Rumah Baru KisahBB

Setelah 2x ga diterima di Wordpress sehubungan penjualan DVD, Shusaku akhirnya memutuskan memindahkan blog cerita seru KisahBB kesayangan kita ke sini.

kirim cerita karya anda atau orderan DVD ke:


Order via email: mr_shusaku@yahoo.com


tuliskan: nama, alamat jelas, nomor HP, dan list barang yang diinginkan di email pemesanan


email akan segera saya balas dengan rincian harga & no ac bank bca/mandiri unk transfer. barang akan dikirim dengan tiki/pos setelah konfirmasi transfer diterima.

Promo diskon gede-gedean

Paket istimewa 500rb (50dvd),

untuk dalam Pulau Jawa free ongkos kirim, untuk luar Pulau Jawa tergantung daerah.

Harga normal Rp 15rb/dvd kalau beli banyak Rp.12.500/dvd, untuk paket kali ini jatuhnya Rp. 10rb/dvd, murah banget!!


Tapi ini terbatas hanya untuk 10 orang saja.

jadi silakan order, bisa dilihat list barang di

- list semi & softcore

- list western xxx

- list jav


untuk pemesanan email ke mr_shusaku@yahoo.com

Subject: paket istimewa 500rb

tuliskan: nama, alamat jelas, nomor HP, dan list barang yang diinginkan di email pemesanan

email akan segera saya balas dengan rincian harga & no ac bank bca/mandiri unk transfer. barang akan dikirim dengan tiki/pos setelah konfirmasi transfer diterima.


-untuk pesanan di atas 50dvd, selanjutnya dihitung @Rp.10.000,-

-hanya untuk film2 satuan (JAV, western XXX, dan Semi), tidak berlaku untuk koleksi pics & kompilasi

Rabu, 07 September 2011

Nightmare Sidestory: The Waiting Time

2 Juli 2007

Nightmare side story adalah bagian dari kisah nighmare campus, namun bukan sekuel/lanjutan dari kisah ini. Bedanya adalah kalau nightmare campus kisahnya terfokus pada sepak terjang ‘jagoan’ kita, Imron dalam memangsa wanita-wanita di kampus tempatnya bekerja, sedangkan nightmare side story menceritakan kehidupan para korban Imron setelah mengalami ‘mimpi buruk’ dengan si penjaga kampus bejat itu.
--------------------------
The Waiting Time
Fanny

Minggu pagi jam sepuluh di sebuah perumahan menengah atas sebuah mobil sedan KIA berwarna red wine meluncur menyusuri jalan di perumahan itu. Mobil itu berhenti di sebuah rumah bertingkat dua dengan taman kecil di depannya. Pintu mobil terbuka dan pengemudinya seorang gadis cantik berumur awal duapuluhan. Kacamata hitam menghiasi wajah indonya dengan rambut merah sebahu yang dikuncir kebelakang. Tubuhnya yang indah itu terbungkus pakaian celana sedengkul warna putih dan baju berkancing tanpa lengan yang berwarna sama dengan bawahannya.
Gadis itu menjulurkan tangannya ke dalam pagar untuk mencari knop bel. Tak lama kemudian dari dalam sana keluar seorang pria setengah baya yang bertubuh bongkok yang punggungnya seperti punuk unta.
“Cari siapa Non ?” sapanya dengan terkekeh.
“Ngg…anu Pak, apa benar ini rumahnya Pak Dahlan ?” tanya si gadis
“O iya bener Non, pasti Non ini Fanny yah ?”
“Iya Pak, bener, Pak Dahlannya ada ga ?” tanya gadis itu lagi.
“Maaf Non, bapak dari tadi pagi keluar ke rumah familinya katanya” jawab si bongkok itu sambil matanya memandangi tubuh gadis berdarah Manado-Prancis itu.
“Gitu yah, sampai kapan baru balik kira-kira ?” Fanny agak dongkol karena sudah jauh-jauh datang dan susah payah mencari tempat ini.
“Sepertinya siang ini juga pulang kok, o iya, Bapak juga pesan kalau Non datang duluan disuruh nunggu aja di dalam”

Maka Fanny pun akhirnya memasukkan juga mobilnya ke dalam setelah pria berpeci itu membukakan pagar untuknya.
“Ya…terus, maju dikit lagi, ya…stop !” pria itu membantunya memarkirkan mobilnya.
Turun dari mobil Fanny mengikuti si bongkok, Thalib memasuki rumah itu setelah melepas alas kaki dan menaruhnya di depan pintu. Walau tidak besar, rumah itu tertata apik, rumput-rumput dan tumbuhan di tamannya teratur dan indah, bagian interiornya pun berselera tinggi, terlihat dari lukisan yang menghiasi dinding dan perabotan bergaya elegan.
“Non tunggu sini aja sambil nonton TV ya !” Thalib mempersilakannya duduk di kursi ruang tengah itu seraya menyalakan TV.
Sebagai gadis yang kaya dengan pengalaman seks, Fanny sadar bahwa sejak tadi si bongkok itu sudah mencuri-curi pandang melihat tubuhnya, terutama lewat bagian dadanya yang memang agak rendah membentuk huruf V, namun dia membiarkannya saja sambil tetap bersikap wajar agar tidak memberi kesan murahan.
“Non mau minum apa ?” tawar Thalib
“Air putih ajalah Pak” jawabnya

“Makasih Pak !” ucap Fanny dengan tersenyum kecil setelah Thalib menyodorkan segelas air padanya.
“Ehm…Non ini mahasiswinya Bapak yah ?” tanya Thalib seraya menjatuhkan pantatnya duduk di sebelah Fanny.
“Iya” Fanny hanya menjawab singkat sambil menggeser tubuhnya sedikit.
“Ada perlu apa Non sama Bapak ?” tanyanya lagi
“Ya biasa masalah kuliah, ada yang perlu didiskusiin aja”
“Hehe…masalah kuliah atau masalah ngentot ?” tanya Thalib tanpa tendeng aling-aling sehingga menyebabkan Fanny yang sedang meneguk airnya agak tersedak dan terbatuk-batuk.
“Eehh…omong apaan sih Bapak ini, sopan dikit dong !” protes Fanny dengan wajah memerah karena memang benar tujuannya datang ke sini adalah untuk memberi upeti syahwat untuk dosennya itu.
Sudah hampir dua bulan sejak dia menggadaikan tubuhnya untuk menebus nilai UTSnya yang jeblok dulu. Kali ini menjelang UAS mata kuliah yang sama, Pak Dahlan si dosen mesum itu menawarkan membantunya sekali lagi dengan sedikit bocoran soal dengan imbalan ‘pelayanannya’. Fanny yang memang merasa kesulitan dalam mata kuliah tersebut tentu menyambut baik tawaran itu. Untuk kali ini Pak Dahlan menyuruhnya datang ke rumahnya saja dengan alasan supaya bisa lebih nyaman berduaan.

“Waduh Non, gak usah kaget gitu, disini udah biasa kok kalau ada cewek cantik nyariin Bapak terus ngaku mahasiswinya pasti ujungnya ga jauh-jauh dari ngentot minta dibantuin nilainya” terang Thalib, “saya juga sering dikasih jatah kok sama Bapak makannya betah banget saya kerja disini hehehe…!” sambungnya sambil meraih lengan Fanny.
Terus terang dia merasa risih dan dilecehkan oleh tingkah dan perkataan si bongkok yang menjijikkan itu, namun di saat yang sama dia juga merasakan sebuah sensasi aneh yang menginginkan pria itu berbuat makin jauh terhadapnya. Buktinya dia diam saja saat pria itu meraih lengan kanannya, darahnya serasa berdesir dan bulu kuduknya berdiri ketika tangan kasar itu membelai lengannya yang mulus dan terbuka. Melihat reaksi Fanny, Thalib makin berani, duduknya makin bergeser memepet Fanny yang sudah diujung sofa. Tangannya merangkul pinggangnya dan membawa tubuhnya dalam pelukannya. Dadanya yang montok berukuran 34C itu terasa empuk dan kenyal ketika menyenggol lengan Thalib.
“Non Fanny, sambil nunggu Bapak main sama saya aja dulu, gini-gini saya jago muasin cewek loh, dijamin Non pasti ketagihan”
Fanny diam tidak tahu harus menjawab apa, dia hanya merasakan pria itu makin erat memeluknya dan tangannya mulai berani meraba dadanya dari luar.
“Wow, tetek Non gede juga yah, kayanya enak dipake nyusu, boleh ya Non” pintanya dengan tangan meraih kancing paling atas baju putihnya.
“Duh jangan gitu dong Pak, gak enak kalo ada yang liat !” Fanny menepis pelan tangan Thalib pura-pura menolak.

“Berarti kalo ngga ada yang liat enak-enak aja dong Non, disini ga ada siapa-siapa lagi kok, tenang aja” ujarnya sambil membuka satu persatu kancing baju Fanny.
Baju itu kini telah terbuka sehingga terlihat di baliknya bra berwarna ungu tanpa tali bahu. Pemandangan yang menggairahkan itu, ditambah lagi sikap Fanny yang malu-malu kucing membuat Thalib semakin terbakar birahi. Dengan terburu-buru disingkapkannya ke atas cup bra yang sebelah kanan. Pria bongkok itu menatapi buah dada Fanny yang montok dan kencang itu dengan bernafsu, bentuknya yang bulat dan membusung dengan puting kemerahan itu memang meneteskan liur setiap pria normal yang melihatnya. Tanpa buang waktu lagi, dia segera melumat bongkahan kenyal itu dengan gemas.
“Aahh…ahhh…jangan digigit, oohh…perih !” Fanny meringis sambil meremas rambut si bongkok yang menyedoti payudaranya dengan disertai gigitan-gigitan keras maupun lembut.
Tangan Thalib mulai merayap ke punggungnya mencari kaitan branya, setelah ketemu dia membukanya lalu menarik lepas bra itu. Mulutnya berpindah melumat payudara yang satunya sementara tangannya turun ke bawah mengelusi pantat dan paha yang masih terbungkus celana putih ketatnya. Fanny menggigit bibir dan memejamkan mata, tubuhnya menggeliat menikmati setiap rangsangan seksual dari si bongkok itu.

Tanpa berhenti mengenyot payudara Fanny, tangan Thalib mulai membuka sabuk yang melilit di pinggang gadis itu, disusul kancing celananya dan resletingnya. Kemudian disusupkannya tangannya lewat atas celana dalamnya. Fanny makin mendesah dan memeluk erat kepala Thalib ketika jari-jari pria itu menyentuh kemaluannya, dia merasakan darahnya makin bergolak, putingnya mengeras dan kemaluannya semakin basah. Tidak disangka si bongkok yang mirip Quasimodo dari Notredame itu mampu membawanya ke awang-awang. Rasa enggan dan jijiknya mulai berkurang berganti menjadi libido yang meledak-ledak menuntut pemuasan. Tangan gadis itu kini mulai merambat ke selangkangan Thalib, dari balik sarungnya dia meraba sebuah batang yang sudah mengeras.
“Hehehe, udah gatel yah pengen coba kontol saya Non ?” kata Thalib sambil menaikkan sarungnya sehingga penisnya yang hitam menyembul keluar, ternyata di balik sarungnya dia tidak memakai apa-apa.
Kemudian Thalib menarik lepas celana Fanny beserta celana dalamnya, Fanny sendiri melepaskan baju yang kancingnya sudah terbuka itu. Sejenak kemolekan tubuhnya membuat si bongkok terpana, tubuh putih mulus dengan pinggang ramping, paha jenjang, dan bulu kemaluan tidak terlalu lebat itu sungguh menggiurkan. Dengan modal fisik demikian tak heran dia mudah mendapat kerja paruh waktu sebagai SPG.

Tangan Thalib menyusuri pelosok tubuh Fanny dengan liar sebelum berbaring di sofa dan memintanya naik ke tubuhnya dengan posisi 69. Begitu gadis itu naik ke wajahnya, dia langsung menjilati bibir kemaluannya, dengan jarinya dia buka daerah itu sehingga lidahnya dapat menelusuri lebih ke dalam. Tanpa diminta Fanny juga mulai melakukan tugasnya. Penis Thalib yang hitam dengan ujungnya yang bersunat berbentuk helm tentara itu digenggam dan dikocok perlahan. Dengan lidahnya dia jilati kepala penis itu sehingga batang itu beserta badan pemiliknya bergetar.
“Oohhh…enak banget Non, udah pengalaman yah keliatannya !” desah Thalib saat menerima serangan pertama dari gadis itu.
Selain dengan lidah, Thalib juga mengerjai liang vagina gadis itu dengan jari-jarinya, jadi sambil menjilat jarinya juga aktif mengorek-ngorek liang itu sehingga area itu semakin berlendir. Sesekali dia mengerang merasakan enaknya oral seks yang diberikan Fanny. Kini Fanny sudah memasukkan batang itu ke mulutnya setelah memberikan pemanasan dengan menjilati permukaan batang hingga kantong pelirnya.
“Bener kan Non ketagihan tuh nyepongnya semangat gitu, uuhh…uhh…!”
Fanny terus melakukan aktivitasnya tanpa menghiraukan celotehan Thalib, yang terpikir di benaknya kini adalah pemuasan birahi secara total. Dia mengintensifkan permainannya terhadap penis itu, gerakan menyedot dan menjilat divariasikannya dengan lihai.

Thalib menemukan daging kecil seperti kacang yang merupakan bagian paling sensitif dari wanita. Bagian itu dijilatinya dengan ujung lidahnya sehingga Fanny pun tidak bisa menahan erangannya dan gelinjang tubuhnya. Sambil terus menjilat Thalib juga mengelusi bongkahan pantat dan paha yang putih itu. Thalib menggigit pelan klitorisnya dan mulutnya melakukan gerakan mengisap. Hal itu membuat tubuh Fanny mengejang tak lama kemudian, dia merasa cairan kewanitaannya tumpah semua. Dengan rakusnya Thalib menyeruput cairan bening yang masih hangat itu.
“Hhhmm…uenak Non…ssrrpp..srrpp…gurih banget pejunya !” ceracau Thalib dari bawah sana.
Setelah puas melahap cairan kewanitaan Fanny, si bongkok itu mengajaknya bangkit, dia duduk di sofa dan Fanny didudukan di pangkuannya dalam posisi memunggungi.
“Enak Non barusan ? jurus isep memek saya gimana ?” tanya Thalib.
Fanny hanya mengangguk dengan nafas masih terengah-engah, tak disangka baru ronde pertama si bongkok itu telah memimpin permainan dengan gemilang. Kata-kata kotor dan permainannya yang agak brutal itu dirasanya lain dari pria-pria yang biasa terlibat hubungan seks dengannya, kebanyakan mereka bersikap gentle dan lembut, mungkin yang gaya permainannya mendekati si bongkok ini tak lain adalah Imron, si penjaga kampus tempatnya kuliah.

“Puas ga Non, puas ga ?” tanyanya lagi yang kembali dijawab dengan anggukan “kalo puas sun dong buat hadiah” katanya sambil mendekatkan wajahnya ke sebelah wajah gadis itu.
Tanpa disuruh lagi, Fanny pun menengokkan wajah ke samping lalu meraih kepala si bongkok itu dan memberi kecupan di bibir. Keduanya terlibat percumbuan panas selama beberapa saat, lidah mereka saling belit dan jilat, ludah saling bertukar. Selama bercumbu Thalib selalu menggerayangi kedua buah dada Fanny, sesekali juga mengelusi bagian tubuh lainnya seperti perut dan paha. Tanpa melepas cumbuan yang makin panas itu Thalib mengarahkan penisnya ke vagina Fanny yang bereaksi dengan mengangkat sedikit tubuhnya, dengan tangan satunya dia bahkan membuka liang vaginanya mempersilakan penis Thalib memasukinya. Fanny melepas ciumannya untuk berkonsentrasi melakukan penetrasi, dia menekan tubuhnya ke bawah sehingga batang itu melesak masuk ke dalam vaginanya, desahan lirih terdengar dari mulutnya mengiringi proses itu. Dia mulai menaik-turunkan tubuhnya, kadang disertai gerakan memutar. Sambil menikmati goyangan Fanny, Thalib memain-mainkan puting susunya yang menggemaskan itu. Mulut pria itu menciumi daerah pundak dan lehernya, rambutnya yang terikat memudahkan Thalib mencupangi leher jenjangnya. Fanny mengerang sejadi-jadinya, kadang erangannya tersendat saat diselingi berciuman, goyangannya semakin liar saking sudah menikmatinya.

Setelah limabelas menitan dalam posisi demikian, Thalib melepas sejenak tubuh mereka yang telah bersatu untuk ganti gaya. Kali ini Fanny dibaringkan telentang di sofa, setelah menyelipkan bantal kursi ke bawah kepala Fanny kembali dia masukkan penisnya ke dalam vagina gadis itu dan meneruskan genjotannya. Buah dada Fanny yang bulat itu nampak turut bergoyang-goyang mengikuti goncangan tubuhnya.
“Aahhh…aaahh…Bapak mau ngecrot nih Non, pengen dimana !” sahutnya dengan nafas memburu karena sudah diambang klimaks.
“Mulut Pak nngghh…aahh !” jawab Fanny dengan refleks.
Thalib pun lalu mencabut penisnya dan membawanya ke dekat wajah Fanny. Maka cret…cret…dua semburan sudah keburu mengenai wajahnya sebelum sempat dimasukkan ke mulut. Di dalam mulut gadis itu, penis Thalib terus memuntahkan isinya yang diterima Fanny dengan hisapannya yang dahsyat.
“Oohh…enak Non…telen terus pejunya…iyahh…enak !” ceracaunya menikmati klimaks di mulut Fanny.
Fanny menyedot dan menelan habis setiap tetes sperma yang menyemprot dari lubang penis Thalib, selain cipratan di wajah yang karena terlambat dimasukkan mulut, tidak ada lagi tetes lainnya yang terbuang, semua habis disedot sampai penis itu mengendur di mulutnya. Thalib benar-benar puas dengan teknik oral gadis ini yang begitu ahli. Setelah mengeluarkan penis itu dari mulutnya, Fanny menyeka cipratan sperma di hidung dan pipinya dengan jari dan kemudian diemutnya jari itu. Wajah nakalnya ketika itu sungguh membuat Thalib semakin kesengsem dengannya.

“Enak yah Non, kayanya kok Non demen banget minum peju, rasanya gimana emang ?” tanya Thalib sambil merengkuh tubuh Fanny dalam pelukannya.
“Ya gimana yah…asik aja gitu” jawabnya cuek
“Ngghh…Pak ngapain lagi sih ?” tanya Fanny ketika si bongkok itu menunduk lalu mengenyot payudaranya.
“Mau nyusu lagi, sambil istirahat, saya seneng sih sama tetek Non” jawabnya lalu kembali menyusu.
Sambil menyusu tangannya bercokol di kemaluan gadis itu, jarinya membelai dan mengorek liangnya. Fanny memejamkan mata menikmatinya, rasanya seperti menyusui bayi raksasa, demikian pikirnya. Ning…nong…tiba-tiba saja kenikmatan mereka dibuyarkan oleh bunyi bel. Sesaat mereka saling pandang lalu Thalib bangkit dan memakai kembali sarungnya.
“Bapak ?” tanya Fanny
“Bukan, kalau Bapak suaranya klakson mobil, Non tunggu aja, biar saya liat keluar” jawab Thalib sambil meninggalkannya.
Sepeninggal Thalib, Fanny juga bangkit menuju wastafel yang terletak di ruang makan yang menyatu dengan dapur mini di sebelah ruang tengah itu. Disana dia mencuci mukanya yang lengket bekas cipratan sperma tadi, juga berkumur-kumur menghilangkan bau sperma di mulutnya.

Fanny bercermin dan melihat di lehernya ada bekas cupangan yang memerah yang juga nampak pada beberapa tempat di payudaranya.
“Damn, besok harus pake foundation deh gua !” omelnya dalam hati.
Sebentar kemudian terdengar suara langkah mendekat.
“Siapa barusan…aaww !” Fanny terkejut ketika menoleh ke samping ternyata ada seorang pria lainnya selain Thalib, refleks dia pun menyilangkan tangan menutup tubuhnya.
Pria berusia tigapuluhan yang sedang menggotong tabung elpiji itu terbengong melihat pemandangan indah di hadapannya.
“Ehehe…maaf Non, ini Bakri yang nganterin gas, saya kira Non udah ngeliat ada yang dateng langsung sembunyi” kata Thalib cengengesan.
“Wuih siapa nih Pak Thalib, pantes tadi lama bukanya !” tanya Bakri terkagum-kagum “boleh ikutan gak nih acaranya ?”
Merasa kepalang basah, Fanny menurut saja saat Thalib menarik lengannya dan mengajaknya mendekati Bakri untuk diperkenalkan. Begitu menjabat tangan Fanny, Bakri terus mencengkramnya seperti tidak mau lepas darinya.
“Saya pegang yah tokednya Non !” dia meminta ijin dulu untuk basa-basi.
Tangannya gemetaran ketika meraih buah dada yang montok itu seolah tak percaya bisa mendapat kesempatan emas seperti ini.
“Aje gile, ternyata gua bukan mimpi loh, nyata, ini anget, empuk lagi” celotehnya sambil meremasi buah dada itu dengan gemas.

Selanjutnya mereka mengajak Fanny kembali ke ruang tengah dan bermain di atas karpet.
“Asyik…hari ini lagi hoki ketiban rejeki bisa ngewe sama bidadari !” Bakri bersyukur bukan main hari itu.
“Iya situ enak, gua yang suwe hari ini difuck abang-abang melulu !” gerutu Fanny dalam hati.
Kedua pria itu pun melucuti pakaiannya masing-masing, terlihat badan Bakri yang cukup berotot setelah dia membuka kaos hijau bekas pemilu bergambar lambang sebuah partai, maklum karena pekerjaannya memang sering mengandalkan otot. Kontras sekali perbedaannya tubuh Fanny yang putih mulus diantara kedua pria yang berkulit sawo matang itu. Kedua pria itu kini berdiri mengerubunginya, Fanny berlutut di tengah dengan tangan kanan menggenggam penis Bakri dan yang lain menggenggam yang Thalib. Sambil mengocok penis Thalib dengan tangannya, dia membuka mulut memasukkan penis Bakri ke mulutnya. Pria berkumis tipis dan berjenggot mirip teroris Amrozy itu mendesah tak karuan saat penisnya diemut-emut Fanny, lidah gadis itu bergerak liar menyapu batang dan kepala penisnya diselinggi pijatan lembut pada zakarnya.
“Eh, terusin lagi dong Non, kok udahan sih ?” protes Bakri ketika Fanny berpindah mengoral penis Thalib.
“Gantian dong Bang, mulut saya kan cuma satu, lagian kalo buru-buru keluar mana enak ?” jawab Fanny agak sewot “udah dikasih gratis aja banyak protes lu !” omelnya dalam hati.

Puas menikmati mulut Fanny, Bakri pindah ke belakang Fanny dan berlutut disana, pinggang Fanny ditariknya ke belakang hingga menungging, diciuminya bagian samping tubuh gadis itu sambil menggesek-gesekkan penisnya pada belahan pantat Fanny. Gesekan-gesekan ini membuat gairah Fanny makin membara sehingga hisapannya pada penis Thalib pun makin liar. Saat kepala penis Bakri menyentuh bibir kemaluannya, dia menekan benda itu hingga melesak masuk ke dalam vagina Fanny.
“Aaahh…!!” erang Fanny panjang.
Tanpa buang waktu lagi, Bakri menggenjot vagina Fanny dengan kasar hingga tubuh gadis itu terguncang hebat. Erangan gadis itu teredam karena tak lama kemudian Thalib menjejali mulutnya dengan penisnya dan memaju-mundurkan pinggulnya seperti gerakan bersenggama. Disodok dari dua arah begitu, Fanny agak gelagapan apalagi gaya mereka menjurus ke brutal. Namun sebentar saja dia sudah membiasakan diri dan menikmatinya, kulumannya kini sudah lebih teratur dan sudah dapat mengikuti irama genjotan Bakri.
“Asoy banget nih, memeknya mantep abis, baru pernah gua nyobain yang ginian !” ceracau Bakri sambil mempercepat tempo goyangannya.
Dalam waktu limabelas menit, Bakri telah berhasil membuat Fanny orgasme panjang, cairan kewanitaannya mengalir dengan deras membasahi daerah selangkangannya. Desahannya tertahan karena dia sedang sibuk mengulum penis Thalib dan kepalanya dipegangi oleh si bongkok itu.

“Masukin disini boleh yah Non ?” tanya Bakri sambil mencucukkan jari ke dubur Fanny.
“Tapi jangan kasar-kasar dong Bang, sakit” Fanny memperingatkannya
Kemudian Thalib berbaring di karpet dan menaikkan Fanny ke penisnya dan Bakri mengarahkan miliknya ke bagian anus.
“Hhhssh….pelan-pelan aaahh…jangan kasar !” rintih Fanny dengan wajah meringis ketika dua penis itu melakukan penetrasi pada dua lubangnya.
Fanny mencengkram kuat-kuat bahu Thalib yang dibawahnya menahan rasa perih. Setelah kedua batang itu berhasil menancap, mereka memberinya waktu sebentar untuk beradaptasi. Butir-butir keringat nampak pada wajah dan tubuhnya hasil pergumulan liarnya barusan. Semenit kemudian baru mereka mulai bergoyang, mula-mula dengan gerakan pelan, namun lama-lama makin liar. Cairan yang dihasilkan kewanitaan Fanny berfungsi sebagai pelumas yang memperlancar sodokan-sodokan penis di daerah itu. Thalib tidak menyia-nyiakan payudara Fanny yang menjuntai dan bergoyang-goyang di atas wajahnya, mulutnya menyedoti payudara kiri gadis itu sampai pipinya kempot sementara tangannya meremas dan memilin-milin puting payudara yang satunya. Sementara Bakri, sambil menyodomi dia melumat bibir Fanny yang menengokkan wajahnya. Fanny yang sudah terbiasa dengan keliaran seperti ini serta-merta mengeluarkan segenap keahliannya untuk mengimbangi kedua lawan mainnya itu.

Yang lebih dulu orgasme pada ronde itu adalah Bakri, mungkin karena sempit dan sudah sejak tadi dia bekerja. Fanny merasakan cairan kental yang hangat itu memenuhi pantatnya dan meluap hingga membasahi daerah sekitarnya. Sepuluh menit kemudian baru dirinya kembali mencapai puncak bersama dengan Thalib. Sperma Thalib menyemprot di dalam rahimnya bercampur dengan cairan orgasmenya. Erangan orgasme mereka terdengar nyaring memenuhi ruangan itu. Akhirnya Fanny ambruk menindih Thalib di bawahnya, buah dadanya yang kenyal itu mengencet dada si bongkok. Baru beristirahat sebentar nafsu Bakri kini bangkit lagi, ditariknya tubuh Fanny yang belum pulih sepenuhnya dan ditelentangkan di karpet, dibentangkannya kedua pahanya yang jenjang, dia sendiri mengambil posisi diantaranya untuk menembak.
“Aduh sabar dikit dong Bang, saya kan masih capek” pinta Fanny dengan suara lemah.
“Maaf Non waktu saya gak banyak, kalau bos nyari sayanya ga ada bisa di PHK, tapi kalo ngentot sama Non kan kapan lagi, jadi harus dipuas-puasin dong !” jawab Bakri tanpa menghiraukan permohonan Fanny.
Fanny pun akhirnya pasrah saja menuruti kemauan pria mirip Amrozy itu. Dia disetubuhi denga kedua pahanya mekakangkang dan betisnya dinaikan pria itu ke bahunya, kadang tangannya yang kasar meremas payudaranya, lekuk-lekuk tubuhnya yang indah tidak ada yang lolos dari jamahan tangannya. Sementara itu Thalib beristirahat di sofa, dia hanya menonton sambil menikmati rokok, dengan usianya yang sudah lebih dari setengah abad tenaganya tidak lagi sekuat si tukang antar gas yang sedang berasyik-masyuk di depannya itu.

Kurang lebih setengah jam Bakri mengerjai Fanny dengan berbagai cara, ditindih, dipangku, dan menyamping, namun pria ini belum menunjukkan akan mengakhiri perkosaan terhadapnya, padahal dia telah orgasme sekali di mulut gadis itu, sisa-sisa spermanya masih nampak di sudut bibir si gadis. Kini ketika sedang gaya woman on top, si bongkok itu menghampiri mereka bermaksud kembali bergabung.
“Oh, God sampai kapan…!” keluh Fanny dalam hati karena dia sudah kewalahan.
Untungnya kali ini si bongkok cuma mau minta netek, dia berjongkok di sampingnya dan meraih payudaranya untuk dikenyot. Melihat Bakri yang sudah melenguh lebih panjang dan penisnya terasa berdenyut di vaginanya, Fanny mempercepat goyangan badannya agar cepat selesai. Tak lama pria itu pun orgasme, namun Fanny masih menaik-turunkan badannya karena tanggung hingga 2-3 menit kemudian saat dia juga menyusul ke puncak. Dia langsung menjatuhkan diri ke samping setelah itu, nafasnya ngos-ngosan dan tubuhnya sudah bermandikan keringat, dia sudah tidak mampu lagi menggerakkan tubuhnya karena tulang-tulangnya serasa mau copot setelah sekitar dua jam disetubuhi, pandangannya makin kabur hingga semuanya menjadi gelap. Rasa lelah telah membuatnya tertidur nyenyak.

Fanny membuka mata perlahan-lahan dan menemukan dirinya berbaring di sebuah ranjang empuk, tubuhnya yang masih telanjang hanya ditutupi selembar selimut. Ikat rambutnya telah terbuka sehingga rambutnya kini tergerai, dia menemukan jepit rambutnya diletakkan di rak pada kepala ranjang. Kesadarannya berangsur pulih dan matanya memandang sekeliling kamar yang berwallpaper krem dan berhiaskan beberapa perabotan klasik itu. Jam weker di meja kecil sebelah ranjang menunjukkan pukul 4.35 dan langit di luar telah menguning.
“Dimana ini ? gua tidur berapa lama nih ?” tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba pintu membuka dan seseorang masuk.
“Oh, bangun juga kamu akhirnya Fan” sapa orang yang masuk itu yang tak lain adalah Pak Dahlan yang ditunggu sejak tadi. “maaf ya tadi Bapak ada acara keluarga jadi agak telat pulangnya”
“Yah, whateverlah…yang pasti gua sekarang udah pegel-pegel tau !” omel Fanny dalam hati namun dia tetap tersenyum kecil dibuat-buat.
Pria tambun itu duduk di tepi ranjang dan menyodorkannya segelas minuman hangat.
“Ini kebetulan Bapak baru buatkan untuk kamu teh jahe, diminum yah mumpung panas biar seger” tawarnya.
Fanny menyandarkan bantal ke kepala ranjang dan dengan susah payah bangkit untuk duduk bersandar disana. Kemudian dia menerima gelas yang disodorkan dosennya. Buah dadanya yang keluar dari selimut dan terekspos membuat pandangan pria itu tertumbuk ke sana.

“Thalib bilang tadi siang kamu kerja keras ya, sama si Bakri juga, keliatannya kamu masih capek hari ini” kata pria itu “soal janji kita, Bapak gak akan maksa kamu hari ini kalau kamu udah ga kuat, kamu boleh pulang setelah mandi” lanjutnya.
“Ga apa-apa kok Pak, hari ini aja biar cepet beres, saya masih bisa kok” jawab Fanny setelah meneguk sedikit minumannya.
“Tapi kan ini udah mau gelap, lagian malam minggu apa kamu ga ada acara sama pacar kamu mungkin ?”
“Ngga, ngga apa-apa kok, bisa saya atur lagi jadwalnya Pak ?” padahal dalam hatinya dia berkata “yah kepaksa deh !”
Fanny memutuskan demikian dengan pertimbangan agar masalah ini cepat selesai dan dia bisa lega saat ujian nanti karena sudah mendapatkan bocorannya, untuk itu terpaksa dia harus mengorbankan janji nonton dengan pacarnya malam ini.
“Pak, bisa tolong ambilin tas saya disana dong !” pintanya sambil menunjuk sebuah kursi dimana tas jinjingnya diletakkan, di bawah tas itu ada pakaiannya yang telah dilipat rapi, entah Thalib atau Pak Dahlan sendiri yang meletakkannya disana.
Fanny mengeluarkan ponselnya dari tas kecil itu, dua miscall dan empat sms telah masuk.
“Katanya kamu tadi disodomi yah Fan, sekarang apa masih sakit ?” tanya pria itu.
“Iya sih lumayan, abis tuh orang kasar banget sih Pak” jawabnya sambil jarinya memencet-mencet tombol ponselnya membalas SMS yang masuk.

“Bentar yah Pak, saya mau nelepon dulu” katanya “Eh, Di sori yah kayanya nontonnya lain kali aja deh, soalnya malam ini gua ada acara sama saudara gua” dia berbicara pada orang di telepon.
“Iya tadi HPnya di silence jadi gua ga denger, gua kan lagi di mal tadi”
Pak Dahlan memegang-megang payudara Fanny ketika dia sedang berbicara di telepon.
“Iya-iya…abis kan gua udah dipanggil gini jadi nggak enak nolaknya, lagian jarang ketemu sama mereka juga”
“Besok gua janji ke rumah lu deh…iya pokoknya besok I’m yours one hundred percent deh…ok honey, udah ya gua mau siap-siap dulu sekarang…ok bye…I love u too !”
“Ok Pak, semua udah beres, sekarang terserah Bapak aja, kita mau ngapain nih ?” katanya setelah menutup pembicaraan dengan ponselnya.
“Pacar kamu Fan ?” tanya pria itu yang dijawab Fanny dengan anggukan.
“Udah berapa lama nih ?” tanyanya lagi.
“Baru sebulan lebih kok, tenang dia orangnya gak neko-neko kok Pak, jadi saya yang lebih kuasa hihihi”
“Apa dia di fakultas kita ?”
“Ngga, anak hukum kok, dua tahun lebih muda dari saya”
“Wah-wah suka sama cowok lebih muda kamu yah kamu Fan ?”
“Nggak juga sih, ya coba-coba aja, orangnya ga banyak bacot sih, jadi saya juga bisa ngatur gini-gitunya, lagian cakep terus kantongnya tebel lagi Pak” Fanny senyum-senyum menceritakan pacarnya itu.
“Dasar kamu nakal yah” Pak Dahlan mencubit putingnya sambil berkata dalam hati “dasar lonte kampus tukang morotin kantong orang”

“Mandi yuk Fan, biar badannya enak, Bapak juga belum…barengan aja !” ajak Pak Dahlan berdiri dan membuka kaosnya hingga perutnya yang bulat terlihat, penisnya yang sudah mengacung juga keluar setelah dia membuka celana pendeknya.
Fanny meneguk teh jahenya hingga habis lalu menjulurkan tangan minta dibantu bangun. Pak Dahlan mendekatinya tapi bukan menarik tangannya tapi malah mengangkat tubuh gadis itu dengan dua lengannya sehingga dia menjerit kecil dan tertawa cekikikan.
“Hup…iyah…hehehe, berat juga kamu” godanya.
Pak Dahlan kemudian mencumbunya sekitar setengah menit lalu dibawanya memasuki kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu, disana baru tubuh Fanny diturunkan pelan-pelan. Dinyalakannya kran shower, setelah suhunya dirasa cukup hangat dia panggil gadis itu bergabung di bawah siraman shower. Hhmmm…segar sekali pikir Fanny, air hangat itu mengurangi kepenatan tubuhnya, bekas sperma dan ludah yang menimbulkan rasa lengket juga hilang seketika. Kemudian dia merasa pinggangnya dirangkul dari belakang, perut tambun pria itu menempel di punggungnya, selain itu juga di bawah dia merasakan benda panjang menggesek pantatnya.
“Bapak bantu sabunan yah, biar wangi” katanya seraya mengambil sebatang sabun dari tempat sabun.
Fanny membiarkan sabun dan tangan pria itu membelai tubuhnya, Pak Dahlan yang berpengalaman itu menggosok tubuh Fanny dengan lembut sehingga gairahnya mulai bangkit lagi.

Fanny sesekali mendesah selama badannya disabuni terutama ketika Pak Dahlan sedang menyabuni daerah-daerah sensitifnya. Sementara tangannya yang kanan menyabuni payudaranya, tangannya yang kiri memilin dan memencet-mencet puting payudara yang licin itu. Belaian itu makin menurun ke bawah, pria itu berjongkok menyabuni pantat dan kedua belah kakinya yang ramping itu, tidak ada yang terlewat hingga ke ujung kaki. Maka sekarang tubuh Fanny dari leher ke bawah telah licin dan berbusa oleh sabun. Lalu dia berdiri lagi dan mengarahkan sabunnya ke tempat terakhir yang belum disabuni, kemaluannya.
“Nah, disini juga harus dikramas kan banyak bekas sperma dan ludahnya” katanya.
“Hati-hati yah Pak nyucinya sabunnya jangan sampai masuk ke dalam”
“Tenang Bapak hati-hati kok ke yang satu ini” katanya mulai menggosok.
Fanny mendesah saat pria itu mencuci daerah itu, karena daerah itu sangat sensitif, jari-jari gemuk pria itu sering menggesek bibir kemaluannya menimbulkan rangsangan. Setelah selesai menyabuni Fanny dia menyabuni tubuhnya sendiri dengan agak terburu-buru setelahnya dia taruh kembali sabun itu pada tempatnya. Dipeluknya tubuh Fanny hingga payudara gadis itu menghimpit dadanya. Mulut mereka makin mendekat dan bertemu, merekapun terlibat percumbuan yang panas, lidah masing-masing saling beradu dalam mulut. Di tengah percumbuan Fanny tiba-tiba menggesekkan buah dadanya pada dada dosennya, tubuh mereka yang telah licin makin menambah sensasinya.

“Wow, apa tuh Fan, kamu nantangin Bapak nih ceritanya ?” kata Pak Dahlan melepas sejenak ciumannya.
“Gimana Pak Thai massage saya, asyik gak ?” Fanny tersenyum nakal pada dosennya itu.
“Kamu emang pinter nyenengin cowok, ayo lagi dong !” kembali pria tambun itu melumat bibir Fanny.
Dielusnya punggung gadis itu ke bawah, sampai di pantat, diremasnya kedua pantatnya yang sekal itu dengan gemas. Hampir lima menit lamanya mereka bercumbu sambil raba-rabaan sebelum akhirnya memisahkan diri dengan nafas memburu. Pak Dahlan mengajaknya ke tengah siraman air untuk membilas badan. Ketika membersihkan bagian vagina sekali lagi pria itu menggosoknya atau kalau bisa dikatakan menggerayanginya dengan teliti, setelah busanya terbilas dia memasukkan jarinya mengorek-ngorek bagian dalamnya sehingga Fanny pun mendesah dan menggelinjang.
“Biar bersih luar dalam” demikian katanya karena dia ingin menikmati Fanny dalam keadaan sebersih mungkin setelah dipenuhi bekas pergumulannya tadi siang.
Setelah selesai membilas badan, Pak Dahlan mengambil handuk dan menghanduki tubuhnya sebelum menghanduki dirinya sendiri. Setelahnya kembali diangkatnya tubuh gadis itu dan keluar dari kamar mandi, sampai di ranjang dibaringkannya dia pelan-pelan.

“Hmm…coba kamu tengkurap, biar Bapak pijatin kamu supaya lebih enak” suruhnya.
“Yang enak yah Pak, jangan malah jadi sakit tulang ntar” sahut Fanny tersenyum dan berguling ke kanan membalik tubuhnya.
Pak Dahlan pun memulai pijatannya dari tenguk, bahu, dan punggung. Fanny merasakan pijatannya memang enak dan nyaman, sesekali tangan pria itu sengaja melenceng ke samping tubuh menyentuh payudaranya. Pemanasan yang sejak di kamar mandi tadi saja sudah membangkitkan nafsunya lagi, kini pijatan itu semakin membuatnya merasa nikmat dan siap memulai ronde selanjutnya. Pijatan Pak Dahlan makin turun ke bawah, mengelus pantatnya sekilas, lalu turun menguruti pahanya, terus ke bawah, betis hingga telapak kaki. Kemudian Fanny merasa betisnya ditekuk hingga terangkat, selanjutnya dia merasakan pria itu mengemuti jari-jari kakinya.
“Mmmhhh…!” desisnya terangsang.
Ciumannya lalu naik ke betis, paha, dan ketika sampai pantat dia balikkan tubuh gadis itu hingga telentang. Pak Dahlan mendekatkan wajahnya pada vagina gadis itu, Fanny melihat ke bawah betapa nanar tatapan dosennya itu melihat daerah kemaluannya dari dekat, digesekkannya paha mulusnya pada pipi pria itu menggodanya.
“Ssshhh…Pak !” desisnya begitu lidah pria itu menjilati bibir kemaluannya.
Lidah Pak Dahlan masuk menjilati bagian dalam kewanitaannya, aroma vaginanya Fanny yang wangi karena baru saja dicuci dan rutin dirawat dengan cairan pembersih membuat dosennya semakin bernafsu melumatnya.

Tubuh Fanny menggeliat-geliat dan mulutnya mendesah liar saat dosennya memainkan lidahnya di vaginanya. Tangannya meremas rambut dan menekan wajah pria itu menginginkan pria itu terus melakukannya dan jangan pernah berhenti.
“Masukin Pak, saya udah kepengen” pinta Fanny dengan lirih.
Merasa vagina itu sudah cukup berlendir, Pak Dahlan pun menempelkan kepala penisnya disana. Meski sudah kehilangan keperawanannya sejak lama dan sering melakukan seks bebas, Fanny sangat memperhatikan perawatan tubuhnya termasuk daerah yang satu ini sehingga ketika Pak Dahlan memasukkan penisnya ke sana dia merasa sangat sempit. Dia mendiamkan sebentar penisnya setelah berhasil melakukan penetrasi. Rasa hangat dan basah pada penisnya yang dijepit vagina Fanny mendatangkan rasa nikmat baginya. Ditatapnya ekspresi wajah mahasiswinya itu saat meresapi momen ini.
“Enak sekali Fan, masih sempit kaya perawan, emang kapan kamu pertama kali ngeseks ?” tanya Pak Dahlan.
“Limabelas tahun Pak, waktu awal SMA dulu”
“Oh ya, sama siapa itu ?” tanyanya lagi.
“Mantan saya, udah lama putus aahh…!” desahnya karena begitu menyelesaikan kata-katanya Pak Dahlan langsung menyentak pinggulnya.
Sambil menggenjot Pak Dahlan menciumi bibir Fanny berulang-ulang. Saat itu tiada batasan antara dosen dengan mahasiswi maupun perbedaan ras, agama, dll yang ada adalah sepasang manusia yang terlibat hubungan seks yang panas.

Fanny sangat menikmati sentuhan dan sodokan yang diberikan Pak Dahlan yang seusia dengan ayahnya ini. Dia melingkarkan lengan memeluk pria itu, kakinya juga dia lingkarkan pada pinggangnya seperti tidak ingin dilepaskan. Pria ini melakukan persetubuhan dengan kombinasi lembut dan kasar secara beraturan sehingga membuatnya merasa diperlakukan seperti ratu, tidak seperti dua orang tadi siang yang gayanya primitif dan kasar, namun bagaimanapun baginya seks tetap sama, variasi apapun mempunyai kenikmatannya tersendiri. Ketika sedang larut dalam persetubuhan itu dia agak kaget saat melihat seraut wajah di jendela kaca yang terletak di atas pintu masuk kamar. Wajah dengan mata sipit sebelah itu tak lain Thalib yang tadi siang mengerjainya, karena sudah terbiasa Fanny pun membiarkan orang itu mengintip persetubuhan dengan dosennya ini, Pak Dahlan sendiri sepertinya tidak tahu karena dia membelakangi pintu. Tak lama mereka berganti posisi, Fanny bertumpu dengan kedua lutut dan sikunya, dari belakang Pak Dahlan kembali menjejali vaginanya dengan penisnya. Mulut pria itu menceracau tidak karuan sambil meremas-remas payudara Fanny.
“Uhhh…uhhh…bener-bener memek yang enak, goyangnya juga enak !” katanya “lonte…berapa harga paling mahal buat nih memek hah…berapa paling mahal pernah kamu jual ?” kata-kata yang tidak pantas diucapkan seorang dosen itu terlontar begitu saja.
“Lima…ahh…lima juta !” sahut Fanny sambil mendesah, dia tidak merasakan itu merendahkannya karena dia menganggap kata-kata kotor itu hanyalah bumbu dari seks yang menambah nikmat aktifitas ini.

Setelah kurang lebih duapuluh menit, erangan panjang keluar dari mulut Fanny, tubuhnya mengejang dan tangannya mencengkram erat-erat bantal yang dipeluknya. Kontraksi otot vagina dan cairan kewanitaan yang menghangatkan penis Pak Dahlan membuatnya semakin gencar menyodok vagina gadis itu. Tiga menit kemudian diapun menyusul orgasme, penisnya ditekan dalam-dalam saat menyemburkan spermanya. Mereka pun terbaring lemas bersebelahan. Fanny menoleh ke samping ke arah jam weker yang kini menunjukkan jam enam kurang sepuluh menit, langit pun sudah gelap. Lalu dirasakannya tangan pria itu menggenggam tangannya.
“Bagus Fan…kamu kuat sekali, Bapak bener-bener puas” kata Pak Dahlan.
Fanny tersenyum menanggapi pujian itu seraya menarik selimut menutup sebagian tubuhnya karena dinginnya AC.
“Rokok ?” tawar Pak Dahlan menyodorkan sekotak Malboro padanya.
“Ngga…makasih Pak, lagi ngurangin” tolak Fanny sopan.
Pria itu menyulut rokoknya, mereka ngobrol-ngobrol sebentar sambil mengumpulkan tenaga. Thalib sudah tidak nampak lagi di jendela sana.
“Kita makan malam dulu yah abis ini, udah gitu baru kita bicarakan mengenai soal ujian itu, kamu pasti lapar kan” kata pria itu.
Fanny turun dari ranjang menuju ke kamar mandi, disana dia membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan dan buang air kecil.

“Kamu pakai ini aja dulu, maaf disini nggak ada wanita sih, jadi baju laki-laki semua” kata Pak Dahlan memberikan sebuah kemeja putih bergaris-garis biru muda miliknya.
Fanny lalu memakai kemeja itu, pakaian yang kebesaran itu menutupi tubuhnya hingga lutut ke atas sedikit, lengannya digulung hingga siku karena kepanjangan, dibaliknya dia hanya memakai celana dalam. Aroma badan bapak-bapak terasa pada kemeja itu.
“Dibuka sedikit gini…nah kan seksi, kamu memang cantik Fan !” pujinya pada penampilan Fanny yang seksi itu dengan empat kancing atas terbuka sehingga memperlihatkan sebagian dadanya.
Mereka turun ke bawah dan melihat Thalib sedang menonton ‘Bajaj Bajuri’ di ruang tengah. Si bongkok itu terpana melihat penampilan Fanny yang menyegarkan mata dengan rambutnya yang kini terurai.
“Makanannya sudah ?” tanya Pak Dahlan padanya.
“Udah beres semua Pak, masih hangat lagi” jawabnya.
Dengan gentleman Pak Dahlan menarikkan kursi untuk Fanny sebelum duduk, lalu disendokkannya juga nasi untuknya. Lauknya berupa ikan goreng, tempe bacem, dan capcay.
“Bisa makannya Fan ? maaf ya disini pria semua sih jadi masaknya juga gitu-gitu aja, paling beli di luar kalau mau enak” kata pria itu berbasa-basi.
“Enak kok Pak, lagian saya juga makannya gak macem-macem, takut gendut hihihi” kata Fanny.

“Eh…udah jangan Fan, biar Pak Thalib aja !” kata Pak Dahlan ketika Fanny hendak mengambil piringnya yang kosong dan mencucinya.
“Udah nggak papah kok, saya di kost juga biasa nyuci sendiri” Fanny tetap mengambil piring bekas dosennya itu.
“Waduh jadi ngerepotin kamu aja Fan, ya udah Bapak ke atas dulu yah, sakit perut nih sekalian mau ambilin soal ujiannya” pria itu pun meninggalkan Fanny di ruang makan yang menyatu dengan dapur itu.
Fanny mencuci piring-piring dan gelas bekas itu di tempat pencucian, sebentar saja dia sudah selesai karena hanya dua itu. Ditaruhnya cucian itu pada tempat pengeringan lalu dia mencuci tangannya. Ketika berbalik badan dia terkejut dan menjerit kecil karena dibelakangnya ternyata Thalib telah berjongkok mengintip tubuhnya lewat bawah, entah sejak kapan dia disitu.
“Ahh…ngapain sih Bapak ngagetin aja, ngapain sih !”
“Hehehe…cuma ngintip dikit kok, mau tau pake daleman atau ngga, eh taunya pake yah” jawabnya cengengesan dengan wajah mesum “kenapa gak dibuka aja Non biar adem ?”
“Jorok banget sih Pak ngomongnya !” Fanny cemberut dan berjalan melewatinya.
“Ee-ee…tunggu dulu dong kok buru-buru gitu ?” kata Thalib mencengkram lengan Fanny “saya mau tau yang atasnya pake daleman juga ga hehehe !” seraya menyusupkan tangan lewat pinggir kemeja yang kancingnya terbuka, payudaranya yang tidak pakai bra itu langsung dipencet-pencet olehnya.

“Ih…jangan, lepasin Pak, lepasin…ntar Bapak ngeliat !” Fanny meronta dan minta dilepaskan.
Namun dengan kasar Thalib malah mengangkat dan mendudukkan Fanny di platform lapis marmer dekat tempat cuci piring itu. Kemeja yang kebesaran itu dia peloroti sebatas dada hingga kedua payudara Fanny menyembul keluar. Mulutnya lantas mengenyoti yang bagian kiri dan tangannya meremas yang kanan. Nampaknya si bongkok ini memang tergila-gila dengan payudara Fanny yang bulat seperti bakpao itu, posturnya juga tegak dan kencang sehingga tidak heran kedua daging kenyal itu memang sering jadi bulan-bulanan oleh siapapun yang pernah mencicipi tubuhnya. Tangan Thalib yang satu lagi bekerja di bawah mengelusi paha Fanny dengan lembut meresapi setiap jengkal kehalusan kulit pahanya, elusannya naik hingga mencapai selangkangan, disana tangannya menarik lepas celana dalamnya. Fanny yang sudah mulai terangsang menggerakkan kaki membantu celana itu melolosi kakinya.
“Pak…udah dulu, Bapak ntar lagi turun !”
“Nggak apa-apa kok Non, lagian sebentar aja kok” kata Thalib mengeluarkan penisnya dari balik sarung dan menempelkannya pada vagina Fanny.
Thalib menghujamkan penisnya hingga masuk dan menggenjotnya dengan kecepatan tinggi. Fanny mendesah-desah dan makin erat memeluk punggung bongkok Thalib.

“Udah makan kamu Lib ?”tanya Pak Dahlan yang kehadirannya tidak mereka sadari.
“Iya…sebentar abis ini !” jawab Thalib sambil terus menggenjot Fanny.
Fanny agak heran juga ketika melihat reaksi dosennya yang bersikap biasa saja melihat pembantunya berbuat demikian. Dia makin percaya kalau si bongkok ini memang sering mendapat ‘jatah sisa’ dari majikannya itu.
“Gila tuh dosen, pantes cerai ama bininya” demikian kata Fanny dalam hati.
Mereka hanya melakukannya secara kilat, tidak sampai sepuluh menit keduanya orgasme hampir berbarengan. Cairan hasil persenggamaan mereka menetes sebagian pada marmer di bawah tubuh Fanny. Fanny pun lalu turun dari situ sambil merapikan lagi kemejanya dan memakai celana dalamnya. Thalib berjalan ke meja makan dan mulai makan.
“Gimana udah beres ? ayo duduk sini, sekarang Bapak kasih tau soalnya ?” Pak Dahlan menyuruhnya duduk di sofa ruang tengah itu.
Mereka pun terlibat pembicaraan mengenai ujian, Pak Dahlan memberitahu jawaban-jawaban soal yang akan diujikan itu pada Fanny.
“Nah gimana? Kamu udah nangkap semua? Jangan bilang siapa-siapa tentang ini yah, bahaya !” kata pria tambun itu.
Fanny mengangguk, kini dia sudah lega setelah menempuh jalan pintas untuk melewati mata kuliah yang membuatnya pusing itu.
“Bapak dikasih apa nih udah gitu ?” tanyanya sambil cengengesan.

Fanny pun mendekatinya dan memberi kecupan di pipi kiri dan juga kanan.
“Sini…sini belum !” katanya lagi sambil memonyongkan bibirnya.
Fanny pun mendaratkan ciuman ringannya ke bibir tebal itu, namun begitu bibir Fanny menempel dia langsung memeluk gadis itu dan menempelkan bibirnya lebih lekat ke bibir mungilnya. Kemudian dia membuka celananya pendeknya sehingga penisnya yang telah menegang keluar dan disuruhnya Fanny mengoralnya. Sambil bersandar di sofa dan menonton TV dia menikmati sepongan Fanny. Pria itu melenguh dan tangannya meraba-raba tubuh gadis itu, sepertinya dia sudah tidak konsen dengan acara di TV karena saking keenakannya.
“Ngapain disitu ? ayo sini, ikutan aja jangan ngintip-ngintip gitu !” Pak Dahlan memanggil Thalib yang sedang mengintip adegan mereka di pinggir tembok yang memisahkan ruang tengah dengan ruang makan.
Karena sudah horny Fanny cuek saja dan membiarkan Thalib bergabung dengan mereka. Malam itu dia dikerjai mereka berdua habis-habisan sampai akhirnya dia harus menginap di rumah itu karena lelah dan hari sudah terlampau malam. Dia tidur di kamar Pak Dahlan bersama pria itu yang mendekap tubuhnya bagaikan guling.
“Akhirnya ga sia-sia gua ngelembur dulu, good bye deh ama pelajaran edan ini” kata Fanny dua minggu kemudian setelah melihat hasil ujiannya yang mendapat B+ lewat internet.

###########################

Tidak ada komentar:

Posting Komentar