Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 17: Bachelor Party

Di Batas Pelangi

Ketika aku memasuki halaman rumah itu, banyak mobil mewah sudah diparkir memenuhi area yang ada, seorang satpam mendekat.
“Kucarikan parkir Bos, langsung aja sudah ditungguin di dalam,” katanya pada GM yang mendampingiku.

Kulihat rumah itu begitu besar, seperti layaknya rumah di kawasan elit Galaxy, lebih tepat disebut istana barangkali, mungkin bisa dibandingkan besarnya dengan rumah di kawasan Pondok Indah.
Seorang anak muda chinese, namanya Indra menyambut kedatangan kami.
“Langsung masuk aja, mereka sudah nunggu” sambutnya

Ternyata sudah ada 6 anak muda seusia Indra di dalam, mereka bersiul riuh menyambut kedatanganku, berbagai celoteh terlontar memujiku.
“Wah bisa nggak jadi kawin tuh si Joseph,” salah satu yang kudengar.
“Oke friend, Ini Lily dan jangan ganggu dia karena milik Joseph,” Indra mengingatkan.

Kembali teman temannya teriak kecewa.
Berbagai macam minuman sudah tersedia di meja, dari soft drink hingga whiskey, kulihat beberapa dari mereka wajahnya sudah merah terbakar alkohol, tatapannya begitu liar seolah hendak menerkamku.

Secara sepintas si GM sudah memberi tahu bahwa ini adalah acara “Lepas Bujang” alias Bachelor Party, aku diminta sebagai bintang tamu melayani Joseph yang akan menikah 2 hari lagi, seperti pesta ‘Lepas Bujang’ lainnya, aku hanya melayani Joseph seorang tapi dihadapan teman temannya yang tak tahu berapa jumlahnya, biasanya antara 4-9 orang, tapi dia menjamin bahwa hanya Joseph yang harus aku layani untuk acara ini, setelah itu terserah aku sendiri bagaimana dengan lainnya, biasanya ada beberapa orang yang tertarik mem-booking setelah pesta, semua terserah ke aku karena diluar harga paket spesial yang kutawarkan.

Meskipun aku sudah menyiapkan diri secara mental untuk bercinta dihadapan lebih dari 2 orang, ternyata ada rasa nervous juga dikelilingi laki-laki yang haus dengan wajah menyeringai seakan hendak memperkosaku, meskipun sebenarnya wajah mereka nice looking tapi sorot mata yang menakutkanku.

Sepuluh menit kemudian, si Joseph datang, seorang chinese seusiaku, mungkin lebih muda dengan kaca mata minus bulat ala John Lennon.
“Sep, tuh sudah ditunggu,” kata Indra menyambut kedatangannya.
“Li, ini Joseph laki-laki yang beruntung itu dan Seph, she is yours,” Indra mengenalkanku, kusambut uluran tangannya tapi dia melanjutkan dengan ciuman di pipi, temannya mulai berteriak gaduh.

Irama House musik mulai keras menghentak, aku didaulat untuk menari dihadapan mereka, seperti biasa, menari streaptease hingga totally nude dan tugasku untuk membuat Joseph bertekuk lutut.
Dengan sedikit nervous diiringi tatapan mata liar laki-laki yang mengelilingiku, akupun mulai meliuk liukkan tubuhku dihadapan mereka, mengikuti dentuman iringan musik yang kian memanas.
Kuperagakan gerakan erotis seperti yang sering kulihat di night club, sebisanya kutiru gerakan gerakan sensualnya yang bisa membangkitkan syahwat para laki-laki.

Namun belum satu musik berlalu, Joseph berdiri menghampiriku, tanpa mempedulikan celoteh teman temannya, dia menarikku duduk di pangkuannya, sofa besar ditengah ruangan itu tampaknya sengaja dikosongkan untuk Joseph. Tak kulihat lagi GM yang mengantarku tadi, sepertinya dia sudah pulang setelah selesai tugasnya termasuk mengurus pembayarannya.

Joseph mulai menciumi leher sambil meremas remas buah dadaku dihadapan teman temannya, pada mulanya aku agak risih melakukannya dihadapan sekian banyak laki-laki yang hanya melihat dengan penuh perhatian.
Namun perasaan risih itu perlahan memudar berganti suatu sensasi yang aku sendiri tak tahu dari mana datangnya, semakin berani Joseph menggerayangiku semakin bergairah pula aku mendesah, seakan tak ada lagi orang lain di ruangan besar itu.

Tangan Joseph sudah menyelinap dibalik kaos ketatku, diremasnya dengan penuh gemas, tak lama kemudian terlepaslah bra hijau dan dilemparkan ke teman temannya, mereka bersorak riuh seperti melihat pertandingan bola. Sempat kudengar celoteh pujian dari “penonton” ketika kaosku disingkap memperlihatkan buah dadaku. Aku tak bisa menahan gairah lagi saat dia mulai mengulum putingku bergantian, kuremas remas rambutnya sambil mendesah nikmat. Dari gerakannya aku sangat yakin kalau ini bukan pertama kali baginya, dia sepertinya sudah berpengalaman dan tahu bagaimana memperlakukan wanita.

Hanya bertahan 5 menit kaosku menempel sebelum akhirnya meninggalkanku dan berpindah ke para “penonton” diiringi tepuk tangan nyaring, aku benar benar ditengah tengah srigala srigala lapar yang siap menerkam, meskipun tak mungkin terjadi, paling tidak untuk saat ini. Joseph semakin bergairah menggumuli bukit dan putingku, seperti ingin membuktikan sesuatu pada teman temannya.
Giliran selanjutnya adalah celana jeans yang masih kukenakan, Joseph sudah melepas kancing dan resliting hingga tampak celana dalam mini berwarna hijau tua.

“Lepas.. lepas.. lepas,” para penonton memberi dukungan, dan tak perlu lama lama mereka menahan napas untuk melihat kemolekan dan ke-sexy-an tubuhku. Kembali sorak kemenangan menggema mengiringi lepasnya celana jeans-ku, tinggallah aku sendirian hampir telanjang mengenakan celana dalam mini diantara srigala srigala lapar itu.

Mendengar sorakan yang riuh rendah, aku semakin bergairah, dengan gerakan yang demonstratif aku berlutut didepan kaki Joseph yang sudah berdiri bersiap menerima kenikmatan, kubuka dan kutarik turun celananya hingga menampakkan celana dalam HOM bermotif batik. Kuremas remas benjolan dibalik celana dalam itu, sambil menciumi perutnya yang agak buncit. Kembali terdengar teriakan ketika aku merosot turun penutup kejantanannya, tersembullah kejantanan yang sudah keras menegang mengenai wajahku.

Sambil tersenyum dan melirik ke arah penonton, kukocok dan kujilati sekujur penis itu tanpa sisa dari ujung hingga pangkal, Joseph mulai mendesah nikmat, para penonton terdiam, keadaan semakin sunyi saat kumasukkan penis itu ke mulutku, hanya desahan napas Joseph yang terdengar mengiringi kuluman permainan oralku. Aku sangat menikmati kesunyian yang berbalut birahi, mereka seakan terlongo melihat permainan oralku.
Penis Joseph yang tidak terlalu besar dengan mudahnya keluar masuk mulutku, semua bisa memasukinya hingga hidungku menyentuh rambut rambut halus di pangkal penisnya.

Kalaupun ada cicak lewat pasti terdengar karena keheningan ini, desahan Joseph benar benar menguasai ruangan, semua terdiam melihat penis temannya yang tidak disunat itu keluar masuk membelah bibir manisku. Aku semakin bersemangat saat tahu bahwa aku berhasil membetot perhatian para srigala lapar tanpa mereka bisa berbuat apa apa, semakin demonstratif pula kupermainkan bibir dan lidahku pada penisnya.

Entah karena sensasinya terlalu tinggi mendapatkan oral didepan teman temannya atau memang dia tidak bisa bertahan lama, tak lebih 5 menit setelah jilatan pertama, Joseph berteriak kencang sambil menyemprotkan spermanya ke mulut dan wajahku, sebagian tertelan dan sebagian lagi membasahi wajah dan rambutku.
Kusapukan penisnya pada wajah dan buah dadaku, sambil tersenyum aku menatap para penonton satu persatu seakan hendak melongok apa yang ada di benak mereka. Kebanyakan menghindar tatapanku, mungkin takut terbaca apa yang ada dalam pikirannya, sebagian lagi menatapku dengan penuh nafsu dan sorot mata kekaguman.

Sorak dan tepuk tangan bergema ketika Joseph duduk di sofa dan menarikku ke pangkuannya, tubuh telanjang kami saling berpelukan dihadapan teman temannya, seakan mereka baru tersadar kalau babak pertama sudah selesai.

Indra membawa 2 botol bir hitam dan menyerahkan ke kami, aku menolak dan minta Lippovitan atau air putih saja, sekedar mencuci mulutku yang terasa bergetah terkena sperma. Joseph mengusap wajah dan tubuhku yang terkena sperma dengan handuk kecil yang sepertinya sudah disiapkan.

“Beruntunglah kamu Joseph, belum tentu si Yeni nanti mau melakukan seperti itu,” kata Indra
“Aku mau kamu panggil dia lagi saat pestaku nanti,” celoteh salah seorang penonton.
“Tunggu saja giliranmu, dapat aja belum, makanya jangan terlalu sering ganti pacar,” sahut lainnya.

Aku tak memperhatikan lagi celoteh mereka, kupunguti pakaian yang berserakan di lantai sekaligus sengaja lebih memamerkan lekuk sexy tubuhku dihadapan mereka, aku ingin mereka mengetahui lebih jauh betapa sexy-nya tubuhku.

Hanya berselang 15 menit, Joseph sudah bersiap melanjutkan permainan, dia jongkok di antara kakiku yang dinaikkan tinggi, liang vagina yang bersih tanpa dihiasi bulu bulu halus begitu jelas terhampar dihadapannya, juga dihadapan teman temannya.
Dipandangi sejenak sebelum mendaratkan lidahnya, seperti dia baru tersadar kalau selangkanganku tidak berambut sehabis dicukur. Diawali dengan ciuman pada paha dan remasan di dada, lidahnya menjelajahi daerah selangkanganku, menari nari sebentar pada klitoris lalu mulai melakukan hisapan hisapan kuat di vagina, akupun mendesah lepas tanpa peduli penonton yang mulai menahan napas.

Beberapa menit kemudian kudorong kepalanya menjauh, aku berdiri menuntunnya menuju sofa panjang, kuusir mereka yang sedang mendudukinya untuk berpindah ke tempat lain. Dengan halus kurebahkan tubuh telanjang Joseph di sofa panjang, kamipun melakukan 69 di atasnya, saling menjilat, saling mendesah, saling berbagi kenikmatan.

Kulirik beberapa penonton mulai mendekat, melihat lebih dekat bagaimana aku mengulum dan menjilat, sebagian lagi melototi vaginaku yang sudah mendapat jilatan nikmat, mereka berdiri mengelilingi kami, aku tak peduli, justru semakin bergairah, namun tidak demikian dengan Joseph, dia merasa terganggu dengan jarak yang terlalu dekat, diberinya aba aba supaya temannya kembali menjauh.

Setelah kulihat semua sudah duduk pada tempatnya, aku berdiri mengatur posisiku diatas penisnya, sengaja kupilih posisi di atas supaya penonton bisa menikmati tubuhku sepenuhnya, berikut buah dadaku yang akan berguncang saat aku turun naik mengocok Joseph.
Dugaanku benar, mereka mulai menggeser sofa tempat duduknya ke arah depanku, sehingga terlihat dengan jelas bagaimana expresi wajahku saat menerima kenikmatan dan bagaimana temannya sedang merasakan kenikmatan tubuhku sambil meremas remas buah dadaku, aku mendesah makin bergairah seirama gerakan mengocokku di atasnya.
Berulang kali Joseph mengulum putingku disaat aku mengocoknya, penonton tercekat diam menikmati permainan kami, beberapa mulai meremas remas selangkangannya sendiri, bahkan salah seorang sudah mengeluarkan penis dari celananya sembari mengocok dan menonton kami, aku tertawa puas dalam hati bisa mempermainkan mereka, membuat mereka terbakar api birahinya sendiri.

Melihat kondisi birahi para penonton, aku semakin bergairah mengocoknya, justru membuat Joseph semakin mendesis melayang kenikmatan, diremasnya buah dadaku semakin gemas, akupun terbawa suasana panasnya nafsu disekelilingku.
Gerakanku semakin liar, berputar dan naik turun di atas Joseph, untung dia bisa tahan lebih lama sehingga aku semakin menikmati permainan ini, bukannya menikmati kocokan Joseph tapi menikmati sensasi yang terjadi.

Kami berganti posisi dogie, aku posisikan tubuhku tetap menghadap para penonton meskipun dengan posisi nungging, justru semakin menambah erotisme saat buah dadaku berayun ayun bebas ketika Joseph mengocok dari belakang.

Sodokan Joseph langsung keras menerjang segala rintangan yang ada, dikocoknya vaginaku dengan kerasnya, tentu saja buah dadaku bergoyang semakin hebat, beberapa penonton terlihat menelan ludah menahan napas tanpa bisa berbuat apa apa, terjebak permainannya sendiri. Aku semakin menikmati wajah wajah mereka yang menahan nafsu tinggi, 2 orang sudah orgasme tanpa bisa berbuat banyak, kecuali minta bantuan ketrampilan tangannya sendiri, mungkin lainnya menyusul tak lama lagi.

Tak ada yang bersuara kecuali kami berdua, semua menahan nafas dan gejolak nafsunya sendiri sendiri, kuimbangi gerakan Joseph dengan gerakan pantat yang berlawanan sambil memutar mutar pantat. Joseph semakin liar mengocokku, keringat mulai membawahi tubuhnya, dinginnya AC tak mampu meredam panasnya nafsu yang menggelora.
Aku merasa Joseph sudah dekat ke puncak kenikmatan, tapi aku tak mau secepat itu meski kami sudah bercinta lebih 15 menit. Kuminta berganti posisi, sekedar menurunkan tegangannya, tanpa minta persetujuan kucabut penis dari vaginaku dan aku langsung telentang di atas karpet di dekat kaki para penonton. Spontan mereka melongo sejenak melihat tubuh telanjangku telentang di kaki kaki mereka, tapi tak lama, Joseph sudah menutupi tubuhku dengan tubuh gendutnya. Aku kembali mendesah nikmat menerima kocokan Joseph, mereka melihat expresi desahanku dari celah pundak Joseph.

Kuangkat kakiku ke pundaknya, dengan posisi agak jongkok Joseph mengocokku, penisnya serasa semakin dalam mengisi liang vaginaku, para penonton semakin mendekat, bahkan Indra sudah dalam jarak jangkauan tanganku, kalau aku mau bisa saja kuraih dan kumainkan penisnya yang sudah keluar dari celananya, tapi itu diluar kesepakatan. Aku bisa menikmati wajah wajah yang terbakar birahi tinggi, wajah wajah putih terlihat kemerahan seperti udang rebus.
Joseph sudah tak mempedulikan lagi teman temannya yang bergerak semakin dekat, dia terlalu berkonsentrasi padaku, dan tak lama kemudian diapun menjerit seiring kurasakan denyutan kuat pada vaginaku, tubuhnya mengejang sambil meremas buah dadaku, akupun menjerit kaget dan nikmat, denyutan demi denyutan menghantam dinding dinding vagina dan akhirnya Joseph terkulai lemas di atas tubuhku dengan keringat yang deras membasahi tubuh kami berdua.

Riuh tepuk tangan kembali bergema di ruangan itu, aku masih memejamkan mata saat Joseph meninggalkan tubuh telanjangku yang masih telentang di atas karpet lantai, ketika kubuka mataku, ternyata aku tengah dikelilingi para penonton yang berdiri dengan penis yang teracung keluar, sungguh pemandangan unik.

Segera aku berdiri, tak bisa dihindari lagi ketika tubuh telanjangku bersinggungan dengan mereka, bahkan kurasakan beberapa menepuk atau meremas pantatku saat aku melewatinya, kubalas dengan senyum menggoda.

“Kamar mandi dimana?” tanyaku, serentak mereka menunjuk ke sudut ruangan seakan terlupa kalau penis mereka masih mengacung tegang.

Hanya dengan berbalut handuk yang ada di kamar mandi, aku kembali ke ruangan dan langsung duduk kembali di pangkuan Joseph. Mereka sudah merapikan pakaiannya kembali kecuali Joseph yang hanya mengenakan celana dalam.

“Masih bisa lanjut?” bisikku, meskipun aku belum orgasme, tapi aku puas melihat mata mata liar yang takluk dalam permainanku, seakan aku berhasil menaklukan mereka 8 orang sekaligus tanpa harus bersetubuh.
Entah berapa orang yang sudah orgasme hanya dengan melihat permainanku dengan Joseph.

“Sialan, dia sih jauh lebih hot dari yang kalian berikan ke aku tempo hari, rugi aku, kirain waktu itu dia yang terbaik tapi ternyata ini jauh melebihi,” protes salah seorang disambut tawa dari lainnya.

Sambil beristirahat, kami bersantai, mereka saling meledek, baik tentang pribadi, istri istri mereka ataupun pacar dan mantan pacarnya. Botol botol kosong bir hitam sudah berserakan di meja. Akupun berputar dari satu pangkuan ke pangkuan lainnya tanpa mereka boleh menyentuhku, itulah aturannya.

“Kita lanjutin di kamar” kata Indra mengingatkan.

Kamipun berame rame menuju kamar yang ditunjuk Indra, selaku tuan rumah. Sebelum aku mencapai pintu kamar, seseorang menarik lepas handukku hingga aku telanjang. Aku hanya tersenyum melihat kenakalan mereka, tanpa mempedulikan tubuhku yang tanpa selembar penutup, aku santai saja berjalan menuju kamar mengiringi para laki-laki itu.

Kamar itu begitu besar dengan ranjang King Size, designnya bagus seperti kamar hotel suite, namun aku tak bisa memperhatikan lebih lanjut karena Joseph sudah memelukku dari belakang sebelum aku mencapai ranjang. Dia menciumi tengkukku sambil tangannya meremas remas buah dada, tubuhku lalu disandarkan menghadap dinding kamar, kubuka lebar kakiku karena aku tahu dia ingin menyetubuhiku dari belakang dengan posisi berdiri.

Penisnya mulai disapukan ke daerah kewanitaanku, namun berulang kali dia mencoba berulang kali pula dia gagal melesakkan penisnya mungkin terganjal perut.
Aku mengambil inisiatif, kutuntun Joseph menuju sofa dimana teman temannya duduk bersiap melihat permainan berikutnya. Kuminta salah seorang yang duduk di sofa panjang itu untuk bergeser, akupun duduk diantara mereka, berhimpitan di sofa panjang itu. Kuraih penis Joseph yang sudah berdiri di depanku dan langsung kumasukkan ke mulutku, mereka mulai bersiul melihat aku mulai beraksi, begitu dekat jarak antara mereka dengan mulutku yang sedang mengulum penis Joseph, hingga kurasakan dengus napas berat menerpa wajahku.

Joseph berlutut didepanku, kubuka kakiku lebar dan menumpangkan ke paha disampingku, dengan sedikit sapuan pada bibir vagina, Joseph melesakkan ke dalam, mengisi liang kenikmatanku, desahan nikmatku menyambut sodokannya. Aku menggeliat sejenak, kuremas lengan lengan yang ada disampingku sementara mereka membalas dengan elusan elusan pada kakiku yang menumpang di pahanya.

Kocokan Joseph semakin keras dan cepat, desahanku pun semakin lepas, tanpa kusadari remasanku sudah beralih ke paha mereka, hanya beberapa centi dari selangkangan. Sejauh ini hanya Joseph yang telah menjamah tubuhku, tapi cengkeraman dan elusan tanganku pada paha membuat mereka semakin berani, seakan mendapat sinyal dariku.
Indra yang berdiri dibelakang sofa, tepat di atasku memasukkan jari tangannya ke mulutku, aku menyambut dengan kuluman seperti layaknya mengulum penis. Sementara mereka yang tepat berada disampingku menggeserkan tanganku ke selangkangannya, akupun menyambut dengan remasan pada penis mereka. Sebelah kanan mengambil inisiatif terlalu jauh, dikeluarkannya penisnya dari celana dan membimbing tanganku ke arahnya, seolah tak menyadari hal itu aku mulai meremas remas penis itu sambil menerima kocokan dari Joseph, mereka mulai mendesis bersamaan.
Ketika tangan Indra hendak menjamah buah dadaku, Joseph sepertinya tersadar, ditepisnya tangan tangan yang menggerayangi tubuhku, termasuk tanganku yang sedang mengocok penis orang lain.

“Boleh dilihat, tak boleh dipegang!!, tunggu giliran kalo mau,” hardik dia pada temannya, disambut senyum kecut dari mereka, aku hanya tersenyum saja melihat expresinya yang marah bercampur nafsu birahi.

Kini aku telentang di atas meja, menerima sodokan demi sodokan dari Joseph, sementara teman temannya mengocok penisnya sendiri tepat di atasku sambil melihat bagaimana sobatnya yang sebentar lagi kawin menyetubuhiku dengan penuh gairah nafsu. Tanganku yang bebas bergerak sebenarnya bisa menggapai penis penis itu, tapi sepertinya Joseph tak mengijinkan aku melakukannya. Aku sangat yakin mereka ingin menumpahkan spermanya di tubuhku saat aku sedang menerima kocokan, tapi entahlah apa hal itu diperbolehkan, toh mereka tidak menyentuhku.
Dan keyakinanku terbukti saat salah seorang dari mereka menyemprotkan spermanya tepat mengenai wajahku, Joseph sempat protes tapi tentu saja tak bisa dicegah, dia mengalah dan semakin mempercepat kocokannya. Sebelum Joseph menumpahkan spermanya di vaginaku, 2 orang temannya kembali menyirami tubuhku dengan sperma secara beruntun, kali ini dia diam saja. Bahkan Joseph semakin bergairah saat kusapukan sperma sperma yang ada di tubuh dan wajahku ke mulut, untunglah Joseph segera menyusul, diiringi teriakan keras dia kembali membasahi liang kewanitaanku dengan vaginanya.

Tanpa menunggu habisnya denyutan, dia mencabut penisnya dan bergerak ke arah kepalaku, dimasukkannya penisnya ke mulutku, dan kusambut dengan kuluman dan permainan lidah. Satu lagi semprotan sperma kuterima di dada saat aku sedang mengulum Joseph.

“Real bitch,” kudengar salah seorang berguman melihat keliaranku.

Joseph melempar handuk ke arahku untuk membersihkan sperma yang belepotan di tubuhku, aku beranjak menuju kamar mandi di kamar itu. Kamar mandi itu begitu besar dengan bathtub berbentuk seperempat lingkaran dilengkapi dengan whirpool dan sauna apalagi accessories lainnya tak kalah dengan kamar mandi di suite hotel bintang lima, sungguh rumah yang benar benar mewah.

Kurendam tubuhku di bathtub, air hangat terasa begitu segar menyirami tubuhku setelah tadi disiram sperma hangat. Tubuhku semakin nyaman saat Indra menghidupkan whirpool hingga serasa dipijitin, satu persatu mereka melihatku mandi hingga tak kusadari mereka sudah berdiri disekeliling bathtub.

“Tolong handuknya dong,” pintaku pada salah seorang yang dekat denganku.

Mereka berbaris mengikutiku saat aku kembali ke kamar, aku duduk di tepi ranjang yang tidak pernah kupakai, mereka duduk teratur di depanku, hanya Joseph yang duduk disampingku, dia mengenakan piyama.

“So what next?” tanyaku menantang sambil merebahkan tubuhku yang masih berbalut handuk di ranjang.

“Terserah dia tuh, kalau sudah menyerah ya selesai tugasmu,” jawab Indra sambil memandang ke temannya
“Tidak ada kata menyerah untuk urusan beginian, tapi aku harus segera pulang sebelum calon istri mencari, maklum sedang sibuk sibuknya menyiapkan acara, ini aja sembunyi sembunyi, untung HP habis baterei,” jawabnya, berarti acara sudah selesai.
“Tapi kalau kalian mau melanjutkan ya silahkan, aku sampai disini saja,” lanjutnya seraya mencium pipiku lalu beranjak keluar kamar meninggalkan kami.

“Oke siapa yang mau melanjutkan dengan Lily, tentu saja urusannya atur sendiri, itu diluar acara,” kata Indra mengikuti Joseph.
Tak ada yang menjawab, entah karena sudah jenuh atau sudah tahu permainanku atau juga mungkin karena segan dengan teman lainnya, mereka hanya diam.

Bersama sama kami keluar kamar, Joseph yang sudah berpakaian rapi menyerahkan pakaianku.
“Aku tak menemukan celana dalammu,” katanya.
“Nggak apa, mungkin ada yang nyimpan untuk kenangan,” jawabku, didepan mereka kukenakan kembali pakaianku minus celana dalam.
“Bisa kita quickie sebentar?, Just to say goodbye,” tanya Joseph sambil menarikku kembali ke kamar, akupun menuruti kemauannya.

Sesampai di kamar aku langsung nungging di atas ranjang, tanpa melepas pakaian, hanya menurunkan celana hingga lutut, Joseph mengeluarkan penisnya dari lubang resliting. Tidak seperti sebelumnya, kali ini agak susah untuk memasukkan penis itu ke liang kewanitaanku, mungkin karena belum terlalu tegang, vaginaku pun masih kering. Setelah kulumasi dengan ludahku, barulah dia bisa melesakkan penisnya dan langsung mengocok cepat dan keras, desahan kembali terdengar. Rupanya desahanku mengundang teman temannya ke kamar, satu persatu mereka masuk kamar melihat babak terakhir persetubuhanku dengannya. Hanya berlangsung 3 menit akhirnya Joseph menggapai orgasmenya yang terakhir denganku, diiringi tepuk tangan teman temannya. Setelah saling merapikan pakaian kami keluar kamar.

Kuantar kepergian Joseph hingga pintu, diapun benar benar pergi setelah memberikan goodbye kiss seakan melepas kepergian pacarnya ke tempat yang jauh.

“The best sex yang pernah kudapat,” bisiknya sebelum pergi, aku hanya tersenyum melepas kepergiannya kembali ke calon istrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar