|
Savitri |
Ketika siuman dari
bius, Savitri sudah terbaring telanjang di lantai
dingin sebuah ruangan yang tak ia kenali sebelumnya. Yang pertama-tama membuat dia panik adalah
ketelanjangannya; karena selama ini dia selalu berpakaian menutup seluruh
tubuh. Dia berusaha lolos tapi tak bisa; bahkan melihat saja tak bisa karena
matanya ditutup.
“Ah, sudah bangun, Tuan Putri?”
Savitri menoleh ke arah datangnya suara.
Dia merasakan ada yang membangunkannya ke posisi duduk, lalu membuka penutup
matanya. Matanya membelalak memandang seorang wanita dewasa yang mengenakan
kimono mewah sedang duduk di kursi mewah bagai takhta.
“Siapa kamu?” tanya Savitri dengan suara
parau karena pengaruh obat bius yang masih membekas di tenggorokannya
“Bukankah kamu selama ini cari info tentang
aku? Perkenalkan, aku Ryoko… germo yang kamu selidiki.”
Savitri menegang, ia berhadapan langsung
Ryoko. Ia berusaha lari, dan kemudian tersadar pergelangan kakinya terikat
menyatu dengan menggunakan tambang rami, demikian juga dengan pergelangan tangannya.
“Kamu usil…” kata Ryoko sambil bangkit
dan menghampiri Savitri yang berusaha beringsut menjauhi sang wanita yang
wajahnya kemudian berubah garang di balik riasan geishanya. Ryoko menjambak
rambut sang gadis yang mengernyit kesakitan.
“Aku paling nggak suka orang yang
terlalu ingin tahu” katanya lagi sambil melirik ke arah lelaki kekar yang
menjadi tangan kanannya.
Savitri menjerit-jerit minta tolong
sekeras yang ia bisa. Ryoko tertawa keras, “Silakan teriak. Nggak ada yang
bakal dengar suaramu.”
Si bodyguard kekar yang bertelanjang
dada itu dengan mudahnya membopong tubuh Savitri dan membantingnya ke atas
meja, membuat sang gadis menegang kesakitan. Si bodyguard langsung menautkan
tambang yang mengikat pergelangan tangan Savitri, dan mengeratkannya dengan
tambang lain ke ujung meja yang sudah dimodifikasi untuk menjadi tempat kaitan
tali itu. Meja itu sendiri cukup kecil sehingga pinggul Savitri tepat berada di
ujung meja. Ia menandang-nendang meronta
sebisanya ketika sang lelaki melapaskan belenggu kakinya, menyebabkan lelaki
itu kesulitan. Si bodyguard lalu melepas sabuk kulit di celananya. CTAAAAARRRRR! Mata Savitri
membelalak, mulutnya membuka namun tak ada teriakan yang keluar ketika dengan
kejam bodyguard itu mencambuk payudaranya. CTAAAARRRR!!! Kini teriakan
menggema ketika sabuk itu menghantam perutnya, pahanya, wajahnya. Dan tubuh
sang gadis melonjak-lonjak liar ketika belahan vaginanya merasakan cambukan
brutal itu berulang-ulang. Ketika Savitri hanya bisa
merintih menahan sakit, bodyguard itu kemudian berlutut di hadapan kedua kaki
sang gadis lalu dengan perlahan mengikat masing-masing pergelangan kaki ke kaki
meja hingga kini tubuh Savitri membentuk huruf Y mendatar di meja unik itu,
meja yang memiliki plat kayu bergerigi melintang di tengahnya.
Ryoko mendekati Savitri yang menggeliat
berusaha melepaskan diri dari meja itu, pinggangnya sudah mulai sakit oleh
tekanan gerigi kayu itu.
“Kamu ingin tahu siapa aku? Aku Ryoko…
dan aku adalah… Neraka!”
Ryoko lalu memerintahkan bodyguardnya
untuk memutar roda kayu yang berada di kepala meja itu. Savitri mendengar derak
kayu berputar, ia terus meronta, dan rontaannya makin kencang ketika ia merasa
kalau tambang rami yang membelenggu tangannya itu makin tertarik dan mengencang.
Savitri menjerit kesakitan ketika
tubuhnya dipaksa meregang di atas “The Rack” yang kini menyakitinya dengan
sangat itu. Tulang rusuknya tercetak jelas di kulitnya yang meregang, bahkan
sentuhan ringan tangan Ryoko di kulitnya menyebabkan sang gadis mendesis
kesakitan.
“Aku adalah neraka, aku adalah dewi
kematian, aku adalah sang penghukum!” kata Ryoko lagi sambil mengambil lilin
besar yang menyala dan menetesi tubuh Savitri dengan lilin cair panas itu di
spot-spot yang diketahuinya akan sangan menyakitkan sang gadis, seperti di
puting dan di belahan vaginanya yang berambut
halus.
Dengan paha teregang Savitri tak bisa
berbuat apa-apa ketika Ryoko mengambil semangkuk balsem, lalu memoleskan balsem
itu ke vagina hingga ke belahan pantat sekalnya, membuatnya menjerit-jerit
kesakitan. Ryoko lalu mengambil lakban dan melekatkan lakban di selangkangan Savitri. Tangan dan
kaki Savitri makin terluka ketika tangannya mengepal mendadak, ia mengejan
menahan sakit. Ryoko menyentak lakban itu dengan kasar, meninggalkan kulit
kemerahan di selangkanan sang gadis yang kini bersih dari rambut. Roko memberi
tanda pada sang bodyguard yang lalu membuka papan kayu di bawah the rack hingga
kini Savitri tergantung mengambang dengan hanya tertahan bar kayu dengan gerigi
yang telah menggores pinggang dan pinggulnya itu. Si bodyguard itu lalu menyelusupkan tubuhnya dan
memposisikan dirinya hingga berada di bukaan selangkangan sang gadis. Savitri
melolong mohon belas kasihan…
“Tidak… Jangan… aku masih
peraWAAAAAAAAAAARGGGHHHH!”
Hentakan penis sang bodyguard membuat
Savitri menjerit kesakitan dan frustasi, keperawanannya direnggut semena-mena
oleh orang yang tak dikenalnya, serta dalam kondisi tersiksa seperti ini, namun
apa dayanya, darah keperawanan telah mengalir…. Darah juga mengalir dari kulit
pergelangan tangan dan kaki yang terluka akibat gesekan tambang rami itu.Dan
Savitri kembali panik ketika ia merasakan hangatnya sperma yang ditembakkan
secara seenaknya oleh pemerkosanya di dalam rahimnya….
“Aku tidak mau hamiiiiiilllll!”
teriaknya.
Ryoko terkekeh dan berkata, “Telat…
Benihnya sudah berenang ke dalam, siap membuahi telurmu… hahaha…
harga yang pantas untuk reportasemu, kan?”
Rasa frustasi beralih menjadi murka,
“Anjing kamu Ryoko… aku bunuh kamu…. Aku akan AAAAAAAAAAARGGGGH!”
Kini anusnyalah yang mengeluarkan darah
keperawanan ketika Ryoko menyodokkan sebuah dildo ke dalamnya tanpa
pemberitahuan.
“Aku yang akan membunuhmu gadis kecil,”
balas Ryoko dingin.
Ryoko lalu memberi tanda kepada sang
bodyguard yang mengendurkan the rack, lalu membebaskan Savitri yang sudah lemas
itu. Savitri hanya bisa merintih kesakitan ketika kedua tangannya diikat
dengan erat di belakang tubuhnya. Kedua sikunya diikat erat hingga hampir
menyatu. Bodyguard itu lalu mengikatkan pergelangan tangan tangan Savitri
dengan pergelangan kakinya, ia lalu membentuk simpul sehingga tali di siku
Savitri berhubungan dengan tali di mata kakinya.
|
Ryoko |
Savitri yang lelah bisa mendengar rantai
diturunkan dari langit-langit. Yang tak ia sadari adalah ketika sebuah kait
besar dikaitkan ke simpul itu dan…Savitri kembali menjerit-jerit kesakitan
ketika tubuhnya melayang di udara denga posisi menyakitkan itu, ia kini
memohon-mohon belas kasihan Ryoko. Ryoko justru memerintahkan sang bodyguard
untuk membawa sebuah heater dan menyalakannya tepat di bawah tubuh Savitri.
Selain itu sepasang vibrating dildo dicolokkan ke vagina dan anus Savitri yang
beberapa saat lalu masih perawan itu. Erangan, rintihan dan geliat
tubuh Savitri yang kesakitan dan kepanasan itu malah seakan menambah nafsu
Ryoko yang bagai tanpa perasaan menikmati hidangan mewah di meja dekat Savitri
tergantung. Dan ketika Ryoko selesai menikmati
hidangannya, Savitri sudah hampir pingsan dengan keringat yang membanjir dan
bagian depan tubuh yang memerah bagai udang rebus.
Ryoko berbisik di telinga sang gadis
yang kepalanya terkulai lemah itu, “Jangan pingsan dulu karena aku belum lagi
mulai menyiksamu…”
Ia lalu memerintahkan sang bodyguard
untuk memanggul tubuh sang gadis yang sudah sangat lemah ke halaman belakang
villa besar yang menjadi sarang penyiksaannya itu. Halaman belakang itu sangat
luas, namun itu semua tak ada harganya di hadapan Savitri yang begitu kelelahan
menerima siksaan beruntun di tubuhnya, ditambah kenyataan kalau keperawannnya
baru saja direnggut paksa.
Savitri hanya pasrah ketika ia dipaksa
berbaring telungkup di rumput basah halaman belakang villa itu. ia begitu lelah
untuk sekedar melawan ketika diposisikan hingga wajahnya menyamping bertemu
tanah basah, sementara pantanya dibuat menungging tinggi. Dua batang leg
spreader diikatkan ke pergelangan kakinya serta di balik lututnya memaksanya
mengangkang, lalu kedua spreader itu dieratkan ke pasak yang tertancap di
tanah. Kedua tangannya diposisikan disamping tubuhnya yang menungging tak wajar
itu lalu juga diborgol ke leg spreader di mata kakinya. Lalu untuk menambah
kuncian di tubuhnya, lehernya diberi penahan hingga kepala sang gadis tak bisa
ditolehkan ke sisi yang lainnya. Dan sebuah ring gag besar dipasang oleh Ryoko
sebagai aksesori terakhir.
“Nikmati istirahatmu, Savitri…” kata
Ryoko sambil mengajak sang bodyguard meninggalkan Savitri terbelenggu
kedinginan oleh angin pegunungan, dan sengatan matahari yang menyakiti punggung
dan pantatnya yang menjulang tinggi.
Mulut sang gadis mulai kering karena liur
yang selalu keluar dari mulutnya yang membuka lebar itu. Ia menangis… Embikan
domba mengagetkan Savitri….Ia bisa melihat kaki-kaki domba yang berkeliaran
merumput di sekelilingnya, namun yang tak disangkanya, ia mendengar suara
orang….
“Euleuh euleuh…. Geuningan aya bondon
anyar nyi Ryoko….”
Savitri mencoba menjerit, namun ring gag
itu jelas mengenyahkan maksudnya, dan teriakannya tak membuahkan apa-apa… Ia
frustasi, ia bisa merasakan tangan kasar sang gembala meremasi pantanya, dan….airmata sang gadis kembali
membasahi rumput ketika penis sang gembala dengan bebasnya mengakses vagina dan
anusnya sesuka hati dan kemudia mengisi rahimnya dengan benih kotor. Sesudahnya,
dingin yang menusuk tulang menjadi teman bagi tubuh ternoda sang gadis…. Bunyi
jangkrik memenuhi malam ketika telinga Savitri mendengar langkah beberapa orang
mendekati dirinya….Ia menggumam… memohon Ryoko untuk melepaskan dirinya…Namun….
“Anjrit… Mang Odet teu ngabohong euy….
Alus pisan awakna iyeu bondon, yeuh.” kata orang itu, dan Savitri bisa
merasakan beberapa pasang tangan meremasi payudaranya, mengelusi tubuhnya…
kenyataan banyaknya sperma kering tak membuat nafsu mereka berkurang, malah
makin menjadi.
“Nyi Ryoko memang hebat, bisa
ngadapetkeun bondon elit jiga kieu…” kata seorang dari mereka.
“He’euh… bari Nyi Roko ngijinankeun
urang-urang ngijut bondon anyarna, garatis deui….”
Jiwa Savitri langsung terbang ke
kehampaan ketika ia mendengar bunyi celana yang diturunkan…. Dan kemudian ia
kembali disetubuhi, tanpa bisa menghindar.
“Jang… maneh di mana?” ujar orang yang
sedang memerkosa savitri sambil menelepon.
“Buru ka dieu…. Ajak nu lainna, nya…
he’euh… pokonamah kualitas nomor hiji nu ieumah… henceutna ngagriplah
pokonamah….Buruan nya… aing meju heula yeuh….uuuggghhhh!”
Berapa banyak yang harus ia layani?
Sementara dari balik tirai villa, Ryoko
nampak senang melihat pemuda-pemuda pengangguran, pengemis, pengamen, dan
gelandangan bergantian menikmati tubuh terbelenggu Savitri. Ia lalu memandang
ke arah sang bodyguard lalu tersenyum mengundang….Dan malam itu dua
persetubuhan terjadi….Persetubuhan liar Ryoko dengan sang bodyguard, dan
pemerkosaan massal yang dialami Savitri. Dan ketika Ryoko tertidur pulas
bersama sang bodyguard, Savitri harus menahan dinginnya angin malam yang
ditambah hujan lebat yang mendadak turun seakan ingin ikut menyiksa sang gadis. Mentari mulai meninggi ketika Savitri terbangun. Belenggunya telah dilepas,
namun Savitri terlalu lemah untuk bergerak… namun dengan sisa tenaga yang ada
ia bangkit untuk mendapati penis sang bodyguard yang berada tepat di hadapan
wajahnya. Ketika ring gag-nya dilepas, mulut sang gadis tetap membuka karena
masih terasa kaku. Ia disuruh berlutut, lalu penis itu mendesak masuk ke mulutnya hingga mentok. Sang bodyguard mencengkeram
kepala Savitri dan mulai memaju mundurkan kepala Savitri. Dengan tidak sabar
sang bodyguard menggerak-gerakkan pinggulnya dengan keras lalu menyemburkan
sperma kentalnya ke dalam mulut sang gadis. Ironisnya, Savitri sedikit
bersyukur karena bisa menghapus rasa dahaga yang melandanya.
Ia tak menolak chain strap yang
dipasangkan di lehernya, dan mengikuti dengan gontai langkah sang bodyguard
masuk ke dalam villa siksa.
*****
Savitri diberi makan
dan minum secukupnya tapi kemudian kembali diperkosa. Tiga hari tiga malam dalam
neraka bagi Savitri. Sesudah seluruh kekuatan fisik dan semangatnya terkuras
dan jiwanya remuk, Ryoko muncul kembali di hadapannya.
“Bunuh aja... aku....” pinta Savitri lemah, ketika berhadapan dengan Ryoko yang berdandan lebih kalem,
sebagaimana seorang executive lady yang sedang menikmati liburan
“Bunuh? Non wartawati,
aku bukan pembunuh. Tapi pengusaha baik-baik. Kerjaku bikin orang senang. Buat
apa aku bunuh kamu?”
Savitri tak kuat untuk
menantang lagi. Kemaluannya terasa sakit sesudah dipakai non stop.
“Kamu badannya bagus,
lho...” kata Ryoko. “Sayang kalau diumpetin terus. Gimana kalau pindah kerja
sama aku aja? Bayarannya lebih gede, kerjanya lebih enak.”
Savitri menggeleng.
“Tapi kamu nggak bisa
nolak. Aku ada job yang pantas buat kamu... Savitri?” Ryoko mengangkat kartu
identitas jurnalis yang diambilnya dari bawaan Savitri. “Aku punya nama yang
lebih bagus buat kamu. Thalia. Suka nggak?”
Savitri tidak diberi
kesempatan menjawab. Anak buah Ryoko kembali meringkusnya...
*****
Selama dalam penyekapan,
Savitri sempat berusaha tawar-menawar dengan Ryoko. Salah satunya dengan
menggunakan Irina. Savitri menuding Irina sebagai penyusup. Ryoko mengatakan,
kalau informasi itu asli, Savitri boleh bebas asalkan tidak mengungkap berita
tentangnya (tentu sambil mengancam bahwa dia akan diawasi). Sementara kalau
bohong.... Maka Ryoko pun memanggil Irina ke villa, sambil pura-pura mengamuk
dia mencoba mengkonfrontasi Irina. Tapi reaksi Irina yang menantang Ryoko untuk
membunuhnya dengan pisau bedah membuat Ryoko lebih percaya Irina daripada si
wartawati. Berminggu-minggu Savitri kembali menjalani neraka. Lebih parah
daripada sebelumnya. Tubuhnya tak hanya dipakai. Tapi juga diubah. Dia telah
menjadi objek rencana keji Ryoko... yang oleh Ryoko sendiri disebut “inovasi
jasa” dalam bisnisnya.
Dan sekarang...
*****
Begitu tudung itu
terbuka, Irina langsung menarik tali pengikat yang terhubung ke kalung ketat di
leher Savitri. Bukan, bukan lagi Savitri.
“Pak Prabu, ini
Thalia,” Ryoko memperkenalkan.
Sulit mengenali
Savitri yang dulu, yang sebagian besar tubuhnya tak kelihatan untuk umum. Yang
ada di hadapan Prabu adalah seorang perempuan yang telah dimodifikasi, bernama
baru Thalia. Payudaranya telah diperbesar sehingga kelihatan seperti sepasang
bola yang bergelantung padat di dadanya, dengan pentil mencuat seperti peluru.
Rambutnya merah, semerah bibirnya yang penuh dan basah. Dan bibirnya terpaksa
membuka memuat ball gag dalam mulutnya. Masing-masing telinganya ditindik dua
lubang dan digelantungi anting lingkaran emas besar. Kuku-kuku jarinya juga
diwarna merah, namun itu belum terlihat oleh Prabu karena kedua tangannya
diikat di belakang punggung. Dia mengenakan sepatu hak tinggi dan tubuhnya
hanya tertutup sabuk-sabuk kulit. Di depan pusarnya ada satu cincin besi
terhubung ke empat sabuk. Satu sabuk menghubungkan cincin itu ke kalung ketat
dan lewat di antara sepasang payudaranya yang diperbesar, dua melingkari
pinggang, satu lagi ke bawah menyelusup di kemaluannya yang tak tertutup lalu
naik lagi ke cincin lain di punggung. Cincin di punggung tidak terlihat karena
tertutup rambut merah yang panjang sampai ke sana. Sabuk yang melewati
kemaluannya juga menahan dua benda tepat dalam posisinya: dua vibrator, satu
dalam vagina, satu dalam anus.
“Suka nggak?” tanya
Ryoko.
Prabu tersenyum lebar
lalu mendekati Thalia. Ketika telah dekat dia mempelajari seluruh perubahan
yang dibuat Ryoko pada tubuh Thalia. Prabu meraba payudara baru Thalia, tidak
muat di satu tangan saja. Rambut merah menyala di samping telinganya disibak;
terlihat earphone masuk ke telinga Thalia. Ketika dicabut, dan Prabu coba
mendengarkan, yang terdengar adalah suara perempuan mendesah ketika disetubuhi,
juga meminta-minta disetubuhi dengan kata-kata mesum, sambil mengaku sebagai
pelacur, lonte, cewek murahan, dan semacamnya.
“Itu suara dia
sendiri, yang direkam terus kusuruh dia dengar lagi terus-terusan,” Ryoko
menjelaskan.
“Conditioning ya...
Atau hipnotis diri sendiri?” Prabu meneruskan pemeriksaannya. Lalu ke bawah.
Vagina Thalia banjir karena dirangsang terus.
“Moga-moga tidak ada
yang netes ke lantai, sayang karpetnya mahal, haha,” Ryoko bercanda. “Lagian
biar dia basah terus, supaya siap pakai.”
“Menarik...”
Ke atas lagi, Prabu
melihat bahwa kalung ketat yang dipakai Thalia punya liontin berupa tulisan
“BITCH”. Mata
Prabu memancarkan kepuasan ketika melihat tato di atas vagina Thalia mengikuti
alur perut bawahnya yang datar itu, tulisan “FUCK ME HARD” sementara di atas belahan pantat sekal Thalia ada tato “LONTE”. Wajah Thalia juga dirias
tebal. Kelopak matanya diwarnai kombinasi biru-ungu, alisnya dibentuk dengan
sulam alis. Prabu sedang memperhatikan bibir merah Thalia ketika Ryoko
menceletuk, “Itu dibikin permanen juga lho.”
“Permanen?”
“Iya. Eyeliner-nya
juga. Kalau lainnya sih nggak, tergantung yang ngedandanin aja.”
Prabu sekali lagi
memperhatikan gadis yang sudah diubah total itu. Lalu Ryoko menyodorkan dua
foto: satu foto penampilan lama Savitri, satu lagi foto telanjang Savitri
sebelum diubah.
“Seperti ini ya hasil
‘Sex Doll Project’ yang kamu tawarkan... Sangat menarik!” Prabu antusias.
“Kan udah kubilang, I
put your money into good use,” ujar Ryoko bangga. “Pasti lebih asyik daripada
patung cewek telanjang kan....”
“Pasti,” kata Prabu
singkat. “Tapi satu lagi: Performance. Kalau bukan cuma tampang... pasti hebat
banget.”
Ryoko menoleh ke
Irina.
“Your turn,” kata Ryoko sambil melangkah meninggalkan Prabu untuk menikmati sex
doll barunya itu
Dan Prabu benar-benar tidak kecewa. Di
dalam kamar mewahnya itu ia menikmati bagaimana Irina mengintimidasi Thalia,
menampari pantat sekal sang gadis, memecuti sang gadis dengan menggunakan
riding crop, lalu memerintah sang gadis untuk merangkak ke arah sang tuan, lalu
menurunkan resleting celana Prabu hanya dengan menggunakan gigi. Irina lalu menjambak rambut Thalia, membuka
paksa mulut sang gadis dan menekan kepala sang gadis hingga seluruh batang
penis sang tuan bersarang di hangatnya mulut dan kerongkongan Thalia. Sang tuan
begitu menikmati suara seruput dan kecipak mulut Thalia yang memulas penisnya,
menikmati sensasi lidah yang membasahi penisnya dengan liur yang berleleran
hingga ke buah zakarnya, bahkan sampai ke lubang anusnya. Prabu tak
tahan lagi, ia merenggut tubuh montok Thalia ke atas kasur dan segera menindih
tubuh sekal sang gadis dengan payudara baru yang kini habis diremasinya,
dicupanginya digigitinya. Dan gairahnya makin menggila ketika di belakang
pantatnya yang bergerak ritmis menumbuki selangkangan Thalia, Irina membuka
celah pantat sang tuan dan memberi anal rimming terhebat yang pernah dirasakan
Prabu. Akhirnya lelaki itu mengecup kening kedua gadis yang berada dalam
pelukannya. Ia lalu bangkit dari ranjang empuk tempat pertempuran birahi
mereka.
“Beristirahatlah kelinci-kelinci
kecilku. Kita akan bermain lagi nanti,” katanya sambil berganti pakaian.
Pintu kamar itu menutup…Savitri
menerjang Nisa hingga Nisa terjengkang dari tempat tidur. Gadis itu menyerbu
Nisa dengan membabi buta, namun Nisa dengan tenang melayani serangan membabi
buta Savitri yang penuh emosi itu hingga akhirnya Savitri kelelahan. Tamparan
keras dari Nisa mambuat Savitri terhuyung dan terhempas ke atas kasur. Savitri
meraung frustasi sebelum akhirnya menangis sejadinya. Ia merapatkan pahanya ke
dada, mendekap lututnya, merundukkan kepala, dan terisak. Cukup lama Nisa
membiarkan Savitri menangis sebelum akhirnya ia beringsut, mendekati Savitri
dan merangkulnya. Savitri merapatkan wajahnya ke dada Nisa dan kembali menangis
di sana.
“Aku benci kamu… aku benci kamu…” tangis
Savitri dalam pelukan Nisa.
Nisa membiarkan tangan sang gadis
memukuli punggung dan dadanya, ia biarkan Savitri meluapkan amarahnya.
“Kenapa kamu nggak tolong aku? Kenapa
kamu biarin mereka nyiksa aku, bikin aku seperti ini?” isaknya lagi.
“Aku nggak bisa balik lagi ke
kehidupanku… aku sekarang jadi apa…?”
Namun Nisa belum bisa berbuat banyak,
karena waktunya belum tiba. Ia harus kembali ke Ryoko… meninggalkan Thalia di
tangan Prabu.
****
Beberapa malam berikutnya…
|
Juanisa |
Malam itu Nisa kembali merasakan
kedamaian, ia kembali berada dalam pelukan ‘bapaknya’, Bambang Harjadi. Ini sudah kelima kalinya ia di-booking Kombes Bambang. Lama-lama Nisa
merasa bangga dapat mempersembahkan tubuhnya bagi idolanya, dapat memberikan
kepuasan ragawi bagi sosok yang sangat dikaguminya itu, dan ia merasa sangat
hangat dalam peukan lelaki itu.
Dan Nisa merasa sangat dihargai ketika
sang perwira mulai mengajaknya berbicara.
“Bagaimana kabarmu, nDuk?” tanyanya
sambil mengusap kepala Nisa, bagai mengusap anak kecil yang sangat
menggemaskan.
“Saya selalu siap menjalankan amanah
dari bapak,” jawabnya sambil mengelus dada sang perwira.
“Bagaimana kabar tentang wartawati yang
hilang itu?” tanya sang perwira. Nisa terkejut dan kagum atas ketepatan
informasi yang dimiliki sang perwira dan bagaimana Kombes Bambang mampu
mendeduksi bahwa ada kaitan antara kasus itu dengan Ryoko.
“Saya tidak bisa selamatkan dia…” kata
Nisa lirih, “Tubuhnya sudah diubah, dia tidak bisa apa-apa lagi kecuali menjadi
pemuas laki-laki.”
“Kamu sendiri?” tanya sang perwira, yang
kembali membuat Nisa sedih karena ia khawatir apakah masih bisa menjadi Ipda
Nisa yang dulu.
“Saya…. Saya siap jalani penugasan ini
sampai selesai…” jawab Nisa yang membuat sang perwira memberi kecupan kepuasan
di dahi sang gadis yang makin mengeratkan pelukan di tubuhnya.
“Maaf Pak… Bagaimana dengan komandan
Rasidi? Kalau info saya tidak salah… dia membocorkan penyusupan saya di
jaringan Ryoko ke Savitri. Dia mungkin mau mencelakakan saya, Pak.”
Sang perwira terdiam… skenario demi
skenario berseliweran dalam benaknya… dan akhirnya ia berkata.
“Biar aku sowan ke tempat tugas Rasidi….
Aku akan siapkan sesuatu untuk bereskan dia. Tapi setelah itu, kamu harus siap
hadapi Rasidi. Ia kejam…. Berhati-hatilah, nDuk. Dan kalau perhitunganku benar,
Ryoko akan bergerak untuk membantumu… dan caranya membantu akan dapat memberi
jalan untuk menghentikan sang ratu germo…”
Adrenalin Nisa timbul demi mendengar
rencana yang disampaikan sang perwira. Rasa girang dan terlindungi membuatnya
bahagia, maka sambil bangkit dan menurunkan selimut yang menutupi tubuh
telanjang mereka, Nisa berkata dalam desahan kepada sang perwira…
“Saya siap jalankan perintah Bapak… dan
saya akan layani Bapak sebaik-baiknya.”
Dan sang perwira mendesis nikmat ketika
Nisa memberinya deepthroat dan memberi liukan pinggul terhebat dalam posisi cow
girl yang liar….
****
“Goblok kamu Nisa! Kenapa telat laporin
transaksi Ryoko? Kita jadi kehilangan peluang tangkap dia!” sembur Rasidi, yang
beberapa jam lau habis dimaki-maki Bambang Harjadi yang melakukan inspeksi
mendadak ke kantornya didampingi beberapa ajudan.
Kini Rasidi balik memaki-maki Nisa di
kantor yang telah sepi karena hari yang telah malam. Hanya tiga anggota jaga
yang notabene pengikut setia sang komandan yang tetap ada di sana.
“Kamu sekarang udah lebih suka jadi
WTS-nya Ryoko ya!?”
Sambil berdiri dengan sikap sempurna
Nisa menahan semua kegeramannya. Secara struktural dan kode etik, ia tau kalau
ia tak bisa membantah sang komandan. Terlebih ia sudah bersumpah pada
panutannya untuk bertahan walau apapun yang terjadi….
“Siap, tidak Komandan!” hanya itu yang
bisa dia katakan.
Rasidi menekan intercom dan
memerintahkan tiga petugas piket untuk masuk ke dalam kantornya. Ia segera
memberi perintah.
“Telanjangin perek ini, dia nggak pantas memakai seragam
polisi!”
“Siap Komandan!” kata ketiga orang yang
tanpa hati mau saja melaksanakan perintah yang tidak layak itu. Nisa mencoba
meronta, namun tenaganya jelas kalah melawan tiga serigala kelaparan yang
menangkap mangsa. Seragam yang dikenakan Nisa dengan rasa bangga kini
tergeletak di lantai, dan tak lama kemudian pakaian dalamnya direnggut paksa.
Tubuh sang gadis dipaksa menelungkup di
meja dinas sang komandan dengan tangan ditelikung ke belakang tubuhnya. Nisa
terus berusaha meronta. Ia melihat Rasidi melangkah ke belakang tubuhnya.
Dan…Swoooossssshhh……CTAAAARRRR!!!!
Nisa menjerit dari dasar paru-parunya. Sabetan rotan
yang biasa digunakan Rasidi untuk menyiksa tahanan menyentuh bagian belakang
kedua pahanya dan meninggalkan bilur keunguan di kulit mulus sang gadis. Lalu
pecutan itu bergerak liar sekenanya, di betis, di pantatnya. Dan ketika
tangannya dipaksa terentang ke samping, gilran punggungnya yang menerima
belaian rotan itu.
Dan jeritan terdengar ketika sabetan
rotan itu menghantam vaginanya.
“Enak, kan, lonte?” bentak Rasidi sambil
menurunkan celananya. “Sekarang, kamu jadi lonte buat kita aja!” katanya dengan
penuh ejekan sambil menghujamkan penisnya ke dalam anus Nisa. Nisa kembali
menjerit-jerit kesakitan dan mendesis-desis menahan perih karena ketiga
serigala lainnya menjilati bekas luka di tubuhnya, juga meremasinya dengan
kasar, sekasar sentakan penis Rasidi di anusnya. Polisi
bejad itu lalu mencabut penisnya dari anus Nisa yang kini menganga, lalu ia
memerintahkan anakbuahnya untuk menelentangkan tubuh Nisa di atas meja kerjanya
lalu mengatur posisi sang gadis hingga kepalanya terjuntai di ujung meja. Nisa melejang-lejang….
Dengan buas Rasidi memperkosa mulut Nisa
menggunakan penis yang baru saja bersarang di anusnya. Ia tersedak oleh penis
yang dilesakkan dengan kasar ke dalam tenggorokannya, hingga ia megap-megap
bahkan muntah dan mengotori wajahnya. Sementara di selangkangannya yang terjuntai… para
serigala berseragam polisi mulai menghujamkan penis mereka di vagina dan anus
sang gadis. Mereka begitu girang karena bisa menikmati polwan tercantik di
kesatuan mereka yang selalu menjadi objek masturbasi mereka. Nisa begitu lemah,
tubuhnya bagai kain usang yang dilempar ke sana-ke mari seenaknya, dipergunakan
untuk memuaskan birahi mereka. Akhirnya keempat orang itu menghela nafas lega.
Nafsu mereka sudah terlampiaskan. Mereka memandang tubuh Nisa yang tergeletak
di lantai, luluh lantak, penuh luka, cupangan, bekas remasan dan tamparan,
serta belepotan sperma. Mereka puas bisa merendahkan gadis itu, membuatnya tak
berharga. Rasidi lalu berkata pada anak buahnya,
“Lempar pelacur ini ke dalam sel, biar
malam ini dia ladeni bajingan-bajingan di dalam sana.”
Nisa begitu lemah, ia tak sanggup lagi
meronta ketika diseret ke dalam sel besar yang berisi sekitar sepuluh tahanan
yang segera bersemangat karena mendapatkan penghangat tubuh di malam itu.
Malam itu neraka menghampiri Nisa.
****
Ryoko yang cemas karena sudah tiga hari
tak mendengar kabar Irina segera mendatangi kamar kos sang gadis.
“Astaga! Irina…. Apa yang terjadi?”
Ryoko panik melihat luka di sekujur tubuh sang gadis, juga bekas gigitan dan
cupangan yang belum lagi sembuh.
“Aku diciduk dan diinterogasi polisi…
Mungkin gara-gara fitnah Savitri…”
“Dia lagi…” umpat Ryoko.
“Dia sudah membayarnya, kak…” bela
Irina, “polisi saja yang sudah terlanjur curiga”
“Apa kamu….”
“Cuma liurku, muntahanku, dan peju
mereka yang nggak kutampung yang keluar dari mulutku.”
Ryoko tertegun dengan keketusan Irina,
namun ia sadar, ia memang takut Irina tak kuat siksaan dan akhirnya ‘bernyanyi’
pada polisi.
“Maafkan aku Irina…. Mari, kita pulihkan
tubuhmu dengan perawatan terbaik. Dan jangan takut… aku akan mengatur
orang-orangku untuk memberi pelajaran kepada bajingan itu.
‘Benar-benar
seperti dugaan bapak…’ batin Nisa yang semakin kagum dengan panutannya itu,
yang memiliki pemandangan jauh ke depan.
Dan dengan langkah perlahan, ia
mengikuti Ryoko….
***
Wajah Rasidi pucat pasi bagai kapas,
ketika rekaman video penyiksaannya pada Nisa terpampang jelas di ruang kerja
Bambang Harjadi…..Dan perintah mutasi dan demosi menjadi hukuman baginya. Dia
dipindah ke sektor terpencil di perbatasan timur negara… .Kelak Nisa akan
melihat lagi nama Rasidi di koran, sebagai korban tewas ketika pos yang
dipimpinnya diserang gerombolan separatis.
Dan yang tidak masuk koran namun diberikan kepadanya oleh Kombes Bambang
Harjadi, foto-foto wujud terakhir Rasidi di dunia. Mayat termutilasi yang
kehilangan berbagai anggota tubuh, termasuk yang pernah dipakainya menyiksa
anus dan mulut Nisa. Sementara ketiga bawahannya “bernasib buruk". Ada yang
dikeroyok massa yang diprovokasi orang suruhan Ryoko. Ada yang mati di atas
perut seorang pelacur murahan yang dengan sengaja menaruh racun ke dalam
minuman. Dan yang seorang lagi ditabrak truk besar…
***
“Aku masih ingat cara kamu melihatku
waktu pertama kali kita ketemu, Irina,” kata Ryoko lembut. Mereka telah berada
jauh dari kota. Ryoko membawa Nisa ke suatu spa di pinggir laut, milik salah
seorang langganan lamanya.
“Apa yang kamu lihat waktu itu?” Nada
bicara Nisa lemah pasrah. Tubuhnya yang lelah memang sudah tidak sesakit ketika
dia baru saja lepas dari siksaan namun belum pulih. Dia telungkup telanjang di
atas ranjang selagi seorang perempuan tukang pijat melemaskan otot-ototnya.
Sesekali dia merasakan tangan Ryoko ikut mengelusnya.
“Diriku waktu dulu, Irina…” kata Ryoko.
Selanjutnya Ryoko menyuruh si tukang pijat pergi.
“Eh, kok si Mbak disuruh pergi?” Nisa
heran.
“Biar aku sendiri yang melayani kamu
kali ini…” kata Ryoko. Kemudian Ryoko mulai memijat punggung Nisa.
“Aku masih bisa ilmunya…” kata Ryoko.
“Dulu sekali aku mulai dengan memijat. Sebagian besar yang kupijat laki-laki.
Aku belajar tentang tubuh manusia dari memijat. Termasuk bagian itunya
laki-laki yang sebenarnya otak sejati mereka…”
“Ahhmmm,” Irina menggumam keenakan. Rasa
aman dan tenang melanda dirinya, disampaikan oleh sentuhan Ryoko, selagi Ryoko
meneruskan cerita masa lalunya. Ryoko yang awalnya bekerja sebagai terapis
pijat plus-plus jadi kenal banyak laki-laki, dan sempat jadi simpanan seorang
pejabat. Ketika kepergok istri pejabat itu, dia pun diusir dan kembali ke dunia
malam. Relasi-relasi lamanya kadang mengontak dia lagi, baik untuk membooking
dia maupun meminta dia mencarikan penghibur. Lama-lama Ryoko “naik kelas”. Dia
pacaran dengan seorang aparat dan dibiayai kuliah, sehingga kehidupannya pun
menanjak. Lulus kuliah, dia gagal dinikahi aparat itu karena tidak disetujui
orangtuanya, lalu dia pun beralih ke pelukan seorang pengusaha. Tapi lagi-lagi
kisah cintanya kandas karena pengusaha itu kurang percaya dengan Ryoko.
Sementara itu dunia malam tak pernah lepas dari dirinya. Orang terus
memanfaatkan jasanya. Akhirnya Ryoko pun menjadi germo dengan jaringan
prostitusi kelas atas yang besar.
“Balik badan,” kata Ryoko. Nisa
mengikuti perintahnya. “Aku ingin berikan sesuatu buat kamu…”
Nisa telentang di atas ranjang pijat.
Ryoko duduk di sebelahnya. Spa itu adalah spa mahal dengan privasi terjaga dan
pemandangan luar biasa; kamar tempat mereka berada berjendela besar, membuka ke
arah laut. Tidak bakal ada yang mengintip karena kamar itu terletak di pinggir
tebing yang langsung berbatasan dengan laut. Nisa melihat Ryoko berpenampilan
“geisha” seperti biasa, dengan rambut digelung di atas kepala dan kimono hitam.
Ryoko mulai memijat payudara Nisa.
Dimulai dengan menepuk-nepuk bagian samping, lalu memijat sampingnya dengan
menekan ke atas sehingga sepasang bukit itu membusung lalu melepasnya,
berkali-kali.
“Hihi,” Nisa kegelian. “Ini biar apa,
biar gede?”
“Enggaklah. Biar enak aja. Kalau mau
bikin gede apa mau dibikin seperti si Thalia?”
Keduanya cekikikan genit. Kalau hanya
mendengar itu saja, orang akan mengira ada dua gadis remaja bercanda. Bukan
seorang polwan dan germo.
Dan Ryoko melanjutkan dengan menyentuh
kedua puting Nisa dengan ibu jari dan telunjuk. Dengan lembut dia memutar
keduanya, searah jarum jam lalu berbalik.
“Enak?” tanyanya.
Nisa mengangguk sambil tersenyum. Lalu
Ryoko menaruh kedua telapak tangan di atas masing-masing puting dan kembali
melakukan gerakan memutar. Kemudian pelan-pelan dia menarik ke atas puting Nisa
satu demi satu, mencubit halus dengan ibu jari dan jari tengah, membuat puting
Nisa mencuat. Gerakannya sangat lembut dan perlahan. Nisa menggelinjang dan
mendesah keenakan.
Ryoko lalu turun memijat bagian depan
betis Nisa, naik ke atas ke paha, lalu pangkal paha.
Pijat sensual itu mencapai bagian paling
sensitif. Ryoko membasahi tangannya dengan minyak aromaterapi lalu
menggosok-gosokkan kedua tangannya. Dengan lembut dia mengusapkan minyak ke
sekujur bagian luar kewanitaan Nisa, bibir luar kiri dan kanan, terus ke bawah
sampai anus. Ujung ibu jarinya mengelus bagian luar anus Nisa lalu berjalan ke
atas, ke ujung bawah rekahan vagina. Rekahan itu dibuka lembut dengan kedua ibu
jari, kedua bibir bawah luar Nisa dipijat-pijat, lalu Ryoko masuk lagi ke
dalam. Terlihat bibir-bibir itu membengkak, tanda Nisa terangsang.
Jari-jari Ryoko lalu mengelus klitoris
Nisa. Dua jarinya merangsang kacang kecil penuh syaraf sensitif itu. Ryoko
merasakan Nisa terus menggelinjang, meracau tak keruan karena keenakan. Nisa
memang terbawa oleh suasana kamar yang membuai, musik yang menghanyutkan, dan
sentuhan Ryoko yang memabukkan. Sejenak dia melupakan bahwa yang sedang
memberinya kenikmatan adalah orang yang akan dia seret ke pengadilan dan
penjara kelak. Vaginanya sudah banjir, cairannya sendiri bercampur pelumas dari
tangan Ryoko. Apalagi Ryoko juga berbisik-bisik di telinganya memuji
kecantikannya.
“Irina… Ayo buka kakimu buat aku…” Nisa
mengangkang dan Ryoko bersimpuh di depannya.
Ryoko lalu mencolokkan jari tengahnya ke
dalam liang kewanitaan Nisa dan mulai mencolek-colek G-spot Nisa di dalam.
Setelah beberapa colekan jari telunjuknya ikut masuk menggoda. Menekan,
memutar-mutar. Ryoko memperhatikan reaksi Nisa terhadap semua perubahan
gerakannya dan menyesuaikan. Sesudah menemukan tempat yang tepat, Ryoko
merangsangnya tak henti-henti, membawa Nisa mendaki puncak gairah. Dinding
dalam vaginanya mulai terasa menggembung.
“Ayo terus sayang, enak kan dirangsang
gini? Enak ya Irina? You sound so sexy babe… Scream for me, ayo Irina, aku
pengen kamu ngejerit keenakan sayang…” Ryoko juga terus merangsang otak Nisa
dengan kata-kata. Nisa mulai merasakan ada sesuatu yang tak tertahan. Bukan,
ini bukan orgasme biasa… Ada sesuatu yang lebih yang mau ikut keluar. “Ahh…
AHN! RYO…KO!... DKIT… LAG…GIH! KLU… ARH!” racaunya.
“Rileks, Irina… Jangan ditahan…!”
perintah Ryoko. Dia tahu bahwa apa yang hendak diberikannya, sebenarnya harus
dihasilkan sendiri oleh Nisa.
“AHHHH!!! HHHNGGG!!!”
CRAATTT!!
Ryoko langsung menarik tangannya ketika
air bening memancar dari dalam vagina Nisa. Nisa merasa seperti meledak; dia
mendapat squirting orgasm untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia sampai merasa
pandangannya berkunang-kunang. Tubuhnya seperti meledak, dibuyarkan kenikmatan
yang memancar ke mana-mana. Jeritannya panjang dan keras, membuat Ryoko tersenyum
bangga. Ryoko langsung memeluk dan mencium pipi Nisa yang terengah-engah
sesudah semburannya berhenti. “I hope you like my gift,” bisiknya. Nisa tak
kuasa menjawab, karena masih dilanda euforia.
*****
Nisa terbangun beberapa jam kemudian,
sesudah tidur pulas karena orgasme yang kuat. Ryoko sudah tidak bersamanya.
“Ke mana dia?” Nisa mencari pakaian di
dalam kamar spa itu. Dilihatnya kimono handuk. Di dalam sana juga ada shower,
sehingga Nisa memutuskan untuk mandi air panas dulu, lalu dia mengenakan kimono
handuk itu dan keluar kamar.
Ketika berjalan di koridor, Nisa
mendengar jeritan perempuan. Ryoko?
“Hyaahh!!”
BUGG!
Nisa langsung berlari menuju arah suara.
Dia membuka satu pintu.
BUKK! DHESS!
Dan di dalam ruangan itu dilihatnya
Ryoko sedang bertarung dengan seorang laki-laki.
Ruangan itu adalah ruangan gym, di
tengahnya ada ring dan Ryoko di sana sedang sparring dengan seorang
bodyguard-nya. Baru kali ini Nisa melihat Ryoko seperti itu. Ryoko ternyata
cukup menguasai kickboxing. Namun si bodyguard sepertinya diminta untuk serius
karena dia tidak cuma jadi sansak. Sesudah menangkis satu tendangan Ryoko dan
menerima satu lagi tanpa bergeser, dia balas menerjang Ryoko sehingga Ryoko
terpental mundur sampai tali ring. Seolah-olah mau menghancurkan musuh dia
berusaha menginjak Ryoko yang terhuyung hampir jatuh. Ryoko dengan gesit
berkelit memutar lalu menarik lengan si bodyguard sekaligus mengacau
keseimbangan lawannya—jurus aikido—dan membuat tubuh besar si bodyguard
terbanting ke kanvas.
Pada saat itulah Ryoko melihat Nisa.
“Oh, sudah bangun?” sapanya.
“Aku baru tau kamu bisa bela diri juga,”
kata Nisa. Sebagai polwan yang punya kemampuan bela diri, Nisa jadi penasaran
ingin menjajal kemampuan Ryoko. Tapi dia menahan diri. Itu bisa membuka
penyamarannya.
“Ah, ini cuma hobi. Ya… mungkin ada
gunanya juga. Cewek kayak kita harus selalu bisa jaga diri kan?” Ryoko lalu
pasang kuda-kuda lagi melihat si bodyguard bangun. “And more than that…”
Tubuh anggun Ryoko melayang dalam
tendangan terbang ke arah muka si bodyguard, yang langsung menghindar. Nisa
tidak bisa tidak mengagumi gerak keduanya. Si bodyguard menubruk dan memiting
Ryoko dari belakang. Ryoko tak bisa lepas dalam rangkulannya… atau tidak? Ryoko
langsung menjatuhkan diri sambil menyeret tubuh si bodyguard ke bawah sehingga
keduanya jatuh berdebam di kanvas.
“I find it…” Ryoko bangun lebih cepat,
dia langsung melilitkan tubuhnya ke si bodyguard. Tak lama kemudian si
bodyguard dalam posisi tak berdaya, lehernya terjepit sepasang paha Ryoko
sementara lengan kanannya ditelikung…
“…sexy.”
Ryoko berdiri, menarik lengan si
bodyguard yang masih ditelikung sambil menginjak kepalanya. Laki-laki bertubuh
besar itu dipaksa menungging dengan kepala diinjak.
“Irina! Lemparin yang di atas bangku
itu,” perintahnya. Nisa memungut benda yang dimaksud. Borgol… Dia lemparkan
sepasang gelang baja berantai itu tepat ke Ryoko, yang dengan lihai
menangkapnya tanpa melepas kuncian, dan langsung menggunakannya untuk
membelenggu kedua pergelangan si bodyguard.
|
Amry |
“Amry ini kalah taruhan denganku,” kata
Ryoko yang kemudian duduk di atas tubuh si bodyguard yang bernama Amry itu.
“Tadi pagi dia ngaku bisa ngalahin aku di ring. Yaudah, kita taruhan. Kalau dia
benar bisa bikin aku KO atau nyerah di atas ring, dia boleh merkosa aku,
hihihi… Kalau nggak terserah aku mau ngapain dia. Mau ikutan ngerjain dia gak?”
“Ayo,” Nisa tersenyum dan setuju. “Mau
diapain?”
“Di situ ada pelumas. Bawain ke sini,”
kata Ryoko sambil menunjuk ke satu tas di dekat ring.
Nisa mengambil botol pelumas. Sambil
terus menduduki Amry yang berposisi menungging, Ryoko melumuri tangannya dengan
pelumas, lalu dia berubah posisi sehingga duduk mengangkang di atas pantat
Amry, menghadap ke belakang. Ryoko lalu meminta Nisa juga melumuri tangan
dengan pelumas.
“Kita ‘petik mangga’ dia,” kata Ryoko.
Nisa awalnya tak ngerti apa yang
dimaksud, tapi dia langsung paham begitu Ryoko mencontohkan. Ryoko memelorotkan
celana pendek dan celana dalam Amry, lalu tangannya menjalar ke selangkangan
Amry. Tangannya mengelus-elus kejantanan Amry sambil sekali-sekali juga memijat
pantat. Nisa ikutan dengan memain-mainkan dua bola dalam kantung pelir Amry.
“Kamu tau kapan laki-laki pasti cuekin
ceweknya, Irina?” kata Ryoko.
“Kalau sudah bosan?” Nisa menanggapi.
Ryoko menunjuk ke lubang anus Amry. Nisa
berinsiatif menggoda si bodygoard dengan mengelus dan kemudian menjilat bagian
luar lubang itu, membuat Amry mendesah kaget sekaligus keenakan.
“Banyak cowok suka dimainin itunya, tapi
kebanyakan cewek jijik,” celetuk Ryoko. “Padahal… tuh lihat… ngacengnya tambah
keras kan?” Memang, batang Amry tambah keras, menggantung ke bawah.
“Kamu suka kan dimain-mainin bo’olnya?
Ngaku aja… Nih kontol kamu jadi keras gini!” kata Ryoko menantang Amry. Amry
tak menjawab. Ryoko iseng mencolokkan jari tengahnya ke lubang pantat Amry dan
laki-laki itu keenakan.
“Laki-laki cuma pengen sampai CROT aja,
habis itu pasti ceweknya dicuekin,” Ryoko melanjutkan. “Puas, tinggalin. Semua
cowok gitu. Makanya, kita pikir sebaliknya. Supaya cowok gak ke mana-mana…
bikin dia mau crot,” Ryoko dan Nisa makin gencar mengocok ereksi Amry, “habis
itu…”
Kemudian Ryoko berhenti, dan menjauhkan
tangan Nisa.
“Kita LARANG dia crot.”
Amry terdengar menggumam mengeluh.
“Kamu tau? Laki-laki jadi lebih
perhatian ke perempuan sebelum dia crot, karena ada maunya. Jadi supaya dia
terus perhatiin kita… jangan kasih apa yang dia mau, tapi GODA terus. Kalau
sudah gitu, dia bakal berbuat apa aja asal kita bolehin dia crot,” kata Ryoko.
“Kita kendaliin ini…” Ryoko menggenggam
kemaluan Amry yang mau melemas, tapi langsung dibangunkan lagi dengan beberapa
kocokan, “…dia jadi budak kita.”
Ryoko lalu menyuruh Amry berdiri dan
keluar ring. Ketiganya pindah ke kamar lain, satu kamar tidur. Amry menurut
seolah budak kepada Ryoko. Dia tak melawan ketika dia disuruh duduk di satu
kursi dan tangannya diborgol di belakang kursi. Nisa mengerutkan alis
melihat Ryoko sudah membawa sesuatu. Tali seperti tali sepatu. Ryoko lalu
melilitkan tali itu sekeliling pangkal kemaluan dan kantong pelir Amry. Di
bagian atas dia mengetatkan tali sepatu itu lalu melilitkannya lagi ke bawah,
ke pertemuan batang dan kantong. Lalu sekali lagi mengelilingi pangkal kantong
pelir. Terakhir Ryoko menyimpul tali itu di atas pangkal penis Amry. Amry terlihat
meringis. Bukan kesakitan tapi pasrah. Ereksinya tadi sedikit melemah. Ryoko
menyuruh Nisa mengocokinya. Tanpa pelumas, Nisa mengelus-elus lembut batang
itu, yang langsung menegang. Selagi penis Amry tegak, ikatannya juga terasa
makin erat. Amry melihat ke bawah dengan tak berdaya, memperhatikan pelacur
bosnya terus membelai-belai dan kemudian mengoral kemaluannya. Lima menit
berlalu. Amry mengeluh. “Uhh… Kok gak keluar… pengen…”
“Kenapa, nggak bisa crot yaa? Duh
kasihaaan…” ejek Ryoko yang ikut-ikutan menggoda Amry dengan mengelus-elus dada
Amry. Kemaluan yang terikat itu disiksa dengan berbagai cara oleh kedua wanita
penggoda. Dikelitiki, dicubit-cubit, dijilat kanan kiri, dihisap. Amry
belingsatan dan mengerang-erang tapi tak kunjung dapat kepuasan karena semburan
orgasmenya terhambat di cekikan tali.
“Kamu pengen apa Amry?” tanya Ryoko
“Pengen… crot…” pinta Amry lemah.
“Enak aja,” Ryoko menampik. “Dilarang
crot sebelum kamu bikin aku dan Irina puas!”
Amry mengangguk-angguk, dia tak punya
pilihan selain memuaskan nafsu majikannya. Ryoko terus menyiksa Amry dengan
merangsang puting Amry. “Kalau enak, ayo mendesah!”
“Annhhh… aahhg!” Amry menggeliat-geliat
keenakan. Tiba-tiba bibirnya dibekap bibir Ryoko. Sementara Nisa terus
mengocoknya.
“Berdiri dari kursi,” perintah Ryoko.
Amry berdiri. Ryoko duduk di kursi lain, sebuah sofa. “Berlutut!” perintah
selanjutnya. Si bodyguard yang sudah jadi budak itu pun menurut, berlutut di
depan Ryoko. Ryoko pun membuka seluruh pakaiannya. “Buka baju juga, Irina,”
katanya ke Nisa yang sekarang tidak sedang melakukan apa-apa.
“Isep pentilku,” perintah Ryoko. Amry
langsung melakukan apa yang disuruh, mencumbu dan memain-mainkan puting
payudara kiri Ryoko dengan bibir dan lidahnya. Ryoko lalu memanggil Nisa
mendekat. “Kamu juga, Irina,” perintahnya. Jadilah Nisa ikutan. Ryoko keenakan
kedua payudaranya diisap. Seolah ibu yang punya bayi kembar beda jenis kelamin.
Rintih nikmat Ryoko membuat kedua “anak” tahu bahwa si germo sedang penuh
gairah. Selagi mengenyot pentil Ryoko, Amry juga meremas lembut dan memijat
payudara Ryoko. Nisa merasakan geliat paha Ryoko di dekat tubuhnya, pertanda
sesuatu sedang membara di selangkangan Ryoko. Dan ketika menoleh ke arah sana
tampaklah aliran di antara kedua paha putih itu. Kepala Amry ditekan turun
sehingga kini dia menjilati perut, dan turun lagi…
“Bikin aku puas.”
Amry pun menyurukkan kepalanya di antara
sepasang paha Ryoko. Lidahnya mulai menjelajahi daerah intim Ryoko, menggoda
klitoris Ryoko yang membesar terangsang.
“Oh, yess…” desis Ryoko. Dia
menyorongkan selangkangannya ke mulut Amry, tangannya mencengkeram kepala Amry
selagi dia menggeliat. “Terusin… “ Lalu dia menyentuh dagu Nisa dan menarik
wajah Nisa mendekat. Nisa kaget ketika Ryoko menciumnya mesra.
Amry terus merasakan daging kewanitaan
Ryoko. Ryoko meminta Nisa mengangkang menghadapnya di pangkuannya. Amry jadinya
disuguhi selangkangan Nisa juga, dan Ryoko memerintahkan dia menyervis Nisa.
Lidah Amry ganti menyentuh bagian-bagian pembangkit gairah Nisa dan bibirnya
menyedot itil Nisa. Nisa merintih keenakan menanggapinya. Amry menjilati naik
turun kemaluan Nisa, berlama-lama di klitoris Nisa. Sementara tugas merangsang
Ryoko dialihkan ke jarinya yang mulai keluar masuk merangsang di sana. Ryoko
pun membalas perlakuan Nisa tadi dengan ganti menciumi dan mengisap payudara
Nisa.
Dan, sewaktu Ryoko mengerang, “Ahh fuck
me,” Amry tahu majikannya sudah tak tahan dan ingin merasakan batang keras
dalam vagina. Tapi dia akan memberi kenikmatan pertama dulu. Jari-jarinya makin
gencar merangsang Ryoko, yang membalas dengan menggoyang selangkangannya,
sambil merintih lirih. Tiba-tiba orgasme datang. Tubuh Ryoko menegang, lalu
mengejang disertai lolongan panjang. Tapi Amry tidak berhenti… malah dia
teruskan menjilati dan menggodai kemaluan Ryoko. Tak lama kemudian, orgasme
terjadi lagi, sekujur tubuh Ryoko bergetar keenakan. Ryoko memejamkan mata
dalam keadaan dilanda kenikmatan, terengah-engah. Tangannya menjulur dan
menggenggam penis Amry yang terus tegang.
“Kamu pengen crot?” tanyanya.
“Iya, Non Ryoko,” kata Amry.
“Belum boleh sampai Nisa puas juga,”
kata Ryoko, “Dua kali.”
Nisa memperhatikan penis Amry,
urat-uratnya menonjol. Ryoko menyuruhnya duduk di pangkuan Amry. Bukan cuma
duduk tentunya. Nisa membuka kemaluannya untuk kejantanan Amry, mengangkang dan
berposisi berhadapan dengan Amry. Keduanya mengerang selagi Nisa menurunkan
tubuhnya sepanjang penis Amry. Dia sendiri sudah basah. Jepitan vagina Nisa
membuat Amry terengah keenakan, tapi dia ingat apa yang harus dia lakukan, dan
Amry mulai menggenjot Nisa dengan kuat. Nisa membalas tiap tusukan, mengulek
kemaluan Amry dalam dirinya, menggesek-gesekkan klitorisnya. Amry diperlakukan
seperti mesin pemuas wanita. Nisa merangkul Amry dengan lengan dan bahunya
selagi orgasme pertama melanda.
“Stop,” perintah Ryoko. Amry berhenti
bergerak, Nisa ambruk memeluknya.
“Kamu mau crot, Amry?” kata Ryoko.
“Iya…” kata Amry lemah, tak bisa
ejakulasi karena penisnya masih diikat.
“Silakan…” Ryoko melepas ikatan di
seputar kejantanan Amry. Nisa tahu Amry tak akan tahan lama dan bakal
menyemprotkan simpanan spermanya di dalam. Amry tidak pakai kondom. Tapi Nisa
sudah mengamankan diri sejak pertama ditugasi menyamar dengan suntik KB.
Amry kembali mengentot kemaluan Nisa
yang basah, berusaha memuaskan diri dengan meraih orgasme yang dari tadi tak
bisa dilakukannya.
Ryoko mendekati mereka berdua, lalu
berkata, “Ayo crot di dalam lonteku ini, Amry… Kasih dia peju kamu
sebanyak-banyaknya!”
Kata-katanya mendorong Amry. Semburan
air maninya sekaligus mengaktifkan semburan kenikmatan dalam otaknya, dan
memenuhi ruang kewanitaan Nisa dengan sperma. Nisa menjerit lemah selagi
kemaluannya dibanjiri peju, karena terlanda orgasme lagi. Nisa begitu
menikmati hiburan ringan yang di berikan Ryoko ke padanya.
To be continued....
By: Ninja Gaijin &
Pimp Lord
Cerita yang bagus dengan nalar masuk akal. Ane punya beberapa thema yang mungkin dapat dijadikan bahan beberapa cerita, dan lumayan isi weblog boss Shu agar hidup dan rame lagi seperti dulu. Kalau bisa kita sharing untuk bikin co-production - alamat ane elzhakhar@hotmail.com. Juga tentu tawaran ini berlaku bagi semua mupenger's.
BalasHapuselzhakar@hotmail.com alias satyrosaurus.
Maaf bos... Ada yg aneh Di alur ceritanya....
BalasHapusRyoko mengambil semangkuk balsem,
lalu memoleskan balsem itu ke vagina hingga ke
belahan pantat sekalnya,
terus dilanjut dg
Hentakan penis sang bodyguard membuat Savitri
menjerit kesakitan dan frustasi, keperawanannya
direnggut semena-mena oleh orang yang tak
dikenalnya, serta dalam kondisi tersiksa seperti ini,
namun apa dayanya, darah keperawanan telah
mengalir.
Yg jd tanda tanya, apa g kepanasan tuh bodyguard??
Trus kok ada pengulangan cerita di bagian 3 ini??
Sekali lg maaf y bos....
gan font tulisannya bisa di gedein ngaak?sakit mata baca pake font ini
BalasHapus