Seri ini merupakan kelanjutan dari cerita kami “Seks Cewek Pengantin 3 – Sasha, Alyssa dan Pak Anton” Disarankan bagi pembaca untuk membaca terlebih dahulu cerita tersebut sebelum membaca seri ini agar tidak kebingungan sekaligus mengetahui latar belakang kisah ini.
#####################################
Chapter 01: Lusty Melody
Sasha |
Pak Anton pun kian memeluk erat benda itu seolah berusaha menyerap kelembutan benda itu. Dengan gemasnya, ia membenamkan wajahnya ke benda itu, namun semakin lama, ia merasa semakin sesak saat wajahnya terbenam di benda yang dipeluknya itu dan lagi tidak ada reaksi yang ingin ia dengar.
Dengan penasaran, Pak Anton membuka matanya, dilihatnya ia sedang terbaring sendiri diatas ranjangnya sambil mendekap sebuah bantal.
“Hrrgh... Sial, bantal rupanya...” gerutu Pak Anton saat melihat benda yang sedari tadi didekapnya dengan penuh penghayatan rupanya tak lain hanyalah sebuah bantal.
Dengan agak malas, Pak Anton bangkit dari ranjangnya dan dilihatnya situasi disekelilingnya. Waktu masih menunjukkan pukul 5.30 pagi. Didalam kamar itu tidak ada siapa-siapa selain dirinya yang masih terduduk diranjang. Pak Anton lalu beranjak turun dari ranjangnya seolah mencari sesuatu. Dihampirinya teras villa miliknya itu, tidak ada siapa-siapa disana dan juga di taman villa yang dapat dilihat dengan jelas dari balkon kamar itu. Pak Anton kemudian beranjak menuju ke kamar mandi dalam kamarnya, pintu kamar mandi itu tidak terkunci dan sudah tentu tidak ada siapapun didalamnya karena shower kamar mandi yang rusak.
Pak Anton lalu keluar dari kamarnya dan hendak melanjutkan pencariannya. Namun, saat ia membuka pintu, sayup-sayup ia mendengar suara nyanyian merdu yang mengalun pelan dari kamar yang terletak disamping kamar tidurnya:
Pak Anton tersenyum saat mendengar suara nyanyian itu. Dengan pelan, dibukanya pintu kamar itu sedikit dan ia mengintip lewat celah pintu itu. Dilihatnya Sasha sedang duduk disamping Alyssa yang tampak nyaris tertidur. Sasha membelai kepala Alyssa dengan lembut agar putrinya itu bisa segera tidur sambil terus bersenandung merdu.
Pak Anton hanya berdiri diam dibalik pintu kamar itu sambil menikmati senandung merdu Sasha. Dilihatnya bantal yang tadi dipeluknya sepenuh hati dan rupanya masih dibawanya tanpa sadar karena ia baru saja bangun. Pak Anton tersenyum lebar, sekali lagi dipeluknya bantal itu dan dihirupnya aroma wangi semerbak dari bantal itu. Pak Anton tahu betul aroma wangi itu yang tak lain adalah aroma tubuh Sasha. Pak Anton kembali memeluk erat bantal itu sambil membenamkan wajahnya untuk mencium aroma tubuh Sasha yang masih tersisa di bantal itu. Sejenak ‘senjata’nya terasa berdiri sedikit saat ia membayangkan tubuh lembut dan indah milik Sasha yang ia rasakan dua hari yang lalu; rasanya ia ingin sekali memeluk, mencumbu dan menikmati tubuh Sasha sekali lagi.
Pak Anton menerawang sejenak mensyukuri keberuntungannya karena berhasil memperistri Sasha, sang idola kantornya. Keinginannya sedari lama akhirnya terkabul juga, ia bisa mendapatkan istri yang cantik, ramah dan sempurna dalam urusan rumah tangga. Walaupun Sasha sudah bersuamikan Aldy, salah satu karyawan dari bagian keuangan kantornya dan juga sudah dikaruniai buah hati mereka yaitu Alyssa, Pak Anton sama sekali tidak keberatan dengan status Sasha itu asalkan ia juga bisa memiliki jiwa dan raga Sasha layaknya Aldy. Dan memang, Pak Anton berhasil membuat Sasha menikah siri dengannya dan tinggal bersamanya di villa itu selama Aldy masih ditugaskan keluar kota oleh Pak Anton.
“Eh? Mas Anton? Sudah bangun ya?” tiba-tiba lamunan Pak Anton langsung buyar saat mendengar suara yang memanggilnya. Pak Anton menoleh dan dilihatnya Sasha berdiri disampingnya sambil memegang botol susu yang kosong. Mata Pak Anton kembali jelalatan saat melihat Sasha yang saat itu mengenakan sehelai babydoll dress chiffon berwarna pink muda. Jahitan renda yang menerawang sedikit pada ujung rok babydoll dress Sasha yang panjangnya hanya sejengkal diatas lutut Sasha itu tampak menampilkan paha mulus Sasha dengan jelas, belum lagi pakaian dalam Sasha yang sedikit terbayang karena bahan chiffon babydoll dress yang agak tipis itu. Gairah seksual Pak Anton semakin memuncak saat melihat penampilan Sasha yang begitu menggoda itu.
Ekspresi wajah Sasha sendiri tampak kebingungan saat melihat Pak Anton sedang memeluk bantalnya dengan khidmat dengan wajah yang setengah terbenam di bantal itu.
“Mas Anton, bantal saya sedang diapakan?” tanya Sasha bingung.
“Eh... ee... begini sayang... tadi saya bangun, lalu kamu tidak ada di ranjang... M... makanya saya keluar mencari ka... kamu...” jawab Pak Anton salah tingkah saat tertangkap basah sedang mengendusi bantal Sasha.
“Oh, tadi saya memang bangun duluan, soalnya Alyssa terbangun dan menangis lapar. Saya sengaja bangun diam-diam supaya tidak mengganggu Mas Anton yang sedang tidur.” Jelas Sasha.
“Jangan-jangan Mas Anton terbangun gara-gara suara tangisan Alyssa ya?”
“Ah, nggak kok. Saya terbangun waktu mendengar ada kelinci yang mengantar wortel buat Alyssa...” goda Pak Anton. Sasha hanya tersipu malu mendengar godaan Pak Anton itu, rupanya Pak Anton mendengarkan nyanyiannya sedari tadi.
“Laluu... buat apa bantal saya dibawa-bawa dan diciumi, Mas? Bukannya saya cuma menemani Alyssa?” tanya Sasha penasaran.
“Ermm... Hmm... begini, Sha...” ujar Pak Anton bergumam sambil menggaruk pipinya untuk mencari alasan yang tepat agar tidak terlihat lebih konyol lagi dihadapan Sasha; konsentrasinya agak terbelah dengan penisnya yang kian menegang saat melihat penampilan Sasha itu. Pak Anton terus berpikir keras sementara Sasha masih menunggu jawaban Pak Anton dengan sabar sambil tersenyum manis melihat tingkah Pak Anton. Pak Anton berusaha mengekspresikan perasaannya namun suaranya selalu tertahan karena ia masih salah tingkah. Tidak mungkin ia mengutarakan langsung kalau ia ingin mencumbui tubuh Sasha karena gairahnya terbangkitkan oleh aroma tubuh Sasha di bantal itu. Walaupun Sasha kini sudah berstatus istrinya, bisa-bisa Sasha menganggapnya lelaki cabul. Tapi, kata-kata apa yang paling baik untuk ia ucapkan saat ini? Kepala Pak Anton semakin pusing memikirkan alasan yang tepat.
“Aah! Sudahlah! Begini saja!” omel Pak Anton gusar. Ia segera beranjak mendekati Sasha, dipegangnya kedua pipi Sasha dan ia segera mendaratkan ciuman di bibir Sasha dengan tiba-tiba.
“Hmmp?!” Sasha sedikit terkejut dengan gerakan agresif Pak Anton secara tiba-tiba itu, namun ia berusaha menyesuaikan diri; digenggamnya tangan Pak Anton dengan lembut dan kepalanya sedikit didongakkan agar Pak Anton lebih leluasa mencumbunya.
“Saya kesepian, tidur di ranjang sendirian tanpa kamu sama sekali tidak enak, Sha.” Bisik Pak Anton manja sambil melepaskan cumbuannya dari bibir Sasha. Sasha hanya tersenyum mendengar ‘ungkapan hati’ Pak Anton itu; dilingkarkannya tangannya ke punggung Pak Anton dan dipeluknya tubuh Pak Anton dengan lembut.
“Nah, kalau begini sudah nggak kesepian lagi, kan? Dasar Mas Anton, mirip anak kecil.” Goda Sasha sambil tertawa kecil. Sasha tidak menyadari kalau tindakannya itu malah membuat gairah seksual Pak Anton naik hingga keubun-ubun.
Pak Anton pun membalas dengan memeluk pinggang Sasha dan mendekapnya erat sehingga tubuh Sasha terhimpit dalam dekapan Pak Anton.
“Ah!” Sasha merintih karena tubuhnya terasa agak sesak akibat pelukan erat Pak Anton, sementara Pak Anton meresapi kelembutan tubuh Sasha sedalam mungkin. Ia bisa mencium aroma mawar semerbak yang memancar dari tubuh Sasha. Pak Anton pun segera menciumi leher Sasha, aroma bunga mawar yang bercampur dengan aroma khas dari tubuh Sasha semakin menggairahkan Pak Anton. Dicumbuinya leher Sasha dengan gemas.
“Kyah! Mas Anton, pelan-pelan sedikit... sakit... Aah!” rintih Sasha pelan saat ia merasakan kumis lebat Pak Anton bergesekan dengan kulit lehernya yang mulus serta hisapan kecil Pak Anton di lehernya. Namun Pak Anton sama sekali tidak menghiraukan rintihan Sasha; ia terus fokus dengan cumbuannya di leher Sasha selama beberapa saat sebelum ia melepaskan cumbuannya itu. Saat Pak Anton melepaskan cumbuannya, sudah terdapat bekas cupangan di leher Sasha.
“Kulit kamu mulus sekali, sayang.” puji Pak Anton puas saat melihat dan menyentuh bekas cupangan di leher Sasha.
Perlahan-lahan, tangan Pak Anton mulai meraba turun kearah perut Sasha dan akhirnya ke pinggiran rok babydoll dress milik Sasha. Tangan kiri Pak Anton mencengkeram rok babydoll dress Sasha dan disingkapkannya keatas sehingga celana dalam sutra berwarna pink muda dan pusar Sasha terlihat jelas. Mata Pak Anton membelalak dan birahinya kian memuncak saat melihat pemandangan yang menggoda itu, ia pun tidak tahan lagi untuk segera ‘bermain’ dengan Sasha.
“Tunggu Mas Anton... jangan sekarang, malu...” pinta Sasha pelan. Namun Pak Anton sudah tidak bisa lagi menahan gejolak birahinya saat melihat celana dalam dan perut Sasha itu.
Pak Anton segera berjongkok dihadapan Sasha sambil tangannya masih memegangi ujung babydoll dress Sasha. Ditempelkannya tangan kirinya yang mencengkeram ujung babydoll dress Sasha di dada Sasha sehingga tubuh Sasha tersandar di dinding dan ia menggunakan tangan kanannya untuk memegang pinggiran celana dalam sutra milik Sasha untuk kemudian diturunkannya secara perlahan-lahan.
“Ah! Ja... jangan! Sebentar Mas!” Sasha tampak sedikit panik, sementara wajahnya memerah karena malu. Percuma saja Sasha meminta Pak Anton menunggu; pria itu sudah keburu menurunkan celana dalamnya hingga selutut dan akibatnya, vagina Sasha yang mulus tanpa sehelai rambutpun itu terlihat jelas. Tanpa menunggu lebih lama, Pak Anton segera beraksi. Diarahkannya jari telunjuk serta jari tengahnya kedalam vagina Sasha.
“Kyah!” Sasha merintih pelan saat merasakan jari-jari Pak Anton memasuki celah vaginanya. Perlahan-lahan, Pak Anton menggerakkan jari tangannya didalam liang vagina Sasha untuk mencari klitoris Sasha.. Sesekali, kuku jari telunjuknya yang agak panjang itu ditusukkan pelan ke lubang pipis Sasha sehingga terdengar suara tertahan dari bibir Sasha. Sasha sendiri mulai terbangkitkan gairah seksualnya, ia mulai mendesah-desah pelan sementara vaginanya mulai basah oleh cairan cintanya.
Pak Anton pun mulai memperluas permainan jarinya didalam vagina Sasha, kini ia meraih klitoris Sasha dan digesekkannya kukunya dengan pelan di klitoris Sasha sehingga Sasha kian menggelinjang kegelian.
“Awh!” Sasha menjerit kecil saat ia merasakan Pak Anton mencubit klitorisnya. Pak Anton terus mengulang perlakuannya itu pada vagina Sasha, ia menggelitik klitoris Sasha menggunakan kuku jarinya yang agak panjang sehingga pinggang Sasha meliuk-liuk akibat rasa geli dan nikmat di vaginanya dan tiba-tiba ia mencubit klitoris Sasha sehingga terdengar jeritan kecil dari mulut Sasha. Perlahan-lahan, cairan cinta Sasha pun kian deras meluber keluar dari vaginanya akibat ransangan-ransangan jari Pak Anton.
Saat melihat Sasha yang kian terbangkitkan gairahnya, Pak Anton semakin bersemangat. Ia pun mulai beraksi lebih berani,
“Sha, coba kamu angkat sendiri rokmu.” Perintah Pak Anton sambil memberikan tangan kirinya yang masih memegangi rok babydoll dress milik Sasha pada Sasha. Sasha tampak agak ragu-ragu, namun ia pun meletakkan botol susu Alyssa yang sedari tadi dipegangnya ke meja kecil yang terdekat dan diraihnya juga rok babydoll dress miliknya dari tangan Pak Anton dan dengan kedua tangannya, Sasha menaikkan babydoll dressnya sendiri hingga kearah pinggang sehingga kini tangan kiri Pak Anton ikut terbebas.
Pak Anton lalu menggunakan tangan kirinya untuk menjamah vagina Sasha sementara tangan kanannya masih sibuk memainkan klitoris Sasha sehingga Sasha kini semakin kerepotan karena rasa nikmat yang dihasilkan oleh permainan jari Pak Anton pada vaginanya.
“Aahnn... Ahh... Aww...” Suara desahan Sasha serta suara becek yang erotis menggema di ruangan itu. Pak Anton mendongak untuk melihat ekspresi wajah Sasha. Ia bisa melihat Sasha yang sedang melenguh nikmat dan ekspresi wajah Sasha yang tampak terangsang oleh perlakuan Pak Anton pada liang vaginanya. Pak Anton lalu mempercepat pergerakan jarinya, terutama jari tangannya yang sedang memainkan klitoris Sasha. Akibatnya, tubuh Sasha kian menggelinjang liar, kakinya bergerak-gerak liar, sesekali seolah hendak menutup kedua belah pahanya, namun sesekali pula Sasha tampak melebarkan pahanya selebar mungkin seolah ingin agar Pak Anton menggeledah vaginanya sedalam mungkin.
Pak Anton tersenyum puas saat melihat Sasha yang semakin dilanda kenikmatan. Setelah merasakan cairan cinta Sasha yang sudah cukup banyak meluber keluar, Pak Anton merasa pemanasan yang ia berikan sudah cukup.
“Hngh?” Sasha melenguh pelan sedikit terkejut saat Pak Anton tiba-tiba menghentikan kegiatan tangannya yang mempermainkan vaginanya. Wajah Sasha yang merah merona, matanya yang agak sayu serta nafasnya yang memburu seolah memohon agar Pak Anton terus memainkan vaginanya.
“Hehehe... tenang saja, Sha. Kita belum selesai kok!” ujar Pak Anton sambil tersenyum cengengesan saat melihat rona wajah Sasha yang tampak penasaran karena gairah seksualnya terbangkitkan oleh permainan Pak Anton. Pak Anton pun segera melepas celana dalam Sasha.
“Ayo, ikut saya!” Pak Anton lalu meraih pergelangan tangan Sasha dan menggandengnya menuju kearah sebuah piano yang terletak di depan kamar mereka. Sasha pun hanya menurut tanpa membantah atau memprotes Pak Anton. Pak Anton lalu membuka cover pelindung tuts piano itu. Setelah itu, ia dengan terburu-buru melucuti celana dan celana dalamnya sehingga penisnya kini berdiri tegap dengan siaga.
“Hm... Sha, coba kamu menungging kearah saya. Kamu bisa memegang piano itu untuk menumpu badanmu.” Perintah Pak Anton.
“Eh? Mas Anton mau... dari belakang?” tanya Sasha terperanjat.
“Kamu kan masih memakai gaun tidurmu, daripada nanti kusut. Lagipula saya mau mencoba sedikit eksperimen. Kemarin juga kamu mau dimainkan dari belakang kan?” Jawab Pak Anton sambil tersenyum.
“I... iya...” Sasha hanya mengangguk dan menunggingkan tubuhnya. Sesuai perintah Pak Anton, Sasha menggunakan piano itu untuk menumpu tubuhnya dan ia pun memamerkan pantatnya dihadapan Pak Anton dengan ekspresi yang tampak agak ragu. Pak Anton tampak kian antusias saat melihat pantat Sasha yang dipamerkan dihadapannya, ia segera membungkuk dan mengamati pantat Sasha yang montok itu, matanya melotot memperhatikan pantat Sasha dengan seksama serta vagina Sasha yang masih becek oleh cairan cintanya.
“Mas Anton... jangan dilihat begitu dekat... saya malu...” protes Sasha keberatan.
“Ah... maaf Sha. Baiklah, kamu siap?” tanya Pak Anton sambil mengarahkan penisnya yang sudah berdiri tegap kearah vagina Sasha. Sasha hanya mengangguk sambil memalingkan wajahnya kearah piano itu, melebarkan pahanya dan menghela nafas sedalam mungkin untuk mempersiapkan dirinya.
Pak Anton tertegun. Sasha yang ia lihat hari ini begitu berbeda dengan Sasha dua hari yang lalu saat mereka menjalani malam pertama mereka. Malam itu, Sasha tampak begitu ‘bitchy’ dan sangat antusias saat berhubungan seks dengannya. Namun, Sasha pagi ini tampak begitu pemalu, lembut dan agak polos, sikap yang sangat kontras saat dibandingkan dengan dua hari yang lalu.
Pak Anton menggumam sejenak, mungkin inilah karakter Sasha yang asli, mengingat Sasha juga malu-malu saat mandi bersama Pak Anton dua hari yang lalu. Karakter Sasha yang berani dan antusias seperti dua hari yang lalu itu mungkin karena pengaruh dari obat perangsang dan wine yang dicampurkan dan diminum oleh Sasha yang memang sangat gampang mabuk, sehingga tak ayal, dampaknya begitu hebat hingga bisa mempengaruhi sikap Sasha sedemikian rupa.
“Ah! Tapi Sasha yang seperti ini juga tidak jelek!” pikir Pak Anton. Sikap Sasha yang agak malu-malu itu justru memancing gairah Pak Anton seolah ingin menjahili Sasha.
Sasha menutup matanya sementara Pak Anton memposisikan penisnya dihadapan vagina Sasha. Pak Anton merasakan penisnya agak licin karena cairan cinta Sasha yang meluber disekeliling vaginanya.
“Nggh...” Sasha menggumam lirih sambil menggigit bibir bawahnya saat merasakan ujung penis Pak Anton yang besar itu membelah bibir vaginanya. Pak Anton pun memajukan pinggangnya sehingga penisnya yang besar itu menembus masuk kedalam vagina Sasha.
“AAGH!” Sasha menjerit dan tubuhnya dilengkungkannya tinggi saat merasakan penis Pak Anton yang besar itu menyesaki vaginanya. Rambut panjang Sasha yang indah itupun ikut terkibas dihadapan Pak Anton dan menyebarkan wangi semerbak seiring dengan melengkungnya tubuh Sasha.
“Aah... hah... hah...” Sasha berusaha mengatur nafasnya. Walaupun sudah pernah ditembusi oleh penis Pak Anton sebelumnya, vagina Sasha masih saja terasa perih karena belum terbiasa dengan lingkar penis Pak Anton yang besar itu.
“Gimana, Sha? Saya boleh bergerak sekarang?” tanya Pak Anton.
“Hhh... iya... mas... tapi... tolong pelan-pelan... hhh...” angguk Sasha dengan tersengal-sengal sambil menggerakkan pinggulnya pelan.
Perlahan-lahan, Pak Anton mulai menggerakkan pinggangnya. Pak Anton bisa mendengar suara lenguhan Sasha yang pelan. Sementara Sasha berusaha menyesuaikan nafasnya untuk merilekskan otot-otot tubuhnya sehingga pergerakan penis Pak Anton dalam vaginanya tidak terasa begitu sakit.
Pak Anton mulai menggerakkan pinggangnya maju mundur sehingga penisnya terpompakan didalam vagina Sasha. Setelah ia merasa Sasha sudah bisa menyesuaikan diri, Pak Anton segera mempercepat gerakan penisnya didalam vagina Sasha. Sehingga Sasha yang sudah terangsang sejak vaginanya dipermainkan oleh Pak Anton sebelumnya hanya bisa mendesah penuh kenikmatan. Sasha menyibakkan rambut panjangnya dan mulai ikut bergerak sesuai ritme dengan Pak Anton.
Pak Anton merasa pemanasan yang diberikan untuk Sasha sudah cukup dan Sasha tampak sudah tidak kesakitan lagi dan kini malah Sasha tampak melenguh nikmat dengan pompaan penisnya itu. Tiba-tiba, Pak Anton menarik pinggang Sasha dan menghunjamkannya mendadak ke penisnya sehingga penisnya terbenam sedalam mungkin didalam vagina Sasha.
“AAH!” JREENG!!! Sasha menjerit dan tanpa sadar, jari-jarinya menekan tuts piano itu keras-keras karena terkejut dengan gerakan mendadak Pak Anton pada vaginanya.
Saat mendengar bunyi tuts piano yang tak sengaja tertekan oleh Sasha, Pak Anton mendapat ‘ilham’ baru. Ia pun segera beraksi, ia tiba-tiba menghentikan gerakan pinggangnya.
“Ah?!” Sasha terkejut saat Pak Anton menghentikan genjotannya pada vaginanya walaupun penis Pak Anton masih terbenam didalam vagina Sasha. Pak Anton membungkukkan tubuhnya dan berbisik ditelinga Sasha.
“Sha, bagaimana kalau kita main-main sebentar?” tanya Pak Anton sambil tersenyum nakal.
“Hng? Main apa... Mas? Hhh...” jawab Sasha tersengal-sengal. Nada suara Sasha terdengar agak kecewa.
“Begini, kamu bisa kan, main tangga nada dengan piano?” tanya Pak Anton yang dijawab dengan anggukan pelan Sasha yang tampak kebingungan dengan pertanyaan Pak Anton itu.
“Kalau begitu, coba kamu mainkan tangga nada dengan sempurna. Kalau kamu tidak bisa, kamu tidak saya izinkan untuk orgasme.” Terang Pak Anton dengan santai sambil tersenyum terkekeh-kekeh.
“Eh? Tapi... Kyah!” Sasha hendak memprotes Pak Anton, namun Pak Anton sudah kembali menggerakkan penisnya menghunjam vagina Sasha tanpa memberi kesempatan bagi Sasha untuk berargumen lebih jauh.
“Ayo, kamu boleh mulai sekarang. Atau saya berhenti? Oh ya, kalau salah atau berhenti terlalu lama, kamu harus mulai dari awal ya, Sha?” terang Pak Anton dengan santai saat memberi pilihan yang sulit bagi Sasha. Sasha yang sudah terangsang berat itu pun tidak bisa berbuat banyak selain mulai menggerakkan jarinya memencet tuts piano itu.
Perlahan-lahan, Sasha memencet tuts piano itu sambil berusaha berkonsentrasi sebaik mungkin agar ia tidak melewatkan satupun tangga nada itu. Perlahan tapi pasti, Sasha berhasil memainkan 4 nada pertama dengan susah payah, namun saat ia hendak memencet nada sol, Pak Anton tiba-tiba menghunjamkan penisnya secara mendadak sedalam mungkin kedalam vagina Sasha.
“KYAH!” BREENG! Sasha kembali menjerit dan tanpa sengaja, ia menekan tuts nada sol dan la bersamaan sehingga yang terdengar hanya nada sumbang.
“Naah, kamu gagal. Hukumannya, mulai dari awal lagi ya, Sha?” goda Pak Anton pada Sasha yang terengah-engah. Sasha pun kembali berusaha untuk berkonsentrasi memainkan tangga nada itu hingga benar. Akan tetapi amat susah bagi Sasha untuk membagi konsentrasinya antara tangga nada yang harus ia mainkan dengan rasa nikmat yang melanda tubuhnya, tusukan penis Pak Anton yang menghunjam vaginanya sedalam mungkin membuyarkan konsentrasinya seketika dengan rasa nikmat yang tak terkira, apalagi klitoris Sasha selalu ikut tergesek mendadak ataupun tertekan oleh penis Pak Anton saat pria itu memajukan penisnya hingga menusuk kedasar vagina Sasha yang terdalam. Akibatnya, Sasha merasakan sensasi rasa nikmat yang geli seolah vaginanya digelitik dari dalam. Setiap kali Pak Anton menekan penisnya sedalam mungkin kedalam liang vagina Sasha, tubuh Sasha seolah tersetrum oleh sensasi nikmat dari vaginanya yang langsung membuyarkan konsentrasinya dalam sekejap.
Pak Anton pun dengan cermat menentukan ‘timing’ dalam mempermainkan tubuh Sasha. Pada saat Sasha sudah menekan nada sol maupun la, ia dengan mendadak mempercepat gerakan pompaannya dalam tubuh Sasha ataupun menghujamkan penisnya sedalam mungkin kedalam vagina Sasha sehingga Sasha seringkali salah menekan tangga nada itu ataupun jari Sasha terpeleset sehingga yang muncul adalah bunyi sumbang piano karena beberapa tuts piano yang tertekan bersamaan oleh Sasha.
Gerakan Pak Anton yang tidak menentu itu semakin membuat Sasha kewalahan. Hentakan tiba-tiba maupun gerakan cepat penis Pak Anton memberinya kenikmatan tiada tara. Andai saja Pak Anton terus menggerakkan penisnya dengan cepat didalam vagina Sasha, sudah pasti Sasha akan mencapai orgasme. Namun parahnya, Pak Anton tetap berpegang teguh pada komitmennya: Sasha tidak akan ia izinkan orgasme hingga ia bisa memainkan tangga nada dengan sempurna bahkan saat merasakan Sasha hendak mencapai orgasmenya, Pak Anton sering menghentikan gerakannya dan juga menahan pinggang Sasha sehingga Sasha sama sekali tidak bisa menggerakkan pinggangnya dan orgasmenya yang membayang itu langsung lenyap seketika. Akibatnya, Sasha merasa sangat tersiksa karena usaha agar orgasmenya selalu gagal dalam sekejap setelah dilanda kenikmatan akibat Pak Anton yang terus memancingnya untuk orgasme.
“A... Am... puun... Mas Anton... Jahaat... sudaah... Mass... Akh! Ampuun...” pinta Sasha terbata-bata antara merasa nikmat, tersiksa dan putus asa untuk menggapai orgasmenya.
“Ayo Sha! Kalau mau orgasme, kamu harus bisa memainkan tangga nadanya dulu!” seru Pak Anton.
“Tapii... Susah Mass... nggh...” balas Sasha memprotes Pak Anton.
“Ayo, coba konsentrasi saja dulu. Saya yakin kamu bisa.” saran Pak Anton sambil mengelus punggung Sasha.
Sasha pun mengumpulkan segenap tenaganya yang tersisa untuk mencoba berkonsentrasi penuh pada tuts piano yang ada dihadapannya. Perlahan-lahan, satu persatu tangga nada itu mulai mengalun walaupun terdengar sedikit terputus-putus. Sasha menghirup nafas sedalam mungkin berusaha untuk berkonsentrasi walaupun rasa nikmat dan geli di vaginanya yang disesaki oleh penis Pak Anton terus membayanginya. Saat Sasha menekan nada sol, kembali Pak Anton membenamkan penisnya sedalam mungkin, namun Sasha sudah menyiapkan mentalnya; ia memencet tuts la dan dengan cepat menggerakkan jarinya ke arah nada si. Pak Anton pun kian panik menyadari Sasha sekarang sedang berkonsentrasi penuh, kini ia segera memegang pinggang Sasha dan menghentak-hentakkannya ke penisnya.
“Nggh! Ooh... Aakh!” Sasha menjerit jerit histeris karena gerakan liar Pak Anton itu, namun pandangannya tidak beranjak dari jari telunjuknya yang hendak memencet nada si. Akhirnya terdengarlah bunyi nada si dari piano itu, tinggal satu nada akhir yang tersisa dan ini merupakan pencapaian Sasha yang terbaik sejauh ini.
Kini Sasha memfokuskan jari tengahnya menekan tuts nada do, yang merupakan nada terakhir. Belajar dari pengalamannya, Sasha tidak mau menggunakan jari telunjuknya untuk menekan semua tuts piano itu karena seringkali tangannya terpeleset dan mengakibatkan ia salah menekan tangga nada itu. Pak Anton pun kian liar menggerakkan penisnya untuk menghentikan usaha Sasha. Dihentakkannya pinggangnya dalam-dalam dua kali berturut-turut seolah penisnya hendak menerobos kedalam rahim Sasha, akibatnya, gelombang rasa nikmat itu langsung menjalar ke setiap syaraf tubuh Sasha. Tubuh Sasha menggigil dan kakinya gemetar akibat serangan langsung dari Pak Anton itu, namun Sasha mengumpulkan segenap tenaganya yang tersisa; digerakkannya jari tengahnya itu dan dengan seluruh konsentrasinya, Sasha memencet tuts piano itu sehingga terdengarlah bunyi nada do.
Saat mendengar alunan nada do itu, Pak Anton langsung menghentikan gerakan penisnya dalam vagina Sasha. Ia tersenyum kecut menyaksikan Sasha berhasil memainkan tangga nada itu dengan sempurna dan berarti ia harus memenuhi janjinya untuk mengizinkan Sasha orgasme.
“Haah... Sa... saya sudah selesai... Mas... tolong... hah...” ujar Sasha kelelahan sambil menyandarkan kepalanya di pergelangan tangannya.
“Ya... kamu hebat, Sha. Sesuai janji, saya akan pastikan kalau kamu merasa nikmat!” jawab Pak Anton yang segera kembali menggerakkan penisnya didalam vagina Sasha. Sasha pun sesekali mengikuti ritme pergerakan Pak Anton. Aroma wangi shampoo dari rambut Sasha yang tersibak didepan hidung Pak Anton saat ia menggelinjang kenikmatan kian membuat Pak Anton bersemangat dalam menyetubuhi Sasha. Ia pun tiba-tiba menusukkan penisnya sedalam mungkin ke vagina Sasha hingga penisnya kembali menyentuh rahim Sasha.
“Hyaakh!!” Sasha kembali menjerit penuh kenikmatan.
“Gimana rasanya, Sha? Kamu suka kalau saya tusuk begini?” tanya Pak Anton sambil tersenyum.
“Ah... aah... ya Mas Anton... rasanya enak sekali... hhh...” jawab Sasha.
“Oh ya? Kalau begitu bagaimana dengan ini?”
Tiba-tiba Pak Anton kembali memacu pergerakan pinggangnya dengan cepat. Penisnya terus terhentak keluar masuk vagina Sasha dan mengakibatkan Sasha melolong-lolong histeris penuh kenikmatan. Lama kelamaan, Pak Anton bisa merasakan dinding vagina Sasha semakin sempit seolah meremas penisnya. Tidak butuh waktu lama bagi Sasha untuk mencapai puncak kenikmatannya. Belum sampai 5 menit berlalu, tubuh Sasha sudah menggelinjang liar, rasa nikmat yang dari tadi melanda selangkangannya langsung meledak mengaliri tiap simpul syarafnya. Tubuh Sasha pun menegang, ia menegadahkan kepalanya keatas dan melenguh penuh kenikmatan.
“AAKHH!! AAA...” BREENG!!! Sasha memencet beberapa tuts piano itu secara bersamaan seiring dengan orgasme yang meledak dari dalam tubuhya sehingga terdengar suara gaduh dari piano itu.
“Eegh!” Pak Anton menggeram pelan saat merasakan penisnya diremas oleh dinding vagina Sasha dan saat ia merasakan cairan cinta Sasha yang hangat menyembur deras keluar dari vagina Sasha, membasahi penisnya dan memerciki lantai.
“Aah... haah... haah...” Sasha langsung lunglai saat sudah mencapai orgasmenya. Pak Anton pun menghentikan gerakan penisnya untuk memberi kesempatan bagi Sasha untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar sebelum memulai ronde ketiga.
“Nah, kamu sudah orgasme Sha. Sesuai janji saya kan? Sekarang gil...”
“HUAAA!! Mommy!! WAA...” belum sempat Pak Anton menyelesaikan kata-katanya, terdengar tangisan yang nyaring dari dalam kamar Alyssa. Rupanya Alyssa terbangun karena kegaduhan yang ditimbulkan oleh Sasha dan Pak Anton dan mungkin juga ia merasa takut dan kaget saat mendengar kegaduhan tersebut.
“Eh... Alyssa?” Sasha pun terkejut saat mendengar suara putrinya itu dari dalam kamar. Mendengar tangisan putrinya yang semakin keras itu, naluri keibuan Sasha pun segera bangkit mengalahkan gairah seksualnya, Sasha langsung beranjak pergi sehingga penis Pak Anton yang tadinya masih tertanam didalam vaginanya pun terlepas.
“Maaf ya, Mas Anton... sepertinya Alyssa kaget waktu mendengar suara piano tadi. Saya akan mencoba menidurkan Alyssa kembali.” Ujar Sasha sambil terburu-buru mengambil celana dalamnya yang masih terserak di lantai dan memakainya kembali sebelum melangkah ke kamar Alyssa.
“Ah, nggak apa-apa, Sha.” Ujar Pak Anton sambil berusaha tersenyum walaupun hatinya masih dongkol karena momen yang ia bangun sedemikian rupa langsung buyar dalam sekejap dan Sasha yang tadinya sudah sangat siap untuk disetubuhi kini malah kehilangan semangat karena tangisan putrinya itu; apalagi mengingat ia gagal mencapai klimaks walaupun Sasha sudah mencapai orgasme. Seandainya saja tadi ia mau bercinta dengan konvensional, mungkin saja ia juga akan bisa mencapai puncak kenikmatan. Sayangnya beberapa tuts piano yang tertekan saat Sasha orgasme itu membuat semuanya buyar dalam sekejap karena suara bising dari piano itu mengejutkan Alyssa.
Pak Anton pun segera beranjak mengambil celana dan celana dalamnya yang terserak di lantai. Dilihatnya penisnya yang tadinya sudah menegang keras, kini mulai melemas. Pak Anton menghela nafas kecewa sebelum kemudian memakai celananya itu kembali. Toh sepertinya tidak mungkin Sasha masih mau melanjutkan persetubuhan mereka dalam keadaan seperti ini.
Pak Anton melangkah kearah kamar Alyssa dengan lesu, dilihatnya Sasha sedang berusaha menenangkan Alyssa yang masih sesunggukan.
“Alyssa... tenang ya? Nggak apa-apa, kok. Mommy’s here...” ujar Sasha sambil memeluk dan membelai punggung Alyssa dengan lembut. Alyssa tampak mulai tenang saat merasakan kehadiran Sasha. Perlahan-lahan, suara tangisannya pun mulai berhenti.
“Mommy... sing...” terdengar suara kecil Alyssa yang meminta Sasha untuk bernyanyi. Sasha hanya tersenyum sambil membelai kepala Alyssa dan merebahkan Alyssa kembali ke ranjangnya.
“The rabbit song, OK?” tanya Sasha sambil tersenyum pada Alyssa. Alyssa pun tertawa-tawa kecil sambil menepuk-nepukkan tangannya seolah setuju dengan pilihan Sasha. Sasha pun kembali menyanyikan lagu yang ia lantunkan sebelumnya dan suara merdunya kembali terdengar mengalun dari kamar Alyssa.
Pak Anton menggumam sambil tersenyum saat melihat bagaimana Sasha sangat perhatian pada Alyssa dan Alyssa pun sangat dekat dengan ibunya itu. Perlahan-lahan, rasa dongkolnya menghilang saat melihat interaksi antara Sasha dan Alyssa; seolah ia memiliki keluarga sendiri dan Alyssa juga cukup akrab dengannya seolah ia bukan orang asing baginya. Pak Anton pun beranjak menuju kamarnya kembali dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk itu.
Chapter 02: Love Fever
Tak berapa lama, Alyssa pun akhirnya kembali tertidur. Setelah menyelimuti Alyssa, Sasha pun menyusul masuk ke kamar Pak Anton untuk menemui suaminya itu yang agaknya sedang uring-uringan karena gagal mencapai puncak kenikmatannya. Dilihatnya Pak Anton sedang berbaring diatas ranjang sambil membaca buku. Pak Anton tersenyum saat melihat Sasha masuk menghampirinya.
“Gimana Sha? Alyssa sudah tidur?” tanya Pak Anton.
“Sudah Mas. Maaf ya, Mas Anton. Alyssa jadi terbangun tiba-tiba. Saya...”
“Ah, sudahlah, nggak apa-apa kok, Sha! Jangan dipikirkan. Salah saya juga karena memaksa kamu main piano. Mungkin kapan-kapan kita bisa melanjutkan lagi. Lain kali, saya akan mencoba supaya tidak timbul keributan.”
“Terima kasih Mas.” Jawab Sasha riang melihat pengertian Pak Anton padanya.
“Oh ya, Sha! Saya juga minta maaf kalau tadi saya terlalu memaksa kamu. Entah kenapa pagi ini saya begitu tergoda denganmu.”
“Eh, memangnya kenapa Mas? Saya sama sekali tidak merasa terpaksa sih, sebenarnya.”
“Lho, tapi tadi sepertinya kamu menolak dan kelihatan ragu-ragu sekali.”
“Mmm... Soalnya...” Sasha hendak menjawab Pak Anton, namun entah kenapa ia mengurungkan niatnya.
“Kenapa Sha?”
“Begini Mas... tadi sebenarnya saya sama sekali belum siap. Saya terbangun karena Alyssa menangis dan Mas Anton sudah keburu meminta saya melayani saat saya keluar kamar.”
“Lho, memangnya kenapa? Apa yang belum siap, Sha?” tanya Pak Anton sedikit heran.
“Saya belum... mandi dan mempersiapkan penampilan saya... saya jadi ragu-ragu karena penampilan saya... pasti kacau karena baru bangun...” jelas Sasha pelan sambil menunduk malu. Mendengar penjelasan Sasha, Pak Anton segera berdiri menghampiri Sasha sambil membelai dan menciumi rambut hitam panjang yang indah milik Sasha.
“Siapa bilang penampilan kamu kacau, Sayang? Justru penampilan kamu ini yang menggairahkan saya.” goda Pak Anton di telinga Sasha.
“Yang benar, Mas?” tanya Sasha ragu.
“Ah!” Sasha terkejut saat Pak Anton meraih dagunya dan mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya
“Iya. kamu tetap cantik dalam penampilan apapun. Karena itu saya jatuh cinta padamu. Jadi buat apa kamu khawatir?” rayu Pak Anton yang langsung membuat wajah Sasha tersipu malu.
“O... Oh iya, Mas Anton sudah mau sarapan? Dibawah sudah saya siapkan sarapan.” Ujar Sasha sambil berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Eh, sudah siap? Bukannya ini baru jam 6.30?”
“Lho, memangnya kenapa? Bukannya sudah biasa?” tanya Sasha sedikit bingung.
“Saya biasanya sarapan jam 7, bukannya ini kepagian?”
“Oh ya, saya lupa! Sudah kebiasaan sih, soalnya kami sudah harus berangkat ke kantor pagi-pagi karena kami sekalian mengantar Alyssa ke rumah orang tua saya.” jelas Sasha.
“Kalau begitu, Mas Anton istirahat saja dulu. Nanti kalau sudah mau sarapan, biar saya panaskan makanannya.” Lanjut Sasha.
“Ah, tidak apa-apa, saya sarapan sekarang saja.” Ujar Pak Anton sambil tersenyum pada Sasha.
“Kalau begitu, Mas Anton mandi dulu ya. Saya tunggu dibawah.” Ujar Sasha sambil beranjak pergi kelantai bawah. Pak Anton menghela napas sejenak sambil tersenyum saat melihat sosok tubuh Sasha yang perlahan-lahan beranjak ke lantai bawah sambil memegang erat botol susu Alyssa. Sebenarnya ia sendiri masih setengah tidak percaya kalau ia akhirnya berhasil memperistri Sasha apalagi dengan perubahan yang dibawa Sasha dalam kehidupannya; ia seolah-olah memiliki keluarga baru dengan adanya Sasha dan Alyssa di villa itu. Pak Anton tidak peduli walaupun Alyssa adalah anak kandung Aldy. Lagipula tingkah laku Alyssa sangat lucu dan menggemaskan, sehingga Pak Anton nyaris menganggap Alyssa sebagai anak kandungnya sendiri. Dalam hatinya, Pak Anton merasa iri apabila ia membayangkan kehidupan Aldy bersama Sasha dan Alyssa, kehidupan lelaki itu setiap hari pasti sangat bahagia, dengan istri yang cantik dan anak perempuan yang lucu yang selalu ada untuk menemaninya melewati hari.
“Ah, masa bodoh! Toh, sekarang aku juga menikmati apa yang dirasakannya tiap hari!” pikir Pak Anton. Akan tetapi kembali rasa iri meliputi benak Pak Anton selagi ia membayangkan bagaimana Aldy menghabiskan waktu bersama Sasha sejak mereka menikah.
“Mungkin lebih baik si Aldy kubuat mengurusi urusan diluar kota lebih lama supaya waktuku bersama Sasha juga semakin panjang...” gumam Pak Anton. Pak Anton segera beraksi, diambilnya handphone miliknya dan diteleponnya Pak Leo, supervisor Aldy yang terpaksa ikut bersama Aldy keluar kota sebagai ‘hukuman’ akibat penggelapan pajak yang mereka lakukan.
“Halo... selamat pagi, Pak...” Terdengar suara lelaki yang agak berat diujung handphone Pak Anton, dari nada suaranya, tampak bahwa lelaki itu baru saja bangun.
“Pagi, Leo. Bagaimana perkembangan laporannya?” tanya Pak Anton.
“Oh, begini Pak, kami baru selesai memeriksa laporan kuartal pertama tahun kemarin dan sejauh ini tidak ada masalah. Mungkin semuanya akan selesai dalam 2-3 hari ini.” Jelas pria itu yang tak lain adalah Pak Leo yang baru saja terbangun dari tidurnya karena telepon dari Pak Anton.
“Hmm... bagus, ternyata keputusan saya untuk memilih kamu dan Aldy untuk tugas ini tidak salah.” Puji Pak Anton.
“Kalau begitu, tentu saya bisa mempercayakan pemeriksaan laporan di cabang Banjarmasin ke kalian juga.” Lanjut Pak Anton.
“Lho? Tapi... Bukannya tugas kami hanya harus memeriksa di cabang ini, Pak?” tanya Pak Leo terkejut.
“Apa saya kurang baik, Leo? Saya sudah setuju untuk memutihkan penggelapan pajak kalian sebesar 25% apabila tugas kalian selesai dan saya masih bersedia memberi kepercayaan pada kalian yang seharusnya ada dibalik jeruji besi. Apa masih ada yang kurang atau kamu memang mau dipenjara?!” hardik Pak Anton.
“B... bukan begitu Pak, tolong bapak jangan salah paham dulu... sudah tentu saya menghargai niat baik bapak.” Jawab Pak Leo dengan gagap.
“Hmmm... begini saja, kalau kamu tidak mau, mungkin kamu bisa meminta anakmu, si Leonia untuk bergabung ke perusahaan kita. Siapa tahu dia lebih kompeten darimu.” Usul Pak Anton.
“Tu... tunggu dulu, Pak! Saya setuju untuk berangkat ke Banjarmasin bersama Aldy setelah kami membereskan laporan disini!” jawab Pak Leo panik saat mendengar nama ‘Leonia’ disebut.
“Yah, baguslah kalau begitu, saya masih bisa mempercayakan hal ini ke kalian. Jangan pulang sebelum laporan itu selesai semua diatas meja saya. Kalau tidak, saya bisa meminta si Leonia bekerja disini untuk membantumu.” Ancam Pak Anton.
“Ya Pak. Saya mengerti Pak!” jawab Pak Leo.
“Omong-omong, si Leonia sendiri masih belum kembali ke rumahmu? Bagaimana keadaannya sekarang?”
“B... belum Pak, dia masih belum kembali kerumah. Dia masih ngotot tinggal di kost walaupun saya agak khawatir karena dia masih SMU sekarang.” Tutur Pak Leo.
“Yah, kamu harus bisa lebih lembut mendidik anak, Leo. Tidak masalah kalau dia masih SMU, mungkin dia bisa jadi pegawai magang di kantor.”
“Y... ya, mungkin akan saya pertimbangkan kedepannya Pak. Terima kasih atas perhatiannya, Pak.”
“Ya sudahlah kalau begitu, selamat berjuang. Saya menantikan kabar bagus darimu, selamat pagi, Leo.” Ujar Pak Anton.
“Selamat pagi Pak, terima kasih atas kepercayaannya...” Balas Pak Leo dengan nada agak berat.
Pak Anton menutup handphonenya, Ia lalu beranjak menuju kamar mandi dengan perasaan puas. Diputarnya keran air hangat bathtub sambil menyandarkan tubuhnya di bathtub itu. Ah... betapa nyamannya mandi dengan air hangat saat cuaca sedang sejuk seperti ini, pikir Pak Anton.
Pak Anton meregangkan tubuhya, sendi-sendinya masih agak sedikit pegal setelah sibuk luar biasa dua hari belakangan ini. Bagaimana tidak, hari pertama ia harus menyiapkan segala keperluan pernikahannya dengan Sasha dan kemarin ia membawa Sasha dan Alyssa berekreasi di Taman Safari seharian penuh setelah ‘lembur’ bersama Sasha dan dibangunkan Sasha gara-gara wine berisi perangsang yang lupa ia simpan. Tubuhnya terasa penat, maklumlah dengan usianya yang kini sudah di penghujung 40an, staminanya tidak sekuat pada saat ia masih muda dulu.
Tik... tik... tik... zraash... terdengar suara rintik hujan diluar; rupanya hujan sudah mulai turun membasahi bumi setelah awan mendung menutupi daerah Puncak sedari subuh. Cuaca pun terasa kian sejuk sehingga Pak Anton semakin betah berendam lama-lama didalam bathtubnya. Dengan santainya, ia mengambil handphonenya dan memutar lagu klasik sehingga ia semakin rileks dengan suasana mandinya. Apalagi dengan bathtub marmer yang luas itu, ia bisa meregangkan tubuhnya tanpa batas. Perlahan-lahan, Pak Anton merasa semakin mengantuk. Ia pun menutup matanya dan tertidur tanpa sadar.
Pak Anton baru terbangun saat ia merasakan tubuhnya kedinginan. Air di bathtub yang tadinya hangat sudah mulai terasa dingin; sudah berapa lama sebenarnya ia tertidur? Penasaran, Pak Anton melihat layar handphonenya: waktu sudah menunjukkan pukul 7.40. Berarti ia sudah tertidur lebih dari satu jam! Pak Anton teringat akan Sasha yang masih menunggu dilantai bawah dengan sarapannya. Dengan terburu-buru, Pak Anton segera melilit tubuhnya dengan handuk dan ia tergopoh-gopoh berganti pakaian sebelum bergegas menuju ke lantai bawah.
Sesampainya dilantai bawah, Pak Anton melihat diatas meja makan sudah terhidang beberapa lembar roti bakar, secangkir susu dan kopi. Pak Anton menghela nafas saat menyentuh makanan-makanan itu, semuanya sudah dingin. Berarti sudah cukup lama sejak Sasha menyiapkan sarapan dan tentu saja makanan-makanan itu sudah tidak begitu enak. Apa boleh buat, Pak Anton terpaksa mencari Sasha untuk meminta agar dibuatkan sarapan lagi.
Pak Anton segera mencari Sasha yang tidak tampak di dapur; Pak Anton menuju kearah ruang tamu dan ia tersenyum saat melihat Sasha tertidur di sofa ruang tamu. Tampaknya Sasha sudah cukup lama menunggunya dari tadi hingga tertidur. Pak Anton tersenyum dan membungkuk untuk melihat wajah Sasha dari dekat. Wajah tidur Sasha memang sangat menawan dengan kecantikan Sasha yang alami dan entah kenapa saat ini wajahnya tampak merah merona seolah tersipu malu sehingga ia tampak semakin menawan, tapi mungkin ini bukan saatnya bagi Pak Anton untuk mengamati wajah tidur Sasha, perutnya mulai tidak bisa diajak kompromi lagi.
“Sha, bangun Sha...” bisik Pak Anton sambil menggoyangkan lengan Sasha. Perlahan-lahan, Sasha membuka matanya.
“Nngghh... Mas Anton... Sudah selesai mandi ya? Ngg...” gumam Sasha sambil meregangkan lengannya.
“Maaf ya, kamu jadi menunggu lama. Tadi saya...”
“Hmm... Ketiduran di bak mandi kan? Tadi saya mendengar suara dengkuran Mas Anton dari dalam kamar mandi. Hihihi...” Ujar Sasha sambil tertawa kecil.
“Lho, kenapa kamu tidak membangunkan saya?” tanya Pak Anton heran.
“Soalnya sepertinya Mas Anton kelelahan gara-gara seharian ke taman safari kemarin... Makanya saya biarkan saja Mas Anton istirahat secukupnya dulu. Mas Anton juga mungkin tidak terbiasa kalau bangun pagi kan?” Jelas Sasha.
“I... iya... tapi makanannya jadi dingin gara-gara saya ketiduran.”
“Tidak masalah... saya bisa membuatkan sarapan lagi kok...” ujar Sasha sambil beranjak dari sofa.
“E... eh?” Mendadak Sasha merasa dirinya limbung, untung ia sempat memegang kursi sofanya. Kepala Sasha terasa berkunang-kunang sementara tubuhnya terasa lemas dan panas.
“Kamu nggak apa-apa, Sha?” tanya Pak Anton.
“I... iya Mas...” jawab Sasha sambil beranjak kembali ke dapur. Mungkin Sasha masih sedikit mengantuk, pikir Pak Anton. Lagipula kemarin malam Pak Anton tidur lebih dulu dari Sasha, karena Sasha menidurkan Alyssa terlebih dahulu sebelum ia tidur.
Pak Anton lalu membaca koran pagi di meja makan sambil menunggu Sasha yang membuatkan ulang sarapannya. Tak berapa lama, Pak Anton mencium wangi susu dari arah dapur dan Sasha pun datang sambil membawa sebuah piring berisi roti panggang dan susu hangat didalam sebuah mug.
“Mas Anton. Sarapannya sudah siap!” ujar Sasha sambil menyajikan makanan itu diatas meja.
“Lho, ini bukannya roti dan susu yang tadi? Selainya mana?” tanya Pak Anton heran.
“Ya, soalnya susu dingin tadi saya campur dengan telur untuk mengolah rotinya lagi. Alyssa dan Aldy suka sekali dengan itu. Saya belajar membuatnya dari ibu saya. Namanya French Toast.” terang Sasha.
“Wah, rupanya kamu pintar masak juga ya. Hmmm... berarti kamu juga bisa masak makanan Jepang? Ayahmu orang Jepang kan?” tanya Pak Anton.
“Bisa... tapi makanan-makanan yang sederhana saja... Kalau terlalu rumit, saya tidak begitu bisa. Oh ya, Saya buatkan kopinya lagi ya, Mas? Kalau Mas mau, disana juga sudah ada susu yang baru dipanaskan.” Terang Sasha sambil menunjuk mug besar berisi susu hangat diatas meja.
“Boleh, terima kasih ya, Sha.”
Sasha beranjak kembali menuju dapur, namun saat ia melangkah, kepalanya terasa sakit sekali dan penglihatannya serasa berputar. Sasha menggelengkan kepalanya sejenak, berusaha untuk mengusir rasa sakit dikepalanya. Tubuhnya semakin terasa panas, namun Sasha berusaha mengacuhkan keadaan tubuhnya dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan kopi hangat bagi Pak Anton.
Pak Anton sendiri masih sibuk menikmati French Toast buatan Sasha sambil membaca artikel koran hari ini dengan santai. Suasananya terasa begitu nyaman bagi Pak Anton, sudah lama ia tidak makan masakan rumahan; biasanya ia hanya memesan fast-food delivery 24 jam apabila ia tinggal di villa itu karena ia sendiri tidak bisa memasak. Beruntung masih banyak bahan makanan sisa pesta yang tersisa di villa itu sehingga Sasha masih bisa memasak, dan juga karena dapur itu digunakan pegawai catering untuk resepsi pernikahan mereka, masih ada cadangan elpiji untuk memasak.
PRAANG!! Tiba-tiba Pak Anton terkejut saat mendengar suara benda yang pecah di dapur. Mengingat Sasha yang masih berada di dapur, Ia pun segera bergegas menuju dapur untuk melihat keadaan Sasha.
Betapa terkejutnya Pak Anton saat melihat Sasha terduduk di lantai dapur dengan nafas yang tersengal-sengal dan jari Sasha yang sedikit berdarah akibat terkena pecahan gelas.
“Sha!! Kamu kenapa, Sha?!” seru Pak Anton dengan khawatir sambil menghampiri tubuh Sasha. Dibopongnya tubuh Sasha perlahan dan ia menyandarkan Sasha di pangkuannya.
“Ngg... saya... mmhh...” suara Sasha tampak terputus-putus. Pak Anton segera meletakkan punggung tangannya di dahi Sasha, seketika itu pula Pak Anton merasakan panas yang menyengat dari dahi Sasha.
“Wah, panas sekali! Kamu demam, Sha?”
“Saya agak pusing, Mas...” jawab Sasha pelan dengan nafas yang memburu. Wajah Sasha sendiri sudah memerah seperti udang rebus karena demam.
Pak Anton panik bukan kepalang, dengan cepat, dibopongnya tubuh Sasha kedalam kamarnya. Tubuh Sasha lalu dibaringkan diatas ranjang dan Pak Anton dengan sigap menyelimuti tubuh Sasha dengan selimut. Pak Anton lalu beranjak ke lemarinya dan mengeluarkan sekotak obat-obatan. Dikeluarkannya sebuah termometer dan diselipkannya termometer itu di ketiak Sasha.
“Sebentar ya, Sha. Kamu jepit dulu termometernya, nanti saya lihat perkembangannya.” Ujar Pak Anton sambil kembali menuju lantai bawah dengan tergesa-gesa.
Tak berapa lama, Pak Anton kembali dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom berisi es dan air. Pak Anton lalu mengeluarkan sehelai handuk dan mengompres dahi Sasha dengan handuk yang sudah dibasahi dengan es dan air itu. Pak Anton lalu mencabut termometer yang ia pasang di tubuh Sasha sambil mengamati ukuran di termometer itu.
“38,7 derajat... Wah, ini sih panas sekali!” Gumam Pak Anton khawatir.
“Mas Anton...”
“Kamu istirahat dulu saja, Sha. Saya akan coba mencari Pak Halim, kebetulan dia itu dokter. Moga-moga dia masih ada di villanya!” Belum sempat Sasha selesai bicara, Pak Anton sudah keburu beranjak keluar dari kamarnya untuk menemui Pak Halim.
“Huff...” Sasha hanya menghela nafas pelan saat melihat Pak Anton berlalu begitu cepatnya. Sasha merebahkan kepalanya di bantal sambil memegangi kompres air es diatas kepalanya. Kepalanya masih terasa penat dan badannya terasa lemas, pandangan matanya serasa berkunang-kunang saat melihat langit-langit kamar.
“Apa boleh buat, mungkin aku memang harus menemui dokter...” Pikir Sasha sambil berusaha rileks sambil memejamkan matanya...
“Benar Pak Halim, tiba-tiba dia jatuh dan saat itu saya baru sadar kalau dia demam...” Sayup-sayup Sasha mendengar suara Pak Anton. Perlahan-lahan Sasha membuka matanya dan samar-samar dilihatnya Pak Anton bersama seorang lelaki paruh baya. Postur lelaki itu tidak begitu beda jauh dari Pak Anton, bedanya dengan kacamata yang agak tebal, memberinya kesan intelektual dan dengan stetoskop yang menggelantung di lehernya, sudah jelas kalau pria itu adalah seorang dokter.
“Eh, Kamu terbangun ya, Sha? Maaf ya. Tenang saja, Pak Halim sudah ada disini kok!” ujar Pak Anton saat melihat Sasha membuka matanya.
“Perkenalkan Bu, nama saya Halim. Tetangga Bapak Anton.” Ujar Pak Halim ramah sambil mengulurkan tangannya menyalami tangan Sasha.
“Sasha...” balas Sasha pelan sambil berusaha tersenyum untuk memperkenalkan dirinya. Walaupun pada kenyataannya, mereka sebenarnya sudah pernah bertemu dengan Pak Halim sebelumnya, yakni saat Sasha digagahi Pak Anton di teras rumah pada saat malam pernikahan mereka. Terbersit sedikit kekhawatiran di benak Sasha: apakah Pak Halim benar-benar tidak melihat adegan persetubuhannya dengan Pak Anton malam itu? Memang saat itu Pak Halim seolah tidak melihat kejadian itu sama sekali karena ia tampak sibuk membaca koran di teras villanya yang ada diseberang villa Pak Anton, namun Sasha tetap saja sedikit khawatir.
“Apa keluhannya, Bu? Pusing? Mual?” tiba-tiba Pak Halim bertanya, membuyarkan pemikiran Sasha.
“E... eh? Ke... Kepala saya rasanya pusing, dokter. Badan saya rasanya lemas...” terang Sasha sedikit tergagap.
“Baiklah kalau begitu coba saya periksa sebentar ya.” Ujar Pak Halim ramah sambil memasangkan stetoskop di telinganya dan ia mulai menyingkapkan selimut Sasha.
“Periksa? Eh... tunggu sebentar dok!” Sasha tampak panik saat menyadari kalau pemeriksaan yang dimaksud Pak Halim adalah pemeriksaan dengan stetoskop. Tentu saja dengan sehelai babydoll dress tipis yang ia kenakan saat ini, berarti Pak Halim bisa melihat jengkal-jengkal tubuhnya. Namun terlambat, Pak Halim sudah keburu menyingkapkan selimut Sasha sehingga kini tubuh Sasha terpampang dihadapan Pak Halim dan tampak menggoda dengan balutan babydoll dress pink itu.
Sekilas Pak Halim tampak melotot dan menelan ludah saat melihat lekuk tubuh Sasha yang tersaji dihadapannya. Samar-samar, ia bisa melihat strapless bra yang terpasang di dada Sasha dan juga perut ramping Sasha dengan pusar yang tampak menggoda serta celana dalam Sasha. Walaupun hanya tampak samar, mata Pak Halim tampak sedikit jelalatan mengamati tubuh Sasha.
“Ee... dokter... mungkin saya ganti baju saja dulu sebentar...” pinta Sasha sedikit risih.
“Ah, tidak apa-apa Bu. Anda tidak perlu malu. Lebih baik anda rileks saja, ini tidak bakal lama kok” terang Pak Halim yang segera menempelkan stetoskopnya ke dada Sasha bagian kiri tanpa memberikan kesempatan bagi Sasha untuk berargumen lebih jauh.
Apa boleh buat, Sasha pun terpaksa menerima nasibnya. Jantung Sasha berdegup kencang menahan perasaan malu saat Pak Halim mengarahkan stetoskop itu ke bagian-bagian dadanya. Pak Halim tampak menutup matanya dengan serius namun Sasha tidak tahu apakah Pak Halim memang fokus memeriksa kondisi tubuhnya atau menikmati permukaan kulitnya yang mulus lewat sentuhan-sentuhan stetoskop itu.
“Maaf ya Bu Sasha. Mungkin saya agak tidak sopan, tapi kalau bisa, tolong gaun anda dinaikkan. Saya mau memeriksa perut anda.” Ujar Pak Halim. Sasha terkejut setengah mati mendengar permintaan Pak Halim; itu berarti celana dalamnya akan dipamerkan jelas dihadapan Pak Halim.
“Lho... lho... sebentar Pak, saya rasa tidak perlu diperiksa sampai sebegitunya!” Pak Anton langsung memprotes dengan gusar, namun Pak Halim hanya tersenyum tenang menanggapi.
“Ya, saya mengerti perasaan bapak dan ibu. Makanya saya meminta maaf kalau perlakuan saya kurang pantas. Tapi ini juga demi Bu Sasha, saya perlu memeriksa bagian perut untuk mendiagnosa. Saya khawatir kalau-kalau ada infeksi bakteri.” Terang Pak Halim.
“Lagipula anda ada disini bukan, Pak Anton? Mana mungkin saya berani berbuat macam-macam pada Bu Sasha?” lanjutnya sambil tersenyum ramah.
“Y... ya, baiklah kalau begitu!” jawab Pak Anton gusar.
“Nah, mari Bu.” Ujar Pak Halim ramah pada Sasha. Walaupun keberatan, Sasha terpaksa menaikkan rok gaunnya hingga ke bawah dadanya sehingga kini tubuhnya dari bagian dada kebawah tampak sangat jelas dihadapan kedua pria paruh baya itu. Perutnya yang rata dan mulus tampak begitu menggoda nafsu, apalagi dengan sehelai celana dalam sutra berwarna pink yang masih menutupi daerah selangkangannya. Wajah Sasha kian memerah menahan malu; ia merasa seolah sedang memamerkan celana dalamnya dihadapan Pak Anton dan Pak Halim.
Perlahan-lahan, Pak Halim mulai mengarahkan stetoskopnya ke perut Sasha. Rasa dingin logam stetoskop itu terasa jelas di perut Sasha bersamaan dengan rabaan permukaan tangan Pak Halim di kulit Sasha. Pak Halim dengan seksama memeriksa bagian perut Sasha dengan stetoskop itu, namun kini matanya tidak lagi terpejam, malah ia lebih sering mengrenyitkan matanya seolah berpikir keras. Sasha bisa melihat sorot mata Pak Halim yang seolah memancarkan hasrat bahwa ia ingin melihat tubuh Sasha yang polos apalagi stetoskopnya lebih sering singgah di satu daerah relatif lama dibandingkan saat ia memeriksa dada Sasha bagian atas saat tubuh Sasha masih ditutupi babydoll dress miliknya.
“Ngg...” Sasha merintih pelan saat merasakan daerah sekitar pusarnya tersentuh oleh stetoskop itu. Kini mata Pak Halim malah tampak tertuju kearah selangkangan Sasha, seolah matanya bisa melihat tembus celana dalam sutra yang dipakai oleh Sasha. Sasha kembali melirik sedikit kearah pandangan Pak Halim, Sasha bisa melihat bahwa tak sedikitpun Pak Halim menoleh kearah lain selain kearah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam itu. Tak beda jauh dengan Pak Halim, Pak Anton juga tampak terus jelalatan melihat perut dan selangkangan Sasha yang terpampang jelas, sesekali juga Pak Anton tampak membetulkan posisi celananya untuk menyembunyikan ‘senjata’nya yang mulai menegang keras karena terangsang melihat tubuh Sasha, apalagi mengingat ia tidak puas dengan permainan mereka tadi pagi.
“Bagaimana keadaan Sasha, Pak Halim?” tanya Pak Anton tak sabaran.
“Hm... sepertinya tidak ada infeksi. Bu Sasha, apa anda memiliki alergi makanan?” tanya Pak Halim. Sasha hanya menggeleng pelan.
“Sasha hanya lemah dengan alkohol, Pak Halim. Kemarin dia sempat mabuk karena konsumsi alkohol yang agak berlebih.” Tiba-tiba Pak Anton memberi penjelasan.
“Kasus alergi dan resistansi alkohol berbeda Pak. Seharusnya tidak ada kaitannya.” Terang Pak Halim sambil membereskan stetoskopnya. Sasha pun buru-buru merapikan gaunnya kembali tanpa perlu dikomando.
“Bu Sasha, apa anda tadi pagi kehujanan?” tanya Pak Halim sambil menoleh kearah Sasha.
“I... iya, soalnya saya mengambil jemuran tadi.”
“Apa anda langsung mandi setelahnya? Keramas?” tanya Pak Halim yang dijawab oleh gelengan Sasha.
“Apa Bu Sasha mendapatkan istirahat yang cukup belakangan ini Pak?” tanya Pak Halim pada Pak Anton.
“Yah, memang sepertinya dia kurang istirahat belakangan ini...” gumam Pak Anton sambil menerawang mengingat kegiatan Sasha selama tinggal di villanya. Memang kalau bisa dibilang, Sasha benar-benar kurang istirahat karena ia juga fokus mengurusi Alyssa dan pekerjaan rumah tangga di villa itu; berbeda dengan Pak Anton yang bisa langsung tidur ataupun bersantai ria.
“Kalau begitu saya rasa Bu Sasha perlu istirahat. Mungkin daya tahan tubuhnya melemah karena kelelahan dan kurang istirahat. Temperatur yang naik drastis juga karena tubuh anda yang tidak kuat lagi.” Terang Pak Halim.
“Jadi...”
“Ya, sebenarnya cuma demam dan flu biasa yang diperparah karena Bu Sasha kelelahan. Mungkin ini terpicu karena Bu Sasha kehujanan pagi ini dan dia tidak segera menghangatkan diri atau keramas. Anda mungkin pernah mendengar nasihat untuk berkeramas setelah kehujanan kan?” ujar Pak Halim sambil tersenyum.
“Hmm... iya Pak.” Pak Anton tampak manggut-manggut menanggapi Pak Halim.
“Karena cuma demam, saya rasa tidak perlu resep, antibiotik sesuai dosis saja seharusnya sudah cukup, tapi mungkin saya akan berikan resep obat penenang agar Bu Sasha bisa istirahat dan juga obat penurun panas kalau-kalau demamnya tidak turun. Tolong diminum sesuai dosis, karena obatnya agak keras.” jelas Pak Halim sambil memberikan secarik kertas pada Pak Anton.
“Oh iya, Bu. Mari sekalian saya bantu membalut luka di jari ibu.” Ujar Pak Halim sambil tersenyum mengulurkan tangannya meraih tangan Sasha yang terluka akibat terkena pecahan gelas. Dengan cekatan, Pak Halim memberikan alkohol dan antiseptik sebelum membalut jari-jari lentik Sasha dengan perban.
“Nah, selesai! Tolong perbannya diganti dua kali sehari ya, Bu.” Terang Pak Halim sambil merapikan kotak obatnya dan beranjak ke pintu kamar.
“Lain kali saya sarankan Bu Sasha untuk segera mandi apabila kehujanan dan coba anda kurangi intensitas kegiatan anda sementara.” Saran Pak Halim.
“Iya... terima kasih, dok.”
“Sama-sama, Bu. Jaga kesehatan anda ya.” Ujar Pak Halim sambil berlalu bersama Pak Anton dan melambaikan tangan pada Sasha.
Saat pintu ditutup, Sasha termangu sejenak membayangkan Pak Halim. Orangnya ramah dan tampaknya dia bukan dokter yang komersial... mungkin agak mesum... tapi... yah, sepertinya dia tidak seburuk yang dibayangkan oleh Sasha, ia dengan ramah memberi penjelasan dan tampak tenang; tidak seperti laki-laki yang dilanda birahi. Apalagi Pak Halim menepati janjinya untuk tidak macam-macam walaupun Sasha dalam posisi yang sangat menggoda. Lagipula, bisa saja dia memberi resep obat yang macam-macam bagi Pak Anton mengingat Pak Anton sangat kaya; tapi yang diberinya hanyalah dua resep obat yang hanya berfungsi untuk tambahan.
“Mungkin dia orang baik... aku saja yang terlalu berpikiran negatif...” Pikir Sasha sambil merebahkan dirinya dan memegangi kompres di dahinya.
Sekitar 30 menit kemudian, Pak Anton masuk ke dalam kamar sambil membawa sebungkus obat.
“Gimana, Sha? Sudah baikan?”
“Masih pusing Mas...”
“Oh ya, ini saya sudah belikan obat untukmu. Untung apotek didekat sini menerima resep dokter.” Ujar Pak Anton sambil menyerahkan bungkus obat itu pada Sasha.
“Terima kasih ya, Mas Anton... saya minta maaf kalau merepotkan.”
“Ah, jangan dipikirkan! Kamu kan istri saya, sudah wajar kalau saya merawatmu!” Sasha tersipu saat mendengar perkataan Pak Anton yang begitu perhatian padanya dan menganggapnya sebagai istri sepenuh hati walaupun mereka hanya menikah siri.
“Tapi... betul juga kata Pak Halim, Sha. Kamu perlu banyak istirahat. Sejak kamu di villa ini, saya jarang melihat kamu istirahat.”
[caption id="attachment_1763" align="alignleft" width="276" caption="Pak Anton"][/caption]
“Nah, ini. Kamu minum obatnya dulu ya, supaya kamu bisa istirahat.” Ujar Pak Anton sambil menyodorkan dua butir tablet obat dan segelas air hangat kepada Sasha. Sasha mengambil obat-obatan itu dari tangan Pak Anton dan segera menelannya.
“Sekarang, kamu tidur dulu ya, Sasha. Coba untuk rileks, anggap saja ini liburan.” Canda Pak Anton sambil menyelimuti tubuh Sasha dengan rapat hingga ke bahu.
“Tapi... Mas Anton... kalau Alyssa bangun...”
“Jangan khawatir, saya akan ajak Alyssa untuk bermain supaya kamu bisa istirahat. Tenang saja, semuanya pasti beres!”
“I... iya. Saya sudah menyiapkan susu untuk Alyssa di dapur. Kalau boleh, tolong Mas Anton memberikannya ke Alyssa jam 8.30 nanti.” Pinta Sasha.
“Tentu saja boleh! Sudah, sekarang kamu tidur saja dulu ya!” jawab Pak Anton sambil mengecup dahi Sasha. Sasha hanya tersenyum sambil menutup matanya.
Pak Anton segera meninggalkan kamar untuk memberi kesempatan Sasha untuk beristirahat. Detik demi detik berlalu menjadi menit dan tidak terasa hari sudah berganti menjadi siang. Pak Anton duduk di beranda villanya sambil menatap langit dengan ekspresi bosan; dilihatnya awan mendung masih membayang dan cuaca terasa dingin menusuk tulang karena hujan dari pagi tadi. Pak Anton menghela nafas sambil menghisap rokoknya untuk sekedar menghangatkan tubuhnya, ia tidak tahu apa yang harus dikerjakannya sekarang. Alyssa sempat bangun saat diberi susu dan Pak Anton juga sempat meluangkan waktu untuk bermain dengannya sebentar, namun tidak terasa sudah waktu tidur siang bagi Alyssa sehingga Pak Anton pun menidurkan anak itu di kamarnya.
“Ah... apa yang mau kulakukan? Bosan sekali!” gerutu Pak Anton. Tidak ada kegiatan yang bisa ia lakukan sama sekali, nyaris semuanya sudah dibereskan oleh Sasha. Pak Anton menoleh kebelakang, dilihatnya jam di ruang baca, waktu menunjukkan pukul 1.30 siang. Bisa saja ia tidur siang dengan berselimut mengingat cuaca cukup dingin, tapi Sasha masih tertidur di kamar. Pak Anton pun penasaran dengan keadaan Sasha, sudah sekitar 5 jam lebih saat Sasha meminum obatnya dan tidur hingga saat ini.
“Mungkin Sasha sudah bangun, lebih baik kulihat dulu keadaannya.” Gumam Pak Anton. Pak Anton pun segera beranjak menuju ke kamar tidurnya. Perlahan-lahan, dibukanya pintu kamar itu dan ia berjalan menuju ke ranjang untuk melihat keadaan Sasha.
Pak Anton mereguk ludah saat melihat Sasha yang masih terlelap diatas ranjang. Selimut yang dikenakan oleh Pak Anton sudah tersingkap sehingga tubuh Sasha dapat terlihat dengan jelas. Sasha sedang tertidur dengan tangan yang terentang lebar, strap babydoll dress miliknya melorot sehingga menampakkan bahunya dengan jelas, bagian bawah babydoll dress milik Sasha pun tersingkap hingga keperutnya sementara kakinya membuka lebar sehingga celana dalamnya terlihat dengan jelas sekali sementara perutnya yang rata samar-samar terlihat. Wajah cantik Sasha yang sedang tidur kian menggoda Pak Anton, seolah Sasha tampak polos dihadapannya, siap untuk disetubuhi.
Melihat keadaan Sasha itu, tak ayal lagi, penis Pak Anton langsung menegang. Pak Anton berusaha mengontrol gejolak birahinya saat melihat Sasha dalam posisi yang begitu menggoda. Ingin rasanya ia kembali bercinta dengan Sasha, namun ia pun memikirkan keadaan Sasha yang tengah demam itu.
“Mungkin kurapikan saja dulu penampilan Sasha...” Pikir Pak Anton sambil menaiki ranjang dengan perasaan campur aduk. Pak Anton berlutut dihadapan Sasha yang masih terbaring, ia menelan ludah melihat pose Sasha yang begitu menggoda diranjang. Pak Anton berusaha fokus pada tujuan utamanya untuk merapikan penampilan Sasha.
Pelan-pelan diraihnya pergelangan tangan Sasha yang masih terentang dan diluruskannya tangan Sasha. Tindakan Pak Anton justru membuat strap babydoll dress Sasha semakin melorot sehingga sedikit menampakkan bra yang masih dikenakan oleh Sasha. Perhatian Pak Anton sedikit teralih saat melihat bra strapless berwarna pink muda milik Sasha menyembul keluar. Pak Anton pun meraih strap gaun Sasha, dengan niat untuk merapikan Sasha. Apa daya, niatnya itu terhenti saat ia memegang strap gaun Sasha itu. Justru perhatiannya kini teralih ke dada Sasha yang tampak sedikit membusung. Pak Anton pun mulai penasaran, perlahan-lahan, ditelungkupkannya telapak tangan kanannya ke payudara kiri Sasha. Dirasakannya payudara Sasha memenuhi telapak tangannya, memberinya sensasi rasa empuk dan lembut. Sensasi itu kembali membangkitkan memori Pak Anton saat melihat payudara Sasha yang terpampang polos saat ia dimandikan. Bentuk payudara Sasha memang tidak begitu besar, namun sangat proporsional dengan tubuh Sasha sehingga tampak begitu indah.
Saat membayangkan bentuk payudara cantik milik Sasha, tanpa sadar telapak tangan Pak Anton bergerak secara otomatis meremas payudara Sasha.
“Ngh!” terdengar suara erangan pelan dari Sasha yang masih terlelap saat merasakan sentuhan di payudaranya itu. Pak Anton terkejut saat mendengar erangan Sasha, dilihatnya sejenak wajah Sasha: tampaknya Sasha masih tidur pulas, mungkin karena pengaruh obat penenang yang diminumkan kepada Sasha agar ia bisa beristirahat.
Merasa yakin bahwa aksinya tidak akan kepergok oleh Sasha, Pak Anton pun kembali meremas payudara Sasha dengan pelan dan kembali sensasi kenyal yang menggairahkan memenuhi telapak tangannya itu. Pak Anton menatap telapak tangannya yang masih mencengkeram dada Sasha, ingin rasanya ia mencumbu payudara Sasha, namun hal itu cukup sulit dilakukan mengingat Sasha yang masih berpakaian lengkap. Pak Anton pun menyisirkan tangannya meraba dada Sasha. Bahan chiffon babydoll dress Sasha terasa begitu halus dan lembut, apalagi dada Sasha terasa begitu empuk. Jari-jari Pak Anton seolah menari diatas dada Sasha dan sesekali mencubit kecil dada Sasha dengan gemas.
Diperlakukan sedemikian rupa, Sasha pun merasa tidurnya agak terusik. “Mmh!!” ia mengerang risih dan membalikkan tubuhnya ke samping. Nyaris saja tangan Pak Anton ikut tertarik dan terpeluk oleh Sasha, saat itu pula Pak Anton sedikit tersadar.
“Ah?! Apa yang kulakukan?! Bukannya merapikan penampilannya, aku malah membuatnya terganggu!” omel Pak Anton pada dirinya sendiri dalam hati.
Pak Anton pun beranjak mengambil selimut yang terserak di ranjang Sasha ditariknya pinggiran selimut itu agar bisa dihamparkannya diatas tubuh Sasha. Saat Pak Anton hendak menyelimuti Sasha kembali, matanya malah tertuju pada paha mulus Sasha yang terpampang dengan jelas karena Sasha tidur dalam posisi menyamping dan lagi, karena ia membalikkan tubuhnya tanpa sadar, kini babydoll dress miliknya malah tersibak keatas sehingga menampakkan pantat montok Sasha yang masih tertutupi oleh celana dalamnya dengan amat jelas.
Melihat pemandangan itu, fokus Pak Anton kembali terusik. Ingin rasanya ia menyelimuti tubuh Sasha, namun pantat Sasha yang dipamerkan dihadapannya begitu menggoda dan ranum. Ingin rasanya Pak Anton menjamah pantat Sasha. Sebagai seorang suami yang baik, ia harus bisa merawat istrinya; namun bagaimanapun juga, ia tetap seorang laki-laki tulen, bagaimana mungkin ia tidak tergoda melihat pantat wanita cantik yang tertungging dihadapannya?
“Sebentar... hanya sebentar saja... Sasha tidak akan terganggu...” pikir Pak Anton untuk membenarkan pilihannya. Lama kelamaan, godaan seksual Pak Anton mengalahkan niatnya untuk menyelimuti Sasha. Diletakkannya kembali selimut yang sedari tadi ia pegang. Perlahan-lahan, didekatkannya wajahnya ke pantat Sasha yang masih tertutupi oleh celana dalam sutra berwarna pink itu. Pak Anton menghirup nafasnya dalam-dalam, tercium aroma khas Sasha yang segera menggelitik indera penciumannya.
Pak Anton pun kian mendekatkan hidungnya dan kini wajahnya menempel di pantat Sasha. Pak Anton menggosokkan pipinya di bongkahan pantat Sasha, rasanya empuk sekali dan celana dalam Sasha memberi sensasi lembut di pipinya. Rasa hangat yang memancar karena tubuh Sasha yang masih demam membuat Pak Anton merasa semakin nyaman, seolah ia menemukan ‘penghangat’ ditengah cuaca yang dingin itu.
“Aah! Ini bantal surgawi!” gumam Pak Anton sambil membaringkan kepalanya di pantat Sasha, seolah ingin meresapi kenikmatan itu sedalam mungkin. Aroma khas yang terpancar dari selangkangan Sasha, rasa empuk pantatnya serta sensasi lembut sutra dari celana dalamnya kian membuat Pak Anton terbuai.
Pak Anton lalu meraih bagian tengah celana dalam Sasha, dipilinnya celana dalam itu sehingga membentuk tali yang tebal. Disisipkannya bagian celana dalam yang terpilin itu ke celah pantat Sasha sehingga kini Sasha seolah sedang mengenakan celana dalam G-string. Akibatnya, pantat Sasha semakin terlihat dengan indah dan menggoda.
Pak Anton kemudian membelai pantat Sasha pelan tetap dengan kepalanya yang masih terbaring di pantat Sasha. Dengan iseng, Pak Anton sedikit menarik celana dalam Sasha sehingga belahan pantat Sasha terlihat jelas. Sebenarnya ia ingin melucuti celana dalam Sasha, namun sayangnya dengan posisi Sasha yang terbaring miring ini, celana dalamnya sulit dilepaskan karena tertindih pinggang Sasha.
Pak Anton terus mempermainkan pantat Sasha sambil menyusupkan tangannya kedalam celananya dan mulai mengocok penisnya sendiri yang masih tersembunyi dibalik celananya. Setidaknya untuk pelampiasan nafsunya yang tidak kesampaian tadi pagi, pikirnya. Lagipula hal itu ia rasakan tidak akan begitu mengganggu tidur Sasha dibandingkan apabila ia melakukan penetrasi ke tubuh Sasha sekali lagi. Pak Anton sesekali membenamkan wajahnya ke pantat Sasha sedalam mungkin untuk meresapi rasa empuk dan lembut di pantat Sasha sambil terus membelai-belai pantat Sasha.
Tentu saja, diperlakukan sedemikian rupa membuat Sasha yang masih tertidur merasa amat terganggu. Pantat dan pahanya terasa sesak, berat dan sedikit geli. Secara otomatis, tangan Sasha bergerak sendiri dan PLAAK!! Tanpa sadar, ditamparnya kepala Pak Anton yang segera membuat Pak Anton berguling-guling kesakitan diatas ranjang, menghilangkan segala kenikmatan yang sedari tadi dibangun Pak Anton dengan beronani sendiri dalam sekejap.
Saat merasakan kelegaan kembali ke paha dan pantatnya, Sasha pun berguling kembali sehingga kini ia tidur terlentang dengan kaki yang membuka sedikit lebar untuk membuatnya merasa lebih nyaman. Pak Anton sendiri masih sibuk mengusap-usap kepalanya sambil berusaha menghilangkan dengingan di telinganya akibat tamparan Sasha itu.
Pak Anton pun mulai sedikit senewen karena sudah dua kali ia gagal berejakulasi. Diliriknya Sasha yang masih tertidur itu dan saat ia melihat posisi Sasha yang terlentang, ia pun merasa mendapat kesempatan emas. Pak Anton segera mendekati Sasha kembali, namun kali ini ia memposisikan jari-jemarinya di pinggang Sasha dan mencengkeram pinggiran celana dalam Sasha.
Perlahan-lahan, Pak Anton menarik pinggiran celana dalam Sasha melewati paha, betis dan akhirnya celana dalam Sasha pun terlepas sempurna. Pak Anton segera menyibakkan rok babydoll dress Sasha dan ia pun merentangkan kaki Sasha ke samping hingga kewanitaan Sasha terpampang jelas.
Pak Anton segera mendekatkan wajahnya ke selangkangan Sasha untuk mengamati kewanitaan Sasha dengan seksama. Samar-samar, tercium aroma wangi dan hawa hangat yang memancar dari vagina Sasha. Pak Anton lalu membuka sedikit celah vagina Sasha dan mengamatinya dengan seksama, vagina Sasha tampak amat indah dan terawat, sehingga kian memancing gairah seksual Pak Anton.
Tanpa pikir panjang lagi, Pak Anton segera membenamkan wajahnya ke vagina Sasha.
“Hnk! Nggh...” Terdengar suara rintihan pelan dari bibir Sasha saat merasakan sesuatu menimpa vaginanya. Sasha hendak kembali membalikkan tubuhnya, namun kali ini Pak Anton dengan sigap menahan kedua betis Sasha dengan pelan agar Sasha tidak bisa berguling kesamping. Diusahakannya untuk menahan gerak kaki Sasha selembut mungkin agar Sasha tidak segera terbangun. Saat ia merasa Sasha tidak lagi meronta, Pak Anton pun kembali menjalankan aksinya. Dipeganginya kedua paha Sasha dan ia menjepitkan kepalanya diantara paha Sasha itu. Permukaan paha dan selangkangan Sasha juga memancarkan hawa yang hangat karena suhu tubuh Sasha yang tinggi akibat demam, membuat Pak Anton bisa menghangatkan kepala dan kedua tangannya yang kedinginan dengan paha Sasha yang halus. Sesekali ia menggosok-gosokkan pipinya pada paha Sasha ataupun menjilat paha Sasha sehingga terdengar suara-suara rintihan yang tertahan dan tubuh Sasha yang menggelinjang kegelian.
Pak Anton mulai menjulurkan lidahnya menjilati permukaan vagina Sasha. Lidahnya perlahan-lahan membelah liang vagina Sasha dan masuk menjejali celah vagina Sasha. Pak Anton menggerakkan lidahnya naik turun menjilati vagina Sasha. Lidahnya pun sesekali ditusukkannya kedalam vagina Sasha sehingga sesekali terdengar suara erangan Sasha yang sedikit tertahan. Sesekali dibenamkannya wajahnya ke vagina Sasha dan ditekannya hidungnya sedalam mungkin untuk meresapi aroma khas vagina Sasha.
Karena gerakan Pak Anton yang kini jauh lebih agresif dari sebelumnya, Sasha mulai terbangun karena merasa terganggu. Sasha hendak membuka matanya, namun entah kenapa kelopak matanya terasa berat, kepalanya masih sangat penat dan rasa pusingnya masih membayang. Tubuhnya dari pinggang kebawah terasa tidak berdaya seolah tertindih sesuatu karena Pak Anton yang memegangi dan menahan kedua kakinya serta kepala Pak Anton yang masih sibuk bermain di vaginanya. Sasha hendak mengangkat tubuhnya, namun tubuhnya lemas dan ia tidak memiliki cukup tenaga untuk bangkit terlebih lagi ia merasakan rasa pusing yang melanda kepalanya.
Lama kelamaan, Pak Anton mulai merasa vagina Sasha mulai becek, rupanya cairan cinta Sasha mulai keluar secara otomatis karena dirangsang terus oleh Pak Anton. Melihat usahanya mulai berhasil, Pak Anton semakin bersemangat, tiba-tiba, ia menyentil klitoris Sasha dengan lidahnya.
“Ah!” Sasha menjerit pelan dan menggelinjang. Ia merasakan gelombang kenikmatan yang tiada tara memancar dari selangkangannya. Pak Anton mulai melepaskan cengkeramannya dari kedua tungkai kaki Sasha karena ia merasa Sasha sudah tenggelam dalam sensasi kenikmatan yang ditimbulkan Pak Anton di vaginanya, terbukti dari kaki Sasha yang terasa lemas tanpa perlawanan walaupun vaginanya terus dijilati oleh Pak Anton. Namun setiap kali Pak Anton menjilati dan menyentil klitorisnya, tubuh Sasha selalu menggelinjang kegelian.
Melihat Sasha yang lebih terangsang pada saat klitorisnya tersentuh, Pak Anton terus mengintensifkan serangan-serangan lidahnya pada klitoris Sasha. Akibatnya tak ayal lagi, Sasha pun dilanda rasa nikmat yang bertubi-tubi.
“Akh... awh! Aah...” Sasha mendesah-desah nikmat dan menggelinjang kegelian saat lidah Pak Anton mempermainkan klitorisnya. Gairah seksual Pak Anton pun semakin dibangkitkan oleh desahan-desahan sensual yang keluar dari bibir Sasha yang masih setengah tertidur. Semakin lama, Sasha semakin jelas merasakan ransangan dan rasa nikmat dari jilatan Pak Anton pada klitorisnya. Rasa geli di vaginanya menyebar dan memberi rasa nikmat di sekujur tubuhnya. Perlahan-lahan, tenaga Sasha mulai kembali seiring dengan kian terbangunnya Sasha karena Pak Anton yang dengan giat mempermainkan vagina Sasha dengan lidahnya. Sudah pasti tidak ada seorang wanita pun yang bisa tidur nyenyak saat vaginanya dipermainkan seperti itu apalagi dengan serangan yang selalu ditujukan pada klitorisnya. Sasha pun membuka kelopak matanya dengan pelan untuk melihat gerangan ‘benda’ yang sedari tadi mengganggu tidurnya itu.
“Ah... Mas An...ton?! Aah!” Sasha sedikit terkejut saat ia sekilas melihat kepala Pak Anton yang sedang terbenam di vaginanya. Ingin rasanya ia mendorong kepala Pak Anton untuk menjauhi vaginanya, namun ia tak sanggup karena rasa nikmat yang menjalar di tubuhnya itu mengalahkan akal sehatnya. SLURP... SLURP... terdengar pula suara becek dari selangkangannya akibat cairan cintanya yang terus mengalir dengan deras karena terus dirangsang dari tadi.
Pak Anton sekilas mendengar suara Sasha, namun ia tidak peduli lagi. Sudah keburu basah, sekalian saja mandi, pikir Pak Anton sambil terus melahap kewanitaan Sasha. Lama kelamaan, Sasha bisa merasakan orgasmenya kian membayang, seolah ada suatu luapan rasa nikmat yang membayang dari dalam tubuhnya.
“AAKH!!” Sasha melenguh keras, ditekannya kepala Pak Anton kedalam vaginanya sedalam mungkin dan kedua belah kakinya melingkari dan memeluk kepala Pak Anton dengan erat seolah ingin agar pria itu tidak bisa kabur. Seiring dengan menegangnya otot-otot tubuh Sasha, cairan cinta Sasha pun langsung muncrat dihadapan wajah Pak Anton yang terbenam dalam liang vaginanya. Sasha pun akhirnya mencapai orgasmenya yang kedua hari itu.
Chapter 03: Pleasure and Suffering
“Ahh... hhh... hhh...” terdengar nafas Sasha yang tersengal-sengal. Tubuh Sasha mulai melemas seiring dengan orgasmenya yang mereda. Jepitan kakinya pada kepala Pak Anton pun melemah dan akhirnya terlepas namun Pak Anton masih betah berlama-lama membenamkan wajahnya di kewanitaan Sasha, ia kini sibuk menyeruput cairan cinta Sasha yang hangat dan masih tersaji di vagina Sasha.
“SLURP! Wah... Orgasmenya hebat sekali, Sha!” puji Pak Anton sambil menyeruput cairan cinta Sasha yang masih tersisa. Wajah Pak Anton tampak basah kuyup akibat cairan cinta Sasha yang muncrat langsung dihadapan wajahnya.
“Mas Anton... hhh... saya...”
“Kenapa? Enak kan? Saya lanjutkan ya?” goda Pak Anton sambil terkekeh-kekeh.
“Ta... tapi... Kyah!” Belum sempat Sasha memprotes Pak Anton, pria itu sudah keburu membalikkan tubuhnya sehingga Sasha kini dalam posisi terlungkup. Bagai harimau yang hendak menerkam mangsanya, Pak Anton langsung menindih tubuh lembut Sasha dengan tubuh gempalnya sambil memeluk erat tubuh Sasha meresapi hawa hangat yang memancar dari tubuh Sasha.
Sasha menghela nafas, ia tahu kalau Pak Anton sudah tidak bisa lagi dihentikan dan gairah seksual pria itu sudah mencapai ubun-ubun. Lagipula wajar kalau Pak Anton tampak begitu bernafsu, hal itu tak lain karena Pak Anton yang sama sekali belum mencapai klimaks saat mereka bercinta dari pagi dan sejauh ini ia terus memberi pemanasan tanpa sempat memuaskan dirinya sendiri.
Sebenarnya berat bagi Sasha untuk melayani Pak Anton dalam keadaan seperti ini, kepalanya masih terasa penat dan pusing, sementara sekujur tubuhnya terasa panas dan lemah akibat demamnya. Apa boleh buat, Pak Anton pun tampaknya tidak akan bisa merelakannya beristirahat hingga ia bisa memuaskan hasrat seksualnya yang terus terpendam sedari pagi. Sasha pun mengumpulkan segenap tenaganya dan berusaha untuk melayani Pak Anton sebisa mungkin. Lagipula, vaginanya yang sedari tadi dirangsang membuat gairah seksual Sasha ikut terbangkitkan.
Pak Anton segera beranjak kehadapan Sasha yang masih terbaring terlungkup diatas ranjang. Ia lalu duduk dihadapan Sasha dan menegadahkan wajah Sasha. Wajah Sasha yang sayu dan memerah tampak begitu sensual dihadapannya. Sasha sendiri melihat ada bagian yang menonjol keluar dari celana Pak Anton. Tanpa menunggu lama, Pak Anton segera melorotkan celananya dihadapan Sasha dan penisnya langsung tampak berdiri tegap dihadapan Sasha. Sasha seolah mengerti akan apa yang diinginkan oleh Pak Anton; diraihnya penis Pak Anton yang menegang itu dengan tangannya. Sasha pun dengan lembut mengocok penis Pak Anton yang menegang itu dengan jari-jari lentiknya. Genggaman tangan Sasha yang hangat menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri bagi Pak Anton. Kocokan pelan Sasha itu juga membuatnya merasa semakin nikmat, serasa penisnya dipijat pelan. Sasha menyibakkan rambut panjangnya kebelakang sambil terus mengocok penis Pak Anton itu.
“Ooh!” Tiba-tiba, Pak Anton merasakan ujung penisnya disentuh oleh sesuatu yang lembut. Rupanya Sasha mengecup ujung penisnya dengan bibirnya. Pak Anton merasa sangat geli saat ia merasakan lubang kencingnya disentuh oleh bibir Sasha. Hawa hangat yang berhembus dari nafas Sasha yang memburu dari hidung dan mulutnya kian membuat kenikmatan yang dirasakan Pak Anton berlipat ganda.
Sasha lalu melingkarkan bibirnya pada ujung penis Pak Anton yang tampak sedikit menguncup dan menggelitik syaraf penis Pak Anton dengan kelembutan bibirnya dan hawa hangat dari mulutnya.
“Mmm... SLRUP” Sasha lalu menghisap-isap penis Pak Anton sehingga Pak Anton semakin berada di awang-awang.
“Bagaimana Mas? Rasanya... SLURP” tanya Sasha sambil kembali mengisap pangkal penis Pak Anton.
“L... luarr biasa! Kamu hebat Sha!” puji Pak Anton yang merasakan sensasi yang jauh berbeda dibandingkan saat ia mengocok penisnya dengan tangannya sendiri barusan. Sensasi yang ditimbulkan dari hisapan bibir Sasha terasa amat lembut, hangat dan basah akibat ludah Sasha yang membasahi batang penis Pak Anton.
Tiba-tiba, Sasha membuka mulutnya lebih lebar dan ia memajukan kepalanya sehingga penis Pak Anton itu kian membenam didalam rongga mulutnya. Pipi Sasha tampak agak menggembung akibat ukuran penis Pak Anton yang besar itu dalam mulutnya. Kini Pak Anton bisa merasakan kelembutan dan kehangatan dalam rongga mulut Sasha sepenuhnya. Sasha lalu menggerakkan lidahnya membelai pangkal penis Pak Anton sementara mulutnya masih sibuk mengemuti penis Pak Anton, memberi Pak Anton kenikmatan ganda seolah merasakan penisnya diremas dan dibelai sekaligus dengan lembut.
“Ooh... hebatt... sekali!” seloroh Pak Anton. Sasha lalu memundurkan kepalanya hingga bibirnya kembali melingkari penis Pak Anton dan kali ini ia menggerakkan kepalanya maju mundur untuk mengocok penis Pak Anton dalam mulutnya sementara jari-jarinya sesekali memainkan pangkal penis Pak Anton dengan lembut. Sasha sedikit menaikkan lidahnya sehingga ujung penis Pak Anton bersentuhan dengan lidahnya saat memasuki rongga mulutnya dan menimbulkan sensasi seolah penis Pak Anton tertusuk oleh jarum.
Sasha terus berusaha untuk memuaskan Pak Anton sebaik mungkin dengan harapan Pak Anton bisa cepat berejakulasi dan ia bisa kembali beristirahat. Saat ini, ia sudah seperti kehilangan arah, ia tidak mampu berpikir panjang karena kepalanya masih terasa pusing, apalagi dengan posisi kepalanya yang menegadah saat ini. Sebagian besar gerakannya hanya berdasarkan naluri semata yang didasari oleh suara Pak Anton yang terdengar ditelinganya. Saat mendengar suara Pak Anton yang seolah merasa lebih nikmat saat Sasha melakukan suatu gerakan, Sasha secara refleks mengulangi gerakan itu dalam tempo yang sedikit dipercepat. Pak Anton pun semakin melayang kelangit ketujuh, namun tidak ada tanda bahwa ia akan berejakulasi, walaupun Sasha sudah memainkan penisnya lebih dari 15 menit dalam mulutnya.
Sasha pun mulai merasa putus asa, lehernya terasa pegal sementara tubuhnya terasa amat lelah karena demamnya itu namun dilain pihak, Pak Anton merasakan sensasi yang berbeda saat becinta dengan Sasha yang sedang demam itu. Hawa panas yang memancar dari tubuh Sasha memberinya sensasi kehangatan yang tak terkira dan memberinya rasa nikmat ditengah cuaca yang saat itu terasa dingin menusuk tulang berbeda dengan sensasi yang ia rasakan apabila Sasha sehat-sehat saja.
Muncullah rasa penasaran dari benak Pak Anton: bagaimana rasanya apabila ia menyetubuhi Sasha saat ini? Akankah sensasi hangat itu juga dapat ditemuinya di vagina maupun lubang pantat Sasha? Pak Anton pun langsung berinisiatif untuk mencari tahu. Dipegangnya kepala Sasha yang masih sibuk mengemuti penisnya itu dan dimundurkannya kepala Sasha sehingga penisnya terbebas dari kuluman Sasha.
“Ah?!” Sasha tampak sedikit terkejut saat merasakan penis itu keluar dari mulutnya. Ia berusaha untuk mengulum kembali penis itu namun Pak Anton segera menahan kepala Sasha dan menghentikannya.
“Sudah dulu ya, Sha. Kamu hebat sekali oralnya, tapi saya mau mencoba variasi lain.” Ujar Pak Anton sambil tersenyum membelai kepala Sasha dan melihat wajah sayu Sasha. Saat Pak Anton melepas pegangannya pada kepala Sasha, otomatis Sasha langsung merebahkan kepalanya diatas bantal untuk menghilangkan rasa penat yang sedari tadi melanda lehernya sementara Pak Anton beranjak kearah belakang Sasha. Dilihatnya Sasha tampak kelelahan, namun rasa penasaran Pak Anton yang ingin mencoba menyetubuhi Sasha dalam kondisi demam itu mengalahkan perasaan kasihannya pada Sasha.
“Setidaknya aku akan mencoba untuk memberi Sasha kenikmatan supaya dia tidak terlalu tersiksa karena demam ini.” Gumam Pak Anton yang berusaha mencari pembenaran.
“Sha, ayo angkat pinggangmu.” Perintah Pak Anton sambil menepuk-nepuk pelan pantat Sasha. Sasha menurut dan perlahan-lahan ia mengangkat pinggangnya dan menekuk lututnya. Pak Anton pun ikut membantu, dipegangnya pinggang Sasha dan sesekali ia memijat pinggang Sasha sehingga Sasha sedikit menggelinjang karena seolah ada gelombang rasa geli yang memancar dari pinggangnya saat ia dipijat oleh Pak Anton.
“Wah... indah sekali.” Gumam Pak Anton saat melihat pose Sasha yang kini menunggingkan pantatnya kehadapan Pak Anton. Pak Anton memang pernah melihat Sasha dalam pose seperti itu sebelumnya, namun kali ini ia tampak lebih tergoda karena busana Sasha saat ini yang menampakkan tubuh Sasha dengan jelas, sehingga selain vagina dan lubang pantat Sasha yang tampak basah dengan cairan cintanya yang sempat meluber deras dan kini terpampang dihadapannya, Pak Anton juga bisa melihat perut Sasha yang rata dengan pusar yang menggoda serta punggung putih mulus Sasha yang dulu tidak bisa dilihatnya karena tertutup oleh gaun pengantin Sasha.
Pak Anton sekilas melihat wajah Sasha yang dibaringkan di bantal dan mengintip kearah belakang lewat sela-sela pahanya yang terbuka lebar, wajah Sasha tampak lebih merah, gabungan antara demamnya serta perasaan malu dihadapan Pak Anton.
Pak Anton yang sedari tadi terus menahan gairah seksualnya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Semakin cepat ia memuaskan diri, semakin cepat pula Sasha bisa kembali beristirahat, pikir Pak Anton. Namun, kali ini Pak Anton dihadapkan pada sedikit dilema saat melihat Sasha yang tertungging dihadapannya: dimanakah penisnya yang sudah berdiri tegak itu akan bersarang? Di vagina Sasha ataukah lubang pantat Sasha? Keduanya sama-sama menggoda.
Pak Anton berpikir sejenak untuk menentukan pilihannya. Tanpa sengaja, dilihatnya termometer yang tadi dipakainya untuk mengukur suhu tubuh Sasha tadi pagi dan ia pun mendapat ide bagus.
“Sha, panasmu sudah turun belum?” tanya Pak Anton pura-pura bodoh.
“Ngg... saya tidak tahu, Mas. Saya dari tadi belum mengukur suhu tubuh saya...” jawab Sasha bingung.
“Kalau begitu, kita ukur suhu tubuhmu dulu ya?” ujar Pak Anton sambil memegang pinggang Sasha dan menekuk punggung Sasha sedikit.
“Ah! Mas Anton...” Sasha terkejut saat merasakan tangan Pak Anton membuka celah pantatnya. Pak Anton mengamati lubang pantat Sasha dengan seksama dan dilihatnya cairan cinta Sasha yang tadi meluber deras itu ikut membasahi lubang pantat Sasha.
“Nah, ayo kita mulai pengukuran suhu tubuhnya, Sha.” Ujar Pak Anton terkekeh-kekeh sambil mengarahkan penisnya ke lubang pantat Sasha.
“Tapi... tapi... termometernya... AAKH!!” Sasha hendak memprotes Pak Anton, namun penis Pak Anton sudah keburu menerobos kedalam anusnya sehingga ia pun menjerit pilu. Saat penisnya terbenam dalam pantat Sasha, Pak Anton mendiamkan diri sejenak untuk memberi Sasha waktu untuk menyesuaikan diri. Dilihatnya penisnya yang hanya terbenam setengahnya didalam pantat Sasha sambil merasakan sensasi lembut dan hangat dalam pantat Sasha.
“Huaah...” Pak Anton menghela nafas penuh kenikmatan. Rasa nikmat yang ia rasakan saat ini sangat berbeda, penisnya merasakan sensasi panas yang unik didalam pantat Sasha karena hawa panas yang memancar didalam pantat Sasha.
Pak Anton tersenyum sambil melirik kearah Sasha. Dilihatnya Sasha masih mengatur nafas dan mencoba beradaptasi dengan penis Pak Anton didalam pantatnya.
“Nah, katanya untuk mengukur suhu tubuh, lebih akurat kalau termometernya dimasukkan lewat anus. Kelihatannya memang begitu ya, Sha?” goda Pak Anton pada Sasha.
“T... tapi...hhh... itu untuk bayii... Mas...shhh...” protes Sasha sambil terengah-engah.
“Sama sajalah, untuk kamu, saya berikan termometer yang spesial!” balas Pak Anton terkekeh-kekeh.
“S... saya... aawh!!” Sasha hendak berbicara, namun Pak Anton menggerakkan pinggangnya maju kedepan sehingga penisnya kini membenam sepenuhnya kedalam anus Sasha. Semakin dalam, semakin panas hawa yang dirasakan penisnya, sementara itu otot lubang pantat Sasha menjepit pangkal penisnya dengan erat dan memberinya rasa nikmat yang berlipat ganda. Pantat Sasha memang terasa lebih sempit dibandingkan vaginanya, mungkin karena baru dua kali dipakai oleh Pak Anton, berbeda dengan vaginanya yang selama ini menjadi tujuan utama Aldy dan baru-baru ini, Pak Anton.
“Ah!” Sasha merintih pelan saat Pak Anton menarik keluar penisnya dari tubuh Sasha. Pak Anton juga menggerayangi vagina Sasha, jarinya ditelusupkan kedalam vagina Sasha dan digerakkannya jarinya meliuk-liuk dalam vagina Sasha sehingga Sasha menggelinjang kegelian, terutama saat Pak Anton sedikit mencubit-cubit klitorisnya dengan jari-jarinya yang gemuk. Tidak jauh berbeda, vagina Sasha juga memancarkan hawa panas yang ikut menghangatkan jari-jari Pak Anton.
“Aaw... ah... hhh... hhh... aaahaah...” Sasha kian tak berdaya saat ia merasakan sensasi rasa nikmat yang bersatu padu dari selangkangannya. Vaginanya memberinya rasa geli yang mendera syaraf inderanya sementara lubang pantatnya terasa sesak, sedikit perih dan geli yang menggelitik. Sasha juga bisa merasakan cairan cintanya yang hangat kembali meluap deras dan mengalir turun membasahi pahanya.
Sasha sendiri merasa aneh saat bercinta ketika ia demam, kulitnya terasa sedikit mati rasa; ia hanya bisa sedikit merasakan rabaan Pak Anton pada permukaan kulitnya, namun syaraf-syaraf tubuhnya terasa lebih sensitif karena serangan Pak Anton pada vagina dan anusnya terasa hingga ke simpul-simpul syarafnya. Dengan tubuhnya yang lemas dan tenaganya yang belum kembali sepenuhnya, Sasha merasa seperti menyerahkan tubuhnya sepenuhnya dalam kekuasaan Pak Anton.
“Wah... pantatmu masih tetap seret seperti waktu malam pertama kemarin, Sha.” Puji Pak Anton sambil terus menggerakkan pinggangnya maju-mundur didalam pantat Sasha. Dicengkeramnya pinggang Sasha dengan erat dan dihentakkannya pinggangnya sehingga penisnya terbenam sedalam mungkin didalam pantat Sasha.
“Aaagh! Hhh...” Sasha menjerit keras sebelum kembali terkulai lemas. Gerakan Pak Anton barusan membuat anusnya terasa tertusuk belati, namun ada sedikit rasa geli dilubang pantatnya saat Pak Anton menerobos langsung menuju anusnya sekaligus sensasi aneh di perutnya yang kini bercampur aduk menjadi satu apalagi dengan vaginanya yang terus dikocok oleh jari-jari Pak Anton yang dengan konstan memberi tubuhnya rangsangan ekstra.
“Gimana Sha? Rasanya enak kan? Seperti waktu kemarin?” tanya Pak Anton.
“Ngg... sedikit... hhh... hhh...” jawab Sasha sambil menganggukkan kepalanya pelan.
“Kalau begitu, saya mau mencoba hal baru.”
“Eh? A... apa Mas? Aaw...” tanya Sasha bingung. Entah apa lagi inovasi yang ada didalam kepala atasan sekaligus suami sirinya itu, yang jelas sejauh ini aksi-aksi Pak Anton jauh berbeda dibandingkan dengan Aldy. Ada saja ide yang muncul dari lelaki itu untuk memberi Sasha kenikmatan yang baru saat bersetubuh dengannya.
“Kemarin saya sudah berejakulasi didalam vaginamu. Nah, sekarang saya mau mencoba berejakulasi dalam pantatmu.”
“E... eh? Di... dalam... pantat saya? Awwh!” tanya Sasha dengan wajah yang kian memerah karena malu.
“Ya, memangnya kenapa? Saya mau melihat sperma keluar dari lubang pantatmu.” Goda Pak Anton.
“Ngg... jangan Mas... Saya malu... ookh!” Protes Sasha sedikit panik, ia berusaha mengejan untuk mengeluarkan penis Pak Anton dari pantatnya. Namun alih-alih keluar, kontraksi otot pantatnya kian memberi nikmat pada penis Pak Anton, seolah penisnya diremas dari dalam pantat Sasha. Anehnya, saat mengejan penis Pak Anton itu, Sasha merasakan rasa nikmat yang melanda pantatnya semakin kuat.
“Sudah, jangan pura-pura, Sha. Kamu juga merasa nikmat kan dengan anal seks? Kamu suka anal seks kan? Pasti ini sensasi yang masih baru untukmu karena si Aldy tahunya hanya bermain dengan vaginamu.”
“Ti... tidak... bukan begitu Mas...” bantah Sasha.
“Ayo, kamu jujur saja. Tidak usah malu, saya kan suamimu? Buat apa kamu sembunyi-sembunyi?” goda Pak Anton.
“Eegh... i... itu... Ah...” Sasha mulai terpojok; Ia berusaha mengejan kembali namun hasilnya sama saja, lubang pantatnya terasa nyaman dan penis Pak Anton masih tertancap dalam di pantatnya sementara Pak Anton kembali tergoda saat merasakan kontraksi itu.
“Tenang saja. Ingat, kemarin kamu sudah janji kalau kamu akan memberikan saya hak atas lubang pantatmu kan? Saya mau memastikan kalau kamu juga merasa nikmat. Jadi, kamu sebenarnya suka anal seks kan?” tanya Pak Anton sambil menusukkan jari telunjuknya sedalam mungkin ke vagina Sasha.
“Hyah!! Ngg...” Sasha langsung menjerit saat merasakan tusukan jari itu dalam vaginanya.
“Benar kan? Kamu suka kalau penis saya ada didalam pantatmu kan?” Pak Anton terus mendesak Sasha.
“Y... ya... Mas Anton... hh... saya suka...” jawab Sasha pelan. Sasha berusaha mengejan sekaligus menggerakkan otot pantatnya sehingga otot pantat Sasha seolah meremas pangkal penis Pak Anton dengan kuat sementara penis Pak Anton kian sesak didalam anus Sasha.
“Uwooh... hebat, Sha. Pantatmu memang nikmatt...” gumam Pak Anton saat merasakan pijatan otot pantat Sasha itu. Pijatan itu kian membuatnya di awang-awang. Pak Anton bisa merasakan rasa nikmat yang mulai menjalar ke penisnya dari pangkal penisnya hingga ke ujung dan...
“EEERGH!!” Pak Anton menggeram sejenak dan dihentakkannya penisnya sedalam mungkin ke liang anus Sasha.
“Kyaah! Aaa...” Sasha menjerit saat merasakan penis Pak Anton memuncratkan cairan hangat didalam pantatnya. Seketika itu pula, Sasha merasa lega dan terbebas dari penderitaan yang baru ia alami. Ia tidak peduli lagi dengan orgasme ataupun hal lainnya, tubuhnya terasa sangat lelah dan hal satu-satunya yang ia inginkan saat ini hanyalah istirahat untuk memulihkan tenaganya dan menghilangkan kepenatan tubuhnya akibat demam, namun kini babydoll dress miliknya sudah acak-acakan karena peluh yang bercucuran disekujur tubuhnya dan ia tidak mungkin bisa tidur dalam keadaan seperti itu.
Pak Anton membiarkan penisnya menancap sejenak didalam vagina Sasha seolah ingin menguras habis spermanya kedalam pantat Sasha. Ia berusaha meresapi kelembutan pantat Sasha serta hawa panas yang masih menyelimuti penisnya dalam lubang pantat Sasha.
Perlahan-lahan, penis Pak Anton pun kian mengecil dan akhirnya terlepas secara otomatis dari lubang pantat Sasha. Saat penis Pak Anton tertarik keluar, otomatis sperma yang tertampung didalam pantat Sasha ikut meluber keluar dari lubang pantatnya. Pak Anton mendecak kagum, tujuannya akhirnya berhasil tercapai dan ia pun akhirnya bisa memuaskan keinginannya yang terpendam sedari tadi pagi.
Chapter 04: A Perfect Diamond
Pak Anton lalu mengambil tissue dan membersihkan vagina dan pantat Sasha dari cairan cinta Sasha maupun spermanya. Setelah semuanya bersih, ia hendak kembali memakaikan celana dalam Sasha, namun Sasha menahan tangannya.
“Mas Anton. Saya mau mengganti baju saya sebentar...” pinta Sasha pelan.
“O... oh iya! Gaunmu sudah penuh keringat. Mau saya ambilkan baju, Sha?” tanya Pak Anton sedikit gagap. Entah kenapa sekarang justru ia diliputi rasa bersalah dan hatinya terasa tidak enak, seolah ia mengeksploitasi Sasha dan memanfaatkan keadaan Sasha yang sedang demam itu.
“Tidak usah, Mas Anton. Biar saya mengambil sendiri.” Jawab Sasha sambil beranjak turun dari ranjangnya dan berjalan menuju ke kopernya dengan sedikit lunglai. Pak Anton pun kian diliputi rasa bersalah. Sasha pasti marah karena dipaksa bercinta saat ia demam dan juga karena demamnya tidak bisa turun karena istirahatnya terganggu. Citra Pak Anton yang ia bangun dari kemarin pasti hancur lebur, sekarang Sasha pasti menganggap Pak Anton sebagai lelaki mesum yang seolah menikahinya bukan karena cinta namun hanya untuk memuaskan nafsu seksualnya semata.
Sasha terlihat limbung saat ia melepas babydoll dress miliknya serta semua pakaian dalamnya sehingga ia telanjang bulat. Pak Anton dengan sigap menahan tubuh Sasha agar tidak jatuh. Walaupun penisnya kembali berdiri tegap melihat tubuh polos Sasha didepan matanya, Pak Anton kini lebih fokus untuk merawat Sasha karena rasa bersalah yang lebih tinggi daripada nafsunya.
“Sha, kamu nggak apa-apa? Kelihatannya panasmu masih belum turun ya?” ujar Pak Anton sambil memeluk tubuh Sasha untuk menyokong tubuh wanita itu.
“Sebentar ya Mas... saya mau menyeka keringat dulu, nanti saya akan kembali melayani Mas Anton...” jawab Sasha pelan sambil menyeka keringat di tubuhnya dengan sehelai handuk. Pak Anton terhenyak mendengar jawaban Sasha. Dari nadanya, Sasha tidak seperti sedang sebal atau kesal, namun lebih seperti penuh kerelaan dan penyerahan.
“Lho, lho, lho? Siapa bilang saya mau menyetubuhi kamu lagi, Sha?” tanya Pak Anton heran. Habislah sudah, pikir Pak Anton. Kini derajatnya sudah dianggap setara dengan pria tua mesum oleh Sasha. Sasha pasti mengira kalau ia hanya tertarik pada seks semata. Padahal ia menikahi Sasha atas dasar rasa cintanya pada wanita itu sejak dulu.
“Habis...” Sasha tidak menjawab lengkap, namun tangannya seolah menunjuk selangkangan Pak Anton yang tertempel di bongkahan pantatnya. Pak Anton langsung mengerti, rupanya Sasha salah sangka karena merasakan penis Pak Anton yang menegang dan menyentuh pantat Sasha, reaksi naluriah itu salah diartikan oleh Sasha sebagai gejolak birahi. Pak Anton tersenyum dan membelai rambut Sasha.
“Sudah, kamu istirahat saja dulu, Sha. Jangan khawatir, ini cuma reaksi otomatis karena saya melihat tubuh polosmu itu lagi. Sekarang yang terpenting kamu istirahat saja, saya janji tidak akan mengganggumu lagi.”
“Eh?”
“Iya, saya janji. Nah, sekarang saya bantu kamu berpakaian ya? Setelah itu, kamu minum obat lagi dan istirahat yang cukup.” Ujar Pak Anton seraya tersenyum dan mengambil beberapa potong pakaian Sasha. Disanggahnya tubuh Sasha dan ia merentangkan tangan Sasha kedepan sebelum memasangkan sebuah bra putih di dada Sasha dan mengaitkan kaitan bra itu di punggung Sasha. Kemudian, diangsurkannya sehelai celana dalam putih di selangkangan Sasha. Pak Anton lalu memakaikan kaos kaki di jenjang kaki Sasha untuk menghangatkan tubuh Sasha dan terakhir, ia memakaikan satu set piyama putih untuk Sasha.
Pak Anton lalu menggendong Sasha keatas ranjang dan membaringkan wanita itu. Ia lalu mengambil segelas air hangat dan obat-obatan untuk Sasha.
“Nah, ini obatmu, Sha.” Ujar Pak Anton sambil mengulurkan gelas berisi air serta obat-obat untuk Sasha.
“Terima kasih Mas...” jawab Sasha pelan.
Pak Anton menggaruk-garuk pipinya, ia hendak meminta maaf pada Sasha karena telah mengganggu istirahatnya disaat wanita itu sedang demam. Ia hendak berkata “maaf” namun entah kenapa kata-kata itu selalu membeku diujung lidahnya, entah bagaimana caranya menyusun kata agar Sasha bisa memaafkannya.
“Maaf ya, Mas Anton....” tiba-tiba terdengar kalimat yang tak terduga dari bibir Sasha.
“Hah? Kenapa Sha? Kok kamu minta maaf?” tanya Pak Anton dengan perasaan heran, kaget dan bingung yang bercampur aduk.
“Saya tidak bisa melayani Mas Anton sepenuhnya karena saya sakit... Seharusnya saya bisa melayani Mas Anton lebih baik sebagai seorang istri...” ujar Sasha dengan murung.
Pak Anton terhenyak seketika saat mendengar ucapan Sasha itu. Selama ini, Sasha pasti hanya memikirkan tentang bagaimana cara membahagiakan Pak Anton sebagai seorang istri padahal bisa dibilang bahwa awalnya Pak Anton yang memaksa untuk menikahi Sasha.
“Kamu tidak perlu minta maaf segala, Sha. Sebenarnya ini salah saya karena memaksa kamu, padahal kamu masih demam.” Jawab Pak Anton seraya membelai rambut Sasha.
“Demam... kalau saja saya sehat, mungkin nanti saya akan melayani Mas Anton sebaik mungkin.”
“Itu kamu pikirkan nanti saja. Demammu sudah turun? Sudah lebih baikan dibandingkan tadi pagi?” tanya Pak Anton sambil merapatkan selimut ke tubuh Sasha.
“Kepala saya masih pusing, tapi saya rasa sudah lebih baik daripada tadi pagi...” Jawab Sasha sambil memeluk bantal.
“Omong-omong, kenapa tadi pagi kamu tidak langsung mandi saja, Sha? Tadi Alyssa masih tidur kan? Saya mengerti kalau kamu kelelahan, tapi daripada kamu tidur seharusnya kamu mandi dul...” belum sempat Pak Anton menyelesaikan kalimatnya, ia tersadar bahwa sebenarnya alasan Sasha tidak segera mandi pagi itu tak lain karena Pak Anton ‘memonopoli’ kamar mandi selama 1 jam lebih hingga hujan reda. Karena shower kamar mandi lantai atas diperbaiki, tentu saja Sasha mau tidak mau harus menunggu hingga Pak Anton selesai mandi. Sementara Sasha sendiri tidak mau membangunkan Pak Anton karena ingin memberi waktu istirahat pada Pak Anton dan lebih memilih menunggu hingga Pak Anton selesai; bahkan ia masih membuatkan sarapan bagi Pak Anton walaupun kondisi tubuhnya tidak begitu sehat.
“Dasar kamu itu, Sha...” ujar Pak Anton sambil kembali mengelus rambut Sasha. Ia benar-benar kagum dengan sikap Sasha yang begitu memperhatikan dirinya dan juga sikap Sasha yang begitu patuh demi membahagiakan Pak Anton.
“Kamu sebenarnya tidak perlu begitu toleran dengan saya. Kalau ada apa-apa, kamu tidak perlu mengalah. Katakan saja pada saya. Tadi kamu tidak mandi gara-gara saya ketiduran kan? Lalu kamu masih memaksakan diri untuk membuatkan sarapan padahal kamu de...” kembali kata-kata Pak Anton tertahan di bibirnya saat ia melirik ke arah Sasha dan melihat bahwa Sasha sudah kembali tertidur lelap.
“Yah... obat si Halim memang benar-benar keras sepertinya...” gumam Pak Anton sambil tersenyum kecut.
Ia pun memegang telapak tangan Sasha dan mendekatkan wajahnya ke punggung tangan Sasha sebelum mendaratkan sebuah kecupan di punggung tangan wanita itu. Hari ini, ia melihat sisi Sasha yang lain, seorang wanita yang begitu penuh dengan kasih sayang dan perhatian pada suami dan keluarganya sepenuh hati.
Pak Anton bergumam sejenak. Di kantor mereka, Sasha sendiri sudah dianggap bagai intan berharga yang begitu menarik perhatian para lelaki karena paras cantik wanita itu namun hari ini Pak Anton tahu pasti bahwa intan tersebut jauh lebih berharga dari yang pernah dibayangkan oleh para lelaki di kantor mereka dan saat ini intan itu berada didalam genggamannya.
Bagi Pak Anton, Sasha adalah permata yang tak mungkin akan ia lepas apapun yang terjadi. Di mana lagi ia akan menemukan wanita sesempurna itu sebagai pendamping hidupnya? Cantik, lembut, penuh toleransi, ahli mengurus rumah tangga dan tentunya bisa memuaskannya diatas ranjang sepenuh hati. Pak Anton pun beranjak keluar dari kamar untuk memberi waktu bagi Sasha untuk istirahat dan kali ini ia berkomitmen penuh untuk tidak mengusik Sasha sama sekali sampai wanita itu sembuh sepenuhnya.
Sasha akhirnya bisa kembali beristirahat dan ia tertidur nyenyak karena kelelahan tanpa menyadari bahwa berkali-kali ada getaran didalam kopernya: Handphone milik Sasha yang tertimpa disela-sela pakaiannya terus berkedip tanpa suara, menampilkan nama “Aldy” di layar handphone itu...
CONTINUED ON: INTERCONNECTED HEARTS SERIES 02: THE BEGINNING OF ALL LIES
By: Bridessexstory Team
****************
16 komentar
I like the story telling
cheers
selamat muncul lagi, guys! rupanya cerita Pak Anton dan Sasha masih berlanjut. ringan dan manis, dan sepertinya masih menuju gong-nya nih.
terus berkarya, ya?
keep write…
Thanks udah kelamaan bertapa nih, jd agak kaku nulisnya.>,,<
@mr r:
Kt cb bikin crita sesuai settingan chara-nya
@kijoko lelono, poke rajeh & kuntilanak_montel
Memang sih cerita ini trasa straightforward… Kt bs ngerti kok dgn perasaan pembaca skalian . Tp krn ini bru seri. 1, crita ini kt maksudkan utk fondasi seri2 berikutnya. Moga2 kdepannya kt bisa memuaskan pembaca skalian Thanks utk sarannya
Can’t wait bro…
Buruuaaannnnn….. heheheheee….