesek naik turun kemaluannya ke kejantanan
Han-han.
Kemudian
dia menghentikan pagutannya, lalu tersenyum mengejek Han-han.
“Kamu
sudah bikin aku pusing, kamu harus aku hukum..” katanya.
“Dihukum
apa enci..?” kata Han-han penasaran.
“Hukumannya
ini..” lalu Selir Su meraih kejantanan Han-han dan langsung dimasukkan ke vaginanya,
“Ngentotin sampai aku puaass.. oohh..!”
Lalu,
Selir Su langsung menggenjot kejantanan Han-han naik turun. Aduh, benar-benar
nikmat tidak tahunya. Begitu ketat mencengkeram kejantanan Han-han. Sementara
itu, di depan wajah Han-han terpampang payudara besar yang terguncang-guncang.
“Ahh..
oohh.., punya kamu.. enak kongcu.. sstt.. ahh.. sst.. ahh..” desahnya sambil
naik turun.
Han-han
tidak dapat menjawab, soalnya lagi asyik melumat teteknya. Tangan Han-han
mengelus-elus sekitar pantat semoknya sampai belakang vaginanya, biar dia
benar-benar puas.
“Ah..
ah.. terus taihiap..! Jangan berhenti taihiap..! aku, suka ngentot sama kamu..
hh enak.. ohh.. ahh..!” jeritnya.
Kadang
Han-han mesentak juga dari bawah, dan Selir Su senang sekali kalau sudah
begitu.
“Sentak
lagi.. oohh.. Aaa..! Iya.. iya.. begitu.. lagi.. lagii.. oohh..!”
Tanpa
banyak buang waktu, Selir Su kembali melanjutkan goyangannya. Kadang goyangnya
benar-benar maut, sampai menyentak kepalanya ke belakang. Atau kadang sambil
meremas payudaranya. Atau dengan merebahkan kepalanya di dada Han-han. Sambil
mengocok, seperti biasa dia suka sekali berkata kotor.
“Hhmm..,
ohh.. yess.. goyang.. ahh.. hhmm.. enak kan, taihiap..?”
“Enakk..
banget, enci..” lenguh Han-han.
“Seneng
khaann.. taihiap..!”
“Ya,
.. ssenang.. ohh..”
“Aku..
sukka.. punya kamu.. taihiap.. oohh..” desahnya manja.
“Aku
menyesal enci.. ohh..” desah Han-han.
10
menit kemudian, a Han-han merasa seperti akan pipis, karena kejantanannya sudah
berdenyut. Rupanya Selir Su juga begitu. Dinding vaginanya mulai bergetar dan
sudah basah sekali. Genjotannya pun sudah mulai mengganas, seperti saat dia
menjerit tadi.
“Oohh..
nyonyaaaaa.. Aku mau.. pipis..”
“Aku..
juga kongcu.. (tuan muda) mau keluar.. tahan yah.. kongcu, kita barengan ya..
taihiap..!” desahnya.
Lalu,
Selir Su sudah semakin tegang, makin erat memeluk Han-han.
“Auh..
aku sampai sayanggg ohh.. ahh.. ahh..!” jeritnya, makin lama makin keras. Dan,
“Teruss.., kongcu.. teruss.. aku.. ohh.. ahh.. aku keluarr..”
Dia
menjerit dan menghentak-hentak dengan ganasnya. Saat itu, otot vaginanya
betul-betul tegang dan memerah batang kejantanan Han-han. Dia menyemprotkan
banyak sekali cairan..
Lalu,
“Aku.. Aku mau pipis juga.. ohh..!”
“Pipiskan
aja di dalam kongcu.. jangan dilepass.. taihiap.. aa..!”
“Crot..
crot.. crot..!” cairan Han-han muncrat di dalam vaginanya.
Keduanya
sama-sama terengah-engah dengan nafas memburu dan terkulai lemas saling
bertindihan.
Hampir
saja Han Han jatuh tertidur diatas tubuh gadis itu, kalau saja Selir Su tidak
menepuk-nepuk pantatnya dengan lembut,
“Tuan
apakah pantas tidur disini … Aku bukan kasur lho” kata nyonya itu geli.
Han
Han mengulingkan dirinya ke samping, ditolehnya nyonya itu, setelah
terlampiaskan nafsunya atau karena merasa menyesal, nyonya itu terlihat tidak
cantik lagi di matanya
Han
Han mengeraskan hati dan sekali renggut dan mendorong, tubuh wanita itu
terhuyung ke belakang dan wanita itu menjerit kecil.
“Maaf....!”
Han Han membuka matanya. “Aku.... Aku mau tidur sendiri.”
Wanita
itu tertawa. “Hi-hik, taihiap masih.... Masih jejaka tulen!!”
Han
Han memandang tajam dan berkata agak ketus, “Pergilah, aku mau mengaso!”
Ketika
bertemu pandang dengan sinar mata pemuda itu, si wanita kaget dan seperti
seekor anjing dipukul dia tergesa-gesa pergi dari kamar itu melalui pintu,
lupa untuk menggoyang kibulnya seperti biasa!
Hari
itu juga Su-ciangkun mengadakan persiapan, memanggil semua perwira pembantunya
dan mengatur rencana untuk mengirim seribu orang pasukan menyerbu tempat
persembunyian Pek-lian Kai-pang di lembah Huang-ho. Han Han yang diberi
kebebasan pura-pura ikut pula melakukan pemeriksaan, bahkan ia lalu membantu
untuk melakukan penjagaan dengan dalih kalau-kalau ada mata-mata musuh yang
menyelundup dan mengetahui persiapan mereka. Su-ciangkun yang sudah
mempercayainya tidak menjadi curiga dan Han Han lalu keluar dari benteng untuk
“melakukan pemeriksaan” di luar daerah benteng. Padahal ia hendak mengenal
tempat itu sehingga kalau sewaktu-waktu ia turun tangan membunuh musuhnya, ia
akan mengenal jalan untuk menyelamatkan diri. Ia mengambil keputusan untuk
membiarkan Su-ciangkun mengirim pasukannya untuk dibasmi oleh Lauw-pangcu yang
memasang jebakan, kemudian dengan alasan ikut pula menyerbu, ia akan mempunyai
banyak kesempatan “membereskan” musuh besarnya itu.
****
Episode
setelah Han Han bertempur dengan Nirahai dan akhirnya sama-sama jatuh cinta
Setelah
keluar dari benteng, Han Han menurunkan Nirahai dan membebaskan totokannya,
kemudian tanpa bicara lagi mereka melanjutkan perjalanan dan lari dengan cepat.
Han Han mengerti bahwa perasaan Nirahai tertekan sekali maka dia tidak
mengeluarkan kata-kata, hanya berlari sambil menggandeng tangan kekasihnya.
“Ke
manakah kita pergi?” Tiba-tiba Nirahai bertanya tanpa mengurangi kecepatannya
berlari.
“Kita
pergi ke tempat yang sunyi dan indah di dekat telaga.”
Nirahai
tidak berkata-kata lagi dan mereka berlari terus. Han Han merasa tidak enak
hatinya. Bagi dia sendiri, tentu saja peristiwa ini amat menyenangkan hatinya.
Ia mencinta puteri yang jelita ini dan mereka telah dijodohkan oleh kedua orang
guru mereka, Nenek Maya dan Nenek Khu Siauw Bwee. Andaikata dia diterima oleh
kaisar dan tinggal di istana, tentu dia akan merasa sengsara dan tidak betah.
Dengan cara sekarang ini, membawa Nirahai melarikan diri, dia merasa lebih
bebas dan dia yakin akan mendapatkan kebahagiaan besar apabila dapat hidup
berdua sebagai suami isteri bersama Nirahai dan merantau berdua, atau tinggal
di suatu tempat berdua saja! Memang, bagi dia, peristiwa di istana ini amatlah
menyenangkan. Akan tetapi, dia mengerti betapa peristiwa itu amat menghimpit
perasaan hati Nirahai. Dia mengenal Nirahai sebagai seorang puteri kaisar
yang luar biasa, tidak hanya cantik jelita dan berilmu silat tinggi, malah juga
menjadi pimpinan angkatan perang yang menumpas para pemberontak dan sisa-sisa
kerajaan lama yang belum mau tunduk terhadap pemerintah Mancu! Dara jelita
yang perkasa ini mempunyai kesetiaan besar terhadap kerajaan ayahnya dan kini
dia melarikan diri sebagai seorang tahanan dan pelarian. Betapa hal ini tidak
akan menghancurkan cita-citanya? Hati Han Han khawatir sekali, akan tetapi dia
tidak berkata apa-apa dan mempercepat gerakannya untuk mengimbangi larinya
Nirahai yang amat cepat itu. Mereka seolah-olah berlumba, berlumba ke mana? Ke
arah pantai bahagia? Mudah-mudahan begitu, bisik hati Han Han. Dengan mesra ia
menggunakan tangan kanannya menangkap tangan kiri Nirahai. Dara itu yang
tadinya lari cepat tanpa bicara seperti orang termenung, menoleh dan mereka
berdua saling pandang. Nirahai tersenyum dan balas menggenggam jari tangan Han
Han. Sambil bergandeng tangan, kedua orang muda yang berilmu tinggi itu
berlari cepat sekali, bayangan mereka menjadi satu berkelebat cepat di antara
bayang-bayang pohon.
“Indah
sekali....! Indah dan sunyi....!” Nirahai berseru penuh kagum ketika mereka
berdua tiba di pinggir telaga di mana terdapat dua buah bangunan mungil yang
tadinya dijadikan tempat tinggal kakek sakti Koai-lojin.
Akan
tetapi ketika pagi hari itu mereka tiba di situ dan Nirahai mengagumi
pemandangan indah di kala sinar matahari pagi membakar permukaan telaga dengan
warna kemerahan, Han Han tidak melihat semua keindahan itu karena tidak ada
keindahan di dunia ini pada saat itu yang dapat menandingi keindahan wajah yang
dipandangnya dari samping. Wajah yang lembut namun menyembunyikan kekerasan,
wajah yang sejuk namun menyembunyikan api menggairahkan, wajah yang mirip benar
dengan wajah Lulu!
Nirahai |
Dara
itu tergugah dari pesona dan menoleh lalu tersenyum penuh kebanggaan ketika ia
mendapatkan sinar mata penuh kemesraan dan kasih sayang terpancar dari
sepasang mata Han Han. Sinar mata yang demikian mesra dan hangat, cerah dan
lembut, mengalahkan sinar matahari pagi. Nirahai menarik napas panjang ketika
Han Han merangkul pundaknya. Ia merebahkan kepala, disandarkan di dada pemuda
itu.
“Aaahhhhh....!”
Nirahai menarik napas panjang, hatinya terasa lapang seolah-olah penuh dengan
sinar matahari pagi, membuat ia merasa seperti akan terbang dan menari-nari di
antara mega-mega putih berarak dan mandi cahaya matahari pagi yang mulai berwarna
keemasan, indah sekali. “Han Han, adakah sinar matamu itu mencerminkan rasa
hatimu? Adakah engkau benar-benar mencintaku seperti matahari mencinta
permukaan telaga?”
Han
Han menundukkan mukanya, menyentuh dan menelusuri permukaan dahi dan alis itu
dengan ujung hidungnya sebelum menjawab lirih,
“Nirahai
kekasihku, aku cinta kepadamu, Nirahai....” Ia mempererat pelukannya dan
hatinya penuh dengan cinta mesra. “Ahhh, betapa aku mencintamu, dengan sepenuh
jiwa ragaku, sepenuh hatiku, aku rela mengorbankan jiwa ragaku untukmu,
Nirahai!”
Dara
itu memejamkan matanya, kembali menarik napas dan membelaikan pipinya di dagu
Han Han yang menunduk, sikap yang amat manja bagi Han Han, mengingatkan ia akan
sikap seekor kucing yang minta dibelai. Nirahai perlahan-lahan ia melepas baju
atasnya di depan Han Han.
Tentu
saja pemuda itu terlongong bengong melihat perbuatan si gadis cantik.
“Apa
yang kau lakukan?”
“Aku
melepas baju.”
“Untuk
apa melepas baju? Kau kepanasan?”
“Aku
mau mandi. Bodoh benar kau ini!”
“Mau
mandi? Nggak salah, nih? Tapi aku kan ada di depanmu.” Kata Han Han dengan
sambil menatap ke arah Nirahai. “Ntar kau marahin seperti dulu lagi?”
“Biarin
aja.” Kata Nirahai sambil menggulung baju putihnya.
Saat
ini gadis cantik itu masih mengenakan kutang putih tipis, hingga tidak bisa
menutupi gumpalan daging segar montok putih mulus yang penuh seakan hendak
meloncat keluar dengan ujung-ujung coklat kemerahan terbayang. Terlihat sekali
kalau kutang putih tipis itu tidak sanggup memuat isi dada Nirahai.
“Aku
kan bisa melihatmu mandi!?” Ucap Han Han dengan jakun turun naik.
Bagaimana
tidak turun naik, benda bulat padat menantang itu hanya sejarak satu jangkauan
tangan saja.
“Hih-hi-hi,
kamu khan buta ... Jadi aku telanjang bulat di hadapanmu pun kau tidak akan bisa
melihatku,” kata Nirahai sambil melepas jarik yang melingkar di pinggang.
“Silahkan saja kau bayangkan diriku yang sedang mandi telanjang bulat! Aku tak
bakalan marah!”
Srett!
Kini terpampanglah paha indah milik Nirahai lengkap dengan segala macam perabot
yang sebelumnya tertutup rapat, termasuk pula pantat besar dan membulat.
Kejutan sering dialami oleh Han Han, tapi kejutan kali inilah yang paling
mengejutkan seumur hidupnya. Melihat gadis cantik dengan sukarela telanjang
bulat di hadapannya!
“Benar-benar
sinting, ni anak,” pikir Han Han dengan mata jelalatan memandangi tubuh mulus
dan dada padat Nirahai.
“Kau
benar-benar mau mandi?” Tanya Han Han saat melihat gadis itu melepaskan kutang
putih tipis yang menutupi sepasang dada montok putih mulus itu.
Tuiing!
Sontak, buah dada montok putih mulus tergelar bebas di depan mata pemuda
bermata putih.
Benar-benar
bulat-bundar sempurna! Sosok Nirahai yang tinggi langsing dengan kulit putih
bersih dihiasi sepasang bukit kembar bulat montok, kencang dan padat menantang
dengan ujung-ujung warna coklat kemerahan di tengah-tengah, tidak menggelantung
seperti payudara gadis umumnya, tapi benar-benar berada pada posisi yang pas
dan sempurna dilengkapi rambut kepala hitam legam panjang tergerai sampai
punggung dibiarkan lepas bebas. Belum lagi dengan muka bulat telur serta bibir
tipis kemerahan plus dada membusung kencang menambah pesona kecantikan Nirahai.
Tentu
saja setan-setan burik di belakang Han Han mulai ngoceh seakan memberi aba-aba,
'sikat saja meen! Dah di depan mata tuh’! Saat si gadis melepas perlahan-lahan
benda kecil yang menutupi liang kenikmatan lengkap dengan hutan belantaranya,
sudah membuat si Han Han menelan ludah saking terkejutnya. Nirahai hanya
tersenyum kecil melihat si buta tampan di depan turun naik buah jakunnya saat
ia merapatkan pangkal paha putih mulus tanpa cacat itu.
“Pendengaranmu
tajam juga! Pasti dalam otak kotormu sedang membayangkan tubuhku, bukan?” Goda
Nirahai.
“Tak
perlu membayangkan ... Aku sudah bisa melihatnya dengan jelas.”
“Hihihi,
dasar pemuda buta! Tak mau melihat kelemahan diri sendiri!” Kata Nirahai sambil
mengangkat ke dua tangan, bermaksud mengikat rambut panjangnya. Tentu saja
sepasang buah dada montok gadis itu sedikit bergoyang dan terangkat naik,
menimbulkan sebuah gerakan indah mempesona.
“Rambutmu
tidak perlu kau ikat. Kau lebih cantik apa adanya begitu!” Saran Han Han pelan.
“Benarkah?”
Ucap Nirahai sambil menurunkan tangan, tidak jadi mengikat rambut panjangnya.
Nirahai
bangkit berdiri dengan bebas. Tentu saja gerakan tubuh gadis cantik padat
berisi semakin membuat bara di dada Han Han semakin terbakar. Pelan namun
pasti, penis miliknya mulai bereaksi. Kencang dan keras mengencang.
“Duh,
kenapa penisku pakai ikutan bangun segala? Dalam posisi yang salah lagi,” keluh
Han Han sambil mengubah posisi duduknya.
Byurr!
Tubuh telanjang Nirahai langsung terbenam ke dalam air. Bagai ikan, ia berenang
kesana kemari di dalam sana begitu sampai di dasar danau buatannya, lalu dengan
sedikit mengempos tenaga, ia meloncat ke atas. Brashh ... !! Air bermuncratan
kesana kemari. Tubuh mulus penuh tetesan air keluar setengah badan ke atas.
Dengan menggerakkan sepasang kaki putihnya, gadis itu terlihat mengambang di
air. Pemandangan indah itu tidak luput dari mata putih Han Han yang semakin
nanar memelototi tubuh mulus si gadis. Sebersit sinar mentari sore lolos dari
kepungan dedaunan, dan biasnya jatuh tepat di tubuh telanjang menggairahkan
itu. Han Han kembali menelan ludah. Payudara Nirahai yang tegak membusung
tampak semakin indah dalam cahaya alami yang agak remang.Namun yang pasti, Han
Han yang jaraknya hanya setengah tombak dari tempat mandinya Nirahai bajunya
langsung basah kuyup semua terkena cipratan air.
“Hi-hih-hik!
Han Han, kau masih membayangkan tubuh mulusku, ya? Lihat aja ... Lehermu naik
turun begitu!”
“Enggak
perlu dibayangin.”
“Alaaa
... Nggak perlu mungkir deh ... “ seru Nirahai sambil mengibaskan tangan kiri.
Pratt!
Air
kembali muncrat, dan semakin membasahi baju si pemuda. Kali ini si gadis
berenang mendekat ke tepi cerukan yang agak dangkal, lalu ia tersenyum sambil
berdiri di dasar batu hitam, membiarkan permukaan air hanya menyentuh bagian
bawah kedua payudaranya. Mata gadis itu bersinar nakal, karena ia tahu Han Han
sedang terperangkap oleh daya khayal tentang tubuh telanjang miliknya. Kedua
puting payudaranya mengkilat oleh air dan kedua bukit putih mulus di dadanya
menggelembung seperti mengajukan tantangan.
“Oii
... Kau mau membuatku jadi seperti ikan, ya,” seru Han Han sambil mengusap air
yang mengenai wajah tampannya.
“Sekalian
saja kau mandi disini. Airnya sejuk!”
“Mandi
... Bersamamu?”
“Kenapa?
Tidak mau?”
“Beneran
nih?”
Si
gadis hanya mengangguk pelan. Nun jauh di dasar hatinya, ia merasakan sesuatu
yang unik saat bercakap-cakap dengan Han Han.
“Aneh!
Baru kali ini aku merasakan sesuatu yang lain. Sesuatu yang belum pernah
dialami sebelumnya. Sepertinya Han Han begitu memikat di hadapanku meski ia
buta. Menginginkan seorang pemuda mandi bersama? Ini hal aneh yang pernah
kulakukan.” Pikirnya saat ia melihat si Han Han melepas pakaian biru dan celana
hitamnya. “Sudahlah! Mungkin sudah saatnya aku membuka diri untuk pemuda lain.”
Lalu sambungnya dalam hati, “Meski ia buta, tapi tampan juga. Dada bidang
dengan postur tubuh yang tidak begitu kekar, dengan kulit bersih terawat rapi.
Dia bukan pemuda malas yang biasa aku temui. Dan yang jelas ... Dia pernah
menyelamatkan nyawaku. Kalau cuma membiarkannya mandi disini, kukira tidak ada
jeleknya. Lagian ia buta sejak kecil, sampai matanya copot pun juga tidak
bakalan bisa melihat tubuh indahku. Anggap saja ini sebagai balas budiku
padanya.”
Saat
itu si Han Han sudah dalam keadaan setengah bugil, baju dan celana panjang
sudah terlepas dan telah dilipat rapi, kini bersiap melepas celana dalamnya,
tapi ia ragu-ragu.
Tentu
saja keraguan itu dilihat oleh Nirahai.
“Lepas
saja, kenapa sih? Apa perlu kubantu?” Kata Nirahai sedikit nakal. Lagi-lagi ia
merasa aneh sendiri, “Kok aku berani ngomong begitu sih?” Pikirnya.
“Aku
bisa sendiri, kok!” Kata Han Han, “Beneran nih, mau ngajak mandi bersama? Ntar
kalau kenapa-kenapa gimana?”
“Kenapa-kenapa
gimana, maksudmu?”
Si
Han Han hanya nyengir kuda sambil melepas celana satu-satunya yang masih
menempel ditubuhnya, dalam hati ia tertawa senang, “Rupanya mau liat punyaku?
Boleh!”
Sementara
itu, setan-setan burik di belakang si Han Han berteriak-teriak kesenangan.
Begitu
terlepas, mata Nirahai sedikit membelalak melihat benda yang tegak menantang di
bawah perut si Han Han. Penis super jumbo!
“Wah
... Gedhe banget!” Pekik Nirahai sambil menutup mulut, agar tidak terlalu
terdengar oleh si pemuda, dalam hati ia berkata, “Penis Su Ciangkun kalah
dengan milik si Han Han. Apa setiap orang buta memiliki penis berukuran
segitu?”
Si
Han Han langsung terjun bebas. Byurr! Menimbulkan suara ramai yang mengagetkan
beberapa burung di atas pohon sambil ribut mencicit seperti segerombolan gadis
marah-marah. Air muncrat kemana-mana, bahkan Nirahai sampai terpekik kecil. Gadis
itu berenang menjauh sambil tertawa kecil, sedang Han Han bagai ikan menyusul
dengan cepat di belakangnya. Bagaimana pun juga ia sejak kecil tinggal dekat
laut, berenang dan menangkap ikan adalah keahliannya, apalagi jika menangkap
ikan cantik, tentu ia lebih ahli lagi! Dua insan beda jenis pun mandi bersama,
saling canda dengan kecipakan air. Ada kalanya tanpa sengaja tangan Han Han
menyentuh buah dada sekal Nirahai, yang tentu saja gadis itu maklum karena
beranggapan bahwa si pemuda benar-benar buta. Padahal yang sesungguhnya memang
disengaja (mumpung ada kesempatan) dan ada kalanya pula tangan Nirahai membalas
menyenggol penis si pemuda dari bawah air.
“Bagaimana
kalau kita bertanding?” Kata Han Han sambil mengapung di air, dengan gaya tidur
terlentang.
Gadis
itu kaget juga melihat gaya renang terapung begitu.
“Bertanding
apa?” Tanya Nirahai dengan sedikit berdebar-debar, sebab memang baru kali ini
ia mandi bersama seorang pemuda, meski pemuda itu buta sekalipun (itu anggapan
Nirahai lho ... !)
“Asal
tidak bertanding mengapung saja,” kata gadis itu kemudian.
“Bagaimana
jika bertanding ... Menyelam! Berani?”
“Siapa
takut!”
“Lalu
apa hukuman bagi yang kalah?” Tanya Han Han.
“Tentu
saja yang kalah harus tunduk pada yang menang!”
“Dalam
hal apa?”
“Dalam
segala hal!” Timpal Nirahai cepat, tiba-tiba Nirahai menyadari bahwa ia salah
kata. “Tung ... “
Namun
terlambat!
Blubb!
Tanpa menunggu jawaban, pemuda itu bagai kura-kura laut sudah menyelam lebih
dulu ke dasar danau, lalu duduk manis di bawah sana dengan kepala mendongak ke
atas. Apalagi jika tidak memandang tubuh mulus si gadis dari bawah air!
“Brengsek
benar dia! Mau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan,” gerutu Nirahai, lalu
mengambil napas dalam-dalam, terus menyelam ke dalam air. “Kau sudah menyelam
duluan, sedang aku belakangan. Kau pasti kalah!” Pikir Nirahai.
Blubb!
Nirahai bergegas menyelam ke dasar danau. Meski hanya sedalam tiga tombak, tapi
tekanan air di tempat itu lumayan besar. Dan itu dirasakan oleh Nirahai. Gadis
itu yakin dengan kemampuannya bertahan di dalam air, tentu saja dalam hal ini
hawa tenaga dalam yang dimiliki si gadis sangat berperan serta. Sepeminuman teh
lamanya mereka berdua hanya duduk-duduk saja tanpa melakukan gerakan apa pun! Nirahai
memandang tajam seraut wajah tampan si Han Han, lalu dengan curi-curi pandang
menatap penis milik pemuda yang duduk di depannya. Selebar mukanya panas dan
beberapa segelembung udara keluar tanpa sengaja saat ia membuka mulut. Blubb!
“Kurang
ajar! Han Han benar-benar berhasil memikat hatiku! Perasaanku jadi tidak
karuan,” pikirnya sambil mengatur hawa dalam tubuhnya.
Sementara
itu si Han Han tenang-tenang saja, sebab saat ini dirinya menggunakan salah
satu jurus dari Soan Hong Lui Kun yang selain bisa digunakan sebagai jurus
tapak, juga berfungsi kuat berlama-lama di dalam air, karena ia menggunakan
napas pori-pori kulit. Curang juga dia! Dua peminuman teh telah berlalu.
Pertandingan menyelam antara Han Han dengan Nirahai sudah mendekati detik-detik
akhir. Seluruh rongga dada Nirahai sudah panas terbakar karena terlalu lama
menahan napas di dalam air. Beberapa gelembung air sudah berhamburan keluar,
melayang sebentar ke atas dan akhirnya ...Pyuss ... ! Pecah, membebaskan udara
yang ada di dalamnya. Payudara putih mulus dengan ujung coklat kemerahan
semakin menggelembung padat. Hingga pada titik kemampuan yang dimilikinya,
gadis itu akhirnya menyerah kalah, dengan sigap ia meluncur ke atas. Byar!!
“Huah-hah-hah!”
Nirahai
megap-megap sambil berusaha mengatur napas. Rongga dada segera terisi udara
segar. Napas gadis cantik itu sudah pulih sebagian sambil melihat ke bawah.
“Kuat
benar dia!”
Nirahai
dengan napas yang masih sedikit tersengal-sengal berenang menepi, dan duduk di
atas batu besar yang menonjol, hanya kepalanya saja yang diatas air, sedang
dari leher ke bawah masih terendam. Sepasang kaki indahnya sedikit terbuka
dalam posisi ditekuk sedikit, sebab batu tempat duduknya hanya sedalam setengah
tombak saja. Sambil memejamkan mata ia beristirahat akibat pertandingan
menyelam yang melelahkan itu. Justru yang kelabakan sekarang adalah Han Han
yang masih berada dibawah dan yang paling senang tentu saja setan-setan burik
di belakang sana yang langsung bersorak gembira.
“Brengsek!
Dia malah duduk menggodaku, sepertinya liang kenikmatan itu sengaja disediakan
untukku,” pikir Han Han sambil terus memandangi tubuh telanjang Nirahai
terutama pada segundukan liang kenikmatan yang ada di atas sana.
Pelan-pelan
ia bangkit dari duduknya, lalu berenang pelan ke atas seperti kura-kura.
Setelah dekat dengan sepasang betis indah Nirahai yang saat itu sedikit
terpentang lebar, memperlihatkan sebentuk keindahan alami yang dimiliki para
gadis. Kedua tangannya memeluk pelan paha mulus dan bibirnya bergerak mendekati
liang kenikmatan. Pemuda bermata putih melakukan sesuatu yang tak pernah ia
lakukan sebelumnya. Tidak pernah di atas air, apalagi di bawah permukaan air! Tentu
saja Nirahai kaget bukan alang kepalang, tapi hanya sebentar kemudian ia sudah
mengerang lirih sambil memegang erat di kepala pemuda itu di bawah air. Kedua
pahanya terkuak melebar ketika lidah pemuda itu melakukan apa yang biasa ia
lakukan di mulut. Lidah panas terus menjelajah nakal, semakin dalam dan semakin
dalam. Kenakalan yang disukai Nirahai!
“Uuhh
... Ssst ... Ahh ... Nikmat sekali!” Keluh si gadis, dalam hati ia berkata,
“Tidak kukira dengan cara seperti itu aku bisa merasakan getaran nikmat yang
menjalari seluruh tubuhku.”
Han
Han sanggup menahan napas di dalam air cukup lama karena menggunakan ‘Ikan
Menyusup Ke Kedalaman’ (Yu Yue Yu Yuan). Tetapi dengan kegiatan baru ini, ia
butuh udara lebih banyak. Cepat-cepat ia mengatur hawa di pori-pori kulitnya
agar bisa mengambil udara yang ada di dalam air, lalu kembali ia melakukannya
jurus bersilat lidah di dalam air. Seluk beluk dan lekuk tubuh gadis yang
tertera jelas di dalam Kitab Dewa Dewi dihapalnya dengan cepat, terutama pada
bagian titik-titik kenikmatan yang bisa memanjakan seorang gadis, salah satunya
adalah setitik benda bulat kecil sebesar kacang yang berwarna merah muda. Salah
satu jurus ‘Jit Goat Sinkang’ atau Sin-kang Tenaga Rembulan, dimana jurus ini
merupakan jurus rangsangan-pemanasan, tangan meraba-raba payudara sambil
menjilat dengan lidah berlanjut hingga ke liang kenikmatan, namun jari tidak
diperbolehkan masuk ke puncak liang kenikmatan, hanya menggesek-gesek lembut di
sekitar atas pintu liang.
Sesaat
Han Han melakukan sesuatu dengan kedua bibirnya di bawah sana, sontak Nirahai
mengerang lirih dan merenggangkan lagi kedua belah pahanya. Ia ingin membuka
diri selebar mungkin, karena rasanya ada sesuatu di dalam sana yang memerlukan
sentuhan lembut tetapi cepat. Nirahai menggeliat sambil bertahan agar tidak
merosot turun dari batu yang kini diduduki pantatnya!
Suatu
saat Han Han mengambil napas segar ke permukaan air. Mengambil nafas
dalam-dalam sebelum tenggelam lagi didorong lembut tetapi setengah memaksa oleh
bidadari cantik yang sedang bertahta di atas batu dalam air. Gerakannya semakin
cepat dan semakin tangkas. Dan Nirahai merasakan titik puncak asmara datang
secepat kilat. Tubuhnya menegang-meregang, lalu bergeletar kecil dan
berkali-kali.
“Oooh!”
Jeritnya sambil memejamkan mata erat-erat.
Ia
tidak mau terbangun dari mimpi indah ini! Sentakan-sentakan nikmat memenuhi
sekujur tubuh gadis ini berputar dalam hitungan delapan, sembilan atau mungkin
belasan kali. Nirahai terus menggeliat untuk yang kesekian kalinya dalam puncak
asmara yang berhasil didakinya dengan sempurna, sebelum membiarkan tubuhnya
luruh, masuk ke air lagi sebatas leher.
“Gila!”
Pikir pemuda ini dalam hati, “Gadis ini cepat sekali mencapai puncak asmara.”
Tapi
justru apa yang barusan dia lakukan benar-benar lebih gila.
Tanpa
permisi dulu meminta persetujuan si gadis, langsung serobot begitu saja! Dua
jenis manusia itu melanjutkan kegiatan saling menyalurkan kenikmatan ragawinya.
Ada saat-saat di mana Nirahai seperti sedang meluncur cepat di pusaran air yang
bergelora, terbawa arus entah ke mana, cepat sekali menggelandang di antara
lika-liku kenikmatan yang diberikan secara jelas dan nyata oleh Han Han. Ada
saat di mana sang gadis bagai melambung di atas bola-bola air, ada kalanya
bagai melayang di atas awan yang bergumpal-gumpal. Seluruh pori-pori tubuhnya
dijalari rasa nikmat yang muncul bertubi-tubi ketika kulit mulusnya tersentuh,
tertelusur, terjilat, tergigit, tersedot ...
“Oh
... !”
Nirahai
sungguh tak pernah menyangka bahwa kendali dirinya bisa begitu cepat lepas. Ia
membiarkan saja Han Han menciumi lembah dangkal di antara dua bukit sekal di
dada, membiarkan tangannya meremas dan memilin bergantian di ujung-ujung bukit
kembarnya. Dalam Kitab Dewa Dewi disebutkan salah satu kiat melakukan rangkaian
jurus asmara tertinggi adalah ‘rayulah, rabahlah, biarkan dia merintihlah saat
bersetubuh. Menjilat dan biarkan dia menjerit mencurahkan isi hatinya'. Kali
ini si Han Han sudah mulai mengawali langkah pertama! Han Han mendorong tubuh
mereka berdua semakin ke pinggir, ke sebuah lokasi yang agak lapang beralaskan
batu hitam datar. Di situ Han Han mencoba melanjutkan dan menyempurnakan
kegiatan mereka. Kali ini pemuda murid tokoh sakti masa silam itu bersiap-siap
melancarkan jurus ‘Naga Berpoksay Di Udara‘ dimana si gadis berbaring
terlentang, sementara si laki-laki menindih dan menyerang dari atas dengan
penis yang kokoh bagai batu karang. Nirahai terus mendesah, menggeliat,
terlentang pasrah, dibiarkan pemuda tampan yang juga telanjang bulat itu
mengangkat kedua lututnya, menguak sebentuk liang kenikmatan di antara kedua
belah paha. Dengan lembut, ujung keras penis itu mendekat, berusaha menyelusup
masuk dengan pelan namun pasti. Tentu saja Han Han sedikit kesulitan. Sebab
selain baru pertama kali, senjata pusaka miliknya terlalu besar untuk ukuran
liang kenikmatan Nirahai yang sempit. Baru masuk ujungnya saja, Nirahai sudah
meringis.
“Ughh
... “
“Sakit
... ?”
“Lanjut
... “ bisiknya parau ketika terasa Han Han berhenti sejenak di tengah jalan.
Han
Han mendorong masuk lebih dalam.
“Oh
... !”
Kembali
Nirahai hanya bisa merasakan dirinya terbelah dua dari ujung ke ujung. Dan
kembali pula Han Han mendorong masuk lebih dalam lagi. Nirahai menjerit kecil
dan menggigit pundak pemuda yang menindihnya. Terasalah sudah seluruh batang
kenyal itu di dalam liang miliknya, begitu besar dan panjang hingga bergetar
menimbulkan rentetan nikmat di sepanjang dinding-dinding lembut bagian dalam
liang kenikmatan. Sambil terus mendorong memaju-mundurkan penis, bibir si Han
Han memagut lembut bibir merah merekah Nirahai yang langsung menerima. Lidah
saling bertaut di dalam sana, menimbulkan getaran-getaran halus. Plukk! Ciuman
si Han Han terlepas, bergerak turun menyusuri leher, terus turun ke pundak,
bermain sebentar di gundukan daging kenyal yang tegak menantang, kemudian
menyambar cepat pada ujung-ujung bukit yang coklat kemerahan.
“Oooh
... “ keluh Nirahai “Dia benar-benar hebat! Benar-benar perkasa!”
Setelah
selesai dengan yang kiri, si Han Han berpindah posisi ke yang kanan, sedang
tangan kiri yang bebas segera meluncur dan meremas, memilin bagian satunya,
dada bulat menggairahkan!
“Sebentar
lagi ... “ bisik hatinya tidak karuan “ ... Sebentar lagi sempurna sudah ... “
“Lebih
cepat lagi ... “ desah Nirahai. “Ahhhhh ... !”
Rupanya
gadis itu mendambakan gerakan-gerakan cepat mengagetkan. Hunjaman dalam hingga
mampu membentur-bentur apa saja yang ada di dalam sana, kalau perlu tikaman tak
kenal ampun.
“ ...
han ... “ nama itu terlompat dari mulutnya yang terbuka terengah-engah.
Nirahai
sampailah sudah pada awal untaian kematian kecil yang nikmat itu. Ia pejamkan
mata erat-erat, berkonsentrasi pada luar-dalam yang terpancar kuat dari dalam
liang kenikmatan miliknya yang menghadirkan kembali puncak-puncak asmara. Han
Han semakin mempercepat gerakannya. Menambah daya serang. Meningkatkan
kemampuan tertinggi dari jurus-jurus asmara, semuanya demi gadis yang sedang
menggelepar-gelepar mencari pelepasan birahi. Demi menunduk Nirahai. Han Han
semakin menggenjot sekuat tenaga.
Srett!
Srett! Dan juga ... Karena sebuah kekalahan yang ditanggung gadis itu! Nirahai
menjerit, mengeluh dan akhirnya ... Menggeliat!
“Aaaghh
...”
Begitu
Nirahai menyelesaikan puncak asmaranya, pemuda itu mengubah posisi, dengan
penis masih terselip rapat di dalam liang kenikmatan Nirahai, si Han Han
menggunakan jurus ‘Monyet Sakti Bersilat Genit’, dimana posisi si gadis
telentang dengan pinggang disanggah oleh si pemuda, lututnya didorong
sedemikian rupa hingga menempel ke dada dan bagian punggungnya terangkat ke
atas, sepasang betis diletakkan pada pundak si pemuda. Jika pada gerakan awal
seperti jurus 'Monyet Bersilat' tapi pada posisi kaki ia menggunakan jurus
'Burung Meraung’ yaitu jurus dimana si gadis berbaring dengan kaki diangkat,
pria berlutut dan memasukkan penis sampai ke daerah liang dalam yang gelap dan
lembab. Jurus ini membutuhkan pengendalian diri yang sangat tinggi dan dalam
hal ini, pemuda bermata putih itu justru sangat menguasai!
“Ooh
... Apalagi yang ingin dilakukannya?” Pikir Nirahai.
Ia
tersenyum saja sambil mengikuti kemauan si Han Han.
Pada
serangan pertama, Nirahai tersedak nikmat karena ujung penis tanpa permisi
langsung menghantam ujung dinding yang paling dalam.
“Hegh
... Heghh ... Mmmh ... !!”
Suara
itu cukup keras terdengar.
“Gila!
Ini lebih nikmat dari yang tadi!” Pikirnya.
Begitulah,
sampai petang menjelang, entah sudah berapa kali Nirahai mendaki dan mencapai
puncak asmara. Namun anehnya, hingga sekarang ini si Han Han belum juga
memuntahkan lahar panas miliknya sebagai titian puncak asmara seorang pemuda. Keluhan
dan lenguhan datang silih berganti baik dari mulut Han Han dan Nirahai. Saling
pagut, saling lilit dan saling raba dilakukan oleh dua insan yang sedang
berlayar di tengah samudra.
“Luar
biasa! Sudah begini lama, ia masih bisa bertahan! Benar-benar pejantan
tangguh!” Pikir Nirahai. “Su Ciangkun pasti sudah jatuh tertidur sedari tadi.”
“Han
Han ... “ kata Nirahai di sela-sela lenguhan kecilnya.
“Apa?”
“Kau
belum lelah?”
“Belum.”
Jawab Han Han sambil tetap melakukan kegiatannya. Tangan kiri kanan
meremas-remas benda kenyal Nirahai sedang pinggangnya bergerak maju mundur
dengan cepat.
“Aku
ada satu permintaan,” kata Nirahai sambil memejamkan mata menikmati
serangan-serangan yang diterima bawah perutnya.
“Apa
yang kau minta?”
“Keluar
... Kan ... “ suara Nirahai terhenti karena Han Han melakukan serangan cepat
membahana pada liang miliknya. “ .. Ooohh .. “
“Apa
... “
“Keluarkan
... Cairan ... Keperkasaanmu di dalam sana ... Aku sudah hampir sam ... Pai ...
Sstt ... “ Nirahai berkata sambil menggoyang-goyangkan pantatnya yang besar
untuk menambah rasa geli-geli nikmat yang serasa mengaduk-aduk liang dalam.
“Kau
yakin?”
“Cerewet!
Cepat lakukan perintahku!” Bentak Nirahai, karena saat ini ia sudah merasakan
bahwa gelombang asmara akan datang lebih besar lagi dari sebelumnya dan ia
ingin sekali bisa pada saat yang bersamaan si Han Han memuntahkan lahar
panasnya.
Si
Han Han segera menarik mundur seluruh tenaga yang dipakai.
Srepp!
Begitu
tenaga ditarik, ia mengganti dengan sebuah tarikan napas lembut, mengalir cepat
melewati pori-pori bawah perut dan pada akhirnya sebuah denyutan kuat berjalan
cepat dari bawah pusar ke ujung penis.
“Terima
ini, sayang!” Kata Han Han sambil mempercepat gerakan.
Nirahai
sampai terguncang-guncang, tapi justru inilah yang diharapkannya. Ia pun
semakin menggerakkan pinggul dan pantat lebih cepat ... Lebih cepat!
“Aaah
... Hhh .... Hehh ... Ssst ... Ugh ... “
Bersamaan
dengan itu pula, sebentuk denyutan cepat bergerak pada dinding-dinding gua,
menjalar cepat menuju ke ujung. Dan akhirnya ... Jrass ... ! Sebentuk cairan
panas menggelegak tersembur keluar diiringi dengan sentakan keras penis hingga
melesak ke dalam, menekan erat bagian terujung dari dinding dalam liang
kenikmatan. Dan bersamaan dengan itu pula, Nirahai mengalami hal yang sama. Serr
... ! Cairan asmara memancar kuat, bertemu dengan lahar panas di dalam. Saling
sembur dan saling semprot! Jika tubuh si Han Han menegang sambil mendekat erat
punggung si gadis hingga dada padat Nirahai menempel erat dada bidang si Han
Han yang membuat penisnya semakin dalam menekan ke liang kenikmatan terujung,
lain halnya dengan Nirahai. Tubuhnya melengkung indah ke depan dengan kepala
mendongak ke belakang memperlihatkan sebentuk leher jenjang serta sepasang
tangan melingkar kuat ke pinggang si Han Han, seakan dengan begitu, ia bisa
memperdalam hunjaman penis si pemuda. Dada kencang gadis itu semakin membusung.
Delapan-sembilan helaan napas kemudian, tubuh mereka mulai melemas. Nirahai
hanya mengangguk pelan, lalu ia merengkuh bahu si pemuda dan melumat bibir
dengan lembut serta kaki sedikit di tekuk ke belakang. Wah ... Rujak bibir nih!
“Tapi
... Aku hanya merasakan satu keanehan di dalam sana.” Kata Nirahai setelah
melepas pagutan panasnya. “Cairan keperkasaanmu terasa lain.”
“Sebenarnya
... Itu bukan cairan keperkasaanku, tapi hawa keperkasaanku.”
“Hawa
keperkasaan?”
Han
Han mengangguk.
“Hawa
ini hanya sebuah saluran tenaga lembut, memang hasil akhir agak sedikit mirip
dengan cairan keperkasaan tapi berbeda,” kata Han Han, lalu sambungnya, “ ...
Hawa ini berasal dari tekanan udara yang diolah di perut, seperti mengolah
tenaga dalam. Untuk memancarkan hawa keperkasaan membutuhkan pengaturan tenaga
yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Ilmu ini dinamakan jurus 'Perjaka
Murni'!”
“Apa
akibat dari hawa keperkasaan itu?”
“Tidak
ada ... Hanya rasa nyaman yang menjalari seluruh tubuh. Dan yang pasti ... Kau
tidak bakalan hamil gara-gara hawa keperkasaanku!” Seru Han Han sambil meraih
punggung si gadis, bibir ranum di depannya langsung dilumat dengan penuh
perasaan. Tentu saja badan segar dengan buah dada sekal dan menantang langsung
beradu keras dengan dada bidang si pemuda.
Sementara
mulut masih bertautan, Nirahai yang mengambil inisiatif terlebih dahulu, segera
ia menaik turunkan pantatnya dengan dengan dada terayun-ayun ke depan.
“Hemm
... Jurus ini dalam Ilmu ‘Pat Mo Kiam Hoat’ dinamakan 'Kunci Pusaka Menemukan
Lubang Gerbang'!” Pikir Han Han sambil membalas lumatan bibir si gadis.
Jurus
'Kunci Pusaka Mencari Goa' adalah jurus dimana posisi pasangan duduk bersama
dengan kedudukan gadis di atas kaki pria. Kaki sedikit direntangkan hingga kaki
sang pria berada di bawah kaki sang gadis. Kemudian kaki gadis ditekankan ke
perut pria agar penis dapat digerakan maju mundur serta dapat keluar masuk
liang kenikmatan dengan bebas.
“Uhh
... “
Lenguhan
dan desahan napas kembali terdengar di tepi danau. Suasana yang menjelang
petang justru menambah keromantisan dua insan yang sedang dimabuk asmara itu.
Melihat
bongkahan daging kenyal putih mulus bulat indah dan menggairahkan dengan
ujung-ujung coklat kemerahan terayun-ayun bebas di depan mata, membuat Han Han
semakin bersemangat.
Happ!
Dengan
sebuah tangkapan mulut yang manis, ujung bongkahan daging sebelah kiri
tertangkap mulut, sedang tangan kiri merengkuh pinggang ke depan dan tangan
kanan dengan lembut meremas dan memilin benda menggairahkan itu lewat jurus
'Mematuk Keras Dan Berputar Ringan Persis Elang Memecahkan Kulit Gabah'. Sebentar
kemudian, Nirahai kembali merasakan gelombang tinggi mendera liang kenikmatan
dengan cepat.
“Ssst
... Shhh ... “ desisan terdengar saat gadis itu sudah berada di ambang puncak
asmara.
Dan
...
“Aahhh
... “
Diikuti
dengan sentakan-sentakan keras, gadis itu menekankan keras liang kenikmatannya
dalam-dalam! ... Tujuh ... Delapan helaan napas berlalu. Kembali gadis itu
terkulai untuk kesekian kalinya. Kali ini dahaga ragawinya benar-benar
terpuaskan. Setelah beristirhat sejenak, Han Han dan Nirahai membersihkan badan
masing-masing, tentu saja diselingi dengan remasan dan pagutan-pagutan kecil.
=======
“Betapa
hebat kekuasaan cinta....!” Hanya demikian Nirahai berkata, suaranya lirih
seperti orang mengeluh, atau lebih mendekati lagi seperti orang merintih,
rintihan yang menjadi penyambung antara nyeri dan nikmat, antara suka dan duka.
Bisikan ini membuat Han Han sadar akan anehnya peristiwa yang terjadi sekarang
ini. Yang dipeluknya, yang diciumnya adalah seorang puteri kaisar! Seorang
panglima besar dan merupakan orang amat berpengaruh, berkuasa dan penting dalam
Kerajaan Mancu! Seorang dara yang cantik jelita sukar ditemukan keduanya, namun
kini berada dalam pelukannya! Sukar untuk dapat dipercaya! Dan memang hebat
sekali kekuasaan cinta, memungkinkan terjadinya hal yang agaknya tak masuk
akal!
“Nirahai,
apakah engkau juga telah benar-benar mencinta aku seperti cintaku kepadamu?”
Han Han tak dapat menahan pertanyaan yang timbul dari hatinya yang masih sukar
untuk dapat menerima kenyataan yang dianggapnya aneh itu.
Mendengar
pertanyaan ini Nirahai mengangkat kepalanya yang bersandar di dada Han Han,
memutar tubuh sehingga mereka berdiri berhadapan di pinggir telaga itu. Sejenak
mereka beradu pandang kemudian terdengar suara Nirahai yang halus merdu namun
tegas.
“Han
Han, aku mengerti mengapa engkau masih mengajukan pertanyaan itu biarpun engkau
yang cerdik tentu sudah merasa yakin akan cintaku dengan bukti yang sekarang
kita hadapi. Aku telah meninggalkan kerajaan Ayahku, meninggalkan kedudukan dan
kemuliaan, meninggalkan cita-cita dan lebih daripada itu semua, aku bahkan
telah menjadikan diriku dimusuhi kerajaan dan keluarga. Semua ini hanya karena
cintaku kepadamu. Masih belum cukupkah bukti dan pengorbanan itu?”
Han
Han menarik napas panjang, hatinya penuh keharuan karena ia merasa sangsi
apakah seorang pemuda berkaki buntung sebelah seperti dia, yang yatim piatu dan
miskin, tidak mempunyai tempat tinggal, patut menerima cinta kasih seorang
puteri seperti Nirahai?
“Maaf,
Nirahai, bukan sekali-kali aku masih menyangsikan perasaan cintamu yang suci.
Hanya saja.... Yang membuat aku sukar untuk dapat percaya, bagaimana mungkin
scorang puteri bangsawan seperti engkau menghancurkan nasib dan masa depanmu
sendiri? Sudah tentu aku.... Aku akan berbahagia sekali kalau engkau selalu
berada di sampingku, akan tetapi hatiku pun akan selalu tertekan dan hancur
kalau melihat engkau menjadi sengsara kelak....”
Nirahai
menubruk Han Han, merangkulnya dan menutup mulut Han Han dengan jari
tangannya yang halus. “Jangan lanjutkan....! Aku cinta padamu, karena hanya
engkau satu-satunya pria yang patut menjadi suamiku! Kita sudah dijodohkan
oleh kedua orang guru kita, dan kita sudah saling mencinta. Itu sudah cukup!
Aku pun tidak ingin perjodohan kita dirayakan besar-besaran, bahkan tidak
peduli kalau tidak dirayakan oleh kita berdua! Tentang kedudukan dan kemuliaan?
Dengan kepandaian kita, apa sukarnya mendapatkan itu?”
“Tapi,
Nirahai.... Demi menjaga namamu, semestinya kalau pernikahan kita dirayakan,
disyahkan! Ohhh, dua bulan lagi Lulu akan menikah, bagaimana kalau kita rayakan
bersama-sama dan....”
“Hussshhhhh....!
Mengapa meributkan soal tetek-bengek seperti itu sedangkan aku berada di
dekatmu? Apa kau lupa bahwa aku lelah, bahkan aku lapar, bahwa aku....”
Han
Han tertawa dan menutup mulut Nirahai dengan ciuman untuk menghentikan celaannya,
kemudian ia memondong tubuh kekasihnya itu, dibawa berloncatan ke dalam pondok
di sebelah kiri telaga di mana ia pernah tinggal bersama Koai-lojin. Han Han
adalah seorang pemuda yang telah dewasa, seorang pria yang selama hidupnya
belum pernah terjun ke dalam lautan cinta asmara seorang wanita. Dia telah
berkali-kali menerima cinta kasih wanita, cinta kasih murni yang dibuktikan
dengan pengorbanan-pengorbanan. Kim Cu yang mencintanya berkorban menjadi
nikouw, Soan Li tewas karena hendak menolongnya dan dara itu pun mengaku
mencintanya. Demikian pula Tan Hian Ceng dan Lauw Sin Liam, mereka itu
mencintanya dan tewas ketika bendak menolongnya. Betapapun juga, tidak pernah
dia bermain cinta dengan seorang di antara mereka, apalagi karena di lubuk hatinya,
ia tidak menemukan cinta kasih terhadap mereka. Kini, hatinya roboh di bawah
kaki Nirahai. Dia mencinta puteri kaisar ini, bahkan Nirahai juga mencintanya,
dan mereka telah dijodohkan oleh kedua orang guru mereka. Adapun Nirahai adalah
seorang dara bangsawan yang tinggi hati. Belum pernah ia tertarik kepada pria,
apalagi jatuh cinta. Memang pernah ia dikabarkan akan dijodohkan dengan
Ouwyang-taihiap puteri Pangeran Ouwyang Cin Kok, akan tetapi di dalam batinnya
ia tidak mengandung perasaan apa-apa terhadap pemuda itu. Kini, begitu bertemu
dengan Han Han, menyaksikan sepak terjang pemuda buntung itu dan terutama
sekali setelah dia merasa kalah pibu menghadapi pemuda ini, dia tertarik dan
sekaligus tunduk dan jatuh cinta. Apalagi setelah Nenek Maya mengambil
keputusan menjodohkannya dengah Han Han, sudah bulatlah tekad di hati Nirahai
untuk menjadi isteri Han Han! Dia memiliki kekerasa hati yang luar biasa, maka
untuk memenuhi keputusan ini, dia sanggup menempuh rintangan apa pun juga! Kedua
orang muda itu sudah sama dewasa, sama mencinta dan cinta kasih mereka makin
mesra dan mendalam karena peristiwa di istana sehingga mereka merasa bersatu
hati, sehidup semati. Tempat di mana mereka bersembunyi, di pinggir telaga itu
merupakan tempat yang sunyi, tenang, indah dan romantis. Tiada sesuatu yang
menjadi penghalang di antara cinta kasih mereka, bahkan Nirahai tidak lagi
peduli akan upacara perjodohan, menganggap bahwa dia sudah menjadi isteri Han
Han semenjak ia minggat dari istana. Tidaklah mungkin menyalahkan mereka ini
kalau keduanya sebagai orang-orang muda yang saling tergila-gila, saling
mencinta dan saling menderita, kini menumpahkan semua perasaan cinta kasih
mereka di tempat sunyi itu. Bagi keduanya, hal ini merupakan pengalaman pertama
sehingga membuat mereka lupa akan segala dan mabuk oleh manisnya madu asmara,
terlupa masa lalu tak peduli masa depan, yang teringat hanyalah perpaduan
kasih, di dalam pondok, di tepi telaga, di antara bunga-bunga yang tumbuh di
hutan kecil pinggir telaga. Mereka bersendau-gurau, saling menggoda, saling
memanja, saling menyayang, tiada ubahnya seperti sepasang pengantin baru yang
sedang berbulan madu!
=========
Han
Han menciumi pipinya perlahan sekali. Matanya terpejam dan tak dibukanya lagi,
seolah-olah pasrah menantikan sesuatu yang akan diperbuat atas dirinya. Tangan
Han-han melingkar di pinggangnya yang ramping, sementara bibirnya merambat naik
ke matanya, mencium kelopak matanya satu persatu, lalu pindah ke daun
telinganya. Han Han berbisik,
"Kalau
kau tak keberatan, aku ingin sekali memanggilmu Moay-moay. Boleh?"
Terdengar
bunyi "emmmhh..." yang lemah. Han Han menjilati bagian belakang daun
telinganya, sambil mengontrol kelembaban lidahnya. Kepalanya miring ke kiri
membiarkan dirinya bebas menikmati lehernya yang jenjang. Didengar rintihan
lirih mulai keluar dari bibirnya. Jubah yang menutupi bahunya Han Han
singkapkan sedikit. Diciumi daerah situ. Pekikan kecil terlepas dari mulut
Nirahai ketika Han Han gigit bahunya.
"Sakit?"
Han Han harus bertanya... Just in case, padahal pekikannya terdengar seperti
lenguhan nikmat, tidak seperti kesakitan.
"Ngghh...
Terus, Koko," pintanya.
Kedua
tangannya merayap ke dada Nirahai. Diraba-raba permukaan dadanya dari luar
bajunya, lembut sekali. Jubah yang dikenakannya Han Han lepas, lalu terpampang
kedua bukit nan indah berikut putingnya, hanya terbalut bra hitam tipis yang
transparan. Tidak besar, hanya terasa pas di telapak tangannya. Tangannya
meraih bukit itu lalu membawa keduanya bersama. Lalu Han Han berlutut menciumi
seluruh payudaranya, membasahi kain penopangnya. Transparansi itu semakin
menantang kelelakiannya. Ditambah lagi erangan-erangan Nirahai yang kuat dan
panjang sangat menggairahkan nafsunya. Dia melepas kaitan branya sendiri dan
memintanya melahap bulat-bulat buah dadanya lewat dorongan tangannya di
kepalanya. Han Han sudah familiar dengan wajah istrinya yang kurang rela di
kala Han Han terlalu dini menyerbu kewanitaannya. Kali ini Han Han tidak ingin
terburu-buru. Han Han akan merangsang kewanitaannya hingga mengeluarkan cairan
alami yang cukup --takkan dipergunakan air liurnya. Tahukah kau Tin, Han Han
bersumpah Han Han tidak akan ejakulasi malam ini kalau kau tidak. Han Han sadar
betapa tidak adilnya baginya setiap kali Han Han meraih puncak kenikmatan lalu
sekejap kemudian jatuh tertidur di sampingmu, sementara kau... Entahlah,
mungkin kau bertanya-tanya mengapa pernah kawin denganku? Malam ini Han Han
akan bergerak menuruti kehendaknya. Direbahkan tubuh istrinya di atas ranjang
pengantin mereka. Dilanjutkan dengan melepas kancing celana panjang yang
membungkus kaki panjangnya, giginya ikut membantu menurunkan kancing
mutiara-nya, dan bibirnya menjelajahi setiap inci bagian-bagian yang barusan
terbuka. Hmm... Celana dalam yang serasi dengan bra, hitam tipis yang juga
tembus pandang, dan akhh... Kiranya dia sudah basah, ada cairan keluar dari
pintu gerbang vaginanya yang membasahi celana dalamnya. Oh, betapa inginnya Han
Han menyentuh daerah segitiga terlarang itu, tapi dikonsentrasikan pikirannya ke pahanya yang kencang mulus.
Tubuh
Nirahai menggelinjang-gelinjang bagai cacing kepanasan ketika diberikan
gigitan-gigitan kecil di bagian paha dalamnya, nafsunya sudah naik tinggi
sekali. Napasnya berikut erangan-erangan nikmat kadang-kadang tertahan, kadang-kadang
keluar tak terkendali. Wajahnya terlihat cantik sekali. Tangannya diletakkan di
atas kepalanya memamerkan ketiak yang mulus . Han Han merayap naik dan mengecup
bagian itu. Matanya menatapnya dengan memelas.
"Koko..."
panggilnya memohon.
"Yea
sayang?"
"cepatlah..."
diambil sedikit rambut panjangnya yang tergerai bebas di ranjang dan dilarikan
ujungnya disekitar puting susunya, sehingga puting itu tegak dan keras. Han Han
hanya menikmati wajah dan tubuh di depannya bereaksi atas sentuhan itu.
"ughhh...
Koko..., aku tak tahan lagi..."
"sentuhlah
tubuhmu sendiri, aku ingin lihat."
Nirahai
meremas-remas buah dadanya lebih kasar dari yang biasa dilakukan, tubuhnya
bergelinjang tak bisa diam. Oh, Han Han suka sekali melihatnya. Han Han berdiri
melepas baju dan celananya, menampakkan penisnya yang sudah berdiri tegang
dengan gagahnya. Nirahai melenguh begitu melihat barangnya. Tangannya berusaha
menggapai, tapi Han Han berkelit dan malah menggenggam dan mengelus batangnya
sendiri naik turun diikuti oleh matanya yang liar. Dia makin tidak sabar,
"Koko,
kesinilah, biar Han Han yang lakukan untukmu."
Han
Han mengocok dengan gerakan yang lebih cepat. Sengaja dilakukan supaya dia
teriak-teriak gila. Ukurannya memang tidak memalukan. Nirahai terutama mencintai
urat-urat ungu yang bertonjolan di penisnya di saat ereksi, katanya ia dapat
merasakan sensasi gesekannya di dalam dirinya. Dan dia tidak kuat hanya
menyaksikan.
"Ooooh
gustii! Kokooo... ooohh!"
Dua
detik kemudian penisnya sudah berada di dalam mulutnya, dikulumnya seraya
tangannya mengocok perlahan. Pantatnya ikut goyang mundur maju. Rasanya luar
biasa.
"Telanjangi
aku... Cepattt!" pinta Nirahai di sela-sela kegiatannya, kedua pahanya
dibuka lebar-lebar. Han Han terlalu menikmati lidahnya bermain di seputar
kelelakiannya. Nirahai menjerit histeris memerintahnya, "Koko...
Sekarang!"
Han
Hanpun melucuti celana dalamnya dan melahap kewanitaannya. Dijilati seluruh
cairan kenikmatan yang mengalir keluar sambil ditusuk-tusuk liangnya dengan
jari tengahnya. Satu jari menjadi dua jari. Lalu dia minta lebih
"koko...
Masukkan..."
Ditekan
penisnya ke dalam vagina sedikit demi sedikit. Dilakukan perlahan-lahan agar
dia merasakan setiap inci dari tubuhnya. Han Han bergerak semakin dalam, sampai
menyentuh suatu titik jauh di dalam tubuhnya yang hanya bisa dicapai oleh
kejantanannya. Didengar mulutnya meracau memanggil-manggil antara
"gusti" dan namaku; mungkin berterimakasih kepada Tuhan atas
kenikmatan yang tengah dirasakannya dan memohon agar Han Han memuaskan dirinya.
Han Han bergoyang mundur maju, turun naik, sesekali memberikannya kejutan lewat
hentakan-hentakan kecil. Kewanitaannya serasa memeluk erat kelelakiannya dan
tak akan melepaskannya selagi kenikmatan intens ini berlanjut, dan dalam
pikirannya hanya ada satu tujuan: wanita yang dicintai akan orgasme, tak peduli
apa yang harus diperbuat.
"Okhhhh
Gustii! sesak sekali kokoo, aku hammpiiirr!" tiba-tiba didengar
teriakannya. "... Lebih cepat... Yang keras," lanjutnya.
Diimbangi
momen itu, sambil digosok-gosok kelentitnya dengan jari-jarinya. Akhirnya
jeritan mirip tangisan yang paling nyaring malam itu terlepas bebas dari
sela-sela bibirnya. Dengan pelukan erat Han Han mencoba menenangkan tubuhnya yang
baru saja terguncang hebat. Tubuhnya sangat lelah tetapi hatinya bersorak
sorai. Han Han akhiri permainan cinta mereka dengan orgasmenya sendiri. Mereka
berdua jatuh terkulai lemas. Nirahai memejamkan matanya; Han Han menatap
langit-langit. Han Han masih menikmati sisa-sisa gejolak tadi ketika tiba-tiba
Nirahai berujar,
"Koko,
boleh aku jujur terhadapmu?"
Han
Han menolehnya mencoba menangkap sesuatu yang ganjil di matanya. Tapi bola
matanya polos. Tidak ada apa-apa di sana. "Katakanlah."
"Maafkan,
aku tidak bermaksud menipumu, tapi... Aku tidak..." tidak diteruskan
kalimatnya.
Dipeluknya
tubuh Nirahai erat di dadanya dengan penuh kasih. Tangannya membalas merangkul
perutnya.
"
Han Han aku, mencintaimu dan aku hanya mau denganmu, bercinta denganmu."
Bisiknya dengan suara yang lembut dan manis. Ada perasaan terluka ketika
mendengar pernyataan itu. "Aku ingin kau yang menghadiahkan puncak
kenikmatan itu suatu hari. Tidak ada alasan untuk terburuburu."
Han
Han terharu. Han Han hanya mampu membisikkan sebuah kata terima kasih di
telinganya dan mempererat dekapannya, lalu ditarik tubuh Nirahai keatas sampai
posisi duduk di atas dadanya, posisi woman on top
“ahhhh
ternyata burungmu dah bangun lagi sayang?” Tanya Nirahai dengan heran.
“yyyyaya…tadi
kan kena susu, jadi bangun lagi” jawab Han-han.
“dasar
mesum” canda Nirahai
Nirahai
mulai memasukkan penis Han Han kedalam vaginanya dengan tangan pelan-pelan,
sampai setengahnya langsung disentakkan masuk hingga mentok.
“aaaah…”
desah Nirahai kaget.
“gila
vagina Nirahai ternyata masih menggigit, sempit, dan hangat” pikir Han Han.
Lalu
mulailah Nirahai bergerak naik turun mulai tempo pelan sampai tempo tinggi.
“aaaah…aaahh…aaaahh”
desah Nirahai sambil gerak naik turun diikuti irama gerakan Nirahai naik turun
sambil ia pegang kedua payudaranya, diremas-remas, pelintir-pelintir pentil.
“aaah…aaaah…enak
aaah…sayang enak…aaaah” kata Nirahai sambil mendesah yang, mulai tidak teratur,
5 menit kemudian tubuh Nirahai mengejang yang menandakan sedang orgasme
“aaaaggggghhhhh…..haah…haa
ah” jerit Nirahai pelan sambil mengejang lalu diposisikan tubuh di dudukan
dengan memeluk tubuh Nirahai yang mana duduk diatas pahanya dengan kaki
melingkar di pinggul Han Han sambil diciumi bibirnya yang mungil, dibisikkan
“enakkah?..sekarang goyangkan pantatmu” kemudian Nirahai menggoyangkan
pantatnya pelan
“haaah…aaah…aaah”
desah Nirahai. 2 menit kemudian ia bisikkan lagi “lebih cepat Nirahai…aaah..”
Yang
dimana kemudian Nirahai mempercepat gerakkannya “aaah…aaah…aaah” desahnya
“aaah…mmmmhh…aaah
sayang..aaah” desahnya sambil mencium mulut Han Han
“aaahh…mau
keluar Nirahai” tanya Han Han yang dimana dirasakan vaginanya mulai menjepit
erat
“aaah…aaah…sayang…aa
ahh” Nirahai hanya mendesah tanpa bisa menjawab pertanyaan Han Han
“aaahh..aaaah…aaaaaagggghhh.
..mmmm….mmmm” jerit Nirahai sambil tubuhnya mengejang tubuh Nirahai roboh
kebelakang, dimana posisi kakinya masih ngangkang dan penis Han Han masih dalam
vaginanya langsung aja ia genjot, tanpa menunggu Nirahai memulihkan tenaga
“aaah..aaah…aaah”
Nirahai mendesah dengan pasrah karena tenaganya belum pulih.
Dengan
pelan-pelan dirobah posisi dari tegak ke posisi rebahan menindih tubuh Nirahai,
dapat dirasakan gerakan payudaranya menggesek dada Han Han sangat enak rasanya.
Tak lama kemudian dirasakan vaginanya mulai menjepit penis yang dimana sebentar
lagi nirahai Orgasme
“aaahh…sayaang..aah…aaaagg
gghhhh” teriak Nirahai pelan
Sambil
tubuh Nirahai mengejang gara-gara orgasme, tidak ada tanda-tanda ia stop
genjotannya.
“aah..aah..enak?”
Tanya Han Han.
“mmm…aaaah…enak…aaaa
h” jawab Nirahai
5
menit kemudian dirasakan lagi vagina Nirahai mulai menjepit, dipercepatnya
goyangan Han Han, semakin keras jepitan vaginanya.
Rasa
yang dirasakan tidak terbayang enaknya, akhirnya iapun merasakan mau ikutan
meledak
“aaah..aah..aku
mau keluar sayang…” desah Han Han
“aaahh…aaaah….aku
juga…aaah..aaahhh” jawab Nirahai
Mau
dicabut penis Han Han tapi rasanya sulit gara-gara jepitan vaginanya dan
jepitan paha Nirahai yang erat.
“aaahh…aaahhh…aaaaaggghhh.
..hah…haah” teriak Nirahai
“aaaggghhh…”
teriak Han Han pelan.
Dikeluarkannya
semua sperma Han Han di dalam vaginanya tanpa khawatir bisa hamil.
“…kamu
hebat sayang...”Kata Nirahai dengan mimik puas
“terimakasih…sayang…”
jawab Han Han...
Betapapun
besarnya badai dan ombak, akhirnya akan mereda juga. Gelombang nafsu asmara
yang lebih besar dan dahsyat daripada badai dan ombak pun akhirnya akan mereda
juga. Selama satu bulan, Han Han dan Nirahai seolah-olah lupa segala, tidak
peduli akan masa lalu dan masa depan, ingatnya hanya berlumba merenggut madu
asmara yang makin direguk makin mendatangkan dahaga. Setelah lewat sebulan,
cinta kasih mereka yang menyala-nyala terbakar nafsu berahi, mulai mereda dan
mulailah mereka berdua sadar bahwa cinta kasih bukanlah cinta berahi semata,
dan mulailah keduanya merenungkan masa depan mereka! Bagaikan dua orang yang
mengaso tenang setelah diombang-ambingkan gelombang dahsyat, selama sebulan
lebih, pada pagi hari itu mereka duduk di tepi telaga. Han Han duduk bersandar
batu hitam yang dulu sering kali dijadikan tempat duduk Koai-lojin di waktu
“memancing”. Nirahai duduk di depannya, setengah dipangkunya dan merebahkan
kepala dengan rambut terurai lepas itu di atas dada Han Han. Sampai berjam-jam
keduanya duduk seperti itu, tak bergerak dan penuh dengan kebahagiaan, dengan
kepuasan, saling menikmati kehadiran kekasih masing-masing yang hanya terasa
oleh detik jantung dan alunan nafas.
Angin
semilir dari tengah telaga datang, bertiup membuat rambut yang hitam berikal
melambai dan menggelitik leher Han Han, menyadarkan pemuda ini dari lamunan
nikmat yang membuatnya tenggelam. Ia menggerakkan lehernya mengusir rasa gatal
dan geli, kemudian melanjutkan gerakan jari-jari tangannya dengan mengelus
rambut halus di atas dadanya itu penuh kasih sayang dan mesra. “Nirahai,
isteriku tercinta....”
Nirahai
bergerak, menengadah dan tersenyum memandang wajah Han Han. “Dan engkau
suamiku....”
Han
Han menunduk dan memberi hadiah ciuman mesra untuk sebutan yang menggetarkan
perasaannya itu.
Biasanya,
selama sebulan ini, sebuah ciuman saja sudah cukup membuat keduanya tenggelam
dalam lautan asmara, tidak ingat lagi akan hal lain, menghapus semua niat yang
hendak dibicarakan, karena semua kemauan sudah lumpuh dan kalah oleh gelombang
asmara yang menghanyutkan. Akan tetapi kini Han Han dapat menahan diri dan ia
berbisik.
“Nirahai,
aku teringat bahwa sebulan lagi Lulu akan menikah. Aku harus hadir dan
menyusulnya ke Kwan-teng. Marilah kita pergi ke sana....”
Sepasang
mata Nirahai yang selama sebulan ini selalu dalam keadaan seperti orang
mengantuk, kini mulai menemukan kembali sinarnya ketika mendengar ucapan Han
Han itu. Sudah sebulan mereka berdua tidak pernah mengucapkan kata-kata yang
lain daripada cumbu rayu sehingga kini seperti baru sadar dari mimpi. Sadar
bahwa di sana masih terdapat banyak hal lain di samping urusan cinta kasih
mereka! Matanya mulai bersinar, perlahan ia bangkit dari dada suaminya, lalu
duduk di atas tanah bertilam rumput, memutar tubuh berhadapan dengan Han Han.
Kedua tangannya mulai memilin-milin rambutnya yang selama ini dibiarkan
terurai lepas untuk dibelai dan dipermainkan jari-jari tangan Han Han yang
penuh cinta kasih. Baru saat itulah keduanya saling pandang dalam keadaan
sadar, dan otomatis timbul kerut-kerut kecil di wajah mereka, Han Han pada
dahinya, Nirahai di antara kedua matanya.
“Han
Han, engkau tahu bahwa tidak mungkin bagi aku untuk pergi ke Kwan-teng atau ke
manapun juga. Aku telah menjadi seorang pelarian, dan aku merasa malu untuk
bertemu dengan tokoh-tokoh kang-ouw kalau mereka mendengar bahwa aku adalah
seorang puteri pelarian.”
“Mengapa
tidak mungkin, isteriku?” Han Han menggenggam tangan Nirahai. “Mengapa tidak
mungkin pergi ke sana? Apa yang ditakuti? Andaikata engkau dikejar, apakah kita
tidak mampu melawan? Dan mengapa pula malu kepada orang lain? Siapa yang akan
berani menghinamu? Akan kuhancurkan mulut yang berani mengejekmu.”
Nirahai
menggeleng kepalanya, lalu berkata, suaranya tegas, “Tidak, suamiku. Aku tidak
mau pergi ke Kwan-teng atau ke mana saja. Aku sudah mempunyai rencana matang
yang sudah berhari-hari ini kupikirkan dan baru sekarang akan kusampaikan
kepadamu.”
Berdebar
jantung Han Han, seolah-olah ada firasat tidak enak terasa olehnya. Ia menatap
wajah Nirahai dan dengan hati kecut ia mendapat kenyataan betapa wajah yang
cantik itu diselubungi kekerasan hati yang sukar ditembus. Diam-diam ia menjadi
gelisah, akan tetapi ia menekan hatinya dan bertanya halus.
“Nirahai,
bagaimanakah rencanamu itu?”
“Di
selatan ini aku yang telah membuat jasa besar telah dimusuhi oleh kerajaan.
Karena itu, jalan satu-satunya bagiku adalah kembali ke utara! Di Khitan aku
akan lebih dihargai, dan aku mempunyai seorang paman, adik Ibuku, yang kini
menjadi seorang panglima besar dari suku bangsa Mongol. Aku hendak menyusulnya
ke sana dan engkau.... Kuharap saja suka pergi ke sana bersamaku, Han Han.”
Sejenak
kedua orang yang selama sebulan lebih mabuk dan tenggelam dalam lautan asmara
itu, kini saling berpandangan penuh kesadaran dan penuh kekhawatiran
menyaksikan jalan pikiran dan cita-cita mereka yang saling bertentangan.
“Aku
harus mengurus pernikahan adikku....” Han Han membantah lemah, berpegang kepada
alasan ini untuk menarik Nirahai yang dicintanya itu dari cita-citanya akan
pergi ke utara di luar tembok besar.
Nirahai
mengangguk-angguk, tersenyum lalu merangkul Han Han, menciumnya mesra yang
dibalas Han Han sepenuh hatinya. Akan tetapi, kedua orang ini merasa betapa
dalam ciuman mereka terdapat sesuatu yang mengganjal, tidak seperti yang
sudah-sudah dan keduanya menjadi gelisah.
“Aku
tahu, Han Han. Memang seharusnya engkau menghadiri pernikahan Lulu. Pergilah
ke Kwan-teng dan uruslah pernikahan adik kita itu. Aku akan menantimu di sini
dan kalau engkau sudah kembali ke sini dari Kwan-teng, kita berdua baru pergi
ke utara.”
Han
Han mengerutkan keningnya dengan jantung berdebar tegang. Ke utara? Mau apa ke
sana? Hidup di antara suku bangsa Mongol yang sama sekali asing baginya?
Teringat akan sejarah betapa bangsa Mongol pernah menjadi penjajah bangsanya,
dia tahu bahwa tentu dirinya akan terlibat urusan politik dan pemerintahan
lagi di utara yang asing itu dan ia maklum bahwa dia tidak akan merasa bahagia
di sana. Ia seolah-olah dapat merasa betapa bahaya besar bagi kebahagiaan dia
dan Nirahai menunggunya di utara! Cepat ia memegang kedua pundak Nirahai,
memaksa kekasihnya itu menghadapnya dan memandang wajah yang jelita itu penuh
selidik.
“Nirahai,
kekasihku, pujaan hatiku! Engkau adalah isteriku, dan aku akan hidup sengsara
tanpa engkau di sampingku! Marilah engkau ikut bersamaku, ke Kwan-teng, kemudian
merantau ke mana saja, berdua, hidup penuh bahagia, jangan kita melibatkan diri
lagi dengan urusan kerajaan. Aku.... Aku mendapat firasat buruk, kalau kita
pergi ke utara.... Tentu kita akan terlibat dan terseret lagi dalam urusan
kerajaan, politik dan perang! Aku ingin kita berdua hidup merantau, bebas lepas
tidak terikat urusan duniawi, seperti sepasang burung dara di angkasa....
Marilah, Nirahai sebelum terlambat.”
Han
Han yang merasa gelisah itu menjadi terharu dan hendak memeluk isterinya, akan
tetapi tiba-tiba Nirahai melepaskan diri dari pelukan Han Han, mundur tiga
langkah dan menatap wajah Han Han dengan sinar mata tajam dan wajah diliputi
sikap dingin murung.
“Han
Han, sudah kukhawatirkan hal ini akan terjadi semenjak malam pertama aku
terlena dalam belai rayumu. Engkau lupa bahwa aku adalah seorang puteri! Bahwa
tak mungkin bagiku hidup seperti seorang petualangan yang tak tentu tempat
tinggalnya! Engkau lupa bahwa di dalam tubuhku mengalir darah pahlawan, yang
semenjak nenek moyangku dahulu rela mengorbankan jiwa raga demi untuk negara
dan bangsa! Biarpun kini kerajaan menganggap aku seorang pelarian, namun aku
tetap harus bersetia kepada kerajaan Ayahku.”
Han
Han menjadi pucat wajahnya dan ia membantah lemah, “Nirahai, akan tetapi engkau
isteriku yang tercinta!”
Nirahai
tersenyum pahit. “Memang, aku isterimu yang mencintamu, Han Han. Aku cinta
kepadamu, demi Tuhan aku cinta padamu, tapi....”
“Tapi
engkau lebih cinta kepada bangsamu?” Han Han berseru penasaran dan hatinya
berduka sekali. Sadarlah ia kini bahwa ia lupa akan sebuah hal yang membuat
Nirahai amat jauh bedanya dengan Lulu. Memang wajah mereka mirip sekali,
mempunyai segi-segi keindahan yang sama, akan tetapi ia lupa bahwa Nirahai
tidak mungkin bisa memiliki jiwa seperti Lulu yang lebih polos dan jujur, yang
menganggap sama antara bangsa-bangsa sehingga Lulu tidak menaruh dendam
terhadap bangsa pribumi, bahkan telah mengambil tindakan mengagumkan dengan
mengangkat Lauw-pangcu, pembunuh orang tuanya, sebagai ayah angkat! Nirahai
juga tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan kaum pejuang, akan tetapi
Nirahai ini adalah seorang pejuang sampai ke sumsum-sumsumnya, seorang yang
lebih mencinta negara dan bangsa melebihi apa pun juga!
Mendengar
tuduhan Han Han itu, Nirahai tersenyum dan mengangguk, “Memang betul, Han Han.
Aku mencintamu, akan tetapi aku lebih cinta kepada bangsaku yang melebihi
cintaku kepada diriku sendiri. Engkau adalah seorang yang berpengetahuan luas,
tentu mengerti akan watak keturunan pahlawan. Betapapun juga, aku cinta
kepadamu, suamiku, ahhh, betapa cintaku kepadamu. Karena itu, kau kasihilah
aku, sebelum terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan dan yang akan
menghancurkan kebahagiaan kita berdua, marilah sekarang saja kita pergi ke
utara dan melupakan segala! Marilah, Han Han, demi cinta kasih kita....!”
Suara
Nirahai makin melemah dan akhirnya ia terisak perlahan. Han Han terkejut dan
makin terharu. Isterinya, kekasihnya yang berhati baja itu, kini ternyata
telah menderita tekanan batin hebat sekali!
Ia
segera memeluknya dan mereka berciuman penuh kemesraan. Sesaat pertentangan
faham yang timbul dari percakapan tadi terlupa dan lenyap, tenggelam oleh rasa
cinta kasih mereka. Akan tetapi badai kecil asmara ini pun lewat dan mereka
kembali sadar dan teringat akan urusan penting yang mereka hadapi dan yang tak
mungkin mereka hindari.
“Han
Han, kau sendiri mengatakan bahwa Lulu telah mendapatkan jodoh yang amat baik,
yang boleh dipercaya, aku pun percaya bahwa Wan Sin Kiat adalah seorang pemuda
yang baik sekali, gagah perkasa dan bertanggung jawab. Karena itu, mengapa
engkau masih mengkhawatirkan keadaan Lulu? Marilah kita pergi ke utara sekarang
juga.”
Han
Han menggeleng kepala. “Tidak mungkin aku pergi jauh sebelum aku menyaksikan
pernikahan adikku, Nirahai.”
“Kalau
begitu, pergilah cepat dan kembalilah cepat pula. Aku akan menantimu di sini,
suamiku.”
Han
Han termenung, keningnya berkerut dan wajahnya muram. Tak disangkanya sama
sekali bahwa dia harus menghadapi keputusan yang begitu sukar dan yang akan
menghancurkan hidupnya! Dia membayangkan masa depannya bersama Nirahai di
utara, di antara bangsa Mongol yang asing baginya sama sekali! Dia
membayangkan Nirahai menjadi seorang pahlawan puteri di antara bangsa Mongol
dan dia sendiri.... Dia hanyalah suami sang puteri yang bagaimanapun juga tidak
mungkin dapat menjadi pahlawan bangsa itu, dan dia hanya akan “membonceng”
kemuliaan isterinya! Dia akan merasa terhina, seorang suami bangsa asing, yang
buntung pula. Han Han bergidik ngeri.
“Tidak,
Nirahai. Aku akan pergi ke Kwan-teng dan engkau harus ikut bersamaku! Setelah
aku merayakan pernikahan Lulu, kita berdua akan pergi, ke mana saja, asal
bebas dari ikatan. Ke utara pun boleh, akan tetapi dengan janji bahwa kita
berdua tidak akan mengikatkan diri dengan urusan negara!”
Sepasang
alis itu berkerut, sepasang mata itu bersinar merah dan Han Han terkejut,
maklum bahwa datangnya badai yang lain lagi daripada badai asmara yang
memabukkan. Setelah berulang kali menarik napas panjang sampai terdengar nyata,
Nirahai berkata, “Sudah kukhawatirkan akan menjadi begini....! Jodoh takkan
dapat kekal hanya didasari cinta berahi saja! Yang penting adalah kesesuaian
faham dan cita-cita! Ahhh, Han Han, tak mungkin aku dapat memenuhi permintaanmu
itu. Kalau engkau memang mencintaku, engkau harus memenuhi permintaanku ikut
dengan aku sekarang juga ke utara.”
“Engkau
yang tidak sungguh-sungguh mencintaku, Nirahai. Engkau lebih mencinta
cita-citamu!”
“Dan
engkau, Han Han, engkau seperti telah buta. Engkau memang mencintaku, cinta
nafsu, cinta berahi, padahal sesungguhnya engkau mencinta.... Lulu!”
Han
Han meloncat kaget dan memandang Nirahai dengan mata terbelalak.
“Apa....
Apa kau bilang....?”
Nirahai
tertawa pahit dan anehnya, dua titik air mata membasahi kedua pipinya. Ia tertawa
akan tetapi menangis, amat mengharukan ketika suaranya yang gemetar berkata,
“Kuketahui setelah terlambat! Baru pada akhir-akhir ini.... Engkau mencumbu dan
merayu, mencinta tubuhku, akan tetapi hatimu lari mencari Lulu. Tanpa
kausadari, mulutmu yang menciumi bibirku membisikkan nama Lulu! Saat itulah
aku tahu bahwa sesungguhnya engkau telah jatuh cinta kepada Lulu! Akan tetapi,
sudah terlanjur! Dan kini aku teringat akan sikap dan kata-kata Lulu. Adikmu
itu, adik angkatmu itu, dia pun mencintamu, Han Han. Mencintamu dengan sepenuh
jiwa raganya, mungkin cintanya terhadapmu jauh lebih murni daripada cintaku
kepadamu. Mungkin dia akan melakukan apa saja yang kaukehendaki. Akan tetapi,
semua itu telah lewat, tiada gunanya lagi disesalkan, kita telah menjadi suami
isteri! Kita tidak boleh berpisah lagi karena hal itu akan berarti menghancurkan
kebahagiaan kita. Aku mencintamu dan engkau mencintaku. Sungguhpun mungkin
cinta kasih di antara kita lebih disuburkan oleh nafsu berahi karena kita
saling mengagumi, namun kita dapat menikmati cinta kasih kita bersama. Sekarang
belum terlambat, marilah kita pergi ke utara.”
Han
Han menjadi pucat sekali wajahnya, matanya kehilangan sinarnya. Pukulan batin
yang dideritanya sekali ini terlalu berat baginya. Kenyataan yang dibuka
secara terang-terangan oleh Nirahai merobek-robek hatinya dan ia harus mengakui
kebenaran ucapan Nirahai. Betapa bodohnya! Lululah yang dia cinta! Bahkan
mungkin sekali karena kemiripan wajah Nirahai dengan Lulu maka dia tergila-gila
kepada puteri ini! Dan sekarang sudah terlanjur!
“Nirahai,
terima kasih. Engkau hebat dan jujur, aku amat menghargai keterusteranganmu.
Maafkan aku, Nirahai, kalau tanpa kusengaja aku menyakiti hatimu. Sudah
semestinya kalau aku menebus dosa-dosaku dengan menuruti kehendakmu. Akan
tetapi, engkau bersabarlah. Aku akan pergi ke Kwan-teng lebih dulu, merayakan
pernikahan adikku, baru kita bicara lagi tentang ke utara.”
Nirahai
membanting kakinya. Dia sudah marah sekali dan sudah habis kesabarannya.
“Tidak!
Sekarang juga kita harus dapat mengambil keputusan! Han Han, kita bukanlah
anak-anak kecil lagi! Kita bukan orang-orang yang lemah dan ragu-ragu dalam
mengambil keputusan. Kita harus dapat menentukan nasib sendiri karena hal ini
menyangkut masa depan dan kehidupan kita. Dengarlah keputusan yang tak dapat
diubah-ubah lagi, Han Han. Aku cinta padamu, dan akan bersedia melayanimu
sebagai seorang isteri yang mencintannu sampai kematian memisahkan kita. Akan
tetapi, di samping itu aku harus pergi ke Mongol dan aku harus mengabdikan
diriku untuk nusa bangsaku, biarpun dengan cara lain daripada yang
sudah-sudah. Aku hanya minta engkau tidak menghalangi cita-citaku itu dan aku
bersumpah bahwa cintaku kepadamu takkan berubah!”
Sementara
itu, biarpun amat berduka, Han Han sudah pula berpikir masak-masak, maka ia
menjawab, “Aku pun sudah mengambil keputusan, Nirahai. Aku cinta padamu dan aku
akan mencintamu selamanya, akan tetapi aku tidak mau terikat dengan urusan
pemerintah. Aku harus menikahkan Lulu lebih dulu, kemudian aku akan
mengikutimu ke manapun engkau pergi, akan tetapi aku hanya minta engkau tidak
mencampuri urusan negara yang hanya akan merenggangkan hubungan kita suami
isteri.”
Sejenak
sunyi dan mereka berpandangan. Akhirnya Nirahai bertanya nyaring. “Sudah
tetapkah keputusan hatimu itu?”
Han
Han mengangguk tanpa mengalihkan pandang matanya yang bertaut dengan pandang
mata Nirahai. Tiba-tiba Nirahai tertawa nyaring dan terkekeh-kekeh.
“Nirahai....!”
Han Han maju hendak merangkul. Ia ngeri melihat Nirahai tertawa seperti itu,
dengan muka pucat, dengan air mata bercucuran, dengan mulut tertarik seperti
orang menangis, seperti mayat tertawa!
“Jangan
dekati!” Nirahai membentak, kemudian ia berkata lirih bercampur isak, “Kalau
begitu keputusan kita, kita harus berpisah, sekarang juga, lebih cepat lebih
baik. Nah, selamat tinggal, Han Han. Engkau kekasihku, engkau suamiku, akan
tetapi juga musuhku! Engkau kucinta, akan tetapi juga kubenci!” Setelah
berkata demikian, puteri jelita itu meloncat dan lari pergi secepat
kilat.“Nirahai....!” Han Han menjerit, hanya lirih keluar dari mulut, akan
tetapi amat nyaring keluar dari hatinya yang berdarah. Ia berdiri termenung
memandang sampai bayangan Nirahai lenyap, berdiri seperti patung, agak
terbongkok seolah-olah terlampau berat beban yang menimpa punggungnya,
bersandar pada tongkatnya dan diam tak bergerak. Hanya air matanya saja yang
jatuh satu-satu tak dihiraukannya.
“Nirahai....
Nirahai....!” Hatinya menjerit-jerit.
“Nirahai....!
Lulu....! Lulu....!” Ia menjadi bingung, pukulan batin yang dideritanya membuat
ia seolah-olah menjadi batu.
Kalau
saja Nirahai tidak sedemikian keras hatinya. Kalau saja ia meragu dan kembali
ke tempat itu, tentu hati wanita ini akan hancur luluh dan mencair melihat
keadaan Han Han. Sampai tiga hari tiga malam Han Han masih berdiri di tempat
itu, bersandar pada tongkatnya, tak pernah bergerak kecuali untuk membisikkan
nama Nirahai dan Lulu! Dan yang amat mengharukan adalah rambutnya. Rambut yang
gemuk dan panjang, yang biasanya berwarna hitam mengkilap itu kini telah
menjadi putih semua! Putih seperti benang-benang perak, seperti rambut seorang
kakek berusia seratus tahun! Selama tiga hari tiga malam ini, terjadi perubahan
hebat pada dirinya. Badannya menjadi semakin kurus, mukanya kuyu pucat tidak
ada cahayanya, seperti muka orang yang kehilangan semangat dan kegairahan
hidup. Tiada sepercik pun sinar kegembiraan terlukis di mukanya. Dan memang
selama tiga hari tiga malam itu Han Han hanya memikirkan nasibnya. Hidup
semenjak kecil baginya hanya merupakan serangkaian kesengsaraan yang tidak ada
putus-putusnya. Makin diingat makin menghimpit perasaan.
Bersambung
By:
Ruhul Yakin
nech crta ny kyk udh bca sblom ny nech bos shu..
BalasHapusbriliant!!! lanjut bos jangan pake lama....
BalasHapuswalah suma han jadi cerita hot. Dah ijin kho ping hoo blum mas
BalasHapusMenarik!
BalasHapusSaran sih, gunakan kata-kata yang lebih "kuno". Nemu "vagina" dan "klitoris" di tengah cerita silat bikin kagok bacanya.
Bos Shu, dvd film pesanan bos saya bagaimana? sudah 1 bulan lho
BalasHapusluar biasa..
BalasHapuskho ping hoo
ga tau bakal kecut or senyum..?
ini kombinasi Pendekar Pulau Es dan Jalu Samudra by Angga. . . kalu Angga terkenal dengan Istilah Pilar Tunggal penyangga langit dang Goa kenikmatannya . . . he he he he lanjut suhu... pendekar pulau Es panjang banget ceritanya. makin bagus bila dimulai dari Bocah Ajaib . . . . pasti seru . . .
BalasHapuscerita silat yang lain ada?
BalasHapusKalau sampe Bu Kek Siansu tau muridnya kaya' gitu...cilaka :D
BalasHapuswkwkwk.. ane yakin ini cerita yang disensor waktu cersil Pendekar Super Sakti naik cetak..
BalasHapusHebaaattt, truskan gan..
BalasHapuslanjut dunk brader...
BalasHapusklo bisa ntar episode threesome..
Suma Han- Nirahai_Lulu..
wow...ngebayangin aj udah bikin cenut2...
Kayaknya masih banyak tuh kalau lihat di FB
BalasHapusMantappp bangg ...
BalasHapus