Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 13: Berbagi Ceria di Mana Saja

Banyak email tanggapan yang masuk atas cerita ceritaku, perlu aku tegaskan sekali lagi, meskipun sudah kuutarakan di seri awal ceritaku, bahwa cerita itu adalah 90% NYATA, sisanya adalah bumbu penyedap supaya cerita itu lebih menarik.

Sekalian aku mohon maaf apabila banyak email yang tidak terjawab saking banyaknya email masuk, bukannya sombong tapi dari pada menjawab email yang terkadang tidak tahu alur cerita awal dan mengajak ketemu atau kencan, lebih baik waktu dan tenaga kugunakan untuk membuat cerita lainnya.
Untuk tawaran penerbitan secara komersial, terus terang saat ini aku masih belum tertarik untuk meng-komersial-kan cerita ini, anyway thanks atas tawarannya.

Mengenai bagaimana aku atau statusku sekarang, silahkan baca kembali di seri awal “Selintas Kisah Seorang Call Girl”, pada prolog sudah jelas aku bercerita siapa diriku.

Salam kangen untuk semuanya.

*****

“Ly, kita ke tretes yuk” terdengar suara dari Hari dari ujung telepon pada suatu siang.
“Kapan?” jawabku antusias karena udah beberapa minggu aku nggak keluar kota, sekalian refreshing, sekalian dapat duit, berarti taripnya adalah menginap di luar kota yang besarnya bisa 2-3 kali daripada short time.
“Ntar sore kujemput ke tempat kost-mu gimana, kita berangkat rame rame” kata Hari, salah seorang langgananku yang sudah seperti seorang teman meski tak pernah melupakan bisnis.
“Rame rame?, emang dengan berapa orang?” tanyaku penasaran.
“Kita tiga orang, tapi yang satu bawa pacarnya sedangkan satunya lagi masih kosong, dia baru datang dari Jakarta nanti jam 5 sore, kalo kamu ada teman boleh juga di ajak sekalian, tapi yang bagus dong, minim kayak kamu lah, ha.. ha.. ha”
“Berarti harus lebih cantik dong, ah nggak ah, ntar aku dicuekin, lagian susah nyari orang yang lebih cantik dari aku” jawabku tak mau kalah.
“Oke deh terserah kamu aja lah, yang jelas harus cantik, sexy, tinggi, putih dan .. ah kamu tahu sendiri deh gimana maunya, ntar aku jemput jam setengah empat, ke Juanda dulu lalu langsung ke Tretes, oke?”
“Jangan setengah empat, jam limaan gitu lho” aku mencoba menawar karena jam 2 nanti aku harus melayani tamuku di Shangri La, takut waktunya terlalu mepet.
“Jangan, ntar terlambat kasihan dia menunggu kelamaan di Juanda” jawabnya.
“.. setengah lima deh”
“Oke tapi carikan temanmu ya.. “
“Oke aku carikan, tapi nggak janji lho, aku kan kurang punya teman” jawabku menyanggupi.

Beberapa teman kucoba kuhubungi tapi banyak yang lagi off atau sedang ada booking-an, aku nggak mau mencari lewat GM, karena khawatir tidak tahu ceweknya dan kalau ternyata nggak cocok menjadi bebanku. Akhirnya aku menyerah, tak bisa mendapatkannya.
Kucoba menghubungi Hari untuk melapor tapi HP-nya sibuk, sementara aku harus segera berangkat ke Hotel Shangri-La, menemui tamuku yang sudah bikin appointment. Untuk sementara kulupakan Hari, masih ada waktu 3 jam sebelum Hari menjemputku, waktu yang lebih dari cukup untuk sekedar short time.

Perhatianku benar benar kucurahkan pada tamuku ini, meskipun aku belum pernah bertemu tapi karena dia adalah rekanan bisnis dari Koh Toni, tamu langgananku, yang sedang di servis, maka aku harus memberikan servis dan kepuasan padanya, supaya tamu langgananku tidak kecewa. Koh Toni menyambutku di lobby hotel, berdua kami naik ke lantai 9 menemui rekanan bisnisnya.

Ternyata ada 3 orang di kamar itu, satu persatu aku diperkenalkan, sementara aku sendiri tak tahu yang mana yang harus aku layani. Sepuluh menit kami berlima di kamar itu, satu persatu mereka meninggalkan kamar hingga tinggallah aku, Koh Toni dan rekanan bisnisnya yang bernama Tio, inilah tamuku yang sebenarnya.

“Ly, aku tinggal dulu, kamu temanin Pak Tio ya, ntar kalo udah selesai hubungi aku di lobby” kata Koh Toni seraya meninggalkan kami berdua.
Sepeninggal Koh Toni kami berbasa basi sebentar, lalu seperti biasa kamipun berpacu menembus batas mengejar nafsu menggapai kepuasan. Detail permainan tak perlu diceritakan karena ini hanyalah pembuka alur cerita, detailnya ya seperti biasa saja, tak ada yang istimewa pada diri Pak Tio. Seperti kebanyakan tamuku besar nafsu tenaga kurang, meskipun kami bermain tiga babak tapi aku tak mendapatkan orgasme darinya karena masing masing babak hanya bertahan tak lebih dari 5 menit, jadi kurang
menarik untuk diceritakan.

Kuhabiskan waktu 1,5 jam menemani Pak Tio, kutinggalkan dia sendirian dengan mengantongi beberapa ratus ribu tips. Aku langsung pulang lewat pintu samping, tak sempat kutemui Koh Toni yang katanya di Lobby, seperti biasanya dia akan mentransfer pembayaran lewat rekeningku.

Di perjalanan pulang ternyata Koh Toni meneleponku.
“Kamu udah pulang kok nggak ngomong ngomong, ada apa?” tegurnya.
“Ah nggak ada apa apa, kata Pak Tio tadi nggak usah nunggu Koh Toni, jadi aku langsung pulang aja, gimana dia puas nggak?” jawabku memancing.
“Pak Tio puas banget sama kamu, dia malah minta kamu temanin dia ntar malam, gimana?”
Aku terdiam sejenak, baru sekarang teringat ajakan Hari.
“Maaf Koh, aku nggak bisa, ntar sore mau ke Tretes sama teman teman, biasa refreshing” tolakku halus
“Refreshing mah bisa menyusul, ntar aku ajak ke Bali deh, inikan ada duitnya” dia berusaha merayuku.
“Nggak bisa Koh, ini juga bisnis” aku berusaha menolak halus.
“Sayang deh, padahal dia suka kamu lho, sampai kapan di Tretes?” masih juga dia tak mau menyerah.
“Entahlan mungkin besok malam kali baru balik”
“Ya udah kita lihat besok deh, apa dia masih mau” akhirnya dia menutup telepon.

Sesampai di tempat Kost yang hanya 15 menit dari Shangri La, kucoba menghubungi Hari, melaporkan kegagalanku mendapatkan teman tapi HP-nya selalu sibuk. Pukul 4 hari menghubungiku, dia kecewa ketika tahu aku tidak bisa mendapatkan teman untuk tamunya yang dari Jakarta.
“Wah sekarang udah nggak ada waktu untuk hunting” jawabnya pasrah.
“Kita cari aja disana, kan banyak” hiburku
“Mana mau dia dengan cewek cewek di sana, bukan seleranya” jawabnya ketus.
Aku jadi serba salah, tentu saja aku tak mau ribut menyalahkan dia karena HP-nya selalu sibuk waktu dihubungi, biarlah kesalahan ini kutanggung aja.
“Ya udah, kita lihat saja nanti, kali kali dia bisa nemukan cewek yang cocok disana, aku jemput kamu 10 menit lagi, udah dijalan nih” katanya memutus pembicaraan.

Berempat kami berangkat menjemput kedatangan Piter di Juanda, Aku dan Hari mengendarai Mercy E320 keluaran terbaru sementara Ivan dan Nenny, pacarnya, membawa BMW 520. Untunglah selama perjalanan ke Juanda Hari tidak mengungkit ungkit kegagalanku mendapatkan cewek untuk Piter. Justru Hari banyak bercerita tentang Piter, rupanya mereka adalah sahabat karib sejak sekolah di California, begitu juga dengan Ivan, mereka adalah tiga serangkai yang menjalankan bisnis keluarga mereka masing masing dan sukses. Diusia mereka yang relative muda, awal 30-an, sudah manjadi pengusaha sukses, dan bisa berfoya foya tak perlu menunggu tua. Hubungan mereka bak saudara, sepiring bahkan seranjang bersama, berbagi kesenangan dan kesusahan.

Kami tak perlu menunggu terlalu lama di Juanda, begitu Piter keluar dari pintu kedatangan, mereka langsung berpelukan dan termasuk Nenny yang memberikan ciuman di pipinya. Kedua mobil langsung meluncur ke arah Tretes, berhenti sebentar di Restorant Dewi Sri di Pandaan untuk sekedar mengganjal perut, dan tak lupa membawa bekal karena ntar malam tak perlu keluar Villa mencari makan.

Setelah melewati pasar di depan Hotel Surya mobil belok kanan menyusuri jalan kecil yang hanya cukup untuk 1 mobil, 500 M kemudian tampaklah vila yang dituju, vila milik keluarga Hari. Si penjaga Vila buru buru membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali setelah kami berada di dalam, lampu lampu yang tadi Cuma temaram sekarang terang benderang. Hari membawa kami masuk menjelajahi kamar kamar yang ada, semua ada 5 kamar dengan 2 kamar besar, kolam renang berbentuk oval tidak terlalu besar namun indah.

“Oke terserah kalian pilih kamar yang mana, yang jelas aku dan Lily ambil yang depan di sebelah kolam, Pit kamu kamar yang tempo hari kamu pakai aja biar Ivan dan Nenny bisa bulan madu di kamarnya bokap” kata Hari mengatur.
“Sip, gue sih kamar mana aja oke tapi temannya ini nih gimana?” Piter mulai menanyakan.
Aku dan Hari saling berpandangan.
“Van, kita mau hunting kamu terserah deh mau ikut apa nggak” kata Hari pada Ivan dan pacarnya.
“Nggak, disini aja, lagian ada Nenny” jawab Ivan sambil meringis dicubit pacarnya.

Bertiga kami turun menuju ke diskotik di depan Hotel Surya (namanya udah lupa tuh), beberapa cewek berdiri disitu menjajakan diri secara terselubung, beruntunglah aku tidak dalam grup itu, batinku.
Dari satu kelompok ke kelompok lain sepertinya Piter belum mendapatkan yang cocok dengan seleranya.
“Maumu yang gimana sih Van?” Tanya Hari yang sudah capek berkeliling jalan kaki karena lebih praktis daripada naik mobil.
“Ya yang kayak cewekmu itu” jawabnya ringan sambil tetap memelototi satu persatu cewek yang ada disitu.

Jarum jam menunjukkan pukul 21.00, makin banyak cewek yang datang ke diskotik, makin banyak pilihan tapi sepertinya belum ada yang sesuai dengan seleranya. Entah sudah berapa banyak jagung bakar dan bir hitam yang mereka tegak dan tak terhitung lagi batang rokok yang telah berceceran di bawah, tapi sang idaman tak juga kunjung didapat.

Mungkin karena sudah kedinginan dan pasrah atau karena terpaksa akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada salah satu gadis yang ada disitu, aku yakin dia terpaksa memilih karena sudah tidak ada pilihan lagi, daripada kedinginan sendirian, maka kamipun kembali ke Vila dengan membawa seorang gadis.

Sesampai di Villa ternyata Ivan dan Nenny sudah masuk ke kamar, sayup sayup kami dengar jeritan kenikmatan Nenny dari dalam kamar, kami hanya tersenyum berpandangan dan langsung masuk ke kamar masing masing. Hari ngomel memaki maki Piter yang terlalu banyak pilihan, sudah berapa jam waktu terbuang percuma, aku makin merasa bersalah. Sebenarnya bisa saja Hari memintaku menemani Piter, berarti mengorbankan diri sendiri, tapi itu tak dilakukannya.

“Kasihan Piter, dia mendapat cewek yang bukan seleranya” kataku pelan sambil melepas sweater dan Jins-ku.
“Emang sih, tapi itu diluar rencana” jawabnya tanpa menyinggung kesalahanku tadi siang.
“Har, aku usul nih, jangan marah ya, janji?” aku memberanikan diri, dia diam menatapku tajam, lalu menganggukkan kepala.
“Piter kan jauh jauh dari Jakarta, sedangkan kamu kan di surabaya, gimana kalo aku temanin Piter malam ini, toh kita bisa ketemu kapan saja, anytime, tapi itu terserah kamu sih” aku memberanikan diri, takut dia tersinggung, tak berani menatapnya.

Hari diam saja memandangku makin tajam, sepertinya ada gejolak di batinnya, entah mempertimbangkan entah marah.
“Lalu aku harus tidur sama cewek kampung itu?” dengan nada tinggi.
Aku diam saja sambil berpura pura sibuk melepas bra-ku, menyesal mengajukan usul. Kupeluk dia dan kucium bibirnya.
“Ya udah, lupakan usulku itu sayang” kataku sambil melepas baju dan celananya, ternyata dia sudah tidak mengenakan celana dalam.
Aku langsung berlutut di depannya, kuraih kejantanannya yang lemas, kuremas dan kukocok sambil menciuminya untuk membangkitkan gairah yang terpendam sejak tadi. Hari meremas remas rambutku ketika aku mulai mengocok dengan mulutku, penisnya yang tidak disunat dengan cepat keluar masuk menerobos bibirku, apalagi ditambah gerakan pantatnya yang seakan mempercepat kocokannya. Mulutku kewalahan menerima gerakan liarnya, tetesan air liur keluar dari celah bibirku.
Kami pindah ke ranjang yang besar, baru kusadari ternyata kamar itu begitu erotis, dikelilingi cermin disepanjang dinding dindingnya, begitu juga atap di atas ranjang, aku bisa melihat pantulan bayanganku telentang pasrah di atas ranjang.

Hari langsung mendatangi selangkanganku, dilepasnya celana dalam ungu transparan yang menutupi kewanitaanku, dia mencium celana dalam itu sebelum melemparnya ke lantai.

Tanpa buang waktu, bibirnya segera mendarat di vaginaku, dikulumnya sambil mempermainkan lidah, klitorisku dipermainkan dengan jari tangannya. Dia menyedot seperti seorang yang kehausan, aku menjerit kaget dan nikmat, dengan cepatnya vaginaku menjadi basah, baik karena ludahnya maupun karena cairan vaginaku sendiri. Jari jari tangannya ikutan menjarah permukaan kewanitaanku, dua jari sudah mengocokku diselingi permainan lidah di klitoris, aku makin menjerit nikmat, tak kuhiraukan apakah jeritanku terdengar dari kamar sebelah, toh mereka juga melakukan hal yang sama.

Aku benar benar dibuatnya kelojotan karena permainan tangan dan oralnya, nikmat sekali, kuremas remas kedua buah dadaku. Berkali kali kutarik rambutnya untuk segera memasukkan penisnya, tapi tak digubris, sepertinya dia menikmati siksaannya.

Tubuhku dibalik pada posisi menungging, aku berharap dia segera melakukannya dengan posisi doggie, tapi kembali kurasakan tangan dan lidahnya yang menyentuh organ kenikmatanku, jeritanku makin keras ketika lidahnya menyentuh anusku, tak kusangka dia melakukan itu meski aku sering malakukan padanya hal yang sama.

“Come on Har, pleeasse” desahku tak tahan menghadapi foreplay-nya, napasku sudah tersengal sengal menahan gejolak birahi.
Aku mendekap bantal erat erat saat kurasakan kepala penisnya mulai mengusap bibir vaginaku, bersiap mendapatkan kenikmatan darinya.
“Aauuwww.. sshit” teriakku kaget ketika tanpa aba aba Hari langsung mendorong masuk penisnya dengan keras dan sekali dorong, meskipun ukurannya tidak terlalu besar, alias rata rata tapi dengan sodokan keras seperti itu tak urung membuatku kaget, sakit bercampur nikmat, semua beraduk menjadi satu. Dia tersenyum penuh kemenangan melihatku menggeliat karena sodokannya.

Dengan tempo tinggi dia langsung mengocok vaginaku tanpa ampun diiringi remasan remasan kuat di buah dadaku. Hari tak mempedulikan jeritanku, justru semakin aku menjerit semakin kuat dia menghentakkan penisnya, berulang kali aku berusaha menahan sodokannya tapi tanganku selalu ditepisnya, sepertinya dia melampiaskan dendam yang sudah lama terpendam.

Suatu permainan kasar yang tidak biasa dia lakukan, lima menit kemudian aku sudah bisa menyesuaikan dengan irama permainannya. Kubalas setiap hentakan dengan hentakan lagi, bahkan aku menggoyang goyangkan pantatku mengimbanginya. Tiba tiba dia menarik penisnya dengan kasar, aku menjerit kecewa.

Dia meninggalkanku turun dari ranjang, sambil menyalakan rokok, dikecilkan lampu kamar hingga meredup dan dibukanya jendela yang ke arah kolam. Pemandangan kota Surabaya terlihat indah di malam hari, diiringi dinginnya udara pegunungan yang menerobos masuk ke kamar. Aku masih belum tahu apa maksudnya, menghentikan permainan yang lagi seru dan membuka jendela, memandang keluar sambil merokok. Kuselimuti tubuhku dengan selimut untuk menahan dinginnya udara malam pegunungan yang menerobos masuk kamar, kudekap Hari dari belakang.

“Kok tiba tiba berhenti sayang” tanyaku manja sambil mengelus elus dadanya manja.
Dia diam, hanya menghembuskan asap rokok kuat kuat keluar. Tubuh telanjangku kupepetkan ke punggungnya, terasa kehangatan yang mengalir, elusanku turun ke perut dan selangkangan, aku kaget, ternyata penisnya basah dan banyak cairan, ketika kucium aroma sperma yang kuat menyengat, ternyata dia menariknya keluar saat orgasme.
“Ih curang, begitu keluar ditarik keluar” protesku sambil menggigit ringan pundaknya.
Dia hanya tertawa terbahak bahak, kami kembali berpelukan di depan jendela yang terbuka, selimut penutup tubuhku sudah jatuh ke lantai, udara dingin berubah menjadi kehangatan pelukan gairah birahi.

“Ntar dilihat orang” bisikku disela sela ciumannya.
“Nggak mereka udah pergi kok, lagian tempat ini terpencil” hiburnya meyakinkanku.
Maka kamipun kembali bercinta di depan jendela yang terbuka dengan pemandangan kelap kelip kota Surabaya, dinginnya angin malam tak mampu mengusir panasnya nafsu kami.

Aku tak bisa mengingat sudah berapa kali orgasme dan berapa babak melayani buasnya nafsu Hari dengan berbagai posisi, meskipun begitu bersemangat tapi kami harus menyerah dengan apa yang namanya capek dan lapar, mungkin terlalu banyak energi yang keluar ketika kami bercinta tadi. Sebenarnya aku masih ingin melanjutkan merengkuh kenikmatan lebih lama, aku sendiri tak tahu, semakin bergairah semakin bersemangat aku bercinta tanpa mengenal lelah, namun Hari sudah menyerah dan minta “Time out”, terpaksa aku harus ikutan menunda keinginanku. Akhirnya kami putuskan untuk break dan membuka bekal yang kami bungkus dari Dewi Sri tadi.

Perlahan lahan kami membuka bungkusan di tengah temaram lampu ruang tamu yang sengaja tidak kami besarkan. Dalam waktu singkat ludeslah seekor ayam berpindah ke perut kami berdua didorong setengah botol Aqua, masih menyisakan 2 ekor lagi tapi kami biarkan tetap terbungkus.

Limabelas menit kami beristirahat di ruang tamu, udara dingin mulai terasa menusuk kulit, apalagi aku hanya mengenakan kemeja tipis milik Hari tanpa dilapis jaket, bahkan kakiku tetap telanjang tanpa penutup, hanya kemaja Hari itulah yang menutupi tubuhku hingga ke paha. Begitu juga dengan Hari yang hanya mengenakan celana pendek tipis, kamipun duduk berpelukan menikmati sunyinya malam dipegunungan diiringi suara jangkrik yang jelas terdengar, suasana begitu romantis.

Terbawa suasana, tak lama kemudian kamipun akhirnya berciuman, kuselipkan tanganku ke dalam celana Hari, dia melepas kancing kancing kemejaku dan meremas kedua buah dadaku bergantian. Aku mendesah pelan ketika dia mengulum putingku, kuremas makin keras kejantanannya, segera kami kembali dalam pergulatan penuh nafsu, lupa sudah dimana kami berada.

Hari duduk di sandaran sofa menerima kulumanku pada penisnya, dia mendesah perlahan, mungkin takut terdengar lainnya.
Hari berlutut didepanku, penisnya disapukan sejenak lalu menyodokku dengan keras, seperti sebelumnya, aku hanya menggigit jariku menerima kocokan kerasnya, tak berani bersuara, tangannya ikutan meremas dan memilin ringan putingku, membuatku semakin kepanasan, semakin keras kugigit jariku. Dia tersenyum melihat expresiku yang aku sendiri tak bisa menggambarkan seperti apa, begitu bernafsu dia menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku.

Kurebahkan Hari di atas sofa, langsung kubimbing penisnya memasuki liang kenikmatanku, sama seperti yang dilakukannya padaku tadi, dengan sekali gerakan melesaklah kejantanannya mengisi rongga vaginaku dengan cepat, dia menjerit kaget tanpa sadar, aku hanya tersenyum melihatnya. Sebelum dia sadar, kususul dengan gerakan dan goyangan pantat yang liar tidak beraturan, aku ingin melihatnya terkapar dalam kenikmatan, seperti apa yang telah dilakukannya padaku, lebih mengasyikkan lagi karena dia tidak berani mendesah keras, kunikmati permainan ini. Gerakanku makin menjadi ketika dia mulai meremas remas buah dadaku, kami sadar bahwa permainan ini beresiko tertangkap basah sama lainnya, tapi kami tak peduli, hanya menjaga supaya tidak menimbulkan berisik yang bisa membangunkan macan tidur.

Tiba tiba lampu ruang tamu menyala terang, kami berdua kaget, bersamaan kami menoleh ke arah pintu depan, ternyata Piter sudah berdiri disitu, matanya tertuju pada tubuhku, dalam keadaan kaget kami ternyata hanya terbengong, aku masih di atas Hari dengan penis yang masih tertanam, sementara tangan Hari masih meremas buah dadaku. Celakanya, begitu tersadar bukannya segera menutupi diri tapi langsung memeluk rapat tubuh Hari, maksudnya menutupi tubuhku dari pandangan Piter, tapi justru posisi itu makin membuat pemandangan menjadi lebih erotis.

“Wah curang, kalian bermain begitu hot, tapi aku kamu kasih si mayat hidup” komentar Piter sambil berjalan masuk dan duduk di depan kami.
Aku yang masih di pelukan Hari jadi serba salah, apalagi Piter duduk tepat menghadap kami yang sedang telanjang berpelukan, sepertinya dia sudah biasa, tak ada rasa segan menghadapi kami yang sedang dalam keadaan begini.
“Lho cewek kamu kemana?” Tanya Hari yang masih memelukku.
“Aku pulangin, habis udah hitam nggak bisa ngapa ngapain, untuk apa dilanjutin, aku tadi keluar mau nyari lagi, tapi rupanya nggak ada yang bagus” jawabnya sambil menyalakan rokoknya.
“Iadi kamu belum main toh”
“Nggak ah sayang, mending dikasih ke cewek lain yang cocok, entah kapan dimana”

Tak mungkin kami ngobrol dalam keadaan begini, kuberanikan untuk turun dari tubuh Hari dengan resiko tubuh telanjangku terlihat Piter. Meskipun aku seorang call girl yang terbiasa telanjang di depan laki laki tapi belum pernah aku telanjang dihadapan orang yang tidak mem-booking-ku.

“Wow, suit suit” celetuk Piter melihat tubuhku, langsung kututupi dengan kemeja yang ada di lantai, aku ingin masuk kamar tapi Hari mencegahku dan meminta duduk disampingnya menemani ngobrol dengan Piter, agak segan juga aku karena sudah pasti kemeja tipis itu tak mampu menutupi postur tubuhku, apalagi selangkanganku saat duduk, terpaksa kuturuti kemauan Hari.
Hari tetap telanjang sambil memelukku ketika bicara dengan Piter yang mengeluhkan cewek-nya tadi, pada dasarnya dia kecewa apalagi membandingkan denganku. Ternyata sudah lama dia berada di luar, dia melihat semua yang kami lakukan di kamar tamu, bahkan sesaat dia melihat kami bercinta di depan jendela kamar yang terbuka. Kembali rasa bersalah menyelimutiku.

“Kamu nggak fair Har, masak teman yang jauh disuruh cari sendiri, terang aja nggak bisa, bilang kek kalo kamu nggak bisa nyariin, kan aku nggak perlu jauh jauh terbang hanya untuk ketemu si mayat hidup tadi” Piter mulai protes, aku diam saja, begitu juga Hari, entah apa yang ada dalam benaknya karena apa yang diucapkan Piter meskipun dengan bergurau ada benarnya dan sama dengan usulku tadi, tapi semua itu tergantung pada Hari.

Hari menatapku tapi kualihkan pandanganku ke luar sambil menyalakan rokok yang ada di meja.
“Oke sekarang maumu apa?” Tanya Hari
“Ya cariin aku cewek yang seperti dia dong, kan nggak mungkin aku minta ke Ivan”
“Malam malam begini? ngaco kamu” kata Hari.
“Ya udah selamat bersenang senang deh, aku mau tidur aja biar besok bisa tenang kembali ke Jakarta” kata Piter seraya berdiri meninggalkan kami berdua, sepertinya dia ngambek.

Aku dan Hari terdiam melihat sikap Piter, semua tergantung Hari, namanya orang dibayar aku sih terserah sama yang bayar, lagipula dari segi fisik, umur maupun wajah mereka tak jauh berbeda.
“Ly, kamu keberatan nggak kalo nemenin Piter malam ini” kata Hari dengan suara terbata bata.
“Terserah kamu saja Har, toh kamu yang booking, lagipula apa kata Piter emang ada benarnya” kataku pelan takut membuatnya tersinggung.
“Tapi rasanya aku nggak rela melepasmu ke Piter, kamu nggak akan puas sama dia, aku tahu betul permainannya, mana bisa dia muasin kamu dengan permainan sejam nonstop kayak tadi” bisik Hari.
“Ya terserah saja, kalo kamu nggak rela sama sahabat sendiri ya tungguin saja biar tahu aku lagi diapain ” jawabku asal karena sudah kesal sama Hari yang selalu mencari pembenaran tindakannya disamping itu aku juga ingin menebus kesalahanku, tak ada pamrih lain.
“Kamu nggak keberatan aku ikut ndampingi?” tanyanya bego
“Jangan Tanya aku, Tanya sama Piter, mau nggak dia main ditungguin dan dipelototin gitu”
Tanpa menjawab dia langsung menuju ke kamar Piter, aku sendirian kedinginan, kembali kudengar sayup sayup desahan Nenny dan Ivan.
“Oke dia setuju” katanya menggandengku menuju kamar Piter.

Kini ganti aku yang salah tingkah, baru kusadari konsekuensi atas ucapanku tadi, belum pernah aku bercinta ditonton laki laki lain, kalo dilihat bahkan main bertiga dengan dua wanita sih udah sering tapi kali ini keadaannya terbalik, penontonnya adalah Hari, tamu langgananku sendiri.

Aku berhenti di depan pintu kamar Hari, entahlah seolah ada yang menahanku, sepertinya aku belum siap untuk bercinta dihadapan laki laki lain, tapi Piter menyambutku dengan senyuman kemenangan, dia membimbingku ke ranjang diikuti Hari yang sudah mengenakan celana pendeknya, dia langsung duduk di sofa di ujung kamar setelah menyalakan lampu dengan terangnya, seolah ingin melihat dengan jelas bagaimana sobatnya memuaskanku atau ingin melihat bagaimana aku melayani laki laki lain.

Piter langsung melucuti pakaian satu satunya penutup tubuhku, kini aku telanjang dihadapan dua laki laki, belum pernah aku mengalami hal seperti ini, kembali rasa nervous membayangiku.
“Nah ini baru betul, nggak rugi dibelain terbang dari Jakarta” komentarnya sesaat melihat tubuhku yang telanjang duduk di tepi ranjang.
Dia duduk disebelahku, dielusnya punggungku, celotehan pujian terucap setiap kali tangannya bergeser ke bagian lain tubuhku. Tangannya mulai menjelajahi kedua buah bukit di dada, diremasnya dengan gemas sambil menciumi pipi dan leherku, aku menggelinjang geli.

Secara reflek tanganku menjamah selangkangannya, kubuka resliting celananya dan kususupkan tanganku ke dalam, langsung masuk di balik celana dalamnya, ada perasaan aneh ketika tanganku berhasil meraih kejantanannya, ternyata jauh lebih pendek dari punya Hari yang berukuran sedang itu, meskipun besarnya hampir sama, mungkin segenggaman sudah hilang padahal sudah keras menegang.

Aku menggeser tubuhku ke bawah, berlutut di antara kedua kakinya, tak kuhiraukan dinginnya lantai kamar yang menusuk, kulepas celananya bersamaan dengan dia melepas kaos dan jaketnya. Ketika kutarik turun celana dalamnya, mencuatlah kejantanannya, hamper mengenai mukaku, kugenggam dan kuremas remas, begitu kecil rasanya sehingga tak ada sisa dalam genggaman tanganku, bisa dibayangkan sebesar pisang emas yang manis dan mungil. Tak kupedulikan ukuran penis di genggamanku, segera kucium dan kujilati penisnya, tak ada aroma sperma, berarti dia memang tidak sempat melakukan dengan ceweknya tadi, kukulum dan kulumat habis hingga pangkalnya, bukan masalah besar bagiku untuk melumat penis seukuran ini.

Piter mulai mendesis saat kocokanku makin cepat, berulang kali dia memuji permainan oralku yang menurut dia the best, apalagi ketika lidahku menyusuri seluruh daerah sensitif di selangkangannya. Ditariknya tubuhku naik, aku duduk dipangkuannya sambil beradu lidah, tangannya menggerayang di dadaku, terus turun hingga ke vagina, dua jari masuk tapi cepat ditariknya lagi, mungkin dia merasakan sperma Hari yang masih ada di dalam. Dia merebahkan diri sambil menarik tubuhku dalam pelukannya, kamipun saling bergumul penuh nafsu di atas ranjang, bergulingan dan saling memagut. Putting dan kedua bukitku dikulum dan dilumat dengan gemas, wajahnya ditanam dan dijepitkan diantara kedua payudaraku.

Kugenggam erat dan kukocok kejantanannya, kusapukan ke bibir vaginaku tapi dia menolak dan berdiri menuju traveling bag-nya, rupanya dia mengambil kondom dan diserahkan padaku. Dengan gerakan mulut tanpa kesulitan kukenakan kondom bergerigi dan berassesoris itu ke penisnya. Kini dia tak menolak saat kubimbing memasuki liang kenikmatanku, vaginaku yang sejak sore sudah di-obok obok penis Hari yang jauh lebih besar, kini serasa begitu mudah ditembus.

Piter menelungkupkan tubuhnya di atasku, kami saling berpelukan rapat, bibir kami kembali saling melumat seiring dengan gerakan pantatnya turun naik, penisnya sudah keluar masuk vaginaku makin cepat, kini baru terasa pengaruh gerigi dan assesoris yang begitu nikmat menggesek gesek dinding vaginaku, apalagi ketika mutiara di pangkal kondom mengenai klitorisku, membuatku mulai mendesis nikmat, ternyata tak terpengaruh oleh ukuran penisnya.

Sepertinya dia tahu bagaimana bermain dengan kondomnya, seringkali dia memasukkan dalam dalam lalu menekan kuat kemudian menggoyang goyangkan pantatnya, kontan saja aku mendesah nikmat tak tertahan, tubuhku menggeliat enak saat mutiara mutiara itu bergerak liar menggesek klitorisku, ini pengalaman baru bagiku yang belum pernah kualami.

Desahanku semakin keras, terlupa sudah keberadaan Hari di pojok ruangan sedang menonton permainan kami. Bunyi kecipuk cairan vagina dan sperma Hari jelas terdengar saat Piter mengocokku keras, kupeluk tubuhnya yang sudah mulai berkeringat, desahan kami saling bersahutan. Sepintas kulihat Hari ternyata sudah telanjang, mengamati kami sambil meremas remas penisnya, aku sudah tak pedulikan lagi, toh dia sudah menyerahkanku ke Piter.

Kami beralih ke posisi dogie, dia menyetubuhiku dari belakang, kugeser tubuhku tepat menghadap Hari, tanpa kusadari secara demonstratif ingin kutunjukkan pada Hari beginilah caraku melayani laki laki lain. Ternyata posisi dari belakang tidaklah senikmat dari depan, mungkin karena mutiara mutiara itu tidak bisa mengenai klitorisku, semakin cepat Piter mengocokku, serasa hanya berlarian di dalam vaginaku.

Tanpa permisi, kutarik keluar penisnya, kudorong dia telentang di ranjang, aku mengambil posisi di atas. Pinggulku langsung bergoyang lincah begitu penisnya tertanam ke dalam, dengan posisi ini aku bisa leluasa mencari posisi sudut yang kurasakan paling nikmat, dimana mutiara mutiara itu bisa menggesek dan bergerak liar pada klitoris. Aku benar benar terbuai hingga tersadar ketika kurasakan pelukan dan remasan buah dada dari belakang, ternyata Hari sudah berada dibelakangku.

“Kamu memang membuatku tak tahan dan aku benar benar cemburu” bisiknya sambil menciumi telinga dan tengkukku.
Gerakanku terganggu ciumannya, sesaat aku berhenti, konsentrasiku terpecah antara Piter di bawah dan Hari di atas, apalagi Piter tak mau gerakanku terhenti, kini dia yang mengocokku dari bawah, sungguh aku dibuatnya kewalahan mendapat rangsangan dari dua arah yang berbeda, tubuhkupun menggeliat tak karuan dan meledaklah jeritanku, entah jeritan kenikmatan atau kegelian, yang jelas keduanya sama enaknya.

Beberapa menit kulalui dengan segala “Kerepotan”, dikeroyok dua orang sekaligus yang sama sama tidak mau mengalah, masing masing ingin membuktikan dialah yang terbaik, akibatnya aku yang jadi korban ajang pembuktian mereka. Belum pernah kualami keroyokan macam ini, ternyata cukup merepotkan, apalagi ada tuntutan untuk memuaskan mereka berdua, ini pengalaman baru bagiku.

Perlahan aku mulai bisa menyesuaikan dengan kedua rangsangan yang ada, pinggulku mulai bisa bergoyang seraya berciuman dengan Hari. Baru sekarang kurasakan sensasi yang hebat bermain bertiga, biasanya akulah yang mengeroyok laki laki, kini aku dikeroyok laki laki, pengalaman pertama yang tak pernah terlintas dalam fantasiku sekalipun. Bahkan ketika Hari beranjak ke depanku, menyodorkan kejantanannya di saat aku masih di atas Piter, tanpa ragu segera kulumat dan kukulum dengan bibirku, sensasinya sungguh luar biasa mendapat kocokan atas bawah sekaligus, apalagi mutiara itu selalu menggesek klitoris dengan liar tanpa ampun.

Mungkin karena sensasi yang terlalu berlebihan, aku tak bisa menahan lebih lama lagi, dan meledaklah teriakan orgasme tanpa bisa kubendung, segera kukeluarkan penis Hari dari mulutku, takut tergigit tanpa sengaja, berganti dengan kocokan tangan yang cepat. Tubuhku menegang dalam remasan Piter yang justru makin meningkatkan tempo kocokannya di vagina. Hari memaksakan memasukkan penisnya kembali ke mulutku tapi aku menolak, hanya kusapukan ke wajahku. Teriakan orgasme kembali terdengar, kali ini dari Piter, kurasakan denyutan sangat kuat di vaginaku membuat aku ikutan menjerit nikmat dan kuremas makin kuat penis di genggamanku.

Tubuhku langsung lemas dan terkulai dalam dekapan Piter yang langsung menyambutku dengan pelukan, napas kami menyatu dalam pacuan tak berirama, kurasakan penis Piter sudah terlepas dari liangku. Hari yang kutinggalkan sesaat ternyata sudah bergeser diantara kaki kami, aku menoleh protes saat kurasakan penisnya menyapu vaginaku.
“Har, pleass aku istirahat dulu” aku menghiba, tapi dia menyodokkan penisnya sebagai jawabannya.
Gila dia, masak mau menyetubuhiku dari belakang saat aku masih dalam pelukan sahabatnya, pikirku.

Kembali aku terdongak merasakan penisnya yang menerobos masuk mengisi liang basah kenikmatanku, terasa nikmat yang aneh setelah merasakan penis Piter, padahal sejam yang lalu penis itu telah meng-aduk aduk vaginaku tapi kali ini lain rasanya, aku diselimuti sensasi yang erotis, dalam waktu kurang semenit kurasakan 2 penis yang berbeda, biasanya ini kualami dalam kurun sekitar satu jam, tapi ini secara simultan, akupun mendesah dan menggeliat dalam pelukan Piter yang semakin erat mendekapku.

Aku tak menyangka sama sekali bahwa begitu nikmat bercinta keroyokan seperti ini, meskipun membutuhkan stamina yang lebih, pantesan banyak laki laki yang ingin dikeroyok dan diladeni 2 atau lebih cewek sekaligus. Penis Hari makin dalam dan cepat menghunjam di vaginaku, akupun tak mau terhanyut lebih lama dalam irama permainannya, maka kuangkat tubuhku melepaskan diri dari pelukan Piter, posisi tubuhku seperti merangkak, dan akupun bisa mengimbangi irama kocokannya dengan ikutan menggoyangkan pantatku.

Ternyata posisi tubuhku membuat Piter jadi lebih leluasa berkreasi, buah dadaku yang bergoyang goyang indah karena kocokan Hari langsung mendapat kuluman darinya, aku menjerit kaget tak menyangka mendapat rangsangan sekaligus seperti ini, desahanku kembali memenuhi kamar dingin yang sudah membara terbakar nafsu kami. Berulang kali kuluman Piter terlepas saat Hari menyodokku keras, tapi dengan sabar dia meraih dan mengulumnya lagi.

Piter menggeser tubuhnya keluar dari kungkunganku, dia duduk selonjor, penisnya tepat di mukaku, segera kuraih, kulepas kondomnya dan kumasukkan ke mulutku, tak kuhiraukan lagi aroma sperma yang menusuk. Meskipun kocokan Hari cukup keras menghantam vaginaku, tapi dengan ukuran penis Piter yang mini aku masih bisa mempermainkannya dengan mulut dan lidahku, konsentrasiku sudah mulai terbiasa terbagi diantara dua kenikmatan.

Terbersit kebanggaan bisa membuat dua laki laki mengerang kenikmatan dalam waktu bersamaan, gerakanku kepala dan pantatku semakin liar, aku ingin mengendalikan permainan ini meskipun dikeroyok, desahan kami bertiga saling bersautan membentuk simponi nafsu yang indah. Hari memang tipe laki laki penikmat sex, belum ada tanda tanda dia segera mengakhiri, justru Piterlah yang untuk kedua kalinya menggapai orgasme lebih dulu. Kumasukkan semua penisnya saat kulihat tanda tanda orgasme darinya, maka keluarlah sperma yang tidak banyak, mungkin hanya tetesan tetesan sisa yang ada, penisnya berdenyut lemah dalam mulutku, Piter yang tidak menyangka mendapatkan servis seperti itu berteriak kaget, apalagi saat kupermainkan lidahku di penisnya yang sedang berdenyut.

Kocokan Hari tidak berkurang apalagi berhenti, justru dia lalu memintaku telentang, dan kamipun kembali bercinta one on one lebih bergairah meskipun sensasinya tak mengalahkan two in one. Giliran Piter yang menonton kami disampingku, sambil tangannya mengusap dan meremas buah dadaku. Saat kujepit pinggang Hari dengan kedua kakiku hingga penisnya makin dalam
melesak, Piter menuntun tanganku ke penisnya yang lemas lunglai, kuremas remas sambil merasakan kocokan Hari yang makin tidak beraturan. Aku hanya menjaga supaya tidak orgasme terlebih dahulu, kalau ini terjadi maka seluruh ototku langsung lemas dan tidak mampu lagi melanjutkan permainan yang mengasyikkan ini, kuingin mereguk kenikmatan lebih dari mereka berdua, terlalu sayang untuk dilewatkan dengan cepat, meskipun sebenarnya sudah cukup lama berlangsung, tapi sepertinya tak ada kata puas.

Aku harus mengagumi kondisi Piter, meskipun penisnya kecil tapi begitu cepat recovery, tak lama dalam genggamanku dia sudah bisa tegak kembali, siap tempur. Dia turun dari ranjang, mengeluakan kondom yang bentuknya berbeda dengan sebelumnya, ada seperti kepala anjing di ujung dan rambut rambut pada pangkalnya, dari pengalamanku bentuk kondom memang sangat banyak variasinya, sebenarnya kesemua itu hanya untuk memuaskan kaum wanita, rupanya dia sudah mempersiapkan segalanya, tinggal menunggu giliran. Rupanya dia tidak perlu menunggu terlalu lama ketika Hari memberinya kesempatan sebelum dia orgasme, aku
tahu trik dia, pasti sudah mau orgasme makanya buru buru mencabut keluar, aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya.

Penis besar berganti penis kecil berkondom unik mengisi vaginaku, tak kurasakan ke-unikan saat Piter mendorong masuk penisnya, biasa saja, tapi begitu semua penisnya masuk semua barulah kurasakan kepala anjingnya menusuk vagian dalam vagina dan bulu bulunya menggelitik klitoris. Ketika dia mulai mengocok, barulah kurasakan sensasi keunikan yang sesungguhnya
yang membuatku mendesah kelojotan dalam kenikmatan. Hari duduk di tepi ranjang sambil mengusap usap buah dadaku, membuatku semakin terbakar birahi, apalagi saat dia mengulum dan lidahnya menari nari di putingku.

Kuraih penisnya dan kubalas dengan remasan kuat, Piter semakin cepat menancapkan penisnya, kepala anjingnya terasa makin dalam menyundul rahimku, apalagi ketika dia menekan kuat ke selangkanganku, antara sakit dan nikmat bercampur menjadi satu.
Hari mengganjal kepalaku dengan bantal lalu memasukkan penisnya ke mulutku yang sedang terbuka mendesah dalam nikmat, dia langsung mengocok begitu penisnya masuk ke mulutku, kembali aku mendapat dua kocokan yang bersamaan dengan posisi kebalikan.

Akhirnya pertahananku runtuh juga dikeroyok secara bersamaan, meledaklah jeritan kenikmatanku, kujepit Piter dengan pahaku erat erat dan kuremas penis Hari, tubuhku mengejang kaku, suatu orgasme yang menjebol segala dinding dinding pertahanan dan menerbangkan semua energi yang tersisa, beruntung Piter menyusulku beberapa detik kemudian, kepala anjing itu serasa membesar di vaginaku, aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawah, tak mampu lagi meneriakkan kenikmatan yang teramat nikmat.

Piter langsung mencabut penisnya begitu denyutan berakhir, melepas kondom lalu menumpahkan isinya di perutku sambil mengusapkan penisnya di selangkanganku. Masih tersisa satu penis di tanganku, tanpa menunggu lagi Hari langsung mengocok mulutku dengan cepat, tubuhku yang berada di bawah kangkangan kakinya tak mampu menghindar, hanya pasrah menerima. Beberapa menit kemudian aku berhasil melaksanakan tugasku, Hari menyemprotkan spermanya memenuhi mulutku, sebagian tertelan sebagian menetes keluar dari celah celah bibirku, lalu dia menyapukannya ke wajahku dengan senyum penuh kepuasan.

Kedua laki laki itu lalu menggeletak di sampingku, napas kami masih tersengal, baru sekarang kurasakan betapa letihnya aku, entah sudah berapa jam mulai di kamar Hari tadi, sama sekali aku tak menyangka mengalami pengalaman seperti ini, ternyata kenikmatannya jauh lebih mengasyikkan. Akhirnya akupun terdidur dalam pelukan kedua laki laki ini, membawa sejuta kenikmatan dan kenangan, kubiarkan sperma yang ada di vagina dan tubuhku seakan tak mau terbangun dari mimpi.

Keesokan harinya aku terbangun kesiangan, matahari sudah tinggi, sinarnya yang menerobos jendela menyilaukan pandangan mataku yang baru terbuka, kulihat Hari dan Piter masih tertidur di sampingku, kaki kanan Hari menumpang kakiku sedang tangan Piter masih memelukku, perlahan kusingkirkan dan aku beranjak ke kamar mandi.

Kehangatan air dari shower menyegarkan tubuhku, terasa segar dan mengembalikan kebugaran, mengusir semua kelelahan yang ada, kupejamkan mata relax, entah berapa lama aku berendam dalam bathtub, ketika kusadari ternyata Hari dan Piter sudah berdiri menghadapku, masih telanjang.
“Hai, kamu bikin aku kaget saja”
“Habis kamu sepertinya asik banget” kata Hari lansung menyusulku masuk ke bathtub, diikuti Piter, air bathtub meluber keluar.
“Sini aku mandiin” kata Piter yang posisinya di belakangku seraya mengambil busa dan sabun, digosoknya punggungku sambil tangannya meraba raba bagian dadaku.

Hari yang posisinya berhadapan di depanku ikutan meraba bagian yang sama, empat tangan menjamah kedua buah dadaku. Kuraih penis Hari dan mengocoknya dalam hangatnya air, ciuman Piter dari belakang menjelajah telinga, tengkuk dan punggung, aku menggeliat geli. Hari menarikku dalam pangkuannya, sesaat kemudian penisnya sudah berada dalam hangatnya vaginaku. Air beriak keras makin meluber saat aku mulai mengocoknya, kami mulai saling mendesah, Piter keluar dari bathtub dan berdiri disampingku menyodorkan penisnya ke mulut, kusambut dengan jilatan dan kuluman yang membuat kami mendesah berbarengan. Aku sangat menikmati permainan bertiga ini, makanya kukerahkan segala kemampuanku untuk meraih kenikmatan demi kenikmatan.

Piter memegang kepalaku dan mengocoknya dengan cepat sementara pantatku juga bergoyang di atas kejantanan Hari. Tak kusangka permainan bertiga di kamar mandi di pagi hari membuatku lebih cepat melayang, dan akupun mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu, kali ini tak kukeluarkan penis Piter dari mulutku, aku hanya menahannya di dalam, suatu percobaan apakah aku bisa menanganinya tanpa gigitan, dan aku berhasil melalui puncak dengan penis di mulut.

Hari memintaku doggie, tapi sebelum dia sempat pada posisinya, Piter sudah mendahului memegang pantatku.
“Aku ingin merasakannya tanpa kondom, sebelum kamu mencemarinya, oke?” katanya sambil menyapukan penisnya.
Aku sih terserah saja siapa yang melakukannya, tapi dengan Piter tanpa kondom uniknya, aku bisa memperkirakan berkurangnya kenikmatan apalagi setelah penis Hari mendahuluinya. Perkiraanku benar, penis Piter serasa meluncur begitu saja dalam vaginaku, jauh dari nikmat, masih lebih nikmat kocokan dua jari yang bisa berputar putar di dalam, apalagi dibandingkan dengan Hari.

Untunglah Hari membantu rangsanganku, tubuhnya berada di bawahku yang nungging menghadap dinding kamar mandi, dikulumnya buah dadaku yang menggantung berayun ayun di depannya, inilah yang membuatku mendesah desah. Hari memegangi tubuhku, kami saling berpelukan dan berciuman, sementara Piter masih asik mengocokku dengan sodokan sodokan kerasnya dari belakang, tapi apalah artinya untuk ukuran penisnya, bahkan lebih sering terlepas karena terganjal pantatku. Mereka membalik posisiku, aku berpelukan dengan Piter dan ganti Hari mengocokku dari belakang, barulah kini kurasakan nikmatnya. Beberapa kali posisiku berbalik mondar mandir seperti itu, aku sudah tak peduli lagi siapa yang akan memenuhi vaginaku dengan spermanya terlebih dahulu.

Mereka menuntunku keluar dari bathtub, aku kira mereka mau melanjutkan di ranjang seperti tadi malam tapi aku keliru, justru mereka memintaku jongokok, dua penis yang berbeda ukuran dan dalam keadaan tegang telah siap di depan mulutku, kuraih keduanya dan bergantian aku kulum penuh gairah. Piter mengisi mulutku dengan spermanya tak lama kemudian, kutelan habis tanpa ada sisa, lalu kusapukan ke wajahku, dia langsung mandi setelah itu. Giliranku membuat Hari orgasme, cukup lama mulutku mengocoknya hingga terasa pegal. Akhirnya dia menyemprotkan spermanya di wajahku, dan diusapkan ke seluruh mukaku, berakhir dengan kuluman membersihan, kujilati dan kutelan sisa sisa sperma yang masih menempel di penisnya hingga bersih.
Inilah sarapan pertamaku di Tretes, dua macam sperma yang berbeda rasa dan aroma.

Hanya mencuci muka membersihkan wajahku, dan tanpa mandi lagi kukenakan kemeja Hari tadi malam karena setelah ini kami berencana menyusul Ivan dan Nenny ke kolam renang. Bersamaan kami keluar dari kamar Piter, ternyata terpergok Ivan dan Nenny yang sedang menuju kamarnya.
“Eh kok kalian bertiga keluar dari kamar Piter, baru bangun lagi siang siang begini dan kemana si cewek kampung itu?” Tanya Nenny.
Kami hanya diam tersenyum tanpa menjawab, tapi kulihat mata Ivan yang menatapku dengan tatapan aneh, mungkin dia menebak apa yang telah kami lakukan.

Karena aku memang tidak siap untuk berenang, maka terpaksa kupakai bikini yang semi transparan untuk berenang, toh mereka sudah tahu isi tubuhku, untuk apa ditutupi lagi, bagitu pikirku tanpa mengingat bahwa masih ada Ivan dan pacarnya. Lebih dari satu jam kami berenang dan bermain di kolam, Ivan dan pacarnya kembali ikutan bergabung dengan kami, sering kulihat tatapan nakal Ivan yang mengarah ke tubuhku, apalagi hanya mengenakan bra semi transparan yang bisa menggambarkan apa dibaliknya.
“Piter sudah cerita apa yang terjadi tadi malam, kapan kapan aku ingin mencobanya, tapi yang jelas bukan sekarang” katanya pada suatu kesempatan di pinggir kolam yang jauh dari pacarnya.

Sehabis makan siang, Hari mengajakku ke kamarnya, disusul Piter. Terjadilah adegan ulangan tadi malam, aku melayani mereka dengan penuh kenikmatan, kami lakukan tidak hanya diranjang bahkan di kursi dan di atas meja seperti santapan penutup makan siang. Hampir tanpa istirahat aku melayaninya hingga sore, kami hanya keluar kamar untuk makan malam, setelah itu melanjutkan lagi sampai keesokan paginya, terlupakan sudah keberadaan Ivan dengan pacarnya. Dengan penuh semangat kuhadapi mereka berdua, baik secara sendiri sendiri, bergantian maupun bersamaan.

Aku paling menyukai ketika mereka bersamaan mengulum putingku atau saat dimana satu mengulum puting dan satunya menjilati vagina bersamaan, sensasinya sungguh luar biasa, tentu hal ini tak bisa dilakukan kalau hanya bermain dengan satu orang. Dan juga ketika kami bercinta bertiga di pinggiran kolam di tengah dinginnya malam udara Tretes beratapkan langit yang berbintang cerah, suatu moment yang tak didapat setiap saat. Aku yakin Ivan dan Nenny sudah tahu apa yang kami lakukan selama di kamar bertiga, tapi tentu saja mereka tak tahu detilnya.

Setelah menghabiskan segala nafsu selama 3 hari 2 malam, sorenya kamipun kembali meluncur ke Surabaya, mengejar flight terakhir. Piter ingin melanjutkan lagi di Surabaya tapi pekerjaannya menuntut dia berada di Jakarta esoknya. Perjalanan Tretes-Juanda terasa begitu cepat meski kecepatan kami tidak lebih dari 60 km/jam, tapi mulutku terpaksa bekerja sangat keras. Bergantian aku melakukan oral pada mereka di jok belakang New Eyes, masing masing mendapatkan satu kali orgasme dengan semua sperma keluar di mulutku. Kalau saja tidak diingatkan Hari, Piter sudah minta jatah lagi, karena mobil sudah keluar dari tol, terlalu beresiko kalau melakukan di jalanan umum meskipun kaca film-nya tidak tembus pandang.

Kami mengantar hingga di depan Pintu Keberangkatan, aku berharap tak ada orang yang memperhatikanku karena mungkin masih ada sisa sisa sperma di wajah atau rambutku. Setelah mendapat ciuman perpisahan dari aku dan Nenny dia masuk.
“Thanks atas segalanya, kita lakukan lagi lain waktu, aku akan sering ke Surabaya” bisiknya ketika aku menciumnya.

Kamipun berpisah ke mobil masing masing, Ivan dengan pacarnya entah kemana lagi, sedangkan Hari mengantarku ke tempat kost.
“Ivan ngajak kita main bertiga seperti kemarin, entah besok entah lusa, di Surabaya aja, nggak perlu jauh jauh dan nggak usah nginap, kita lakukan di jam kerja” kata Hari ketika kami meluncur di jalan.
Aku yang udah merasakan nikmatnya bermain bertiga tentu saja menyambut gembira tawaran ini, tapi tentu saja aku harus bertindak professional.

“Terserah, tapi jangan mendadak” jawabku meng-iyakan, asal nego-nya cocok, lanjutku dalam hati.
Sebelum sampai di tempat Kost, HP-ku berbunyi, dari Koh Toni.
“Aduuh susah banget dihubungi” katanya tanpa basa basi, memang selama di Tretes HP-ku sengaja kumatikan agar tidak mengganggu.
“Sorry Koh, nggak ada sinyal, ini baru sampai, belum juga mandi” jawabku bohong, Hari hanya memandangku sambil tersenyum. Dia pasti sudah tahu siapa yang menelepon.
“Ya udah langsung saja ke Shangri La, Pak Tio udah nunggu tuh, dia kemarin sama sekali nggak puas dengan cewek yang di dapat dari GM-mu itu, minta aku carikan lagi, untung kamu udah datang” kata Koh Toni mendesakku.
“Tapi aku masih capek Koh, besok aja gimana, aku janji deh” bujukku karena aku masih capek setelah 3 hari melayani Hari dan Piter, paling tidak perlu semalam istirahat.
“Ly, please tolong aku, aku nggak mau ngecewain Pak Tio dua kali, please temanin dia malam ini, ayo dong sayang” Koh Toni memelas.
Aku diam sejenak, rasa capek masih terasa.
“Oke deh, demi Koh Toni” akhirnya aku mengalah demi kepuasan tamuku dan yang pasti juga demi uang.
“Gitu dong, aku tunggu di kamar ya sekarang” katanya seraya menutup HP-nya.
“Har, jangan marah ya” kataku nggak enak sama Hari yang masih menyetir.
“Nggak dong, masa gitu aja marah” jawabnya santai, tentu saja dia nggak boleh marah meskipun ada nada cemburu pada jawabannya, toh dia tahu siapa aku.
“Turunin aku di Pom Bensin depan itu deh” pintaku.
“Nggak usah ragu, kamu mau kemana, aku antar deh sekalian pulang, asal jangan minta di antar kembali ke Airport” jawabnya enteng.
“Shangri La” jawabku, berarti memang sejalan.
Akhirnya malam itu hingga pagi aku menemani Pak Tio, berpindah dari satu ranjang ke ranjang lain, dari pelukan satu laki laki ke laki laki lain, itulah perjalanan hidupku.

*****

Pengalaman pertama melayani 2 tamu sekaligus ternyata tidaklah seseram yang kubayangkan, justru semakin membuatku ingin mencoba lagi dan lagi. Sensasi yang kudapat sungguh luar biasa, berbeda kalau melayani tamu dengan gadis lain. Kutekatkan keberanianku untuk tidak menolak permainan bertiga seperti ini.

Hingga cerita ini dibuat, permainan bertiga dengan Hari dan Ivan tidak pernah terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar