Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 16: I Love This Game

Sore itu Kuketuk pintu kamar 812 Hotel Shangri La, Edward membuka pintu dengan senyum ramah dan mempersilakanku masuk.

“Udah lama nunggu?” tanyaku basa basi.

“Ah enggak, barusan aja mandi”.

Edward adalah seorang chinese tamu langgananku, entah sudah berapa kali aku melayaninya, hampir tak terhitung, kutemani dia setiap kali datang ke Surabaya. Sebenarnya tak ada yang istimewa darinya kecuali pembawaannya yang santai dan cenderung lucu, aku menyukai pembawaannya itu, di usianya pertengahan 30-an, dia seorang bisnisman sukses, kalau nggak salah dia mensuply suku cadang ke Pertamina. Seringkali aku diminta melayani client-nya yang dari pertamina, tentu saja setelah puas dia menikmati hangatnya tubuhku.
“Kamu itu bawa rejeki, setiap kali kukasih kamu pasti proyeknya gol” ujarnya suatu hari ketika kucoba menawarkan gadis lain saat aku “Fully booked”.

Hampir jadi kebiasaan setelah menikmatiku semalaman, besoknya aku diberikan ke rekanannya untuk servis, bahkan ketika harus men-servis dua atau tiga tamu, aku dan gadis lain ditidurinya dulu bersamaan, tentu saja tanpa setahu mereka. Bagiku sendiri nggak masalah dengan siapa aku harus tidur, yang penting negosiasinya jelas dan menguntungkan.

“Ly, malam ini kamu nginap ya dan besoknya dengan Pak Sastro, nggak apa kan?” katanya sambil menghembus asap rokoknya.

Ini bukan pertama kali hal seperti itu, tentu saja aku nggak keberatan, toh nggak ada bedanya antara dia ataupun Pak Sastro yang belum kukenal. Tak lama kemudian kami sudah berpelukan telanjang di atas ranjang, saling berciuman dan meraba. Tangannya menjamah seluruh tubuh dan dadaku, kubalas pada selangkangannya.

Tubuhku ditelentangkan, dengan bebasnya dia menggumuli sekujur tubuhku, dari telinga, leher, dada, dikulumnya penuh gairah kedua putingku, lalu turun ke selangkangan. Tapi dia tidak langsung menjilati vaginaku, justru memutari menjilati paha hingga lutut. Aku menggeliat antara geli dan nikmat, desahan sudah keluar dari mulutku.

Kubuka kakiku makin lebar saat kepalanya berada di depan liang kenikmatanku, desahan berubah menjadi jeritan nikmat ketika lidahnya menyentuh perlahan klitoris dan bibir vagina. Kuremas kepalanya yang berada diantara kedua kakiku, tubuhku menggelinjang merasakan nikmatnya jilatan demi jilatan menyapu vagina, apalagi diselingi kocokan jari tangannya.

Napasku sudah ter-engah engah menerima permainan oralnya, aku terpejam sambil meremas remas kedua buah dadaku. Melihat aku sudah terbakar birahi, Edward mulai menyapukan kejantanannya ke bibir vagina, dengan dorongan pelan penis itu menerobos masuk celah sempit yang sudah lembab. Terasa begitu nikmat setelah sehari tadi melayani 2 tamu yang sudah tua, yang hanya mengandalkan nafsu tanpa tenaga.

Tarikan pertama yang perlahan kurasakan begitu indah untuk dirasakan, begitu juga sodokan sodokan berikutnya, aku benar benar melayang dengan penis yang tidak terlalu besar itu, mungkin karena perlakuan 2 tamu sebelumnya yang tidak bisa memuaskanku.

Kulihat wajah Edward yang penuh nafsu, wajah putihnya memerah terbakar birahi. Beberapa menit sudah dia mengocokku dari atas, kenikmatan demi kenikmatan kami reguk bersama. Tubuh kami rapat menyatu dalam ayunan irama birahi, desah dan dengus napas penuh gelora memenuhi kamar ini. Kujepit pingganggnya dengan kedua kakiku hingga penisnya semakin dalam mengisi rongga kewanitaanku, semakin nikmat rasanya.

Namun tak lebih 3 menit kami memacu birahi ketika kurasakan tubuhnya menegang disusul teriakan bersamaan dengan semprotan kuat pada vaginaku. Akupun ikutan teriak merasakan denyutan hebat darinya, 6.. 7.. 8 denyutan kurasakan, cairan hangat memenuhi liang vagina hingga serasa penuh dan meluber. Tubuhnya telungkup menindihku, napas dan denyut jantungnya begitu kencang terdengar, kupeluk dan kuelus punggunggnya untuk meredakan ketegangannya.

Aku yang sudah sering bercinta dengannya tak terlalu kecewa karena sudah tahu perilakunya, dia memang cepat selesai tapi cepat juga recover, dalam sort time kami kadang bisa bercinta hingga 3-4 kali, tapi kalau menginap tak bisa terhitung lagi, bahkan sering tidak sempat tidur untuk melampiaskan nafsu. Edward turun dari tubuhku, kami diam telentang berdampingan. Kupeluk kembali dia dan kusandarkan kepalaku di dadanya, dibalasnya dengan elusan lembut pada rambutku.

“Ly, kamu marah nggak kalau kita tambah satu orang lagi, bertiga gitu” katanya memecah kesunyian, entah kenapa suaranya sedikit bergetar.

“Kenapa harus marah? kan kita pernah ngelakuin, waktu itu di Sheraton kalo nggak salah” jawabku agak heran, nggak biasanya dia minta ijin seperti itu. Aku memang tak pernah menolak untuk main bertiga karena kerjanya lebih ringan tapi bayarannya sama atau bahkan lebih besar karena sensasinya bisa berlipat lipat.

“Bukan yang itu maksudku, tapi orang ketiganya itu laki” jawabnya pelan hampir tak terdengar.

Aku agak kaget, kutatap matanya tapi dia menghindari tatapanku. Aku diam saja, meski pernah melayani 2 laki laki sekaligus, tentu saja aku tak mau terlalu vulgar menerima ajakannya, tetap harus menjaga image supaya tidak terlalu terkesan murahan. Teringat kembali bagaimana aku melayani 2 tamuku bersamaan di Tretes (baca: Berbagi Ceria Dimana Saja) atau saat bergantian melayani tamuku dan seorang gigolo (baca: Live Show), entah model mana yang dia mau.

“Kamu marah ya, ya udah nggak usah dipikirin, anggap aja omongan orang bingung” kata Edward melihat aku terdiam. Aku beranjak dari tidurku dan duduk di atas tubuhnya, kutatap matanya dalam dalam.

“Emang kamu ingin melakukannya?” tanyaku. Dia diam, hanya anggukan kepala yang menjawab. Kami sama sama diam.

“Kalau kamu maunya gitu, ya terserah saja, toh tamu adalah raja” jawabku sambil memeluknya.

“Benar? nggak marah?” tanyanya seolah nggak percaya.

“Tapi aku belum pernah ngelakuin” jawabku bohong, pura pura lugu.

“Aku juga belum pernah, justru kita perlu coba, kata teman teman sih lebih asik” suaranya masih bergetar.

“Ntar jangan salahkan aku kalo nggak bisa muasin kamu” kataku lagi.

“Ah nggak, namanya juga nyoba”. Aku terdiam, begitu juga dia.

“Lalu bagaimana dengan..”

“Masalah uangnya kamu nggak usah khawatir, aku ngerti kok” dia memotong pertanyaanku seakan tahu apa yang ingin aku tanyakan.

“Trus satunya lagi siapa?” tanyaku. Sesaat dia terdiam.

“Ada temanku yang sering ngelakuin bertiga seperti itu, dari dia aku pingin nyoba, tapi kalo kamu keberatan bisa juga orang lain kalo kamu punya kenalan” katanya.

Aku teringat si Hengki, tamuku yang senang juga main bertiga dan aku sangat menikmati bercinta dengannya baik sendirian maupun bertiga (baca: Live Show), tapi kalo kupanggil dia, pasti kedokku terbongkar bahwa aku pernah main bertiga.

“Terserah kamu sajalah” jawabku pelan, toh dengan siapa saja bukanlah masalah bagiku.

Edward turun dari ranjang, diambilnya HP yang tergeletak di meja, dia menghubungi temannya menawari permainan itu. Aku menyusulnya ke sofa tapi duduk diantara kakinya, kubiarkan dia bicara dengan temannya, tak kuperhatikan bagaimana cara mengajaknya karena aku sudah asik memasukkan penisnya ke mulutku, sesekali terdengar desahan di sela pembicaraannya.

“Oke dia menuju kesini, paling 15 menit udah sampai” katanya ketika aku berdiri didepannya, tak kuperhatikan pembicaraannya, aku langsung duduk dipangkuannya. Namun dia menolak saat kucoba memasukkan penisnya yang sudah menegang.

“Kita tunggu Raymon aja dulu” katanya sambil mendorong tubuhku turun dari pangkuannya. Aku yang sedari tadi sedang tergantung dalam birahi tinggi, dengan muka masam meninggalkannya di sofa.

“Sambil nunggu kan bisa pemanasan dulu” kataku seraya memhempaskan tubuhku ke ranjang, dengan sedikit demonstratif kubuka kakiku lebar sambil mempermainkan klitorisku, akupun mendesis tak dibuat buat. Pancinganku berhasil, Edward berdiri menyusulku ke ranjang.

“Kamu memang wanita penggoda” katanya disusul kuluman pada putingku, tanpa menunggu lebih lama, kutarik tubuhnya keatas tubuhku dan kamipun berpelukan bergulingan di atas ranjang.

Tubuh telanjang kami bergantian di atas dan dibawah, saling menindih. Kali ini Edward diam saja saat kusapukan penisnya ke bibir vaginaku, kami saling bertatapan penuh nafsu, dengan sekali dorong amblaslah penisnya mengisi liang kewanitaanku. Untuk kesekian kalinya aku menjerit nikmat merasakan kocokan demi kocokan darinya. Kuraih kepalanya, kudekatkan ke wajahku dan kulumat bibirnya, kami saling memagut dengan gairahnya. Terlupakan sudah Raymon yang sebentar lagi datang bergabung dengan kami.

Meskipun kami bercinta dengan penuh nafsu, namun tanpa kata seolah sama sama menjaga supaya tidak orgasme, ini terlihat beberapa kali dia menahan gerakan atau bahkan mengeluarkan penisnya sejenak lalu memasukkan kembali tak lama kemudian. Akupun melakukan hal yang sama. Edward mulai mengocokku dari belakang, posisi dogie, bak berkuda liar, kami naik turun bukit birahi tanpa ada niatan menggapai puncaknya.

..DING ..DONG, bunyi bel pintu membuyarkan konsentrasi kami, tanpa aba aba Edward langsung mencabut keluar penisnya dan turun dari ranjang. Dia memintaku mengikutinya menuju pintu. Edward membuka pintu menyambut temannya, aku memeluknya dari belakang sambil menyembunyikan tubuh telanjangku dipunggungnya.

“Wah rupanya kalian sudah pemanasan” sapanya ketika melihat tubuh telanjang kami yang berdiri menyambutnya.

“Habis kamu kelamaan sih, eh kenalin ini Lily” kata Edward setelah menutup pintu. Masih bersembunyi di balik punggung Edward, kusalami Raymon.

“Oh ini toh yang namanya Lily, sudah lama aku dengar nama kamu tapi belum ada kesempatan mencobanya, habis katanya kamu susah sih” kata Raymon sambil menyalamiku.

“Ah nggak juga, mungkin belum jodoh kali” balasku.

“Begitu ketemu langsung berpesta nih” lanjut Raymon seraya menarik tubuhku dari punggung Edward.

“Wow.. perfect body” komentarnya ketika tubuh telanjangku sudah terpampang jelas dihadapannya, sorot matanya sekan hendak menelanku bulat bulat tapi dia tidak bertindak lebih jauh.

“Ed, rupanya kesampaian juga fantasimu ngeroyok seorang cewek” lanjut Raymon seraya duduk di sofa.

“Gara gara kamu juga sih, makanya kupanggil kamu kemari” jawab Edward.

Edward dan Raymon duduk di sofa sedangkan aku dengan tubuh masih telanjang duduk di pinggiran ranjang melihat kedua laki laki itu saling meledek terutama mengenai pengalaman sex mereka, terlihat bahwa Raymon mempunyai jam terbang yang jauh melebihi Edward, entah permainannya, masih perlu dibuktikan apakah sehebat omongannya.

Edward memintaku duduk diantara mereka, Raymond masih mengenakan pakaian lengkap, sepertinya dia tidak terlalu terburu buru, atau dia hendak melihat aku dan Edward bercinta duluan, entahlah. Bagiku Edward dan Raymon tidaklah jauh beda, baik fisik maupun penampilannya, sama sama chinese dan seusia, tapi Raymon tampak lebih langsing. Aku tidak duduk diantara mereka, tapi langsung duduk dipangkuan Edward, kami saling berhadapan, tak kupedulikan si Raymon yang duduk disamping. Kucium dan kulumat bibir Edward yang rupanya tidak menyangka akan kenekatanku itu.

“Wow, ternyata benar yang kudengar selama ini, yang namanya Lily sangat agresif dan explosif dalam bercinta, aku ingin membuktikan permainan oralnya yang sudah lama kudengar itu” komentar Raymon melihat ke-cuek-anku.

Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya. Bibir dan lidah Edward sudah menempel asik mempermainkan kedua putingku. Tanpa melepas baju, Raymon berdiri dibelakangku, mengelus elus punggungku dengan elusan menggoda sambil menciumi tengkuk, aku menggeliat geli diciumi dari depan dan belakang.

“Sshh.. ih nakal deh” desahku sambil mencari pegangan diselangkangan Raymon tapi dia menepis halus tanganku, tentu ini membuatku penasaran.

Tak tahan dipermainkan kedua laki laki tanpa bisa berbuat banyak, akupun turun dari pangkuan Edward dan jongkok di depannya. Kusambar dan kumasukkan penis Edward ke mulutku, dia mendesis menikmati kulumanku, sengaja kubuat se-attraktif mungkin supaya Raymon segera tergoda. Tak kupedulikan celotehan pujian dari Raymon, tanganku meremas remas selangkangannya, kali ini dia diam saja, bahkan ketika kubuka resliting celananya diapun masih diam, namun perlahan mendesis. Saat tanganku memasuki ke celananya dan mengeluarkan kejantanannya, aku sedikit terkaget, meski panjangnya tidak melebihi punya Edward, mungkin lebih kecil, tapi diameternya sungguh besar, hampir tak muat jari tanganku melingkarinya.

Raymon mendekatkan kejantanannya ke mukaku, dua penis ada digenggamanku. Aku beralih ke Raymon, kusapukan penisnya ke wajahku lalu kujilati sekujur batang hingga ujung bahkan kantong bolanya, dia mulai mendesis, dan bertambah keras desisannya saat penisnya memasuki mulutku dan langsung keluar masuk dengan cepatnya. Dipegangnya kepalaku dan dikocoknya mulutku seperti memompa ban sepeda. Meski agak susah karena penisnya cukup besar, kucoba mempermainkan lidah saat penis itu berada di dalam sekalian menyedotnya, desahan bercampur celoteh semakin keras.

Edward yang sejenak terlupakan ikutan berdiri di depanku, 2 penis yang menegang telah terpampang jelas begitu dekat di wajah, kuhentikan kulumanku pada Raymon, kukocok kedua penis yang ada di kedua tanganku.

Aku sama sekali tak menyangka kalau mendapatkan 2 penis sekaligus seperti ini begitu exciting, meski bukan pertama kali melakukan, tapi ini adalah direncanakan untuk main bertiga hingga sensasinya begitu berbeda. Aku merasa bak ratu yang sedang dilayani kedua pelayannya, pantesan banyak tamu yang menyukai dilayani 2 wanita sekaligus, mungkin perasaan itu sama dengan perasaanku saat ini, be like a queen.

Bergantian aku mengulum penis Edward dan Raymon, sesekali kedua penis itu bersentuhan di bibirku, bahkan sengaja kuadu kepalanya. Perbedaan ukuran diameter kedua penis itu menambah sensasi tersendiri bagiku, baik saat kuremas maupun saat memasuki mulutku, pasti akan bertambah ketika bergantian memasuki vaginaku, pikirku.

Beberapa menit aku melakukan oral pada mereka, kini giliranku untuk menjadi the real queen. Tanpa melepas kedua penis dari genggamanku, aku berdiri diantara mereka, Raymon segera meraih kepalaku dan mencium bibirku, kami saling melumat dan bermain lidah. Kulepas pakaian Raymon hingga telanjang, baru kulihat dengan jelas postur tubuhnya yang cukup atletis meski masih tampak sedikit timbunan lemak di perut, namun tak sebanyak Edward. Dan penisnya yang putih kemerahan tampak tegar kokoh begitu menggoda.

Kutuntun mereka menuju ranjang dengan menarik penisnya, aku rebah pasrah di atas ranjang menunggu mereka bersamaan menggumuliku, suatu sensasi yang luar biasa dicumbu 2 laki laki bersamaan. Raymon kambali menciumi bibirku, menyusuri pipi dan leher dan berhenti di kedua buah dadaku, sementara Edward mendapat bagian pada paha dan vaginaku. Namun saat Raymon mengulum putingku, Edward bergeser naik dan mengulum puting satunya, aku menjerit kaget dan nikmat mendapat kuluman pada kedua putingku bersamaan.

Meski ini bukan pertama kali, tapi entahlah, kenikmatan selalu berbeda pada setiap event, kuremas remas kedua kepala yang ada di dadaku sambil mendesah lepas. Dan desahanku semakin tak terkendali ketika kedua tangan mereka bersamaan ikut bermain di daerah vagina, antara bermain di klitoris dan mengocok dengan jari tangan, aku benar benar serasa melayang, hanya geliat dan desah napas panjang yang bisa kulakukan.

Bibir Edward mulai menjalar turun menyusuri perut, tapi segera kutarik keatas dan kucium bibirnya, Raymon ikutan melepaskan putingku dan menciumiku, bergantian kulumat kedua bibir itu. Kembali mereka berbagi tugas, Raymon mengulum kedua putingku bergantian, tak dipedulikannya sisa ludah temannya yang masih basah di putingku. Edward dengan lincahnya menyapukan lidah dan bibirnya di vaginaku.

Untuk kesekian kalinya aku menggeliat dan menjerit nikmat diperlakukan begitu bernafsu oleh kedua tamuku ini, sulit untuk dibayangkan kenikmatannya ketika dua lidah secara bersamaan menari nari di puting dan vagina. Aku berharap pertahananku mampu bertahan dari gempuran birahi yang begitu hebat, kalau sampai kebobolan juga berarti perjalanan panjang akan semakin terasa panjang dan terjal.

“Ed, aku mau berduaan dulu sama Lily sebelum kita keroyok dia, tadi kamu kan udah, oke?” pinta Raymond.

“No problem, you are my guest” jawab Edward disela sela jilatannya.

Bersamaan dengan itu, Raymon sudah menggeser posisinya disamping temannya, bersiap memulai babak pendahuluan, aku hanya pasrah mengikuti permainan mereka sambil membayangkan penis Raymon yang gede itu segera memenuhi vaginaku, tentu akan lebih nikmat dibanding punya Edward.

“Wait..wait..wait, sebelum kamu acak acak dia, aku mau 69 dulu” kata Edward seraya mengatur posisinya di atasku.

“Lily yang di atas dong” atur Raymon, Edward hanya menuruti perintah temannya tanpa banyak komentar.

Untuk kesekian kalinya penis Edward mengisi mulutku, ternyata Raymon tak mau jadi penonton, dia menyodorkan penisnya saat aku masih mengulum temannya, akupun menurutinya, bergantian penis penis itu keluar masuk mengocok mulutku bersamaan sapuan lidah Edward yang tak kalah nikmatnya menyusur vaginaku. Entah sampai berapa lama kami ber-69 kalau saja Raymon tidak menghentikan kami.

Aku telentang bersiap untuk Raymon, dia membuka kondom tapi segera kurebut. “Sini aku pasangkan” kataku, dengan mulut aku memasukkan kondom itu ke penisnya, dia memuji ketrampilanku ini. Raymon menindih tubuhku, kami berciuman sambil menyapukan penis gede itu ke bibir vaginaku, kupejamkan mataku saat penisnya mulai menyeruak masuk, terasa penuh sesak. Meski bukan yang terbesar yang pernah kurasakan, tapi dalam sehari ini rasanya penis itu begitu besar seolah nggak muat vaginaku menerimanya, apalagi dibandingkan penis Edward yang beberapa saat lalu kurasakan.

Kubuka kakiku selebar mungkin saat dia memulai gerakan mengocoknya, hanya beberapa kali kocokan pelan setelah itu berubah menjadi cepat dan keras sambil ditekankan ke pinggulku. Aku mendesah semakin keras, sesekali kulirik Edward yang nonton kami sambil memegangi kejantanannya, terlihat kecil dibanding penis yang sedang berada di vaginaku.

Kocokan Raymon semakin liar, aku tak sempat lagi memperhatikan Edward, sorot mata Raymon begitu menyala penuh nafsu, tubuhnya menindihku, semakin rapat aku dalam dekapannya, seolah tubuh telanjang kami menyatu dalam ikatan emosi yang sama, saling memberi kenikmatan. Meski terasa begitu nikmat, aku tak mau orgasme duluan, perjalanan masih sangatlah panjang, apalagi masih ada penis lain yang menunggu, tentu cukup memalukan apabila minta istirahat hanya pada putaran pertama.
Kakiku sudah bergantian turun naik di pundak Raymon, tapi belum juga dia menurunkan temponya.

Mau tak mau, kocokan nikmat dari Raymon membawaku perlahan mendaki puncak kenikmatan, meski aku berusaha menahannya lebih lama. Sebelum terlanjur terlalu jauh, aku mengambil inisiatif, kudorong tubuh Raymon menjauh hingga dia rebah telentang, kunaiki tubuhnya, dengan posisi di atas aku bisa pegang kendali permainan. Tak lama kemudian tubuhku sudah turun naik bergoyang di atas Raymon, penis besar itu serasa mengaduk aduk isi vaginaku, namun justru semakin nikmat.

Sambil tetap bergoyang dan mendesah, kupanggil Edward mendekat, sudah saatnya dia gabung, sudah cukup Raymon sendirian menikmatiku. Edward berdiri mendekati kami, kuminta dia naik ke ranjang, sepertinya dia tak tahu harus berbuat apa atau harus mulai dari mana.

“Tuh atasnya masih kosong” teriak Raymon pada temannya yang tampak kebingungan.

Edward berdiri di atas ranjang, kuraih penisnya dan kumasukkan ke mulutku, dua penis mengisi lubang tubuhku bersamaan, atas dan bawah. Kembali kurasakan sensasi yang berlebihan menghadapi keadaan ini, suatu sensasi yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, meskipun sering kulihat di film porno, tapi kini aku mengalami sendiri, bercinta dengan 2 orang secara bersamaan, orang bilang threesome atau 2 in 1 atau MMF atau gangbang.

Mulanya agak kerepotan juga aku mengatur gerakanku meng-handle 2 penis sekaligus, apalagi kedua penis itu bergerak cukup liar di lubangnya masing masing. Kenikmatan yang kurasakan sungguh jauh dari apa yang kubayangkan, aku kewalahan dibuatnya. Seringkali hanya terdiam menerima kocokan nikmat dari mereka di atas dan dibawah.

Perlahan aku bisa menguasai gejolak emosiku dan gerakanku mulai bisa aku kendalikan mengimbangi kocokan kocokan itu, bahkan aku semakin berani aktif bergoyang pantat dan kepala. Kami semua saling bergoyang dengan irama permainan yang sama, tiga gerakan berpadu menjadi suatu sensasi dan kenikmatan yang sangat tinggi.

Tak ada desahan dari mulutku kecuali dengus napas kenikmatan yang keluar dari hidung, hanya desisan mereka berdua yang terdengar bersahutan. Remasan remasan Raymon pada buah dadaku semakin membawaku terbang tinggi.

“Ganti” perintah Raymon setelah kami bertiga bercinta lebih 10 menit.

Edward memintaku dogie, melanjutkan yang tadi sebelum temannya datang. Aku merasa ada yang kurang ketika penis Edward memasuki liang vaginaku, begitu beda dengan penis Raymon yang gede. Pergantian penis yang begitu cepat, hanya dalam hitungan detik, tentu belum bisa membuat vaginaku berkontraksi menyesuaikan besarnya penis Edward, serasa begitu longgar saat dia mulai mengocok, aku yakin dia juga merasakan hal yang sama, tapi aku tak berani menanyakannya.

Raymon mengambil posisi didepanku, bersandar pada sandaran ranjang, penis yang sudah tanpa kondom menantang tegak dihadapanku, siap mengisi mulutku. Dari belakang Edward sudah mulai mengocok dengan tempo tinggi, menyodokku dengan keras hingga sesekali penis Raymon yang hampir tidak muat dimulutku terlempar keluar. Raymon tak mau kalah, dipegangnya kepalaku dan ditekankan lebih dalam ke selangkangannya, aku benar benar dalam tekanan kuat dua laki laki itu, namun semakin nikmat rasanya.

Cukup lama kami bercinta dengan posisi dogie seperti itu, rupanya dengan kondom Edward bisa melakukan lebih lama dari biasanya. Edward tak mau menuruti ketika Raymon minta bertukar posisi, “Tanggung” katanya tanpa menurunkan temponya. Dan benar saja, hanya berselang semenit kemudian kurasakan penisnya membesar disusul denyutan kuat melanda dinding dinding vaginaku, dia menjerit histeris, aku menghentikan kulumanku untuk menikmati denyutan demi denyutan darinya.

Raymon bergeser ke belakangku, memasang kondom baru ke penisnya, hanya sedetik setelah penis Edward dicabut keluar, liang vaginaku sudah kembali terisi penis Raymon yang besar itu, terasa perbedaan yang sangat menyolok dan serasa begitu penuh. Aku mendesah terkaget akan perbedaan yang begitu mendadak.

Edward yang sudah kehabisan napas menyodorkan penis yang masih terbungkus kondom ke mukaku, sambil merasakan nikmat sodokan Raymon dari belakang, kulepas kondom Edward lalu kumasukkan penisnya ke mulut, aroma sperma begitu kuat tercium. Penis Raymon sangat kuat dan keras menghunjam vaginaku, ditariknya rambutku ke belakang hingga penis temannya tercabut dari mulutku. Seperti menunggang kuda betina, dia mempermainkan gerakannya sambil meremas remas buah dadaku yang menggantung berayun bebas.

Beberapa menit berlalu, mungkin total sudah lebih 30 menit kami bercinta bertiga, tapi tak tanda tanda puncak kenikmatan belum kelihatan, apalagi Raymon pintar mengatur irama permainan, seringkali dia menghentikan gerakannya menahan supaya tidak orgasme. Sedangkan aku sendiri, disetubuhi 2 orang bersamaan dan bergantian secara terus menerus, tak dapat disangkal lagi, berulang kali kuraih “Orgasme kecil”, meskipun puncak dari kenikmatan itu belum juga kuraih, karena sengaja.

Namun demikian, pertahananku tak bisa bertahan lebih lama lagi, akhirnya tanpa bisa dicegah meledaklah segala emosi dan gairah yang terpendam, aku menjerit histeris hampir menggigit penis Edward yang ada di mulutku kalau tidak segera kukeluarkan, kutelungkupkan wajahku di selangkangan Edward saat vaginaku berdenyut hebat merasakan orgasme yang tertahan sedari tadi. Mengetahui aku sedang orgasme, Raymon justru semakin mempercepat gerakannya, aku semakin teriak histeris tapi dia tidak peduli, dihentakkannya tubuhnya lebih keras ke arah tubuhku, tak tahu lagi rasanya antara nikmat, geli dan sakit, kucengkeram lengan Edward kuat kuat.

Tubuhku langsung melemas seiring hilangnya denyutan di vaginaku, tapi Raymon masih tetap mengocokku tanpa belas kasihan dan itu masih berlangsung beberapa menit kemudian sebelum dia menyusulku menggapai puncak kenikmatan, denyutan penisnya begitu kuat menghantam dinding dinding vaginaku membuat aku kembali menjerit, inilah salah satu kenikmatan bercinta saat merasakan penis di vagina membesar dan berdenyut, apalagi bila disusul dengan semburan hangatnya sperma membasahi vagina.

Raymon mencabut penisnya, menarik lepas kondomnya dan menuangkan spermanya ke punggung dan pantatku. Aku terkapar telentang diantara kedua laki laki yang telah menyetubuhiku berbarengan. Tak kusangka Edward yang sudah recovery kembali bersiap menindihku, vaginaku masih terasa tebal dan panas karena kocokan Raymon tapi aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa menangani kedua laki laki itu, timbul ego-ku untuk merasa lebih hebat dari mereka.

Kubuka kakiku bersiap menerima penis Edward, dia mengganjal pantatku dengan bantal hingga menantang ke atas dan dengan sekali sodok masuklah penis itu ke vagina. Dua penis bergantian mengisi vaginaku dalam hitungan detik, terasa sekali perbedaannya, baik rasa, ukuran dan irama kocokannya, mungkin kalau mataku ditutup aku bisa membedakan siapa yang sedang menyetubuhiku.

Raymon masih telentang dengan napas menderu sambil tangannya meremas erat tanganku ketika temannya mulai mengocokku dengan cepatnya. Seperti sebelumnya Edward tidak bisa terlalu lama bertahan, tak sampai 5 menit kemudian dia sudah menggapai puncak kenikmatannya. Kali ini kondom tidak banyak membantu, mungkin sensasinya terlalu berlebihan hingga dia begitu cepat menyudahi permainan, seperti halnya Raymon, diapun menumpahkan sisa sperma di kondom yang nggak banyak di dadaku lalu diapun ikutan terkapar disebelahku.

Kami sama sama telentang dengan napas dan degup jantung yang berdetak kencang, tubuh telanjangku dijepit kedua tubuh telanjang mereka.

“Gila, kamu memang hebat bisa melayani kami berdua tanpa kewalahan” kata Raymon memecah keheningan. Aku diam saja, napasku belum normal dan vaginaku masih terasa berdenyut panas karena gesekan kondom.

“Pantesan kamu suka main bertiga seperti ini, ternyata mengasyikkan, tak kalah dengan main sama 2 wanita” Edward menimpali.

“Ternyata apa yang selama ini kudengar bukanlah isapan jempol belaka, bahkan melebihi apa yang kubayangkan” lanjut Raymon.

“Nggak salah kan pilihanku” timpal Edward.

“Sepertinya 2 orang nggak berat, mungkin perlu tambah orang lagi nih” ledek Raymon lagi.

“Kalian edan, 2 aja udah ngos ngosan, nih vaginaku masih panas” potongku.

“Tapi mau kan?” desak Raymon.

Entah karena masih terbawa suasana yang begitu liar atau karena aku memang ingin mencoba “Something new” atau perlu petualangan baru yang nggak umum atau memang aku menikmati dikeroyok rame rame seperti ini setelah selama ini selalu menjadi pihak yang mengeroyok, atau juga karena tingginya sensasi yang kudapatkan saat penis penis yang berbeda bergantian mengisi vaginaku, sebenarnya aku nggak menolak kalau tambah seorang lagi, tapi tentu saja aku malu mengatakannya. Tanpa menjawab kutinggalkan mereka ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari sisa sperma yang belepotan hampir di sekujur tubuhku.

“Apa itu berarti iya?” desak Raymon melihat aku diam meninggalkan mereka.

“Tau ah” teriakku sambil menutup pintu kamar mandi.

Jam baru menunjukkan pukul 7.30 malam ketika aku keluar kamar mandi, berarti sudah hampir 2 jam aku menemani mereka termasuk permainan bertiga hampir 45 menit.

“Ly, kalau kamu mau, kita habikan malam ini disini dengan satu orang lagi, biar kamu ngerasain dikeroyok 3 orang sekaligus” kata Raymon yang memang bicaranya ceplas ceplos tanpa risih.

“Kalian kalian ini memang sakit kali, terlalu sering nonton film porno” jawabku ketus.

“Udah nggak usah komentar, mau apa nggak, jawab aja simpel kan” desaknya.

Kali ini aku benar benar terpojok, dilain pihak aku tertarik juga melakukannya tapi sisi lain aku harus menjaga image bahwa aku ini hypersex, mengenai uang kalau lagi senang seperti ini apalagi dengan pengalaman baru bukanlah menjad pertimbangan utama, yang penting enjoy, meskipun aku sangat yakin mereka akan membayarku sesuai tarifku.

“Mau apa enggak?” desaknya, Edward hanya diam saja melihat temannya mendesakku. Aku hanya diam saja tak menjawab.

“Oke aku anggap mau, aku akan kontak si Leo” katanya sambil berdiri mengambil HP yang ada di celananya.

“Leo? si ambon itu ceking itu?” komentar Edward terheran, sepertinya dia nggak rela berbagi gadis dengan yang namanya Lea si Ambon.

“Bukan Ambon tapi Irian, kelihatannya aja ceking tapi dia berisi dan dia itu kuda jantan di atas ranjang, jangan remehkan” koreksi Raymon sambil menekan nomor di HP-nya

Edward memandangku tajam seolah meminta pertimbangan, tapi kualihkan pandanganku ke tempat lain, aku tak peduli siapa orang ketiga itu, aku sudah begitu bergairah setelah permainan bertiga tadi, tambah satu orang lagi rasanya masih bisa mengatasi.

“Sialan nggak diangkat, kita makan aja dulu, udah lapar nih” usul Raymon.

“Ya udah pesan aja dari Room Service” kata Edward.

“Nggak ah, kita keluar saja sekalian beli kondom, udah habis nih stok” kata Raymon lagi.

Kulirik sisa sisa kondom yang masih berserakan di lantai, kuhitung ada 5, entah kapan mereka mengganti kondom kondom itu, tak kuperhatikan. Kami segera berpakaian, bersiap untuk keluar tapi Raymon tidak mengijinkan aku memakai bra padahal kaos yang kukenakan press body dan tipis, pasti putingku akan tampak menonjol dan membayang dari luar.

“Biarin aja orang orang lihat, toh hanya melihat tapi aku sudah menikmatinya” komentar Raymon.

Dengan menggunakan mobil Raymon, BMW seri 7, kami menuju TP. Raymon memilih tempat yang terbuka dan ramai, seafood di TP2 atas (namanya udah lupa).

“Kalau bertiga gini orang kan nggak curiga kalau kita lagi selingkuh, paling dikira teman” komentarnya atas kenekatan show of force-nya. Kupikir ada benarnya juga apa kata Raymon, mana orang menyangka kalau kedua laki laki ini barusan menyetubuhiku berame rame, pasti tak ada yang menyangka sejauh itu.

Selesai makan Edward mengajak kami ke Matahari, ternyata kedua laki laki itu memilihkan aku pakaian dalam yang sesuai dengan selera fantasy mereka. Setiap kali aku mencoba pakaian dalam atau lingerie yang mereka pilihkan, mereka selalu melihat atau bahkan mengikutiku masuk ke Fitting Room. Praktis selama mereka memilihkan bergantian aku hanya menunggu di dalam Fitting Room, telanjang, dari pada buka tutup, kan capek.

Akhirnya kudapatkan 5 pasang bra dan panties yang semuanya serba mini dan berwarna mencolok ditambah 3 pakaian tidur sutra yang sexy, aku nggak tahu kenapa mereka membelikan semua itu, toh kalaupun dipakai paling tak lebih dari 15 menit sudah terlepas kembali. Sebelum keluar dari Fitting Room, Edward memberikan kaos ketat dan rok mini.

“Pake untuk sekarang, lepas celana dalammu” bisiknya, akhirnya kupakai juga kaos kuning tak berlengan dengan belahan dada rendah yang aku yakin buah dadaku terlihat jelas bila membungkuk, dipadu dengan rok mini setinggi lebih sejengkal dari lutut.

Edward mengajak ke Station, diskotik yang terletak di lantai atas TP, tapi jam masih menunjukkan 21.15, mana buka diskotik jam segitu.

“Ya udah kita kembali ke hotel aja, toh lebih baik kita habiskan waktu di kamar” usulku, perasaan horny kembali menyelimutiku, mungkin pengaruh pakaian ketat tanpa pakaian dalam membuatku begitu terangsang dengan sendirinya, ingin segera menikmati dua penis bergantian atau tiga penis, membayangkan saja vaginaku sudah basah dengan sendirinya.

Sesampai di lobby hotel ternyata mereka tidak mau langsung ke kamar, tapi justru ingin nongkrong di lobby lounge yang nyaman itu sambil dengerin musik, aku meskipun sudah begitu bergairah terpaksa mengikuti saja. Aku meskipun menyukai pakaian ketat tanpa pakaian dalam ini, merasa kurang nyaman duduk di lobby seperti itu, salah duduk bisa bisa vaginaku terlihat dari kejauhan, disamping itu ini adalah hotel dimana paling banyak kuhabiskan waktu waktu malam bersama tamu tamuku, boleh dibilang inilah rumah kedua bagiku.

Sambil menemani mereka berdua aku berharap tidak ada orang yang melihatku meskipun tampaknya mustahil karena tempat duduk kami berada di tengah. Kami bertiga menikmati alunan musik live yang berkumandang, kusapukan pandanganku ke arah lobby, sekedar meyakinkan bahwa tak ada yang kukenal, beruntunglah hanya wajah wajah asing yang kulihat. Para tamu asik berbicara dengan rekan di sebelah atau dihadapannya seolah tak memperhatikan alunan musik yang mengalun indah, mungkin pembicaraan bisnis.

Tiba tiba pandanganku terpaku pada salah seorang yang sedang duduk berdua di bawah pohon besar di tengah lobby, aku mengenalnya, dia Pak Pram, salah satu orang kepercayaan cendana, lebih 3 kali aku menemaninya bahkan sekali kami “Berbulan madu” di Bali selaa 2 malam saat dia ada Turnament Golf. Pak Pram tersenyum ke arahku pertanda dia melihat kehadiranku, akupun tersenyum dengan sembunyi sembunyi takut ketahuan Edward maupun Reymon. Sepertinya tahu kalau aku sedang menemani tamu makanya dia tidak menghampiriku, tapi memberi isyarat supaya untuk bicara. Sehabis memberi isyarat dia langsung berjalan melintasi tempatku duduk, aku permisi ke toilet sebentar, Edward dan Raymon langsung mengajak ke kamar tapi dengan alasan aku masih ingin menikmati musik lagi kuminta mereka menunggu sebentar. Pak Pram sudah menunggu di depan Lift.

“Malam Bapak, tumben ke surabaya nggak kontak kontak” sapaku.

“Kontak apaan, HP kamu mati sedari sore tadi” jawabnya.

“Lagi ada orderan nih” godanya, aku hanya tersenyum.

“Temanin aku ke atas sebentar yuk, aku ada hadiah untuk kamu” ajaknya, dengan halus aku menolak, nggak mungkin meninggalkan tamuku terlalu lama.

“Please.. sebentar saja” pintanya memelas, aku nggak enak kalau harus bersitegang di depan lift, ntar dilihat orang, akhirnya aku mengalah.

“Tapi nggak macam macam kan?”

“Janji deh.. paling cuma satu macam”. Akhirnya aku naik mengikutinya ke lantai 16.

“Aku paling nggak bisa pegang janji kalo sama gadis secantik kamu” katanya setelah menutup pintu kamar, dia langsung memelukku dari belakang, diremasnya kedua buah dadaku. Pak Pram tampak kaget saat tahu aku tak memakai bra.

“Aku kangen lho sejak kita dari Bali, sayang harus berpisah di Ngurah Rai, padahal aku masih ingin melanjutkan lagi di Surabaya, gara gara big boss yang memanggil mendadak” bisiknya sambil mencium telingaku, remasannya tak berhenti, bahkan menyusupkan tangannya dibalik kaos ketatku.

“Pak aku sedang ditunggu di bawah, tadi pamit cuma ke toilet, besok aja aku temanin Bapak, janji deh” kataku sambil menggeliat geli.

“Kita quickie aja sayang” bisiknya, dia selalu memanggilku sayang, seperti memanggil putrinya yang seusiaku.

Aku segera berbalik menghadapnya, kucium bibirnya dan dia membalas lumatan bibirku, sambil tetap berciuman kukeluarkan kejantanannya dari lubang resliting, sudah tegang. Segera aku berjongkok di depannya, kujilati sejenak lalu kumasukkan ke mulutku, hanya semenit aku mengulumnya. Kutuntun Pak Pram ke arah meja kerja, aku duduk di atasnya, saat kusingkap rok miniku, terlihat expresi terkejut di wajahnya saat tahu aku sudah tidak memakai celana dalam, tanpa memberinya kesempatan bertanya lebih lanjut kusapukan penisnya ke bibir vaginaku yang sudah basah sedari tadi.

Pak Pram melapas kaosku lalu melesakkan penisnya ke dalam dan mengocok langsung dengan tempo tinggi, desahan kenikmatan keluar dari mulutnya, akupun ikutan mendesah, sedikit terlampiaskan gairah yang terpendam sedari tadi meskipun tidaklah senikmat dikala bermain bertiga nanti. Hanya semenit kami sudah berganti posisi, aku berdiri telungkup di atas meja menerima sodokan Pak Pram dari belakang, kugoyang goyangkan pantatku mengimbanginya, aku hanya berharap dia segera menuntaskan nafsu birahinya secepat mungkin, nggak enak meninggalkan Edward dan Raymon dibawah, ntar mereka curiga.

Dan beberapa menit kemudian, kurasakan penisnya membesar diiringi semprotan sperma yang hangat membasahi vaginaku, tubuh Pak Pram menegang mencengkeram erat pantatku. Akhirnya dia menarik keluar dan mengusap usapkan sisa spermanya pada pantatku. Aku berbalik dan jongkok di depannya, kukulum penisnya yang masih banyak spermanya, dia melotot melihat kenakalanku tapi tak mencegahnya, justru malah mengusap usapkan ke wajahku. Aku berdiri merapikan rok-ku, mengenakan kembali kaosku, lalu mencuci vagina dan wajahku dari sperma Pak Pram.

“Lain kali kamu seperti ini saja kalo ketemu, besok aku hubungi” kata Pak Pram sambil memberikan beberapa lembar ratusan dollar, kita keluar kamar bersamaan tapi turun dengan lift yang berbeda.

Hampir 12 menit aku meninggalkan Edward dan Raymon, ternyata mereka ketemu 2 temannya, berempat mengelilingi meja kami, aku diperkenalkan sama mereka, tak ada yang bernama Leo, berarti bukan salah satu dari mereka. Aku minta maaf karena terlalu lama meninggalkannya, semoga mereka tidak curiga saat kubilang sakit perut mendadak.

“Mungkin kebanyakan nelan sperma dan bereaksi dengan kerang rebus tadi” bisik Raymon, tenanglah hatiku berarti dia tidak curiga.

Lima belas menit kami melanjutkan di lobby, aku masih tak tahu apakah salah satu atau kedua temannya itu ikut bersama kami. Ternyata tidak satupun yang ikut, mereka berpisah sedangkan aku, Edward dan Raymon kembali ke kamar, berarti malam ini kita melanjutkan permainan bertiga alias 2 in 1, tak ada 3 in 1.

Malam sudah semakin larut, sudah melewati pukul 11 malam, lobby hotel mulai sepi. Bertiga kami masuk Lift, begitu pintu lift tertutup, Raymon menarik tubuhku dalam pelukannya, diciuminya bibirku sambil meremas remas buah dada. Edward tak mau ketinggalan, dia menyingkap rok-ku dan mempermainkan klitorisku, aku mendesah di dalam lift. Meskipun sudah terbakar nafsu, aku masih bisa berpikir normal, kutolak ketika Edward hendak menyetubuhiku di lift, terlalu beresiko apabila tiba tiba lift berhenti dan ada orang masuk. Mereka berdua tertawa terbahak.

Namun begitu, sepanjang perjalanan di lift, tangan kedua laki laki itu tak berhanti menjamah dan menyusuri tubuhku, mulai dari tangannya yang menyusup masuk di balik kaos hingga menyusup di balik rok dan meremas buah dada maupun pantatku yang tanpa menutup lagi. Ternyata rangsangan bercampur ketegangan membuat birahiku sempat turun setelah melayani Pak Pram, bangkit kembali dengan cepatnya, akupun mendesis pelan dalam lift.

Beruntung pintu Lift tidak terbuka hingga lantai 8, kamipun bergegas menuju kamar. Aku heran saat mereka menekan bel pintu, bukannya langsung membukanya dengan kunci yang ada. Keherananku segera terjawab ketika pintu terbuka dan muncullah seorang laki laki hitam manis dari balik pintu.

“Inikah yang namanya Leo?” pikirku.

“Ly kenalin, ini Edo, karena Leo tidak ada kebetulan yang muncul dia, ya rejeki dia lah” kata Raymon setelah kami semua di dalam, rupanya si Edo sedang mandi.

“Sorry tadi nggak sempat ketemu soalnya aku baru dari Malang, jadi mandi dulu tapi kalian keburu naik” katanya, sepintas kulihat Edo seperti orang Ambon atau Irian meskipun tidak terlalu hitam tapi dibandingkan dengan kedua chinese itu dia tampak sekali bedanya.

Cengkeraman tangannya begitu kuat saat menjabat tanganku, pertanda dia bukan orang kantoran. Dengan santai dan hanya mengenakan handuk membalut pinggangnya, Edo menemani kami ngobrol di sofa, obrolan mereka justru seputar permainan kami tadi siang dan membandingkan dengan pengalaman mereka sebelumnya. Terbersit sedikit kebanggaan saat mereka memuji bagaimana aku melayaninya dan mereka puas. Baru sekarang kutahu kalau mereka sendiri belum pernah main berempat seperti ini, berarti sama sama pengalaman pertama, terutama bagi Edward, baru bermain rame rame langsung main berempat, tentu saja dia sangat exiting.

Selama kami ngobrol, aku duduk antara Edward dan Raymon, tangan keduanya tak beranjak dari tubuhku, baik di punggung maupun paha, Edo hanya melihat sambil tersenyum. Tak lebih 10 menit kami ngobrol, tangan Edward dan Raymon bersamaan menyelinap masuk dibalik kaosku dan berbagi buah dada, mereka berpandangan lalu tersenyum, bersamaan pula mereka mencium pipi kanan dan kiriku, menyusur turun ke leher sambil masih meremas remas buah dada, aku mendesah desah diperlakukan seperti ini, apalagi didepan Edo yang kelihatan begitu cool melihat temannya sudah mulai.

“Lepas kaosnya dong” teriak Edo tanpa beranjak dari duduknya, kulihat tangannya sudah berada dibalik handuknya.

Tanpa diminta dua kali, Edward menarik lepas kaosku, bersamaan mereka langsung mengulum putingku yang sudah menantang, Edo memuji keindahan payudaraku sebelum kedua laki laki di sebelahku mengulumnya. Tangan Edward sudah mulai menjamah selangkanganku, aku semakin mendesah, kuraih kejantanan mereka, ternyata sudah keluar dari celananya. Dua penis berbeda bentuk dan ukuran berada dalam genggamanku, kukocok dan kuremas, mereka mulai ikutan mendesah. Raymon mendahului berlutut di antara kakiku, disingkapnya rok-ku, aku mendorongnya menjauh, khawatir masih tersisa aroma sperma Pak Pram, tapi dia tak mempedulikan penolakanku, kubiarkan saja ketika lidahnya mulai menyusuri pahaku, justru kakiku kubuka semakin lebar.

Aku mendesah atau lebih tepatnya menjerit nikmat ketika lidah Raymon mulai menyentuh klitoris dan bibir vaginaku, sementara Edward masih menempelkan mulutnya pada puting, dua lidah bermain dengan lincahnya di kedua titik sensitif tubuhku, desahan demi desahan keluar dari mulutku tanpa terkendali. Kuremas remas kepala Raymon yang berada di selangkangan dan kutekankan lebih dalam sambil mengocok penis Edward.

“Ugh.. ss.. copot dong pakaiannya” pintaku sambil mendesah.

Kedua laki laki itu berdiri melepaskan diriku dari cumbuannya, melihat kekosongan ini, Edo berdiri menghampiriku, dilemparnya handuk penutup tubuhnya, tampaklah tubuhnya yang cukup atletis dengan penis yang menegang, sama besar dengan punya Raymon, dia langsung menyodorkannya ke mukaku. Dengan tersenyum kuraih penisnya, kukocok sejenak sambil menatapnya, dia tersenyum. Aku mulai menciumi penis Edo, menjilatinya sekujur batang hingga ke kantong bola, cairan bening meleleh dari kepala penisnya, terasa asin tapi tak kupedulikan. Penis itu segera memasuki mulutku ketika Edward kembali duduk di sampingku, Raymon berdiri di samping Edo menunggu giliran, ternyata Edward mengikutinya, akupun menyesuaikan posisiku, jongkok di depan ketiga laki laki telanjang yang 2 diantaranya baru kukenal bebarapa jam yang lalu.

Tiga penis yang tegang sudah berada di mukaku, kulumanku pada Edo berhenti lalu berganti ke Raymon kemudian dilanjutkan ke Edward, dua penis kukocok dengan tangan dan satu dengan mulut, bergantian penis penis itu memasuki dan mengocok mulutku. Aku begitu bergairah dan semakin terbakar nafsu, sering kali sengaja kudekatkan ke mulut dan ketiganya bersentuhan satu sama lain seakan berebut memasuki rongga mulut yang hanya cukup untuk satu penis. Sebentar saja mulutku terasa pegal mengulum seperti itu terus menerus meskipun sebenarnya aku ingin lebih lama lagi bermain oral dengan mereka.

Kutinggalkan mereka yang sedang mendesah nikmat, aku telentang di atas ranjang menanti cumbuan ketiga laki laki itu secara bersamaan. Tanpa dikomando lagi, ketiga laki laki itu mengerubungi tubuhku, Raymon dan Edo di kedua putingku sedangkan Edward pada vagina.

Inilah sensasi terbaru bagiku, belum pernah aku alami sebelumnya bahkan membayangkan saja tidak berani, hanya ada di film porno yang sering aku lihat, tiga laki laki bersamaan memainkan mulutnya pada tiga titik sensitif, tiga lidah menari nari dengan bebasnya dan tiga pasang tangan menggerayang sekujur tubuhku, aku mendesah dengan kerasnya merasakan sensasi dan kenikmatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, sungguh sensasi yang jauh melebihi anganku.

Aku tak tahu harus bagaimana, akal sehatku sudah terbenam jauh tertutup naluri hewani yang meledak ledak. Bak seorang putri yang sedang dilayani para budaknya, aku benar benar terbius dan melayang tinggi dalam belaian para budak budak nafsu yang sedang melampiaskan hasrat naluri hewannya.

Mereka berganti posisi dengan melakukan rotasi, dari ketiga laki laki itu, ternyata Edo yang paling pintar mempermainkan lidahnya di vaginaku, dia tahu bagaimana dan dimana melakukan jilatan, kapan saat menyedot dan bilamana perlu sedikit gigitan lembut, apalagi dia melakukan kuluman hingga jari jari kakiku, aku benar benar terbuai dalam ayunan nafsu birahi.

“Kasih Edo kesempatan berdua dulu, biar dia bisa menikmatinya sebelum kita keroyok” seperti sudah menjadi “Kode etik”, masing masing diberi kesempatan berdua dulu sebelum memulai permainan.

“Satu babak atau paling lama 10 menit” kata Raymon sebelum meninggalkan aku dan Edo berdua di ranjang, Edward mengikutinya duduk di sofa melihat kami bercinta di atas ranjang.

“Thank you” kata Edo sambil memintaku ber-69, aku di atas.

Ketika kami sedang asik saling menjilat dan mengulum, ternyata Edward dan Raymon sudah berada didepanku, menyodorkan penis mereka. Kembali tiga penis berada di depanku, dan untuk kesekian kalinya mulutku mendapat kocokan tiga penis bergantian.

“It’s my time guys” kata Edo beberapa saat kemudian sambil memintaku turun dari tubuhnya.

Edo segera mengusap penisnya pada vaginaku yang sudah banjir, aku yang telantang pasrah membuka lebar kakiku dengan lutut ditekuk ke atas, dia menatapku tajam ketika mulai mendorong masuk menguak celah vagina, aku mendesis merasakan penis keenam yang mengisi vaginaku hari ini, sungguh terasa besar setelah kurasakan penis Pak Pram barusan, penuh rasanya. Dia mencium bibirku yang menengadah mendesah nikmat, dilumatnya bibirku dengan lembut saat dia mulai mengocok pelan, desah kenikmatan tertahan.

“Pake ini dulu” potong Raymon yang sudah berdiri disamping kami sambil menyodorkan kondom yang sudah dibuka.

“Aku bawa sendiri” katanya sambil meminta Edward mengambilnya dari travel bag-nya. Ternyata kondom dia berbeda, berwarna merah menyala dengan kepala anjing di ujungnya, rambut rambut halus menempel di pangkal, terlihat unik.

“Tuh aku bawa banyak kemarin dari Singapore, macam macam terserah kalian pilih aja yang kamu suka” katanya seraya menyapukan dan memasukkan kembali penisnya ke vaginaku, aku mendelik dan melotot kearahnya, terasa sekali perbedaan dengan sebelumnya, jauh lebih nikmat, dan saat penisnya masuk semua kedalam, “Kepala anjing” serasa menggelitik rahimku.

Aku menjerit keras menikmati kocokannya, dan jeritanku bertambah keras saat rambut rambut halus itu menggesek gesek klitorisku, sungguh nikmat rasanya. Lima menit sudah aku terbakar dalam nikmatnya permainan Edo, Edward dan Raymon mendekat dari sisi yang berbeda seakan hendak melihat expresi wajahku yang sedang terbakar nikmat. Melihat mereka begitu menikmati permainan kami, aku semakin bergairah menggoyangkan pantatku mengimbangi kocokannya.

Sambil mengocok sendiri penisnya, Edward memegangi kakiku tinggi diikuti Raymon hingga kakiku terbuka lebar lurus membentuk huruv “V” dengan Edo di tengah huruf itu, penis Edo semakin dalam mengisi vaginaku, desahan liar semakin terdengar liar. Ingin kugapai kedua penis mereka untuk pegangan tapi terlalu jauh tak tergapai tangan, bahkan mereka tidak mau memberikannya seakan membiarkan aku sendirian menggeliat bak cacing kepanasan terbakar birahi.

Edward dan Raymon masih membiarkan sobatnya menikmatiku sendirian saat kami berganti ke posisi dogie, penis Edo semakin dalam mengaduk aduk vaginaku. Berulang kali kuminta Raymon dan Edward mendekat tapi Raymon selalu mencegah ketika Edward hendak berdiri, dia sungguh menikmati pemandangan indah di atas ranjang. Lima belas menit telah berlalu namun tak satupun dari 2 laki laki itu mendekat, mereka justru membiarkan sobatnya makin lama menikmati kehangatan tubuhku sendirian.

“Ternyata apa yang kudengar salama ini memang bukan isapan jempol belaka” kata Edo sambil mengocokku semakin keras.

“Emang dengar apa” tanyaku disela desahan.

“Berisik” jawabnya sambil menghentakku keras.

Tubuhku nungging dengan dada menempel di ranjang, Edward mendekat ke Edo di belakang, aku tak memperhatikan apa yang mereka lakukan, tiba tiba Edo menarik keluar penisnya, sejenak vaginaku “Kosong”, mungkin mereka bergantian. Namun aku segera menjerit kaget ketika sebuah penis melesak kembali dengan cepat dan rasa yang berbeda, tak mungkin punya Edward karena masih terasa penuh, aku menoleh ternyata masih Edo yang menyetubuhiku, rupanya dia minta Edward mengambil kondom jenis lain dan begitu terpasang yang baru langsung menggenjotku.

Gelitik nikmat lain kembali kurasakan, pasti jenis kondom yang berbeda, aku tak tahu bentuknya tapi tak kalah nikmat dengan sebelumnya, membuat desahanku semakin lancar mengalir. Disetubuhi Edo dengan 2 laki laki lain yang menonton menunggu giliran membawaku lebih cepat ke puncak kenikmatan, dan tak bisa dibendung lagi ketika doronan emosi yang begitu kuat meledak dari dalam, menimbulkan suatu sensasi kenikmatat yang tinggi, tubuhku menegang, otot vaginaku berdenyut hebat, sehebat dorongan roket yang melesat hingga akupun menjerit dalam nikmat orgasme yang tinggi. Sejenak Edo menghentikan gerakannya tapi aku justru menggoyangkan pantatku dan minta dia tetap mengocokku disaat dilanda orgasme.

Tubuhku mulai melemas seiring dengan hilangnya denyutan di vaginaku, lututku terasa ngilu, namun kocokan nikmat dari Edo membuatku terlupa akan rasa capek dan lemas karena orgasme. Perlahan gairah birahiku mulai naik kembali terbawa arus permainan dari Edo.

Mungkin sudah 25 menit berlalu saat Edward yang kelihatan sudah tak bisa lagi menahan nafsunya mengambil posisi di depanku. Kakinya dibuka lebar hingga kepalaku berada diantaranya, penisnya yang tegang terasa sangat keras saat kupegang. Tanpa diminta, segera kumasukkan penis itu ke mulutku, 2 kocokan sekaligus menerpaku, sensasi dan gairahku semakin bertambah, pesta sudah dimulai, sebentar Raymon pasti menyusul, entah apa yang akan dia lakukan padaku mengingat kedua lubangku sudah terisi.

Dugaanku tepat, Raymon menyusul naik ke ranjang, sejenak dia hanya mengelus elus punggung dan meremas remas buah dadaku yang berayun ayun, sambil masih meremas remas, disodorkannya penisnya, dua penis berada di depan mulut sementara satu lainnya masih dengan kerasnya menyodok nyodok dari belakang. Meskipun kocokan Edo cukup keras, aku berusaha mengatur irama permainanku sendiri pada kedua penis di mulut walaupun sesekali terpental keluar saat dari belakang menghentak.

Aku benar benar kewalahan melayani mereka bertiga sekaligus, 2 penis berebut masuk ke mulut bergantian sementara di vagina seperti tak mau kalah perhatian, agak susah juga membagi konsentrasi diantara mereka. Raymon menggeser ke samping Edo, rupanya dia minta giliran, agak lama juga dia menunggu sebelum Edo “Memberikan” vaginaku padanya, tak ada perbedaan yang berarti antara penis Edo dan Raymon, hanya gelitik geli di vagina saat penis itu melesak masuk, mungkin karena pengaruh kondom. Edo duduk disamping Edward yang masih asik menerima kulumanku, dilepasnya kondom dari penisnya dan menyapukan ke wajahku, segera aku berganti mengulum penis Edo yang basah, tercium aroma sperma meski aku tak merasakannya saat dia orgasme, mungkin hanya keluar tapi belum orgasme.

Kembali aku menerima sodokan keras dari belakang dan 2 penis di mulut, semuanya mengocokku dengan iramanya sendiri sendiri, aku kewalahan mengikuti irama permainan yang berbeda beda, tapi justru membuat permainan semakin menggairahkan. Tidak seperti Edo yang cool cenderung pendiam saat menyetubuhiku, Raymon banyak mendesah bersahutan dengan desahanku apalagi ditimpali desah Edward, terjadi simponi indah beriramakan nafsu birahi.

Sepuluh menit Raymon menyetubuhiku dari belakang, dia membalik tubuhku hingga telentang. Setelah mengganti dengan kondom yang baru, dilesakkannya penisnya dengan sekali dorong, gelitik lain kembali kurasakan, kali ini lebih geli dan nikmat, apalagi sepetinya ada bagian yang menggesek keras klitorisku dan sepertinya lebih dalam menjangkau relung relung vaginaku. Aku tak sempat melihat apa yang menggesek klitorisku karena 2 penis sudah dipukul pukulkan ke wajahku. Kubuka mulutku lebar terserah siapa dulu yang mau memasukkan penisnya. Kalau sebelumnya aku yang mengatur penis yang memasuki mulutku, kali ini kubiarkan mereka mengatur sendiri.

Rupanya Edo yang lebih berpengalaman segera mengambil inisiatif, dia naik ke atas kepalaku setelah mengganjal dengan bantal, dimasukkannya penis gedenya memenuhi mulut dan mengocoknya. Kini aku benar benar mendapat dua kocokan atas bawah tanpa bisa berbuat apa apa karena tubuhku tergencet mereka. Kocokan di mulut tak kalah liarnya dengan di vagina, hampir aku tak bisa bernapas, meskipun begitu aku masih teringat untuk meremas dan mengocok penis Edward yang masih dalam genggamanku.

“Aku mau keluar” teriak Edward, mungkin sensasinya terlalu tinggi hingga dia tak bisa menahan lebih lama lagi melihat aku disetubuhi 2 laki laki sekaligus dengan 1 cadangan menunggu giliran.

“Di mulut aja” jawab Raymon tak mau memberikan giliran kenikmatan padanya.

Edo menyingkir dari atas dadaku, Edward segera menggantikan penis Edo pada mulutku, hanya beberapa kocokan pada mulut dia sudah menyemprotkan spermanya, memenuhi mulutku, terasa gurih dan keras aromanya. Dengan posisi seperti ini aku tak bisa mengelak kecuali hanya menelan semua sperma yang sudah memenuhi mulutku.

Edward segera turun dan Edo kembali mengambil alih rongga mulut dan memasukkan kembali penisnya, Raymon seperti tak peduli apa yang sedang terjadi di atas, mengetahui temannya menyemprotkan sperma di mulutku, dia malah semakin bergairah dan mengocokku makin cepat.

“Do, tukar” perintah Raymon pada sahabatnya itu.

Edo yang mendapat giliran kembali bersiap menikmati hangat vaginaku, tapi dia tidak mau melanjutkan gaya permainan Raymon, tapi memintaku pada posisi di atas. Kupasang kondom ke penis Edo dengan mulutku seperti yang kulakukan pada Raymon tadi, entah kondom yang keberapa yang dia pakai, bentuknya lain pula dengan sebelumnya, dia mengagumi kemahiranku itu.

Edo langsung meremas remas kedua buah dadaku ketika aku sudah berhasil memasukkan penis dan duduk di atasnya. Raymon tidak langsung bergabung tapi dia ke kemar mandi dulu, entah ngapain, sedangkan Edward masih duduk di sofa mengamati kami bercinta. Beberapa saat lamanya Edo kembali menyetubuhiku sendirian tanpa “Gangguan” teman temannya.

Aku yang sudah benar benar lupa diri dan begitu bergairah bergerak liar di atasnya, antara naik turun dan berputar pantat mengocok penis Edo, vaginaku serasa semakin di aduk aduk dan semakin nikmat, apalagi penggeli pada kondom bekerja dengan semestinya membuatku melayang tinggi ke awan. Kuluman Edo pada buah dadaku tak kuperhatikan lagi, puncak kenikmatan sudah didepan mata dan sebentar lagi kuraih. Orgasme kedua bakal kugapai, gerakanku semakin cepat tak beraturan, Edo hanya diam saja menikmati kebinalanku, desah kenikmatan menimbulkan gairah tersendiri baginya.

Raymon naik dan berdiri di atas ranjang, menyodorkan penisnya ke mulutku dan untuk kesekian kalinya penis itu mengisi dan mengocok mulutku. Puncak kenikmatanku semakin bertambah dekat dan meledaklah jeritan kenikmatan yang tiada henti. Kali ini tak kukeluarkan penis Raymon dari mulutku dikala orgasme, aku yakin bisa mengendalikan diri hingga tak sampai menggigit penisnya, tapi aku tak sanggup melakukannya, terlalu sayang kalau expresi kenikmatan orgasme ditahan hanya karena ada penis di mulut. Kukeluarkan juga akhirnya penis Raymon hingga jeritanku semakin menjadi jadi.

Sendi sendiku serasa mau copot, rasa capek yang hebat tiba tiba melanda namun kembali kocokan Edo membuatku segera melayang, perlahan tapi pasti. Dua kali sudah aku mendapat orgasme dari Edo tapi aku tak tahu apakah dia sudah orgasme atau belum, sungguh konyol tidak memperhatikan laki laki yang telah memberi 2 kali kenikmatan. Konsetrasiku terlalu terpecah pada 2 laki laki lainnya hingga terkadang tak kurasakan denyutan denyutan kecil darinya.

Edo menarik tubuhku dalam dekapannya, dengan posisi seperti ini Raymon praktis tak bisa mendapatkan bagian, hanya elusan di punggung dan belaian di rambut yang bisa dia perbuat. Dikocoknya vaginaku dari bawah dengan cepatnya, kulumat bibir Edo meskipun beberapa kali dia menghindar, mungkin aroma sperma Edward masih tercium dari nafasku tapi akhirnya dia membalas juga lumatan bibirku itu. Tak lebih 5 menit dari orgasme keduaku, Edo mengejang sambil berteriak nyaring seiring denyutan kuat melanda vaginaku, akupun ikutan menjerit terkaget merasakan kuatnya denyutan itu, didekapnya tubuhku erat erat sambil wajahnya menatapku, hidung kami bersentuhan, napas kami sama sama menderu berat.

Kami berdiam sesaat menikmati indahnya orgasme, namun Raymon tak mau membiarkan suasana terlalu romantis. Dia duduk disamping kami, ditariknya tubuhku dalam pangkuannya, sebelum aku sempat memasukkan penisnya, Edward memintanya, mengingat Edward belum mendapat giliran di vagina, dengan tersenyum Raymon mengalah, direlakannya vaginaku pada temannya.
Kuturuti saja apa mau mereka, aku beranjak dari pangkuan Raymon ke pangkuan Edward, kucium dan kulumat bibirnya sambil menyapukan penisnya ke vaginaku dan amblas masuk kedalam dengan mudahnya, otot vaginaku belum berkontraksi sempurna setelah mendapat kocokan Edo, hingga penis Edward serasa berlari lari dalam vaginaku. Dalam keadaan seperti ini, kondom unik sangat banyak membantu menggelitik saraf saraf sensitif di vaginaku.

Kudorong tubuh Edward hingga dia telentang di antara kedua temannya, sembari bergoyang pinggul, kukocok kedua penis lainnya, kini 3 penis berada dalam kendaliku. Kubiarkan 4 tangan berebut menjamah kedua buah dadaku, justru semakin menambah sensasi tersendiri. Aku menggeliat nikmat ketika tangan tangan itu mempermainkan putingku, kutatap mata mereka satu persatu, semua memancarkan sorot mata penuh nafsu namun terlihat begitu tak berdaya dalam genggaman dan kendaliku seorang. Dengan bebas aku menggerakkan tubuhku di atas Edward sambil membungkuk ke kanan dan ke kiri begantian untuk mengulum kedua penis yang menunggu giliran.

Edo duduk lalu mengulum putingku, diikuti Raymon melakukan hal yang sama, aku menjerit nikmat yang tak terhingga mendapatkan perlakuan seperti itu. Dua laki laki mengulum putingku bersamaan sementara satu lainnya mengocokku, sungguh suatu kenikmatan yang sangat tinggi kurasakan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana, antara mengocok penis di genggaman atau meremas rambut mereka, sungguh pengalaman yang tak terduga. Jerit kenikmatanku membuat mereka semakin kuat menyedot kedua putingku.

“Sshh.. gila.. kalian gilaa” teriakku meracu, dan goyangan pantatku semakin tak karuan iramanya, tapi justru semakin menambah kenikmatan. Dan benar saja, tak sampai 10 menit aku bergoyang di atas Edward, dia sudah memuntahkan spermanya, denyutan pelan nyaris tak terperhatikan olehku, namun teriakan dan remasan kuat pada paha menyadarkanku bahwa dia sedang orgasme.

Aku segera turun dan kembali ke pangkuan Raymon, vaginaku kembali terasa penuh sesak terisi penis Raymon yang lebih besar dari Edward. Belum sempat aku menggerakkan tubuhku, Edo sudah berada di depan menyodorkan penis hitamnya ke mulut. Bersamaan dengan masuknya penis itu ke mulut, aku mulai bergoyang pantat diatas Raymon, 2 penis besar mengocok kocok kedua lubangku. Edo memegangi kepalaku dan suka suka menggerakkan penisnya pada mulutku. Beberapa menit berlalu dengan kocokan atas bawah, Edward kembali bergabung, memeluk dan menciumi tengkukku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku, aku menggelinjang geli dan nikmat yang tak terkira, goyanganku terbatasi pelukan Edward, namun tak mengurangi gerakan pantatku pada Raymon.

Raymon praktis hanya berdiam menikmati kocokanku sekaligus menikmati bagaimana aku melakukan oral pada Edo. Begitu aku terbebas dari Edo dan Edward, segera tubuhku mengocok Raymon dengan gerakan liar, geliat penuh nafsu tak bisa dihindari. Tubuhku condong kebelakang bertumpu pada kaki Raymon ketika secara bersamaan Edo dan Edward mengulum kedua putingku, aku menjerit histeris dalam nikmat birahi yang tak terkatakan. Dan beberapa menit kemudian pertahananku pun bobol, dengan mencengkeram kedua kepala yang ada di dada, aku menjerit keras, sekeras denyutan pada vaginaku. Mereka tak menghentikan gerakannya, malah justru semakin menjadi jadi saat melihat aku tengah dilanda orgasm hebat.

Baru terasa kelelahan yang teramat sangat, rasa ngilu disekujur tubuhku, 3 orgasme berturut turut dalam sekali permainan, tapi ketiga laki laki itu masih juga belum beranjak dari tubuhku, bahkan semakin gila menyetubuhi dan mencumbu sekujur tubuhku.

Tetes demi tetes keringat sudah membasahi tubuh kami berempat tapi tak ada tanda tanda permainan berakhir, dan ketika Raymon mendapatkan orgasmenya, Edo langsung menggantikan posisinya tanpa memberiku istirahat, aku benar benar ter-exploitasi dalam permainan sex yang tiada akhir, namun aku begitu menikmatinya, terutama saat pergantian antara satu penis dengan penis lainnya, terasa sekali perbedaan sensasi yang kurasa.

Edward bersiap menyetubuhiku kembali saat Edo mencapai puncak, begitu seterusnya selalu bergantian menyetubuhiku setelah satu selesai, entah kapan permainan ini berakhir, antara kelelahan dan kenikmatan selalu datang susul menyusul, tak terhitung sudah berapa kali aku orgasme dan tak kuhitung pula berapa kali mereka masing masing orgasme, semua memoriku jadi error tersapu gelombang kenikmatan yang datang bertubi tubi. Ini permainan tanpa akhir, endless game.

Namun manusia ada batasannya meskipun emosi selalu mengalahkan logika pada saat seperti ini.
Akhirnya aku menyerah terkapar tak berdaya di tangan ketiga laki laki itu, benar benar habis, bahkan untuk ke kamar mandipun rasanya begitu berat.

Belum pernah kurasakan capek yang hebat seperti ini, vaginaku terasa berdenyut nyeri. Sekitar 2 jam mereka menyetubuhiku tanpa henti, tak sedetikpun vaginaku “menganggur” selama itu. Aroma sperma tercium dari tubuhku, baik di dada, wajah, rambut apalagi mulut, entah berapa banyak sperma yang mengisi perutku, aku benar benar berantakan, tapi justru tambah sexy, kata mereka menghibur.

Setelah mandi air hangat di malam hari, badan terasa segar kembali, Edward mengangsurkan Lipovitan ketika aku keluar dari kamar mandi. Ranjang yang masih berantakan dan ceceran sperma masih membekas di sana sini, begitu juga kondom, lebih dari selusin kondom sisa yang tercecer di lantai.

“Beri aku istirahat dulu, oke” pintaku pada mereka sambil merebahkan tubuhku di atas hangatnya ranjang yang masih penuh nafsu. Mereka hanya tertawa tanpa memberi jawaban.

Setengah jam mereka memberiku waktu istirahat sebelum Edo memulai untuk babak berikutnya, dan Endless Game berputar kembali, di atas ranjang kulayani ketiga laki laki itu bersamaan. Kali ini aku benar benar kewalahan melayani mereka yang seolah melampiaskan semua nafsu birahinya tanpa henti, tak ada kata puas pada diri mereka. Aku hanya bisa bertahan sekitar satu jam sebelum menyerah kalah akan kebuasan mereka bertiga, tak kuhitung lagi berapa kali aku mengalami orgasme dan tak tahu lagi aku siapa yang sedang mengisi vaginaku, aku benar benar habis.

Kami berempat tergeletak lunglai di atas ranjang dalam kebisuan, hanya napas berat yang terdengar. Mataku serasa berat dan pandanganku mulai nanar, tak lebih 10 menit kemudian akupun terlelap dalam buaian malam yang penuh nafsu.

Keesokan paginya saat aku bangun, hari sudah terang, jam menunjukkan pukul 7:30 pagi, terlihat Edward dan Raymon tidur di samping kiri kananku, tangan Raymon ditumpangkan ke dadaku sedang kaki Edward menindih pahaku, Edo yang tidak mendapat tempat tidur di sofa, kami semua masih telanjang, entah jam berapa kami tadi malam tidur setelah pertempuran terbesar yang pernah kualami. Mereka masih tidur pulas ketika aku turun dari ranjang. Setelah gosok gigi dan cuci muka, aku kembali ke kamar, ternyata Edo sudah bangun.

“Kamu makin cantik setelah bangun tidur” katanya sambil menghembuskan asap rokok.

“Ngeledek nih” jawabku seraya duduk di sampingnya.

“Udah fresh? siap melanjutkan?” tanyanya sambil menjamah buah dadaku.

Tanpa diperintah lebih lanjut, aku segera berlutut didepannya dan kulahap penis hitam yang masih setengah tidur sebagai sarapan pagi, makin lama makin membesar di mulut. Aku makin asik ber-oral ria saat Edward bangun dan turun dari ranjang, dia duduk disamping Edo, kugapai penisnya dan kukocok kocok sebentar lalu kulumanku berpindah ke penis Edward. Dua penis berbeda ukuran dan warna bergantian mengisi mulutku, aku lebih bisa mempermainkan lidahku pada punya Edward yang relatif lebih kecil.

“Ikut dong” Raymon mengagetkanku, dia sudah berdiri di belakang, karena terlalu asik aku nggak perhatikan dia bangun dari ranjang.

“Ntar aja deh, aku belum sarapan nih, habis makan aja ya” usulku pada mereka.

“Satu putaran” kata Edward sambil berdiri mengambil posisi dibelakangku, Raymon menggantikan posisinya.

Tanpa membuang waktu lebih lama, Edward segera memasukkan penisnya ke vaginaku, penis pertama di hari itu. Tidak seperti tadi malam, kali ini penis Edward terasa cukup penuh mengisi liang kenikmatanku, mungkin karena ototku sudah berkontraksi normal dan belum kemasukan penis Edo atau Raymon.

“Jangan keluarin di dalam kalo nggak pake kondom” kata Raymon melihat Edward langsung mengocokku tanpa kondom, dia hanya tersenyum.

Sambil menerima kocokan dari belakang dengan posisi dogie, bergantian kedua penis di tangan mengisi mulutku. Tak lebih 5 menit kemudian Edward orgasme, mencabut keluar dan menumpahkan spermanya di punggung dan pantatku. Edo segera mengganti posisinya, kurasakan otot otot vaginaku membesar menerima penisnya. Kocokan cepat dan keras menghantam dinding vaginaku dan terdengarlah jeritan kenikmatan di pagi hari. Meski tanpa kondom yang unik kurasakan penisnya sama nikmatnya, mungkin lebih nikmat karena kepala penis Edo yang membesar bak jamur, aku menggeliat kenikmatan. Kucoba menahan orgasme lebih lama, paling tidak akan kuberikan pada Raymon yang mendapat giliran terakhir nanti, namun apa dayaku, sodokan Edo terlalu nikmat untuk dibendung. Dan tanpa kumau dinding dinding vaginaku berdenyut kuat, aku menjerit dengan tubuh kaku, orgasme pertama di pagi hari. Edo semakin mempercepat sodokannya dan semenit kemudian dia mencabut keluar lalu memuntahkan spermanya di pantat, terasa hangat.

Raymon tanpa menunggu lebih lama segera mengisi “Kekosongan” vaginaku, untuk kesekian kalinya aku disetubuhi secara maraton. Setelah bertahan cukup lama, akhirnya Raymon tak sanggup melanjutkan lagi, namun sebagai pemain terakhir, dia tidak mencabut penisnya, diseprotkannya spermanya membasahi vagina, terasa nikmat sekali dengan siraman hangatnya. Rasanya sudah berbulan bulan tak mendapatkan siraman sperma, aku merindukan denyut bercampur kehangatan itu, semalam hanya denyutan kuat tanpa sperma yang kurasakan.

“Oke guys, time to breakfast” kata Edward.

“Aku mandi dulu” kataku, namun dia mencegahnya.

“Nggak usah, kita sarapan sekalian renang di kolam, kan asik” usulnya, ide gila apalagi ini.

“Setujuu” teriak kedua temannya menimpali.

Mereka tak mempedulikan kalau aku tak bawa pakaian renang, dan memang aku nggak pernah bawa kalau menginap di Hotel bersama tamu, toh tidak ada yang pernah ngajak renang bersama di Hotel, kecuali kalau keluar kota.

“Kita cari aja di bawah, mungkin ada” kata Edo.

Jarum jam menunjukkan pukul 8:20, berarti hanya untuk satu putaran cepat tadi memakan waktu lebih dari setengah jam.
Kukenakan kembali pakaian baru tadi malam, masih tanpa bra dan panty, berempat kami keluar kamar bersamaan. Sungguh suatu kebetulan ketika pintu lift terbuka, ternyata Pak Pram ada di dalam, kami berpandangan sejenak dengan tatapan mata penuh arti. Aku jadi salah tingkah berada di dalam lift dengan semua laki laki yang pernah meniduri dan merasakan kehangatan tubuhku.

Kami semua terdiam dengan beribu pikiran di benak masing masing, aku masih belum percaya bahwa aku telah bercinta dengan tiga orang sekaligus, semalaman lagi, tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kulirik satu persatu laki laki itu, terbersit kebanggaan aku sudah mengetahui permainan dan apa yang ada dibalik baju yang dikenakannya, terutama Pak Pram yang begitu anggun mengenakan setelan Jas hitam. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran beliau melihat sepagi ini bersama 3 laki laki turun dari kamar, meski begitu aku sangat yakin dia tidak akan berpikir terlalu jauh mengenai apa yang telah kami perbuat semalam.

Lamunanku buyar saat pintu Lift terbuka di lobby, kami turun satu lantai lagi, sementara Edward pergi mencarikan pakaian renang untukku. Ternyata nggak dapat, beruntunglah aku, tenagaku bisa dipakai untuk melanjutkan babak selanjutnya. Selama makan pagi, berulang kali Pak Pram menatap ke arahku tapi aku pura pura menghindar, khawatir kejadian “Perselingkuhan” semalam terulang lagi.

Ketika aku mengambil makanan di table, dia mendekat disampingku.

“Kamu nginap sini ya” bisiknya sambil mengambil makanan.

“He eh” jawabku pendek takut ketahuan ketiga tamuku.

“Sama yang mana?”. Aku diam, bingung menjawabnya, tak menyangka dia tanyakan itu dan tak mungkin kubilang sama semuanya.

“Sama mereka” jawabku mengambang.

“Mereka yang mana?” desaknya.

“Yang bersamaku tadi”.

“Kan ada tiga, masak ketiganya”. Aku tak menjawab lalu menginggalkannya kembali ke meja, membiarkan dia berteka teki.

Aku sadar kalau banyak mata memandang ke arahku, entah mungkin karena penampilanku atau karena mereka tahu kalau aku tak mengenakan pakaian dalam atau mereka berhasil mencuri pandang payudaraku saat mengambil makanan, entahlah, tapi aku enjoy saja melihat banyak sorot tersedot ke arahku. Yang aku yakin pasti adalah mereka tidak akan pernah mengira kalau aku telah melayani ketiga laki laki ini sekaligus.

“Desertnya ntar aja dikamar” cegah Raymon ketika aku hendak mengambil makanan penutup, aku segera tahu yang dimaksud adalah aku sebagai penutup makan pagi mereka dan desertku adalah sperma mereka.

Sekembali kami ke kamar, kejadian semalam terulang lagi, aku dikeroyok rame rame. Mereka merebahkan tubuhku di atas ranjang setelah terlebih dahulu saling melucuti pakaian. Mula mula Edward sebagai pembuka sementara kedua temannya berada di atasku menyodorkan penis mereka, semua tanpa kondom. Ketika Edward hampir orgasme, Edo bertukar tempat dengannya. Edward dan Edo yang sudah mengocok vaginaku, melanjutkan kocokannya pada mulutku bergantian. Kini Raymon yang sedang menikmati kehangatan liang kenikmatanku, cukup lama dia melakukannya.

Tak lama kemudian Raymon menarik keluar dan bergegas ke arah kepalaku, kini tiga penis tepat berada di wajahku, mereka mengocok sendiri penisnya, hendak menumpahkan sperma mereka ke wajahku. Raymon yang sudah diambang pintu orgasme menyemprotkan spermanya mengenai wajahku, disusul Edward tak lama kemudian lalu diakhiri dengan semprotan sperma Edo menyirami wajahku. Aku hanya menengadah membuka mulut menerima tumpahan sperma mereka, seperti yang pernah kusaksikan di film porno. Sebagian besar memasuki mulutku, ada yang tercecer mengenai hidung, dahi, mata bahkan rambut. Aku tak bisa membayangkan seperti apa rupaku dengan sperma ketiga laki laki itu belepotan di hampir sekujur wajahku, tentu terlihat aneh, mungkin inilah yang dimaksud dengan desert tadi.

Kami beristirahat sebentar untuk melanjutkan ke babak yang lebih seru seperti tadi malam, dan kenyataannya memang sangat seru, bahkan melebihi permainan semalam. Bertiga mereka menyetubuhiku baik bersamaan maupun bergantian, tidak hanya di ranjang bahkan kami melakukannya di sofa bahkan di meja seolah aku menjadi santapan makanan bagi mereka dan tak terlewatkan dengan posisi berdiri.

Entah berapa babak kami melakukannya, rasanya tak pernah ada kata cukup untuk melampiaskan segala nafsu birahi, aku benar benar di-exploitasi habis habisan seakan budak nafsu mereka, namun justru semakin menggairahkan. Meskipun tidak ada kata puas, stamina dan waktu jua-lah yang membatasi kami, setelah puas menyetubuhiku berulang ulang dengan segala variasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, akhirnya kami harus mengakhiri permainan ini pukul 1 siang. Edward harus mengejar pesawatnya balik ke Ujung Pandang setelah 2 kali diundur.

Pukul 13:30 kami keluar kamar bersama sama, disamping membawa beberapa pakaian dalam yang tidak sempat kupakai semalam (seperti dugaanku), aku membawa banyak sekali rupiah dan dollar. Edward membayarku 5 kali tarif bookingan semalam sementara Raymon dan Edo tak ketinggalan memberi Tip yang nilainya hampir sama dengan Edward, sungguh hari yang indah, disamping mendapat kenikmatan dan pengalaman baru yang sangat berkesan, juga mendapatkan uang puluhan juta hanya dalam semalam bersama mereka.

“Ly, kalau nggak ada acara, minggu depan kita ke Sarangan, temanku punya Villa disana, sekalian ajak dia berpesta semalam suntuk” kata Edo ketika kami di Lift.

Aku yang masih terbawa suasana horny hanya meng-iyakan saja usulan itu. Edward dan Raymon yang mendengar hanya tersenyum penuh arti.

“Ketagihan nih” kata Raymon entah ditujukan pada siapa.

Aku tak bisa menolak saat mereka minta ikutan mengantar Edward ke Juanda, dan bisa ditebak sepanjang perjalanan aku masih harus melakukan oral di jok belakang secara bergantian.

Sepeninggal Edward, ternyata Edo mengajak melanjutkan lagi hingga sore tapi aku nggak sanggup melakukannya lagi hari itu, terlalu capek dan pasti Raymon pasti nggak mau ketinggalan, aku ingin istirahat dulu hari ini setelah bercinta sepanjang pagi hingga siang tadi. Namun aku berjanji untuk ikut Edo ke Sarangan minggu depan, berarti 2 hari lagi, untunglah mereka menyadari staminaku dan mengantar aku kembali ke Hotel untuk mengambil mobilku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar