Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 18: Berbagi Pelangi

Cerita ini lanjutan dari: Lily Panther: Bachelor Party/Dibatas Pelangi

*****

Aku kembali ke ruang keluarga untuk pamit dan minta dipanggilkan taxi atau ikut salah satu dari mereka saat pulang nanti, karena jarang sekali taxi yang lewat daerah ini.

“Ly, kami sepakat lanjut, gimana?” tanya salah seorang dari mereka
“Aku sih terserah saja, tapi sama siapa?” tanyaku, mereka saling berpandangan seakan tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dan tak ada yang mengalah untuk memberikan kesempatan ini pada temannya.
Setelah berunding beberapa lama, akhirnya aku usulkan untuk diadakan lelang, dijadiken obyek pelelangan aku sih oke saja. Penawar tertinggi akan mendapatkan tubuhku, diluar urusan pembayaran dengan GM, jadi yang dilelang adalah tips yang akan aku terima.
Serempak mereka menulis angka angka di kertas tisu dan menyerahkan padaku sebagai juri. Satu persatu kubuka, kuumumkan nama dan jumlah yang ditulis, ternyata angka tertinggi ada 2 orang, masing masing menulis 2,5 juta, yaitu Robi dan David. Aku tak tahu bagaimana harus menentukan pemenang, bagiku bukan orangnya yang harus kupilih tapi angkanya, toh melayani siapa saja sudah biasa bagiku.
Apakah diundi pakai coin atau suit atau lelang lanjutan, aku benar benar nggak tahu, tapi aku tahu ada potensi untuk mendapatkan angka yang lebih besar dari yang tertulis namun dengan cara yang lebih halus dan tidak terlihat terlalu mata duitan.

Kuminta Robi dan David mendekatiku.
“Sorry lainnya, sebagai juri aku harus menentukan siapa pemenangnya,” kataku pada yang lain
Begitu mereka mendekat, kupeluk mereka berdua dan kuremas selangkangannya seakan menguji seberapa besar yang mereka punya, ini hanyalah untuk mengalihkan perhatian yang lain dan juga untuk membuat kedua orang ini terhanyut dalam skenarioku.

“Aku tahu kamu menikmati saat aku dikeroyok di sofa tadi,” bisikku sambil menatap mata mereka satu persatu meski aku tak yakin betul mereka menikmatinya.
“Kalau masing mau menggandakan apa yang kamu tulis tadi, aku mau menemani kalian berdua bersamaan, pasti jauh lebih heboh dari yang tadi, tapi tidak ditempat ini, kita bertiga aja.. kalau nggak mau aku tawarkan pada yang lain,” bisikku, mereka berpandangan, kuremas remas makin kuat kejantanannya dan kutempelkan tubuhku pada mereka seraya menggeser geserkan buah dada, sekedar menggoyahkan logika mereka supaya menuruti usulanku.

Usahaku berhasil, mereka menyetujui tanpa berpikir lebih lama lagi, tentu saja bagi mereka apalah artinya uang sebesar itu ditambah tarif yang harus dia urus dengan si GM, apabila dibandingkan sensasi yang bakal mereka nikmati.
Kutatap mereka bergantian, hanya anggukan yang kuterima sebagai jawabannya.

“Sorry, kami sepakat melanjutkan acara sendiri diluar, kalian nggak keberatan kan?” tanyaku sambil menggandeng Robi dan David keluar tanpa menunggu jawaban dari lainnya, meskipun begitu sempat kudengar teriakan “Huu”, tapi aku tak peduli.

“Fren, bawa mobilku dulu” kata David sambil melempar kunci kontak ke arah temannya.

Dengan mengendarai si mata kucing, kami bertiga meluncur meninggalkan kawasan Galaxy menuju hotel terdekat.
“Aku belum pernah main rame rame kayak gini” kata Robi yang sedang nyetir.
“Aku juga, meski pinginnya sih udah lama” timpal David yang duduk dibelakang.
“Emang aku pernah, gara gara kalian tadi aku jadi pingin nyoba” cetusku berbohong.
“Kalo aku nggak suka boleh mundur kan?” tanya David lagi.
“Terserah tapi janji tetap janji seperti yang ditulis tadi,” godaku.

“Ly, kamu pindah belakang dong, jangan ganggu sopir,” pinta Robi, kamipun berhenti sebentar dan aku berpindah ke jok belakang, aku tahu maksud dari Robi menyuruhku pindah.

“Awas kamu nanti, aku balas di kamar, pokoknya aku yang duluan,” ancam Robi sambil kembali menjalankan Mercy-nya dan mengatur kaca spion menghadap ke kami.

Begitu aku duduk di belakang, Robi memelukku, bersamaan tangannya menjamah buah dadaku bibirnya mendarat di pipi dan leher, aku menggelinjang. Kusambut bibirnya saat menyentuh bibirku, kulumat dengan penuh gairah. Kaca film yang gelap menyembunyikan perbuatan kami dari pandangan luar.

Tangan Robi menyelinap dibalik kaosku, aku menolak saat dia minta kulepas, terlalu berani, dengan trampilnya tangan itu melepas kaitan bra dipunggung, buah dadaku sudah bergantung tanpa penyangga lagi, makin gemas dia meremas remasnya. Jalanan Kertajaya mulai macet, memberi kesempatan lebih lama pada Robi untuk menikmati tubuhku lebih dulu, dengan menyingkap kaos hingga ke dada, dia semakin berani dan mengulum kedua putingku bergantian, akupun mendesah dalam nikmat seraya mengeluarkan penisnya, sesaat kulirik mata David mengamati kami dari kaca spion, beruntung macetnya jalanan tak terlalu membutuhkan konsentrasi saat nyetir.

Aku tahu sambil melirik David meremas remas sendiri kejantanannya yang kuyakin sudah setegang batu karang, namun aku tak bisa memperhatikan lebih jauh saat Robi menundukkan kepalaku pada selangkangannya. Sedetik kemudian penis Robi sudah keluar masuk mulutku, sambil menerima kulumanku, dia tak melepaskan remasannya pada buah dada diiringi permainan di puting.

Tanpa kusadari, aku tidak lagi menolak ketika dia melepas kaosku hingga topless. Kulumanku semakin bergairah, desahan Robi seakan mengundang temannya untuk segera bergabung. Aku tahu dia tak akan bertahan lebih lama lagi, maka semakin kupercepat kulumanku diselingi remasan remasan menggoda, dan.. muncratlah spermanya di dalam mulutku, aku tak mau mengeluarkannya, kutahan penis itu tetap berada dimulut hingga habis spermanya. Banyak sekali sperma yang ditumpahkan ke mulut, meskipun aku berusaha menelan semua tapi tak bisa dihindari beberapa tetes mengalir keluar mengenai celananya, kuremas remas seakan memeras habis sisa sisa sperma yang ada, dia mengerang berusaha menarik kepalaku tapi aku tak mau, malahan kupermainkan lidahku di ujung penisnya.

“Ah disini sajalah, kalian sudah mulai duluan,” kata David ketika tiba didepan Hotel Sahid.
“Jangan disini, nggak enak, situ aja di Garden Palace, lebih asik,” usulku ketika dia hendak belok kanan memasuki area hotel Sahid, aku masih menjilati sisa sisa sperma yang masih ada di penis Robi.

Ketika mobil memasuki halaman parkir Garden Palace, aku masih bertelanjang dada di pangkuan Robi, dari belakang dia meremas remas buah dadaku sambil mencium dan menjilati punggungku seakan tak pernah bosah untuk menjamah tubuhku.
Entahlah apakah tukang parkir yang mengatur parkir bisa melihatku telanjang atau tidak karena kaca depan memang terang. Segera aku turun dan mengenakan kaosku tanpa bra yang sudah dikantongi Robi, bertiga kami menuju Lobby, David menggandengku dan menunggu di sofa saat Robi check in di meja Receptionis.

Kuamati Lobby hotel yang sempat menjadi “rumahku” selama 3 bulan saat aku menjadi “simpanan” Koh Wi, tak banyak yang berubah bahkan mungkin tak ada yang berubah, beberapa bell boy dan satpam masih kukenali dan mereka tampaknya masih mengenali aku, mungkin karena penampilanku memang tak banyak berubah.

Sesampai di kamar di lantai 14, David yang dari tadi sudah menahan birahinya, langsung memelukku hingga kami terjatuh ke ranjang. Bukannya berhenti malah semakin ganas menggumuliku, dengan kasar ditariknya lepas kaosku dan dilempar ke arah temannya.
Celanakupun meninggalkanku tak lama kemudian, aku telanjang didepan kedua pria yang masih berpakaian lengkap, sesaat mereka membiarkanku telentang sendirian di ranjang. Dengan tergesa gesa David melepas pakaiannya, begitu telanjang dia langsung melompat ke atasku, kusambut dengan pelukan dan ciuman hangat, bibir dan lidah kami saling bertaut menyalurkan getar getar birahi. Begitu ganas David mencumbuiku, entah karena tipenya atau karena tak mampu lagi menahan birahi sejak kejadian di rumah Indra tadi, yang jelas ciumannya sangat liar, namun justru membuatku semakin bergairah. Lidahnya menyusuri tubuhku, dari leher turun dan berhenti di buah dada dan turun lagi hingga selangkangan tapi dia tidak melakukan oral, mungkin masih ragu karena sperma temannya telah membasahi saat di rumah Indra, ciumannya kembali naik setelah sampai di klitoris.

Kami berpelukan bergulingan hingga hampir jatuh, kuminta dia telentang dan diam saja menikmati kenikmatan yang akan kuberikan. Mula mula kujilati putingnya, aku membalas seperti apa yang dia lakukan padaku tadi, dia masih terdiam menahan desahan, namun begitu lidahku menyentuh lipatan pahanya, desahan lirih mulai terdengar dan semakin keras ketika kuremas kejantanannya sambil menjilati kepala penisnya yang tidak disunat. Akhirnya diapun mendesah lepas saat lidahku menjilati dan menyusuri sekujur batang kemaluan hingga ke kantong bola dan menyentuh lubang anus. Kubuka lebar dan kuangkat kakinya ke atas hingga aku lebih bebas menjilati daerah seputar lubang pembuangannya, dia menjerit semakin keras tak menyangka mendapat servis seperti itu, servis yang tak kuberikan pada temannya sebelumnya, apalagi tanganku tak pernah berhenti mengocok penisnya.

Kurasakan elusan di punggungku, ternyata Robi sudah telanjang bersiap ikutan menikmati tubuhku, kuminta dia telentang di samping David untuk mendapatkan servis yang sama, tapi dia menolak, malahan menciumi pantatku yang sedang nungging. Robi menciumi vaginaku dari belakang, sesekali menyentuh lubang anusku, seperti halnya David, akupun tak menyangka dia akan melakukan itu, akupun mendesah sambil menjilati David.

Cukup lama aku menjilat dan dijilat di tempat yang sama, kemudian kurasakan penis Robi menyapu vaginaku dari belakang disusul dorongan pelan menguak liang kenikmatanku. Aku beranjak dari posisiku, belum tiba saatnya, aku ingin pemanasan yang lama dengan dua laki laki ini, kurebahkan tubuhku telentang disamping David dan kubuka kakiku lebar mengundang untuk dikulum. David yang dari tadi cuma telentang, menyerobot posisi temannya, dia segera menyusupkan kepalanya di selangkanganku, rupanya dia ingin membalas perlakuanku. Aku mendesah nikmat dikala bibir dan lidahnya menyentuh klitorisku, dan semakin keras saat Robi ikutan mendaratkan lidahnya pada putingku bergantian.
Dua lidah laki laki bermain di kedua daerah sensitifku, sungguh kenikmatan yang tak terbayangkan, begitu indah rasanya, apalagi permainan lidah David tak kalah liar dengan Robi menari nari di vagina, kukocok keras penis Robi yang berada dalam genggamanku, diapun ikutan mendesah.
Robi menggumuli bagian atas tubuhku dengan penuh gairah, mengulum putingku, melumat bibir sambil meremas kedua buah dadaku, menciumi leher hingga kembali ke puting, rasanya tidak satu centi-pun tubuhku yang terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. David yang berada dibawah juga tak kalah liarnya, menyusuri bagian bawah, dari jilatan di klitoris menyebar ke bibir vagina hingga ke lipatan paha dan paha dalam terus kembali lagi ke vagina dan sekitar dubur. Semua dia lakukan bersamaan dengan temannya, seperti paduan antara keahlian dan gerak tari lidah yang terpadu di atas tubuhku, sungguh permainan yang penuh gelora birahi tinggi.

“Oke siapa duluan,” tantangku setelah merasakan serbuan liar bertubi tubi dari bibir dan lidah mereka, agak kewalahan juga menikmati permainan oral mereka. Mereka berpandangan seakan tidak ada yang mau ngalah.

“Kamu berunding aja dulu dan jangan berantem, semua pasti kebagian, tunggu dulu ya,” kataku menggoda sembari turun dari ranjang mengambil kondom dari tas Eigner-ku yang selalu ready.
“Pake ini dulu, kecuali kalian mau sama sama nggak pake,” kataku sambil meletakkan beberapa bungkus kondom di atas ranjang dan aku kembali telentang menunggu siapa yang beruntung mendapatkan vaginaku terlebih dahulu.

“Kamu yang pilih deh,” kata David.
“Nggak,” jawabku singkat sambil mendesah pelan, mempermainkan klitorisku sendiri dengan tangan, selain untuk menggoda mereka, aku tak mau gairahku drop hanya karena menunggu mereka berebut, tentu saja kedua laki laki itu semakin sengit berebut. Mereka berunding berbisik, aku tak peduli sambil mendesah semakin keras melanjutkan kocokan jariku yang sudah keluar masuk vagina.

“Guys, please” pintaku disela desahan melihat mereka belum juga mau mengalah.

Tak sabar menunggu mereka, akhirnya aku turun dari ranjang dan jongkok diantara tubuh telanjang mereka, kugenggam kedua penis yang mulai melemas.
“Kamu lanjutkan rundingannya,” kataku seraya memasukkan salah satu penis ke mulutku, mereka terdiam dan berganti dengan desahan nikmat.
“Yang keluar duluan, kalah,” kataku melanjutkan kulumanku. Bergantian dua penis itu keluar masuk ke mulut, aku semakin mempercepat kocokanku. Bersamaan mereka mendesah semakin keras menikmati permainan lidahku yang menyusuri batang batang menegang secara bergantian.

Bisa ditebak, David yang sedari tadi nafsunya sedang meluap luap tanpa pelampiasan, segera memenuhi mulutku dengan spermanya, diiringi teriakan kenikmatan. Kenikmatan yang sudah dia tunggu dan harapkan sedari tadi.

Robi segera menggandengku ke ranjang, meninggalkan David yang duduk terengah engah setelah merasakan orgasme di mulutku. Aku telentang menanti cumbuan lanjutan dari Robi yang sudah bersiap di atas tubuh telanjangku.
Seperti kebanyakan tamuku lainnya, dia tidak langsung menyetubuhiku tapi menikmati setiap bagian dari tubuhku dengan bibir dan lidahnya. Tanpa mempedulikan aroma sperma dari mulutku, dilumatnya bibirku hingga lidah kami bertaut menyatu, disusul dengan sapuan bibir menyusuri leher dan berhenti pada kedua bukit di dada. Aku menggelinjang saat kuluman dan sedotan lembut menerpa putingku, disela remasan dan jilatannya, akupun mendesah geli bercampur nikmat.

Kurasakan ranjang bergoyang, ternyata David tak mau berdiam diri melihat temannya telah membuatku menggelinjang penuh nafsu, dia duduk disampingku, meraba raba dan meremas remas buah dadaku, berbagi dengan temannya. Setelah mengusap sisa ludah Robi, David mendaratkan bibir dan lidahnya pada putingku. kini dua mulut dan lidah menari nari pada putingku, akupun semakin menggeliat tak karuan mendapatakan kenikmatan ganda seperti ini, suatu kenikmatan yang tak bisa digambarkan, apalagi gerakan mereka tidak sama antara menjilat dan menyedot, sungguh pengalaman yang luar biasa.

Desahanku semakin tak terkontrol ketika bersamaan jari jari tangan mereka menyeruak masuk ke liang kenikmatanku, akupun kembali menggeliat hebat, empat stimulus berjalan bersamaan, dua di puting lainnya di klitoris dan vagina, tak terbayangkan kenikmatan yang kudapatkan.
Kuraih kedua penis mereka yang mulai menegang, kuremas dan kukocok dengan cepat, hanya itulah yang bisa kulakukan selain mendesah.
Robi sudah mengambil posisi diselangkanganku selagi David masih asik melumat bibir dan lidahku, dan.. bless, tanpa kesulitan penis Robi menerobos memasuki vaginaku yang sudah basah, aku terhenyak sejanak merasakan penisnya memenuhi liang kenikmatanku, namun hanya beberapa detik kembali saling kulum dengan David disaat Robi mulai bergerak keluar masuk. Agak susah aku membagi konsentrasi antara kocokan di bawah dan kuluman di atas, apalagi ketika David bergerak mengulum putingku bergantian.
Kedua laki laki itu menikmati tubuhku dengan caranya masing masing sesuai porsi yang ada. Beberapa menit mereka mengocok dan mengulum, baru kusadari kalau Robi tidak memakai kondom tapi aku diam saja, toh ini bukan pertama kali laki laki menyetubuhiku tanpa kondom meskipun kebanyakan lebih menyukai memakainya, demi kesehatan, katanya.

David beranjak ke atas, menyodorkan penisnya ke mulutku, kesempatan ini tak disia siakan Robi, segera dia telungkup menindihku sambil menciumi leher dan telinga, tubuh kami menyatu terpatri birahi. Sejenak aku terlupa penis David yang sudah sudah menegang di samping wajahku. David menyodorkan penisnya ke mulutku yang tengah menengadah merasakan nikmatnya kocokan Robi, aku baru tersadar kalau masih ada satu penis lagi yang harus aku handle, segera kuraih dan dengan agak susah karena posisi tubuh Robi yang di atasku, akupun mengulum penis David sembari menerima kocokan Robi yang semakin keras dan liar. David tak mau hanya menerima kulumanku saja, diapun ikutan mengocokku, kini aku mendapat 2 kocokan sekaligus di atas dan di bawah.

Sebenarnya kenikmatan yang kudapat biasa biasa saja, namun sensasi yang ditimbulkan membuat kenikmatan yang biasa biasa saja menjadi luar biasa, akupun dengan mudahnya terhanyut dalam irama permainan birahi yang penuh nafsu, melambung tinggi ke awan kenikmatan.

Tanpa mempedulikan sobatya yang tengah asik mengocok mulutku, Robi membalik tubuhku hingga nungging, David menyesuaikan dengan posisi baru, dia duduk di depanku disaat Robi mengocokku dengan posisi dogie.
Kembali aku menerima dua kocokan sekaligus, kali ini aku lebih bebas bergerak baik untuk mengimbangi kocokan Robi di vagina maupun gerakan kepalaku pada penis David.
Gerakan Robi semakin bebas dan liar, akupun mengimbangi keliarannya dengan goyangan pantat dan kepala, bersamaan kami mendesah nikmat membentuk suatu simfoni penuh nafsu.

“Rob, tukar,” pinta David beberapa menit kemudian.

Tanpa menunggu jawaban mereka, aku segera memutar balik tubuhku, pantat ke arah David dan kepala pada selangkangan Robi. Robi lebih dulu memasukkan penisnya yang basah cairan vagina ke mulutku, disusul David pada vaginaku sedetik kemudian. Tak ada perbedaan rasa antara penis Robi dan David saat memasuki vaginaku, tak ada yang istimewa pada mereka, seperti penis pada umumnya dengan ukuran rata rata, hanya permainan David lebih halus dibandingkan temannya, justru itu yang membuatku seperti nggak sabar melihat dia mengocokku dengan pelan sementara kocokan mulutku bergerak liar hingga mulutku kewalahan menerima kocokannya.

“Vid, jangan dikeluarin di dalam,” kata Robi beberapa menit kemudian setelah dia tahu temannya itu tak mengenakan kondom. Tapi terlambat, hanya beberapa detik setelah Robi mengingatkan, David menjerit dalam orgasme, kurasakan denyutan kuat menerpa dinding vaginaku. Sesaat kuhentikan kulumanku pada Robi untuk menikmati gempuran demi gempuran yang kuterima begitu nikmat.

“Ya kamu gimana sih, sudah dibilang keluarin diluar,” protes Robi melihat sobatnya telah mendahului menumpahkan spermanya di vaginaku, meskipun tak sebanyak saat oral tadi.

“Sorry Rob, tanggung, habis enak banget sih,” jawabnya sembari mengusap usapkan sisa sisa spermanya di pantat.

“Sialan kamu ini, masa nggak bisa nahan sih,” gerutunya, rupanya dia mulai drop, perlahan penisnya yang masih dalam genggamanku melemas.

“Ya udah nggak usah ngambek gitu sama teman, aku bersiin dulu,” kataku lalu turun dari ranjang menuju kamar mandi, namun sebelumnya kukulum dulu penis David yang masih basah dengan spermanya.

Selagi aku jongkok di bathtub membersihkan vaginaku, Robi menyusul ke kamar mandi masih menggerutu.

“Tahu gitu kusuruh pake kondom dari tadi,” omelnya.

Aku hanya tersenyum melihat dia masih uring uringan, kuraih kejantanannya yang lemas dan kubelai sambil menciumi, perlahan menegang dan meluncur masuk ke mulutku. Sambil membersihkan vagina, aku melakukan oral pada Robi, dengan bebasnya dia mengocok mulut tanpa pegangan tanganku yang masih sibuk di vagina.

“Sudah bersih nih kalau mau lanjut,” kataku disela sela kulumanku.

Tanpa banyak bicara Robi ikutan masuk ke bathtub, dibaliknya tubuhku nungging membelakanginya, meski agak susah karena tempatnya sempit, kubuka kakiku saat Robi mulai menyapukan kepala penisnya ke vagina.

Cukup satu dorongan keras untuk melesakkan penisnya ke dalam, hanya dengan satu sodokan telah membawaku kembali melayang mengarungi bahtera birahi, aku terdongak sesaat terkaget mendapati kekasaran dia, namun kurasakan kenikmatan dibalik kekasaran sodokan itu.
Meskipun bercinta di bathtub yang cukup sempit untuk tubuh kami berdua, namun terasa justru semakin erotis, apalagi ketika tanpa sengaja tanganku memegangi kran air hingga menyemburlah air dari shower di atas. Kami terkaget sejenak saat air itu membasahi tubuh kami yang tengah mendayung nikmat, tapi Robi mencegah ketika akan kumatikan pancuran itu.

“Biar lebih asik,” katanya tanpa memperlambat kocokannya.

Tubuh kami basah kuyub, antara keringat nafsu dan dinginnya siraman shower, kami justru semakin bergairah.

Tak lama kemudian, akupun sudah berganti bergoyang pantat di pangkuan Robi, penisnya serasa semakin mengaduk aduk isi rahimku, masih dengan iringan siraman air shower yang kini sudah diatur hangat, sungguh sensasi yang luar biasa.
Desahan kami saling bersahutan diiringi gemericik air yang membasahi tubuh kami, tak bisa dipungkiri aku sungguh menikmati permainannya. Tak terasa sudah 2 kali kugapai orgasme saat dia menyetubuhiku di bathtub.

“Rob, gantian dong,” suara David mengagetkanku, rupanya aku terlalu terhanyut dalam alunan birahi hingga tak memperhatikan David yang berdiri di pintu kamar mandi, tengah mengamati kami sambil meremas remas penisnya yang telah tegang.

Sambil tetap bergoyang pinggul, kubantu David meremas dan mengocok penisnya, ingin kukulum dan kulumat penis itu tapi posisiku tak memungkinkan melakukannya, kecuali Robi mau penis David menempel di kepalanya.

Satu penis mengaduk aduk vagina, satu mulut bergantian mengulum dan menggigit ringan putingku dan satu penis berada dalam genggamanku, semua terjadi secara bersamaan. Akan lebih nikmat lagi bila penis digenggamanku itu bisa mengisi mulutku.

Kami mengatur posisi supaya David bisa ikutan bergabung, dan itu tidaklah terlalu sulit meski bathtub yang kecil menghalangi gerakan kami, dan tak lama kemudian dua penis sudah mengocok kedua lubang tubuhku bersamaan, diiringi siraman hangatnya air shower, sungguh pengalaman yang lain daripada sebelumnya. Aku yang sudah diatas awang awang kenikmatan semakin cepat mendaki menuju puncak, hanya beberapa menis setelah penis David mengocok mulut, akupun orgasme untuk kesekian kalinya dipangkuan Robi.

Walaupun lututku serasa semakin melemas, aku berusaha tetap bergairah dan menggoyang di atasnya, beruntunglah Robi menyusulku tak lama kemudian menggapai puncaknya. Tapi episode ini ternyata belum berakhir, David segera mengganti posisi temannya sesaat setelah Robi mengeluarkan penisnya. Lututku serasa benar benar copot, kupaksakan untuk bertahan beberapa saat lagi. Siraman air shower masih deras membasahi tubuhku saat aku mengambil posisi merangkak di bathtub, bersiap menerima sodokan David dari belakang.

Untuk kesekian kalinya penis itu kembali mengisi dan menyodok keluar masuk vaginaku, kali ini aku benar benar tak mampu mengimbangi gerakannya, hanya pasrah menerima sodokan demi sodokan dari belakang, bahkan ketika David menyemprotkan sisa sisa spermanya di vagina, aku sudah tak bisa merasakan lagi kenikmatan denyutannya, terlalu capek untuk menikmatinya.

Setelah beristirahat cukup lama dan memberiku kesempatan recovery, kami mainkan satu babak lagi dengan permainan satu satu dan diakhiri dengan bermain bertiga lagi.

Sebelum tengah malam mereka meninggalkan kamar hotel, meninggalkanku sendirian di kamar, ternyata mereka masih anak mama yang takut untuk menginap di luar rumah tapi sudah berani untuk booking.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar