Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 14: Widya

Selama menjalani profesi sebagai seorang Call Girl, banyak pengalaman yang selama ini tak pernah kubayangkan atau hanya bisa kulihat di film porno, tapi kini aku mengalami keunikan demi keunikan atas fantasi manusia, tiada beda antara laki dan perempuan.
Siang itu mobilku sudah meluncur menuju Palm Inn di kawasan Mayjen Sungkono, tempat yang memang strategis untuk sekedar SAL atau selingkuh lainnya.
“Ly, ketemu yuk, kita kan udah lama nih nggak ketemu, kangen deh, ntar siang oke?” begitu sapaan hangat dari Pak Edi, seorang Manager disebuah perusahaan Export Import yang berkantor di Wisma BII, paling tidak sebulan sekali mem-bookingku. Usianya relatif masih muda, hampir 40 tahun menurut perkiraanku.
“Mas Edi mesti begitu, senangnya buru buru, ini kan udah jam 11 lewat berarti sekarang dong” jawabku manja.
“Iya aku lagi judeg nih, dan lagi mumpung ada temannya” katanya
“Tumben kok bawa teman, perlu dicariin cewek lain nggak? atau udah punya sendiri” tanyaku heran, nggak biasanya dia selingkuh rame rame.
“Nggak usah kali ini spesial, dia sekretaris di kantor sebelah, kebetulan suaminya keluar kota” jelasnya, aku jadi mengerti, ternyata dia menginginkan permainan dengan 2 wanita.
“Lho udah ada gitu kok masih cari aku lagi” godaku pura pura nggak ngerti.
“Udahlah pokoknya mau apa nggak?” tegasnya
“Asal aku tidak ikutan melayani teman wanitamu itu sih, ya.. ya.. yaa” jawabku menirukan iklan kondom, kebanyakan tamuku tahu kalau aku sangat membenci dan selalu menolak permainan lesbian.

Ternyata mereka telah menungguku didalam kamar, Mas Edi ditemani seorang wanita cantik yang usianya sedikit lebih tua dariku, mungkin sekitar 30 tahunan.
“Ly, kenalin ini Widya” sambut Mas Edi setelah mencium pipiku di depan pintu.
Wanita yang disebutkan Widya berdiri menyalamiku, tinggi kami hampir sama tapi dia terlihat begitu anggun dengan blazer hitam membungkus tubuhnya, kesan pertama aku menyukai penampilan dan kecantikannya.
“Welcome to the party, hope we have wonderful one” katanya, aku hanya tersenyum.

“Terserah kalian tapi aku ingin mandi dulu” katanya sambil melepas pakaiannya dan menuju ke kamar mandi.
Aku yang tanggap dengan permintaannya segera menyusulnya. Setelah melepas semua pakaianku, kupeluk tubuh Mas Edi yang sedang asyik berada dibawah kucuran hangat air shower. Kami berpelukan dan berciuman dibawah hangatnya air, serasa segar dan menggairahkan, tangannya meraba sekujur tubuhku, meremas remas buah dada dan pantatku, aku membalasnya dengan remasan di kejantanannya.
“Wah kalian udah duluan nih” suara Widya mengagetkan kami, dia sudah telanjang di depan pintu kamar mandi, tubuhnya langsing dan sexy dengan buah dada yang montok meski udah agak turun. Segera dia bergabung dibawah siraman air shower, kami bertiga berpelukan mesra penuh gairah, terutama Mas Edi yang begitu bernafsu menciumi kami bergantian, dari satu bibir ke bibir lainnya.

Kejantanan Mas Edi yang dari tadi tegang kini semakin tegang merasakan remasan tangan 2 wanita cantik dan sexy. Aku masih belum mengenal Widya, belum tahu gaya permainannya. Ketika aku jongkok di depan Mas Edi, Widya mengikutiku, bahkan saat aku mulai menjilati penisnya, diapun ikutan, dua lidah menyusuri penis Mas Edi yang tegang mengeras.

Kami pindah ke ranjang setelah mengeringkan badan, Mas Edi telentang di tengah diapit tubuh kami berdua. Bergantian kami berciuman bibir, tak kusangka sangka Widya mendaratkan bibirnya dibibirku, aku kaget tak menyangka mendapat ciuman darinya, hampir tubuhnya kudorong keras, belum pernah ada wanita yang mencium bibirku. Namun tanpa kusangka ada getaran getaran aneh yang membuatku diam menikmati kuluman bibirnya, ada getaran aneh menjalari seluruh tubuhku, aku bukanlah seorang bisex dan benci lesbian tapi sentuhan bibir Widya yang lembut berbeda dengan kuluman laki laki, membuatku tertegun tanpa tahu harus berbuat apa, hanya berdiam sambil memejamkan mata, tidak membalas lumatannya namun juga tidak menolak.

Melihat aku hanya terdiam, Widya makin memberanikan diri, lidahnya menyapu rongga mulutku, aku yang biasanya muak melihat adegan lesbi di film porno, kini terdiam menikmati sapuan bibir dan lidah Widya di bibirku. Dia semakin bergairah, kepalaku dipegang dan aku diciumi seperti layaknya dilakukan laki laki lain. Baru kutahu ternyata ciuman wanita sangat berbeda dengan laki laki. Mas Edi yang sesaat sempat kuabaikan meraba buah dadaku dan meremasnya, aku menggelinjang, apalagi saat tangan Mas Edi mulai menyentuh klitorisku. Tanpa bisa kukendalikan lagi, bibirku mulai membalas kuluman Widya, begitu juga lidahku menyambut lidahnya, semua seperti diluar kehendakku.

Aku hanya nurut saja ketika mereka merebahkan tubuhku, Widya kembali melumat bibirku, kali ini aku membalas lumatannya, Mas Edi mengulum buah dadaku bergantian sambil tangannya mempermainkan klitoris, aku mendesah disela ciuman Widya. Ciuman Widya turun menyusuri leher hingga ke dadaku, sebaliknya Mas Edi naik hingga ke bibir, memang terasa beda ciuman Widya dan Mas Edi, begitu juga kenikmatannya terasa berbeda. Jilatan dan kuluman Widya di putingku serasa begitu lembut dan terasa kenikmatan yang aneh saat dia menyedot putingku. Pengalaman pertama bagiku mendapat “Serangan” dari 2 orang yang berbeda, terus terang aku kewalahan menghadapi keduanya, konsentrasiku terbelah diantara keduanya, tapi tanpa kusadari aku lebih tertuju pada Widya.

Aku menjerit keras terkaget saat Mas Edi dan Widya bersamaan menyedot putingku dengan cara yang berbeda, belum pernah kedua putingku disedot dan dikulum bersamaan seperti ini, hanya sekali aku mengalami sedotan bersamaan oleh 2 laki laki (baca: “Lily Panther: Berbagi Ceria Dimana Saja”), tapi kali ini benar benar lain, aku tak bisa menggambarkan dengan kata kata akan nikmatnya. Kuremas remas kedua kepala yang ada dikepalaku, tubuhku semakin menggelinjang kala kurasakan gesekan jari jari tangan di vaginaku, aku yakin Mas Edi melakukan bersamaan dengan Widya. Jari jari itu begitu liar bermain di lorong vagina dan klitorisku, desahanku semakin keras diiringi geliat tubuh bak cacing terbakar birahi.

Kejutan demi kejutan kuterima dari permainan mereka, dan tak berhenti sampai disitu. Widya sudah berada di selangkanganku, aku tahu yang akan terjadi, kupersiapkan mental menghadapi jilatan seorang wanita pada vaginaku, hal yang belum pernah kualami. Mas Edi masih asyik menjilat dan mengulum putingku, tak sadar aku menjerit keras saat lidah Widya menyentuh klitoris, terasa sangat lembut sentuhan lidahnya. Aku menggelinjang, permainan oral Widya sangat sangat berbeda dengan kebanyakan laki laki yang pernah kurasakan, sepertinya dia banyak tahu sisi sisi kenikmatan seorang wanita, begitu pintar dia memainkan irama jilatannya. Celah celah sensitif di daerah kewanitaanku tak luput dari sapuan lidahnya, aku semakin membumbung tinggi dalam irama permainan kedua tamuku ini.

Kenikmatan yang kudapat semakin bertambah saat Mas Edi ikutan bermain di selangkangan, jeritan kenikmatanku sudah tak bisa kukontrol lagi, aku benar benar seperti gadis kesetanan yang tenggelam dalam lautan kenikmatan, benar benar pengalaman yang tak pernah aku alami, serasa berjuta juta nikmatnya, dua lidah yang berbeda bergerak liar dengan cara yang berbeda pula di daerah vaginaku. Bisa kulihat dengan jelas bagaimana gerakan liar kedua lidah itu, sungguh sensasi yang tak terbayangkan sebelumnya.

Tak kuasa aku menahan lebih lama.. dan rontoklah pertahananku digempur habis kedua lidah itu dengan kenikmatan tak terhingga. Jeritan orgasme diiringi tubuh mengejang, bersamaan dengan denyutan kuat pada otot otot vaginaku. Mereka tidak berhenti sampai disitu, justru semakin kuat menyedot vaginaku seakan hendak menguras habis cairan orgasme yang ada di vaginaku.

Aku telentang dengan napas yang masih menderu disamping tubuh mereka yang sedang ber-69, bisa kulihat jelas bagaimana Widya yang berada di atas mengulum penis Mas Edi dengan penuh gairah, sesekali matanya berbinar menatapku. Penis itu dengan cepat meluncur keluar masuk di celah bibir mungilnya, membuatku yang hanya melihat ikutan bergairah. Tak lama kemudian akupun kembali berbagi penis dengan Widya, mereka masih ber-69, penis Mas Edi bergantian meluncur di mulutku dan Widya.
“Masukin” kata Widya sambil menyodorkan penis di tangannya ke arahku, kubalas dengan senyuman lalu aku mengatur posisi tubuhku di atas Mas Edi.

Perlahan kuturunkan tubuhku melesakkan penis itu ke vaginaku, tak ada yang istimewa dengannya, namun kembali kurasakan sensasi aneh saat penis itu mulai melesak masuk bibir lembut Widya menyentuh dan melumat bibirku. Sambil mendesah kubalas kulumannya dengan gairah, Widya menuntun tanganku ke buah dadanya, agak ragu aku menuruti permintaannya dan dengan ragu pula kuremas remas buah dada itu sesuai kemauannya. Bersamaan melesaknya penis ke vaginaku kami bertiga mendesah bersamaan, kepala Mas Edi yang berada di bawah selangkangan Widya rupanya menyedot kuat vagina yang ada di atasnya, terjadilah permainan segitiga. Goyanganku di atas tubuh Mas Edi makin keras seiring dengan gairah ciuman kami sambil saling meremas lembut buah dada.

Aku tak tahu pasti apa yang dilakukan Mas Edi pada vagina Widya tapi desahan kenikmatannya tak kalah bergairah dengan desahanku. Kukocok penis divaginaku semakin liar, serasa mengaduk aduk liang kenikmatanku dengan hebatnya. Remasanku pada buah dada Widya makin keras begitu juga remasannya pada buah dadaku, bibir dan lidah kami semakin bertaut menyatu.
“Mau ganti posisi?” tanyaku setelah beberapa lama mengocok Mas Edi.
Rasanya nggak enak kalau harus menguasai penis itu sendirian, tapi dia tersenyum menatapku sambil menggelengkan kepala. Akupun melanjutkan goyanganku di atas Mas Edi. Beberapa menit kemudian kudengar teriakan histeris dari Widya, rupanya dia mendapatkan orgasme dari permainan oral Mas Edi.

Mas Edi minta posisi dogie, kembali Widya menolak tawaranku untuk bergantian. Akupun kembali menerima kocokan Mas Edi, kali ini dari belakang, Widya masih terbaring di sebelah kami, melihat expresi kenikmatan di wajahku saat menerima sodokan dan hentakan keras. Tak lama kemudian Widya kembali bergabung bersama kami, tubuhnya berada dibawahku yang sedang nungging menerima kocokan Mas Edi, dia menarik tubuhku dalam pelukannya. Seperti orang sedang bercinta, aku dan Widya berpelukan dan berciuman, tubuh telanjang kami menyatu dalam ikatan birahi dihiasi keringat yang saling yang bercampur menjadi satu. Buah dada kami saling berhimpit, kurasakan kelembutan sentuhan kulit kami menimbulkan sensasi tersendiri.

Sesekali ciuman bibirku terlepas saat Mas Edi menyentakku keras tapi Widya kembali meraih dan mengulumnya. Mungkin terbawa sensasi, kocokan dan sodokan dari belakang makin keras dan liar, serasa mengaduk aduk rongga vaginaku. Entah sudah berapa lama kami bercinta, ketika tiba tiba Mas Edi mencabut penisnya dengan kasar, dia bergeser ke arah kepala kami lalu menyodorkan penisnya diantara wajahku dan Widya. Kulihat mata Widya melotot ke Mas Edi, tapi tanpa protes dia segera membuka mulutnya, penis yang masih ada cairan vaginaku itu langsung mengisi mulutnya yang terbuka, akupun jadi terbawa gairah mereka. Sambil kepala penis keluar masuk mulut Widya, aku tak mau kalah dengan menjilati batangnya, lalu berganti penis Mas Edi keluar masuk mulutku.

Akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, menyemprotlah spermanya ke mulutku, namun belum habis denyutan di mulut, Widya mengambil alih dan segera memasukkan ke mulutnya. Sperma itu tercecer ke di mulut dan wajah kami berdua, Mas Edi tampak tersenyum puas melihat spermanya menghiasi wajah cantik kami. Aku dan Widya berpelukan sesaat sebelum akhirnya turun dari tubuhnya. Kami bertiga rebah berjejer di atas ranjang, tanpa suara namun jari tangan kami saling meremas seakan menyalurkan getaran getaran birahi yang menurun.

Babak kedua kami lakukan 30 menit kemudian, Widya masih menolak saat kutawari berbagi penis Mas Edi di vaginanya. Berulang kali dia memintaku mengulum puting dan vaginanya namun sebanyak itu pula aku menolak permintaannya, untuk yang itu aku masih belum bisa melakukannya. Aku tahu dia kecewa tapi dalam hal ini tak seorangpun bisa memaksaku, dia boleh melakukannya padaku tapi tidak sebaliknya. Akhirnya dia mendapatkan orgasme dari jilatan dan kocokan jari tangan Mas Edi, tanpa penetrasi penis ke vaginanya. Kali ini sperma Mas Edi dikeluarkan di dalam vaginaku saat aku berada di atasnya, dan kembali Widya menyambar penis itu begitu keluar dari vaginaku, dia sangat menyukai sperma yang ada di penis.

“Sorry Wid, aku nggak bisa melakukan apa yang kamu lakukan padaku” aku minta maaf telah berkali kali menolak permintaannya, berharap pengertian darinya.
“Nggak apa kok, lagian aku udah dapat orgasme dari Mas Edi” jawabnya menyenangkan hatiku.
“Kalo aku tanya marah nggak” tanyaku sambil menatapnya serius, dia membalas tatapanku
“Tanya apa?”
“Kenapa sih kamu selalu menolak penis Mas Edi di vagina?” kuberanikan diri setelah kulihat isyarat gelengan kepala pertanda tak keberatan dengan pertanyaanku.
“Aku udah berkeluarga dan tak kubiarkan penis laki laki lain menyentuh kehormatan dan vaginaku, ini hanya untuk suamiku dan aku tak mau selingkuh” jawabnya dengan mimik serius
“Apa ini bukan selingkuh?” pertanyaanku semakin berani seperti orang tolol
“Ya nggak toh, selama tidak ada penetrasi atau pertemuan kelamin ya aku masih tetap suci tak tercemar laki laki lain” lanjutnya.
Aku menjadi bingung, ternyata dia mempunya definisi sendiri tentang arti perselingkuhan.

*****

Meski aku tanpa sengaja menikmati ciuman, lumatan, jilatan bahkan sentuhan dari wanita lain, tapi aku tak ingin melakukannya lagi, kecuali “kecelakaan” semacam ini. Ini pengalaman yang sama sekali baru bagiku, entah apa aku bisa melakukan lagi dengan wanita lain meskipun tak ada keinginan mengulangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar