Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Lily Panther 4: Ada Apa Dengan Cinta

“Ly, sudah lebih setengah bulan kamu disini, untunglah banyak tamu yang terkesan akan penampilan dan servis kamu, dan banyak yang kembali menjadi langganan tetapmu” kata Om Lok memulai pembicaraan, tidak bisaanya Om Lok mengajakku ngobrol seperti ini, pasti ada yang perlu dibicarakan serius. Bisanya tiap minggu dia memberiku uang hasil kerjaku selama seminggu atau bukti transfer ke rekeningku langsung dia pulang, tapi kali ini lain.
“Emangnya ada apa Om” kataku to the point karena penasaran
“Ly, mau nggak mencoba yang lain?” tanyanya menjawab rasa penasaranku.
“Maksudnya?” aku tambah nggak ngerti.
“Maksud Om, begini.. mau nggak kamu main bertiga, melayani dua tamu sekaligus, uangnya gede lho” jelasnya langsung membuat aku muak mendengarnya.

“Om ini aneh aneh saja, melayani dua laki laki sekaligus kan ribet urusannya Om, mana bisa aku memuaskan mereka berdua secara bersamaan, ntar dibilang servisku nggak bagus, lagian orangnya ada kelainan jiwa kali” tanyaku polos sedikit tersinggung, aku memang sering melihat di VCD tentang sex bertiga, tapi itu aku anggap hanya dilakukan hanya di film dan orangnya pasti punya kelainan atau fantasi yang kebablasan.
“Siapa bilang melayani dua laki laki sekaligus, justru kerja kamu lebih ringan karena orangnya ini akan datang dengan istrinya, uangnya lumayan gede lho”
“Ha?? Om ini ada ada saja, mana ada orang ngajak istrinya untuk selingkuh dengan wanita lain, gila kali” jawabku sewot merasa dibodohi Om Lok.
“Kamu mau nggak?, kalo nggak mau Om kasih ke yang lain, kamu primadonaku selalu mendapat prioritas pertama, yang jelas uangnya bisa dobel sementara kerjamu lebih ringan karena ada wanita lain yang meringankan kerjamu” bujuk Om Lok.

Aku diam saja mencoba memahami jalan pikiran Om maupun tamu aneh itu.
“Entahlah Om, aku pikir pikir dulu” jawabku bingung tak bisa mengambil keputusan untuk hal aneh yang tak terduga semacam itu.
“OK, kasih aku jawaban setelah tamu terakhirmu pulang, jangan lewat besok pagi atau anak lain yang mengambil kesempatan ini” ancamnya sebelum keluar kamar.

Aku tidak sempat berpikir lebih jauh karena tak berselang lama tamuku sudah datang menemuiku.
Selama melayani dia aku tak bisa konsentrasi penuh, justru lebih banyak memikirkan tawaran Om Lok, banyak pertimbangan yang aku pikirkan selain materi tentu saja.

Aku tak tahu apakah tamuku ini mengetahui apa nggak, untungnya dia tamu baru bukan pelanggan yang sudah pernah datang, jadi dia tak bisa membedakan pelayanan dan sikapku saat ini dengan sebelumnya.
Hampir dua jam aku melayaninya, sebenarnya dia cukup menarik dan tidak terlalu tua (tentu saja dibandingkan lainnya) tapi pikiranku sedang tidak in the track. Kuusahakan untuk tetap memuaskan dia meskipun aku sendiri tak bisa menikmatinya, bahkan akupun tak kecewa ketika sudah 3 kali membuatnya orgasme tapi tak sekalipun kuraih.

Aku kembali merenung, kubiarkan tubuhku masih telanjang, hanya berbalut handuk seperti saat mengantar tamu terakhirku pulang tadi, kuhisap dalam dalam Marlboro putih (aku mulai merokok dikala sendiri menyambut sang dewi malam).

—— xx —–

“Kamu bodoh, sendirian menunggu di rumah sementara suamimu bersenang senang dengan wanita lain di hotel” kata suara diseberang telepon yang aku tahu tetanggaku. Aku memang sering mendengar isu isu kalau suamiku senang main perempuan, tapi tak pernah kuhiraukan, paling juga orang yang iri melihat kebahagiaan kami, pikirku. Sejauh ini aku sangat mempercayai akan kesetiaan suamiku, mengingat bagaimana berat perjuangannya mendapatkanku dulu, tak kuragukan lagi kecintaannya padaku. Segala macam isu miring kuanggap angin lalu selama aku tidak memergoki atau ada bukti lain yang meyakinkan.

Segera kututup dengan kasar telepon itu, entah sudah berapa kali dia mengatakan hal itu, tiga deringan tak kuangkat, kubiarkan saja berdering. Deringan keempat aku sudah tak tahan mendengarnya, segera kuangkat.

“Apa sih maumu?” teriakku kasar tanpa berpikir kalau kalau telepon itu dari orang lain.
“Hotel Simpang kamar 512″, dia langsung menutup telepon dengan kasar pula.

Aku tercenung, rasa marah berubah menjadi penasaran setelah dia memberi sedikit petunjuk, tapi segera kulupakan, tak mungkin suamiku tercinta menghianatiku. Setengah jam aku melupakannya tapi tetap saja rasa penasaran menggelayut di kepalaku, segera aku ganti baju dan kupacu mobilku menuju tempat yang disebutkan tadi.

Ragu ragu kumasuki lobby hotel, sebagai wanita rumah tangga sebenarnya agak segan juga aku ke hotel apalagi sendirian seperti ini, tapi rasa penasaran lebih menguatkan niatku, kucari House Phone dan kuhubungi nomer tersebut dan DEG, jantungku terasa berhenti berdetak ketika kudengar suara suamiku, terdengar latar belakang suara perempuan yang berisik, langsung kututup, aku tak tahu harus bagaimana, beberapa saat aku berdiri mematung di pojok Lobby, tercenung dan bingung mau apa.

Tapi rasa penasaran membawaku menuju kamar itu, dengan gemetar kutekan bel, posisiku sedikit menyamping supaya tidak terlihat dari lubang intip di pintu, setelah 3 kali bel barulah pintu dibuka.

Darahku seakan berhenti mengalir, lututku seolah tak mampu menahan beban tubuhku ketika kulihat wajah yang begitu kukenal dan wajah yang begitu kucintai nongol dari balik pintu itu hanya berbalut handuk di pinggangnya, langsung kudorong pintu itu dengan penuh emosi, suamiku yang juga terkaget melihat kedatanganku tak mampu menahan doronganku dan apa yang kulihat di kamar itu membuat pandanganku langsung berputar, mataku berkunang kunang, darahku naik ke ujung kepala. Kulihat Elsa sahabatku sedang duduk di sofa dalam keadaan telanjang, sementara wanita lain diranjang berusaha menutupi tubuhnya dengan bantal, kami semua terkaget, aku tak sanggup mengatakan apa apa dan langsung kutinggalkan kamar celaka itu.

Berlari secepat setan, tak kuhiraukan pandangan orang ketika melintasi Lobby sambil lari dan bercucuran air mata, segunung perasaan menggumpal begitu sesak memenuhi dadaku, ingin marah, ingin menjerit, ingin menangis, semua bercampur menjadi suatu muara air mata, aku menangis tanpa isak, hanya air mata yang deras membasahi pipiku, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kemarahan, air mata keputusasaan.
Hujan deras diiringi petir menyambar mengiringi tangisku, seperti itulah diriku, kutekan dalam gas Toyota Starlet hadiah perkawinan dulu, tanpa arah kususuri kelamnya jalanan Surabaya yang semakin kelam, tak kupedulikan air mata yang terus berderai mengalir di pipiku, tak kupedulikan teriakan sumpah serapah dan “pisuhan” orang dipinggir jalan yang tersiram air genangan dari mobil.

Mengapa suamiku tega melakukannya? .. Mengapa Elsa tega menghianatiku? .. Mengapa aku begitu bodoh tak melihat kenyataan kedekatan hubungan mereka selama ini? .. Mengapa.. Mengapa .. Mengapa .. dan sejuta mengapa beruntun memenuhi kepalaku dan tak satupun bisa kujawab. Apa yang kurang pada diriku? Aku mencoba introspeksi diri, tapi tak kutemukan juga jawabannya.

Tuut.. tuut.. tuut, Bunyi telepon membuyarkan lamunanku.
“Gimana jawabannya, beri aku berita bagus” suara Om Lok dari seberang sana mendesakku.
Aku terdiam belum mengambil keputusan, Aku berpisah dengan suamiku karena dia tertangkap basah selingkuh bahkan dengan dua wanita sekaligus yang salah satunya sahabatku sendiri, kini aku harus melayani tamu untuk melakukan bertiga bahkan dengan istrinya sendiri, sungguh pelecehan terhadap cinta dan tatanan rumah tangga yang dulu aku agung-agungkan, sungguh tak bisa kumengerti, makin bingung memikirkan jalan hidup manusia.

Om Lok terus mendesakku dengan berbagai iming iming dan bujuk rayu, membuatku makin tak bisa berpikir jernih.
“Tapi jangan harap aku ikutan melayani wanita itu” akhirnya lagi lagi aku menyerah oleh bujukannya, sebagaimana dulu aku menyerah ajakannya untuk terjun ke dunia ini, dunia yang selama ini aku cibir dan aku pandang rendah.
“.. aku masih normal Om, masih bisa merasakan enaknya laki laki” lanjutku ketus mengingatkan, ketika tiba tiba teringat adegan di film dimana wanitanya saling menjilat dan mencium, ini membuatku muak.
“Gitu dong primadonaku, tak pernah mengecewakan tamu, oke aku akan hubungi mereka kamu siap siap saja, mungkin besok mereka datang” kata Om Lok mengakhiri pembicaraan.

Hari Minggu biasanya justru sepi tamu, paling banyak 2 orang, itupun bisaanya mereka dari luar kota yang kesepian, dibandingkan hari bisaa rata rata 3-4 orang, mungkin karena hari itu banyak laki laki yang lebih suka berkumpul dengan anak istrinya, sebagai suami yang baik, tidak seperti hari kerja bisaa yang bisa mencuri waktu dengan alasan lembur atau rapat atau SAL. Biasanya kumanfaatkan waktu Minggu pagi untuk renang atau fitness di hotel, tak kupedulikan pandangan nakal dari tamu yang melototiku, bahkan terkadang aku juga over acting meski tak norak di depan mereka, toh ini bagian dari Marketing.

Aku mengenakan pakaian casual, celana jeans straight putih dengan kaus you can see ketat orange, full press body, terlihat tubuhku yang padat dan sexy. Kutunggu sepasang suami istri yang bakal menjadi tamuku, jarum jam sudah menunjukkan pukul satu lewat, berarti mereka terlambat dari janjinya. Sepanjang pagi aku masih belum bisa membayangkan akan seperti apa kalau bermain bertiga, apalagi dengan suami istri. Sudah beberapa disc aku putar untuk mencari referensi permainan bertiga dengan dua wanita, sayangnya semua menunjukkan adanya factor lesbian diantara wanitanya, mereka saling peluk, saling cium, dan saling jilat, aku tak bisa dan tak akan mau melakukan itu.

Pukul setengah dua mereka baru tiba diantar Om Lok, sepeninggalnya kami sudah bertiga di kamarku.
Mereka pasangan matang usia, sepasang chinese, kutaksir Koh Anton suaminya tidak lebih 40 tahun sedangkan istrinya, Cindy, mungkin baru berumur 34-35 tahun. Pasangan yang ideal tampan dan cantik, entah apa yang salah pada mereka sehingga memerlukan kehadiranku di antara mereka. Harus kuakui Cindy tidak kalah cantik maupun sexy dari aku, apa yang kurang dari dia rasanya secara fisik tidak ada.

“Hmm, cantik dan sexy, tak salah si Om memuji perimadonanya” komentar Cindy ketika melihatku, suaminya hanya cengar cengir mendengar komentar istrinya.
Agak canggung aku menemani mereka berdua, mau mendekati si Anton takut sang istri cemburu, mau mendekati si istri, nggak mungkin aku lakukan, jadi aku serba salah, tak tahu harus bagaimana dan harus darimana memulainya.
Mungkin mereka melihat kecanggunganku, Cindy mengambil inisiatif.
“Lily, masak duduknya berjauhan gitu, sini dong, duduk sini disebelahnya” Cindy mulai membuka peluang ketika aku masih duduk di kursi yang terpisah.
Aku duduk di sebelah Anton, yang kini dijepit aku dan istrinya. Anton menggeser posisi duduknya menghadapku dan membelakangi istrinya, dia menciumku, aku agak risih dicium laki laki didepan istrinya.
“Nggak usah ragu ragu Ly, anggap aja aku tak ada, perlakukan dia sebagaimana biasa, santai saja” kata Cindy sambil beranjak meninggalkan kami dan duduk di tepi ranjang.

Meskipun mendapat lampu hijau dari istrinya aku masih canggung, bahkan ketika dia mulai mencium bibirku, aku sesaat diam saja tanpa membalas. Ketika Koh Anton mulai menjamah buah dadaku, mengusap dan meremasnya, barulah aku mulai berani membalas ciuman bibirnya, perlahan kami mulai saling melumat.

Koh Anton melanjutkan ciumannya di leherku, aku mendesah geli, tanganku ragu ragu meraih selangkangannya yang mulai menegang, kugosok dan kuremas remas hingga makin keras. Koh Anton melepas kaosku hingga tampak bra hitamku yang transparan memperlihatkan putingku di baliknya. Sejenak Koh Anton mengamati dadaku, lalu kembali menciumi bibirku, leherku hingga dadaku, begitu bergairah kepalanya mengusap usap di dada, bibirnya mempermainkan putingku dari balik bra. Birahiku perlahan mulai naik, terlupakan sudah kehadiran istrinya yang sedang menonton kami, kubuka resliting celananya dan mengeluarkan kejantanan dari sarangnya, seperti chinesse pada umumnya, ukurannya kecil, Chinese terbesar masih milik Koh Wi, tamu pertamaku dulu. Tali bra sudah merosot ke lenganku, kukocok penis Koh Anton, dengan mudahnya dia membuka kaitan bra yang memang di depan. Buah dadaku kini menggantung indah tepat di muka Koh Anton.

“Wow, very very nice, padat berisi, aku jadi minder nih” komentar Cindy yang langsung disambut suaminya dengan kuluman di putingku, permainan lidahnya sungguh menghanyutkan. Ternyata ada sensasi tersendiri ada orang ketiga di ruangan ini, apalagi orang ketiga itu adalah istrinya, kecanggungan berubah menjadi sensasi erotika yang aneh. Kuluman dan remasan Koh Anton melambungkanku ke nikmat birahi, kukocok penisnya semakin cepat, cairan bening sudah membasahi batang kejantanannya.

Tanpa kusadari aku sudah mulai mendesis nikmat, lidah dan bibirnya berpindah dari satu puncak bukit yang ke lainnya, tanpa kusadari ternyata Cindy sudah berlutut di antara kaki suaminya, tangannya berbagi dengan tanganku meremas kejantanannya. Tanganku masih mengocok ketika Cindy mulai menjilati penis suaminya, dua tangan dan satu lidah bergerak di batang kejantanan Koh Anton, kuluman dan jilatan disertai remasannya makin menjadi jadi di dadaku. Batang kejantanan Koh Anton sudah masuk ke mulut istrinya tapi aku tak mau menghentikan kocokanku, tangan Cindy berpindah mengelus kantong bolanya, sesekali Koh Anton mendesah di antara buah dadaku, nikmat merasakan pelayanan dua wanita sekaligus di penisnya.

Tanpa melepaskan kulumannya di putingku, tangan Koh Anton mulai membuka celana jeans-ku dan istrinya membantu menarik turun hingga tinggal celana dalam mini menempel di tubuhku, tapi tak berlangsung lama ketika Cindy menarik turun hingga membuatku dalam keadaan telanjang dihadapan suami istri ini. Tangan Koh Anton langsung mengelus paha mulusku, dan menjelajah disekitar daerah kewanitaanku, Cindy mengikuti dengan melepas pakaiannya.

Kulihat buah dadanya juga montok dan padat, mulus layaknya chinesse, dia kemudian melepas celana suaminya, kembali mulutnya bermain dengan kejantanan itu. Kubuka baju versace Koh Anton, kini dia telanjang sedang mendapat keroyokan dari dua wanita cantik. Cindy dengan gairahnya menjilati kejantanan suaminya hingga ke pangkal dan kantong bolanya, ternyata dia mahir dalam permainan oral, entahlah apa aku bisa sehebat dia.
Aku makin mendesis ketika jari tangan Koh Anton mulai keluar masuk liang vaginaku yang sudah basah, apalagi kuluman dan jialtannya masih tetap bergairah.

Cindy dan suaminya berganti posisi, kini Koh Anton jongkok di depan kami yang duduk berdampingan di sofa dengan kaki dan vagina terbuka lebar menghadapnya, kepala Koh Anton langsung menuju selangkanganku sedang tangannya mengocok vagina istrinya, dua wanita cantik dalam kendalinya, aku dan Cindy mendesah bersamaan, terlalu nikmat jilatan Koh Anton di vaginaku, kakiku sudah menjepit kepalanya, tak kupedulikan apakah dia masih bisa mempermainkan istrinya atau tidak, lidahnya tetap lincah menyusuri klitoris dan vaginaku. Aku sungguh kecewa ketika dia kemudian berpaling ke istrinya, berganti dengan jarinya di vaginaku, Cindy mendesah desah mendapat jilatan dari suaminya, tangannya meremas tanganku erat, kemudian Koh Anton berganti lagi ke vaginaku, begitu seterusnya, sepertinya dia sedang mempermainkan birahi kami.

Aku berharap Koh Anton segera memasukkan penisnya ke vaginaku, tapi dia kemudian berdiri dan menyodorkan penisnya ke kami, dengan segera Cindy menggapai penis suaminya dan langsung mengulumnya, lalu dia menyodorkan ke mulutku, aku agak ragu mengulum penis itu, apalagi dari mulut Cindy langsung tentu banyak ludahnya di batang penis suaminya. Belum pernah aku merasakan ludah seorang wanita, kalo laki laki sih udah kerjaannya, kupegang dan kukocok sejenak sambil memandang Cindy dan suaminya bergantian. Aku sudah menikmati ciuman dan jilatan suaminya, tentu dia tersinggung kalo aku menolak mengulum penis itu, sepertinya tak ada pilihan lagi dan akhirnya penis Koh Anton mulai menyentuh bibirku dan melesak terus memenuhi mulutku. Koh Anton memegang kepalaku dan mengocokkan kejantanannya di mulutku, sama seperti dia melakukannya pada istrinya, kemudian dia berpaling kembali ke istrinya dengan hal yang sama dan berganti lagi ke mulutku, begitu secara ber-ulang ulang.

Koh Anton sudah kembali berlutut di depan kami, sepertinya dia sedang memilih vagina yang mana duluan, aku berharap dia memilihku sebelum istrinya, dan harapanku terkabul. Justru Cindy yang memberiku kesempatan terlebih dahulu, dia memegang kejantanan suaminya lalu menuntunnya ke vaginaku, bukan main begitu kompak kerjasama mereka, dia menyapukan penis suaminya ke vaginaku, masih dalam genggaman istrinya, perlahan Koh Anton mendorong masuk hingga melesak semua ke dalam. Aku mendesis menikmati penis Koh Anton, Cindy hanya tersenyum melihat expresiku, dan desahku makin keras ketika Koh Anton mulai mengocokku, makin lama makin cepat. Cindy mendekati suaminya, mereka berciuman sambil tangan suaminya meremas buah dadaku.

Melihat mereka berciuman gairahku ternyata makin naik, kugoyangkan pinggulku mengimbangi gerakan Koh Anton, remasannya di buah dadaku makin keras, kepala Cindy turun ke perut suaminya, diluar dugaanku dicabutnya penis itu dari vaginaku dan langsung dimasukkan ke mulutnya, tanpa risih Cindy mengulum penis suaminya yang masih bercampur cairan vaginaku, aku kaget melihatnya, penis itu sudah keluar masuk mulutnya lalu Cindy mengembalikan lagi ke vaginaku, aku terbengong melihat Cindy bisa seperti itu, hampir pasti aku tak sanggup melakukannya, mengulum penis yang baru keluar dari vaginaku, jangankan vagina orang lain, dari vaginaku sendiripun aku jarang sekali mau. Berulang kali Cindy melakukan hal itu, berulang kali juga aku takjub akan Cindy, tapi lama kelamaan aku menikmatinya ketika Cindy melahap penis suaminya yang baru dikeluarkan dari vaginaku, entahlah ada sensasi tersendiri ketika Cindy menjilati cairan vaginaku yang ada di penis suaminya, tapi tetap aku sepertinya tak akan mampu melakukan sebaliknya.

Kembali aku dikejutkan ketika tangan Cindy ikut ikutan menstimulasi klitorisku saat suaminya mengocokku, agak risih aku menerimanya, belum pernah vaginaku disentuh seorang wanita, apalagi dalam keadaan begini, sedang dikocok enak, aku mau protes tapi ketika mulai kurasakan lebih nikmat, maka kubiarkan tangan Cindy bermain di klitorisku.
“Auuwww..gila..yaa” desahku tanpa kusadari tiba tiba meluncur dari mulutku, mereka berdua tersenyum melihatku menggelinjang kenikmatan.

Tangan Koh Anton meremas buah dadaku dan buah dada istrinya secara bersamaan, mungkin dia hendak membandingkan. Cindy duduk di sebelahku, sepertinya minta giliran, segera Koh Anton beralih ke Cindy, tanpa membersihkan terlebih dahulu Koh Anton langsung memasukkan penisnya ke vagina istrinya, Cindy langsung mendesah kenikmatan, dan semakin keras desahannya ketika suaminya mengocoknya dengan cepat dan keras, kupeluk Koh Anton dari belakang, tanganku mengelus kantong bolanya, kugesek gesekkan tubuhku di punggungnya, seperti yang dilakukan istrinya tadi, desahan Cindy makin keras, ternyata dia lebih berisik dariku.

Cindy memintaku untuk nungging di sampingnya, Koh Anton menciumi lagi vagina dan lubang anusku, aku menjerit kaget dan nikmat, dia memasukkan penisnya ke vaginaku kembali, agak risih aku menerima penis Koh Anton langsung dari istrinya, tentunya cairan vagina kami bercampur, tapi mengingat Cindy bahkan sudah merasakan cairan vaginaku di mulutnya, dan penis itu sudah meluncur keluar masuk vaginaku, maka tak ada pilihan lain kecuali menikmati kocokan Koh Anton yang makin menggairahkan. Cindy mengikuti nungging di sebelahku, kembali Koh Anton menggilir vagina kami, dari satu vagina ke vagina lainnya, entah apa dia bisa merasakan perbedaan diantara vagina kami.
Desahanku saling bersautan dengan desahan Cindy, seperti opera, terkadang diselingi desis kenikmatan darinya, aku terpengaruh hingga ikutan mendesah keras atau lebih tepat menjerit.

Lebih setengah jam Koh Anton merasakan nikmat tubuhku dan istrinya secara simultan, hingga akhirnya sampailah kami di puncak kenikmatan, pertama Cindy yang menjerit dalam orgasme, jeritannya sungguh bebas lepas tanpa beban, kemudian suaminya beralih ke vaginaku, dia mengocokku keras seolah berpacu menuju puncak, tubuhku menegang dan kurasakan vaginaku berdenyut keras, aku orgasme, tanpa kusadari keluar teriakan dari mulutku, teriakan orgasme, kuremas tangan Cindy merasakan nikmat orgasme, tiba tiba kurasakan denyut hebat dan teriakan dari Koh Anton, dia mengalami orgasme juga beberapa detik setelah aku, denyutan demi denyutan kurasakan menghantam dinding dinding vaginaku, semprotan demi semprotan sperma membasahi rahimku, begitu nikmat saat kami berdenyut secara bersamaan, dipeluknya tubuhku dari belakang beberapa saat lamanya..

Cindy mengeluarkan penis suaminya dariku, dikulum dan dijilatinya seolah membersihkan penis itu dari sisa sisa sperma dan cairan vaginaku, ada rasa jijik aku melihatnya, meski sudah lebih dua minggu bekerja aku masih belum bisa menikmati aroma sperma. Mereka berciuman, akhirnya Koh Anton lemas duduk di sofa di antara aku dan istrinya, kami bertiga duduk telanjang dengan napas turun naik.

Seperti biasa sehabis bercinta, aku ke kamar mandi membersihkan tubuhku, Cindy mengikutiku meninggalkan suaminya sendirian di sofa.
“Cik Cindy kok bisa menemani dan melihat suami bercinta dengan wanita lain, apa nggak cemburu” tanyaku ketika kami di kamar mandi.
“Mulanya sih cemburu, tapi dilarangpun aku yakin dia akan sembunyi sembunyi mencari wanita lain, ya lebih baik ikutin saja permainannya, bakan terkadang kami juga membayar laki laki untuk melakukan hal yang sama, jadi bisa sama sama enjoy” jelasnya tanpa ada perasaan menyesal.
“Apa dia nggak cemburu melihat Cik Cindy bercinta dengan laki laki lain” tanyaku bodoh.
“Nggak boleh cemburu, lha kita melakukan bersamaan kok, tidak boleh sendiri sendiri, tapi syaratnya harus dengan orang yang tidak kami kenal. Eh aku sebenarnya masih punya fantasi lain, yaitu main berempat, dua pasang, bila perlu tukar pasangan, tapi Koh Anton masih belum bisa terima tuh” dengan enteng dia menjelaskan, aku kaget, ternyata dunia sudah gila, benar benar pasangan edan, dulu aku cerai karena suamiku main perempuan, tapi sekarang malah mereka saling melegalkan selingkuh bersama. Dia banyak cerita tentang petualangan mereka tapi aku tak menanggapi, malah bikin aku pusing.
“Kalau kamu mau, ntar aku akan atur kita main berempat, laki laki lainnya aku yang cari, banyak kok langgananku yang mau, terus terang aku suka sama penampilanmu, cantik, sexy, mulus dan tidak norak seperti lainnya, entahlah rasanya aku tak cemburu kalau suamiku main sama kamu, kapan kapan kamu tidur di rumah saja, kita bisa tidur bertiga di tempatku”
“Entahlah Cik, ini baru pertama kali aku main bertiga, perlu waktu untuk menyesuaikan diri, maklum masih belajaran”
“Dengan penampilanmu yang seperti ini aku yakin akan banyak laki laki yang ngiler sama kamu”
Aku tak menjawab, kusiram tubuhku dengan air hangat menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku, tanpa kusadari ternyata Koh Anton sudah berada di kamar mandi bersama istrinya memperhatikanku mandi, aku dikagetkan pelukan dari belakang yang kukira Cindy, ternyata Koh Anton sudah berada di belakangku, menyabuni punggung dan tubuhku, tangannya dengan bebasnya menjelajah ke bagian tubuhku yang lain dan berhenti di buah dadaku, Cindy hanya duduk di meja westafel melihat kami sambil menyalakan Marlboro putihnya, kulihat dia tersenyum melihat kelakuan suaminya terhadapku.

Air shower sudah kumatikan ketika tangan Koh Anton berada di selangkanganku, mempermainkan klitorisku, aku mendesah nikmat. Kuangkat kakiku ke bibir bathtub memberi jalan lebih bebas ke tangan Koh Anton, sambil tangannya menjelajah di dada dan selangkanganku, bibirnya ikutan menjelajahi leher dan telingaku yang belum kena sabun, tak mau kalah akupun membalas dengan remasan dan kocokan di kejantanannya yang perlahan mulai menegang. Busa sabun sungguh menambah erotis sentuhan tubuh kami. Koh Anton memutar tubuhku, kami berhadapan lalu berpelukan, peganganku pada kejantanannya tak kulepaskan, dia mencium bibirku dan kubalas dengan gairah. Kembali kakiku kunaikkan ke bibir bathtub, kuusapkan penisnya pada tubuhku, sebelum dia melakukannya lebih jauh ternyata Cindy sudah menghampiri kami.

Ciuman Koh Anton berpindah ke bibir istrinya, aku masih tetap mengusapkan penisnya di sekitar selangkangan dan klitorisku. Cindy menyalakan air shower hingga membasahi tubuh kami bertiga, Koh Anton memelukku dan Cindy memeluk suaminya dari belakang, bertiga kami telanjang di bawah siraman air shower yang hangat sambil saling meraba dan mencium. Koh Anton yang berada di antara kami harus sering membalikkan badannya untuk secara bergantian memeluk dan mencium antara aku dan istrinya.

Ketika Koh Anton kembali menghadapku, aku berlutut di depannya dan mengulum kejantanannya yang sudah tegang, dia langsung mengocok mulutku, istrinya memeluk dari belakang sambil memegangi kejantanannya yang sedang keluar masuk mulutku. Cindy menggeser posisinya, duduk di tepi bathtub di samping kami, bergantian Koh Anton memasukkan kejantanannya ke mulut istrinya, bibir Cindy mengunci erat kejantanan suaminya yang sedang keluar masuk, ku elus elus kantong bolanya saat dia mengocok mulut istrinya.

Koh Anton menarikku berdiri dan memintaku berbalik membelakanginya, kucondongkan tubuhku ke depan dan kunaikkan kaki kananku ke tepi bathtub, setelah kejantanannya keluar dari mulut istrinya, dia menyapukannya ke bibir vaginaku, dengan sekali dorong melesaklah kejantanannya ke vaginaku dan langsung mengocok dengan cepatnya, dia memegang pinggangku dan menarik dorong tubuhku berlawanana dengan gerakan kejantaanannya sliding di vaginaku, makin lama dia memompa makin cepat dan keras seperti piston mobil yang tancap gas. Aku mendesis nikmat, kurasakan makin nikmat ketika Koh Anton mulai meremas remas buah dadaku sambil mempermainkan putingku. Cindy hanya tersenyum melihatku mendesis desis dalam kenikmatan mendapat kocokan suaminya, entah apa yang ada di benaknya, aku tak tahu dan tak mau tahu, yang aku tahu aku sedang mendapatkan kenikmatan dari suaminya dan aku harus memberikan kenikmatan pada suaminya.

Cukup lama kami bercinta sambil berdiri, tiba tiba kurasakan Cindy menutup tubuhku dan suaminya dengan handuk, dengan telaten dia menyeka air bercampur keringat di tubuh suaminya, begitu juga dengan penuh pengertian dia mengusapkan handuk di tubuhku yang sudah mulai kedinginan bercampur peluh nafsu birahi.

Melihat perlakuan Cindy ini bertambah naik birahiku, bagaimana tidak, aku sedang bercinta dengan suaminya ketika dia menyeka keringat kami berdua, sungguh sensasi yang tak bisa digambarkan dan begitu menggairahkan.
Tiba tiba Koh Anton menghentikan kocokannya dan mencabut penisnya dari vaginaku ketika aku sedang menuju ke puncak kenikmatan, aku menoleh ke belakang mau protes tapi dengan senyum dia mencium bibirku menghalangi expresi protes dariku.

Koh Anton menggandeng kami berdua menuju ranjang, kami bertiga langsung rebah di ranjang dengan Koh Anton di tengah, tanganku dan tangan Cindy sudah berada di kejantanannya yang masih basah sisa dari vaginaku. Aku dan Cindy menciumi bibir Koh Anton secara bergantian, seperti dikomando kami bersama sama terus menyusuri tubuh Koh Anton dengan lidah kami, terus turun hingga dada dan masing masing mengulum putingnya, Koh Anton mendesis mendapat pelayanan kami berdua. Jilatan kami berlanjut ke perut lalu berhenti di selangkangan, lidah kami sudah berada di kejantanannya secara bergantian menyapu batang penis itu turun naik.

Cindy memasukkan penis suaminya ke mulutnya dan mengocoknya, lidahku menjilati sisa batang penis yang tidak tertampung di mulut istrinya, tak kupedulikan lagi ludah Cindy yang menempel di batang itu, Koh Anton mendesah sambil meremas rambut kami berdua, dia seperti sedang melayang layang di awan kenikmatan, gantian aku mengulum penis suaminya dan dia memainkan lidahnya di bawah.

Koh Anton menarikku ke atas memintaku berada di atas kepalanya menghadap Cindy yang masih asik bermain dengan penis suaminya, pantatku sudah tepat di atas mukanya dan vaginaku langsung mendapat jilatan penuh gairah darinya, kurasakan geli dan nikmat dari permainan lidahnya di klitoris dan bibir vaginaku.

Kucondongkan tubuhku hingga membuat posisi 69, aku dan Cindy berbagi penis suaminya, kembali dua lidah bermain di penis Koh Anton, jilatan di vaginaku kurasakan makin liar dan nikmat, kurebut penis Koh Anton dari mulut istrinya dan langsung kumasukkan ke mulutku, Cindy hanya tersenyum melihat “keserakahanku” pada suaminya, tak kupedulikan dia, langsung kukulum dengan penuh gairah segairah jilatan Koh Anton di vaginaku, makin lama makin nikmat dan menggairahkan, terutama permainan lidahnya di klitoris, sungguh mengasyikkan. Tak kuberi giliran Cindy untuk mengulum penis suaminya, untunglah dia cukup pengertian, berulang kali dia memintanya tapi tak kuberikan kesempatan itu, dengan senyumnya dia mengelus elus rambutku yang sedang turun naik mengocok penis suaminya.

Puas dengan permainan oral, Koh Anton memintaku telentang di sampingnya, dia langsung menindih tubuhku, bibir dan lidahnya menyusuri telinga, leher dan dadaku, lidahnya berhenti di puncak bukitku, mempermainkan putingku dengan diselingi gigitan ringan membuatku menggeliat ke-geli-an, kuremas rambut Koh Anton, dengan rakus dia menyedot putingku, meremas buah dadaku, aku menggeliat dan menjerit nikmat, Cindy dengan setia meremas dan mengocok penis suaminya, lalu disapukan ke bibir vaginaku.

Kubuka kakiku lebar, kujepitkan di pinggang Koh Anton, bersiap menerima penisnya di vaginaku, kurasakan penis Koh Anton yang mengeras mulai menguak bibir liang kenikmatanku. Kami kembali berciuman, bibir kami saling melumat ketika kurasakan penis itu makin dalam menyeruak liang vaginaku, dengan sekali dorongan keras melesaklah seluruh kejantanan itu menerobos celah celah nikmat liang vaginaku, aku menjerit dan menggeliat kaget menerima sodokan keras itu. Aku melotot tapi Koh Anton hanya tersenyum dan kembali melumat bibirku dengan penuh gairah segairah kocokannya yang langsung cepat dan keras serasa menghantam dinding dinding vaginaku.

Desah dan jerit kenikmatan tak tertahan keluar dari mulutku, semakin cepat sodokannya semakin keras jeritan keluar dari mulutku, sungguh aku sudah tidak bisa mengontrol emosi lagi, terlalu terlarut dalam kenikmatan hingga lupa tugasku untuk memberikan kepuasan pada tamuku ini. Kudekap erat tubuh Koh Anton, mungkin juga dia terluka terkena kuku-ku, semakin aku menjerit semakin liar Koh Anton mengocokku. Aku berusaha mengimbangi gerakan Koh Anton dengan menggerarakkan pantatku, kami saling menggoyang, kurasakan penisnya mengaduk aduk liang vaginaku, terasa semakin nikmat, semakin keras kugoyangkan pantatku, desahan kami saling bergantian memenuhi ruangan.

Cindy yang dari tadi menonton suaminya bercinta denganku, mulai ikutan aktif, kakiku di angkat dan dibuka lebar membentuk “V”, semakin lebar vaginaku terbuka, semakin dalam penis Koh Anton tertanam di vaginaku. Melihat “kesetiaan” Cindy pada suaminya, aku semakin bergairah, kocokan Koh Anton membawaku melayang ke puncak kenikmatan tertinggi, tubuhku menegang lalu aku menjerit histeris nikmat ketika otot otot vaginaku berdenyut keras, tubuhku bergetar hebat, ternyata kocokan Koh Anton tak berhenti sampai disitu, justru makin cepat keluar masuk vaginaku yang sedang berdenyut, jeritanku makin tak karuan, kenikmatanku makin membumbung tinggi, kucengkeram erat lengan Koh Anton hingga denyutanku menghilang perlahan lalu tubuhku melemas. Cindy masih memegangi kakiku, Koh Anton tanpa memberiku kesempatan istirahat meneruskan sodokannya, kenikmatan berubah menjadi geli yang tak karuan, napasku turun naik menggelora, baru saja kulalui puncak kenikmatan dengan penuh gairah.

Koh Anton meminta aku di atas, dengan lutut yang masih lemas kunaiki tubuhnya, kuatur posisiku di atas penisnya dan perlahan kuturunkan tubuhku sambil melesakkan penisnya di vagina. Belum selesai aku menurunkan tubuhku tiba tiba Koh Anton langsung menyodokku dari bawah dengan kerasnya, aku teriak kaget atas kenakalannya, dia hanya tersenyum dan langsung meremas kedua buah dadaku sambil mengocok dari bawah makin keras, tak mau kalah maka kugerakkan pinggangku memutar hingga kami saling mengocok. Ternyata hal ini tidak membuatku lebih baik, justru semakin cepat membawaku menuju puncak kenikmatan, apalagi permainan lidah Koh Anton di putingku ketika tubuhku membungkuk, sungguh kombinasi erotis yang tak bisa kutahan, melambungkan birahiku makin tinggi.

Tak lebih dari sepuluh menit aku bergoyang pinggul di atas Koh Anton, ternyata untuk kedua kalinya kurengkuh puncak kenikmatan, jeritanku secara spontan keluar dari mulutku tanpa bisa kukontrol, terlalu nikmat untuk ditahan. Tubuhku langsung ambruk di atas Koh Anton, tapi lagi lagi dia tidak menghentikan kocokannya, penisnya tetap meluncur keluar masuk vaginaku dengan lancar dan cepat, tanpa mempedulikan kondisiku yang sudah lemas, kupikir dia ingin melampiaskan nafsunya secara habis habisan padaku, aku bagaimanapun harus terima perlakuannya, karena kesalahanku sendiri dan resiko yang harus kuhadapi kalau aku terlalu banyak orgasme, suatu kesalahan yang patut dinikmati.

Tidak ada tempo bagiku untuk mengambil napas lebih jauh ketika Koh Anton memintaku doggie style, kuturuti meski lututku masih makin lemas, segera dia membenamkan penisnya dan menyodokku dengan keras, untuk kesekian kalinya aku terkaget hingga kepalaku terdongak ke atas, Koh Anton memegang rambutku dan menarik ke belakang, diluar dugaanku perlakuan kasarnya justru membuatku makin bergairah. Kugoyangkan pantatku mengimbanginya, perlahan tapi pasti birahiku kembali naik menuju puncak kenikmatan.

Koh Anton meraih buah dadaku yang menggantung bebas, diremasnya dengan gemas sambil tetap mengocokku, kemudian Koh Anton meraih tanganku dan menariknya ke belakang hingga tubuhku bergantung pada kedua lenganku yang ditahannya dari belakang, kurasakan sodokan penisnya semakin dalam menembus liang vaginaku, aku mendesah desah liar, “Ah..ah..ah..ya..ya.. ouuhh..yess”, teriakku setiap kali penis Koh Anton menyodok keras, aku tidak bisa berbuat apa apa dengan posisi seperti ini, selain mendesah dan mendesah.

Akibatnya sungguh hebat, begitu nikmat sekali penis Koh Anton mengisi dan sliding di liang vaginaku, sehingga dengan cepat vaginaku berdenyut pertanda orgasme, tak ada bisa kulakukan selain menjerit histeris, kugoyang goyangkan kepalaku merasakan kenikmatan ini untuk yang kesekian kalinya. Sebenarnya aku malu mengalami hal ini berulang kali, terutama di depan Cindy, tapi apalah artinya malu pada dia dibandingkan kenikmatan yang kurengkuh dan kurasakan. Aku langsung menggelepar di atas ranjang, tubuhku sudah lemas habis.

Cindy yang dari tadi sudah bersiap di sampingku sepertinya tidak dihiraukan suaminya yang sedang di puncak gairah bersamaku, tapi sepertinya dia tidak marah, malah tersenyum melihat expresi wajahku yang terbakar nikmatnya nafsu birahi, terutama saat aku menjerit orgasme, Cindy hanya mempermainkan jarinya di klitorisnya sambil melihat aku dan suaminya bercinta, sesekali mendesis sendiri, sungguh istri yang penuh pengertian.
Terus terang aku kagum dengan stamina Koh Anton yang telah tiga kali membuatku orgasme secara berturut turut. Baru kusadari bahwa kehadiran Cindy, istrinya, membuat sensasi tersendiri dan membuatku jadi lebih cepat melayang ke puncak kenikmatan, ternyata bercinta bertiga jauh lebih menyenangkan dibandingkan berdua, apalagi dengan sepasang suami seperti ini.

Koh Anton masih menyodokku dari belakang, aku hanya nungging dengan kepala dan tubuhku di ranjang, hanya pantatku yang tersangga pada lututku, kulihat Cindy telentang asik bermain di klitorisnya dan meremas buah dadanya sendiri, aku berharap Koh Anton segera menyelesaikan hasratnya karena aku sudah kecapekan, tapi harapan tinggal harapan, dia dengan semangatnya mengocok vaginaku lebih keras seperti tak ada belas kasihan. Meski berkali kali Cindy minta “jatah” tapi suaminya tak menghiraukannya, Koh Anton malah menggoyangku dengan gerakan liar, mengaduk aduk vaginaku, aku yang sudah lemas hanya mendesis desis.

Untunglah beberapa menit kemudian Koh Anton menghentikan gerakannya, mencabut penisnya dan menghampiri istrinya. Bukannya memasukkan penis ke vagina istrinya tapi malah menjepitkan diantara buah dada Cindy dan mengocoknya, penis itu sliding diantara kedua bukit Cindy, persis seperti yang aku sering lihat di VCD porno, tak lama kemudian dia menyodorkan ke mulut Cindy. Kepala Cindy yang berada di bawah selangkangan suaminya tak bisa banyak bergerak menerima kocokannya, penis Koh Anton yang basah dari vaginaku dengan lancar dan cepat meluncur keluar masuk mulut istrinya yang tetap bergairah menerimanya.

Dan tak lama kemudian Koh Anton menjerit orgasme, menyemprotkan spermanya di mulut istrinya, entah berapa banyak sperma itu, tapi kulihat beberapa bagian menetes keluar dari mulut Cindy. Kembali aku dibuat kagum akan permainan Cindy, tanpa ada rasa risih dia menelan sperma itu dan mengusap sisa sisa yang ada di bibirnya. Mungkin karena sperma suaminya maka tak ada risih untuk melakukan itu, tapi aku tentu saja akan menolak kalau harus keluar sperma di mulut seperti itu, tak sanggup aku melakukannya, memegang sperma saja masih risih apalagi mengulum dan menelan seperti itu, Cindy tersenyum ke arahku dan mencium bibir suaminya.
Kami bertiga telentang dalam kenangan kenikmatan, diam membisu untuk beberapa saat lamanya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore ketika mereka berdua pulang, kami masih sempat melakukannya lagi 2 babak permainan. Mereka berjanji untuk sering melakukannya nanti, Cindy mengaku kalau dia senang dan puas dengan penampilan dan permainanku, aku mengangguk senang kalau mereka bisa puas dengan pelayananku. Malamnya saat menerima tamu berikutnya aku lebih banyak membayangkan bercinta dengan Koh Anton dan Cindy, akibatnya aku mengalami orgasme berkali kali dengan tamuku itu, meski bercinta tak terlalu lama.

Terus terang aku sangat menikmati bercinta dengan Koh Anton apalagi kalau dilihat sama istrinya, entah kapan aku bisa ketemu lagi dengan mereka, aku hanya bisa berharap dan berharap. Harapan seorang wanita penghibur yang berlimpah sex tapi haus akan kasih sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar