Keesokkan harinya aku balik ke rumah setelah sedikit beres-beres di rumah Profesor Suparman. Kulihat pagi ini mang Dudung suami mbok Inah pembantu keluargaku sedang sibuk mengutak-atik mobil kijang mamaku. Tampaknya mobil mama sedang bermasalah.
“Pagi mang!” sapaku.
“Eh mas Joe, darimana mas?” sahutnya hangat.
“Biasa mang, nginep di rumah Professor Suparman, jagain selama dia pergi”
“Oh si om yang nyentrik itu ya mas?”
“Yup, mobilnya kenapa lagi mang?”
“Ini mas, ngadat, susah distarter. Kayaknya sih kotor dan perlu diservice tambahan. Nyonya nyuruh saya benerin biar hidup dulu sebelum dibawa ke bengkel.”
“Mang trus motor saya gimana? Udah selesai di brush?”
“Ooh udah beres mas Joe. Ntar sore mang anterin ke sini deh”
“Hehe makasih mang”
Motor sport kesayanganku lagi kupermak ganti warna hitam dari aslinya biru. Sekalian ganti oli di bengkel mang Dudung. Aku langsung masuk dan disapa oleh mbok Inah.
“Mas Joe nginep lagi ya? Ya mbok jangan sering-sering to, kasian kan rumahnya ditinggal-tinggal.”
“Yah kan gak sering-sering mbok Nah” sahutku nyengir.
Aku memang akrab dengan pembantuku ini. Dia sedari muda dulu sudah ikut keluargaku hingga sekarang di usianya yang hampir mendekati kepala lima. Sangat setia pada mamaku. Kemudian menikah dengan mang Dudung yang justru berumur lebih muda darinya beberapa tahun, tapi tidak juga dikaruniai anak. Untungnya mereka saling mengasihi hingga awet seperti sekarang. Dulu mbok Inah tinggal bersama kami. Tetapi setelah bersuami, ia ikut suaminya mang Dudung tinggal di sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari komplek rumah kami. Jadi tiap pagi-pagi sekali ia datang untuk mengurus keperluan rumah tangga kami dan malamnya baru pulang. Terkadang menginap di bekas kamarnya, sebuah ruang pembantu ukuran sedang di belakang rumah kami. Sedangkan mang Dudung membuka bengkel motor kecil-kecilan di dekat rumahnya. Selain itu sering dipanggil untuk ngurus taman, jadi sopir bila mama atau mbak Sarah kakakku lagi malas nyetir mobil sendiri, dan banyak pekerjaan-pekerjaan serabutan lainnya. Dulu sebelum buka bengkel dia pernah jadi kenek angkot dan supir truck.
“Yang lain kemana mbok?” tanyaku.
“Ibu sama mbak Dini berangkat kerja dan ke sekolah pake taksi, trus mbak Sarah tadi berangkat ama mbak Karina.”
“Mas Joe gak kuliah to?” sambungnya lagi.
“Ntar siangan mbok” sahutku santai.
“Oh gitu. Mau sarapan apa mas Joe?” tanya mbok Inah.
“Nasi goreng aja mbok, sekalian susu ya. Ntar anter ke kamar saya”
“Ya mas”.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Siang menjelang sore itu cukup terik. Keringatku mengucur deras. “Sial!” pikirku. Jadi malas kuliah mata pelajaran berikutnya nih. Saat itu aku sedang menikmati semangkok bakso dan segelas es teh dingin di kantin pojok kampus menunggu jam mata kuliah kedua.
Sobat-sobat dekatku gak ada yang nongol satupun. “Brengsek, pada gak masuk kuliah semua kali ya?!” rungutku.
“Hei Joe!!”
Nina |
Sebuah sapaan dari belakang mengagetkanku. Ah si Nina. Akhirnya ada juga sohibku yang muncul. Eh namanya mirip mirip Karina, kakak temanku yang jadi idolaku itu. Terbayang persetubuhanku dengan Karina baru-baru ini, terus rencana yang…..
“Hei!!” tepuknya membuyarkan lamunanku.
“Melamun aja sih? Gak masuk kelas?” lanjutnya.
“Ntar. Pak Bastian kan biasanya telat. Kamu gimana ?”
“Hari ini udah kelar. Mau ke perpus dulu balikin buku, trus pulang deh” sahutnya ringan.
“Nin..Nin..kamu ini emang kutu banget sih.”
Nina hanya tersenyum saja. Ia kemudian duduk di sebelahku, memesan sebotol teh botol.
Kuperhatikan dia tampak lebih ayu hari ini. Entahlah sejak kejadian bersama mbak Rita dan Karina, gejolak kelelakianku serasa terus bergejolak. Apakah ini pengaruh sampingan The Click? Aku tak tahu. Mmm tapi entah kenapa tiba-tiba ada pikiran kotorku muncul. Aku ingin bercinta dengannya. Setelah kupikir-pikir dia sebenarnya sangat manis dan…cantik. Kulitnya putih bersih, berambut sebahu. Buah dadanya sedang-sedang saja, tidak terlalu besar juga tidak bisa dibilang kecil. Tinggi tubuhnya sekitar 163 cm dengan berat 46 kg. Langsing dan sangat proposional sebenarnya.
“Nin, ntar malem ada sibuk gak?”
“Emangnya kenapa” Nina balas bertanya.
“Besok kan libur. Aku mau ngajak kamu jalan-jalan”
“Jalan-jalan kemana?” ia jadi kikuk.
“Yah nonton atau dinner di café Bjorn, itung-itung refreshing. Masak belajar terus sih? Ntar jadi botak lho”
“Ntar ada yang marah lagi” ia makin kikuk.
“Siapa? Gak bakalan ada kok! Tapi gak tau kalo kamunya”
“Eh ak.aku juga enggak kok” sahutnya cepat.
“Kalo gitu gak ada masalah kan? Kujemput jam setengah tujuh malam, OK?”
Nina tersipu sebelum menggangguk.
* * * * * * * * * ** * * * * * ** * *
Malam itu dengan motor sportku yang berwarna gres full black aku pergi ke rumah Nina. Nampak cantik ia dengan kaos yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya. Berbeda dengan dandanannya yang senantiasa formil di kampus. Setelah sedikit berbasa-basi dan dipesan untuk jangan pulang terlalu malam oleh orang tua Nina, kami pun meluncur ke pusat kota. Aku memang sering main ke rumah Nina pinjam catatan atau PR kuliah. Selain itu antara mamaku dan mama Nina sudah saling kenal. Tak jarang pernah berbisnis bersama. Jadi mereka sudah percaya padaku.
“Mau makan dulu atau nonton dulu?” tanyaku sembari mengendarai motorku dengan tenang.
“Terserah kamu Joe”
“Kalo gitu kita makan dulu aja yah, aku dah lapar nih. Ntar jalannya jadi enak deh”
“Ehm..” Nina setuju.
Aku langsung membawa motorku ke arah café Bjorn. Disana tempat favoritku nongkrong. Selain makanannya enak dan murah juga sering ada live show musik band-band lokal. Setelah itu kuajak dia jalan-jalan di taman kota yang tak jauh letaknya dari café tersebut. Usai menikmati makan malam dan jalan-jalan sebentar di taman kota, aku membawa Nina ke rumah Profesor Suparman. Mumpung baru jam 8 kurang dan sepi pikirku.
“Rumah siapa nih Joe?” tanya Nina padaku setelah kumasukkan motorku di garasi. Helm kami kuletakkan di atas motor.
“Kenalanku, aku diminta menjaganya sementara dia ke luar negeri. Entah berapa lama”
Kulihat di seberang lampu rumah mbak Rita padam. Hanya lampu di pekarangan saja yang hidup. Tampaknya mbak Rita sedang pergi ke rumah ortunya menengok Andi anaknya.
“Masuk yuk!” ajakku.
Di ruangan tengah kami kemudian ngobrol sambil menonton TV. Teringat pertempuran threesome aku, mbak Rita dan Profesor Suparman di sofa ini membuat birahiku naik. Ditambah lagi pengalaman bercinta dengan Karina. Tapi walau suasana mendukung, aku belum berani untuk bertindak lebih jauh. Nina adalah gadis yang masih berpikiran konservatif, tentu tidak mau diajak berbuat yang tidak-tidak. Nah disinilah guna The Click pikirku. Aku lalu merapat ke Nina. Tanpa sepengetahuan Nina kutekan tombol bentuk hati The Click. Sambil menunggu reaksi alat itu, aku tanpa malu-malu lagi merayunya.
“Nin, kamu cantik sekali”
“Ah kamu gombal”
“Eh beneran lho, masa aku bohong sih?”
Nina terdiam. Dari raut wajahnya tampak dia antara jengah dan senang sekali. Tanpa ragu kurengkuh dia dalam pelukanku, sementara kuletakkan The Click di meja samping sofa. Nafsuku kurasa makin tinggi. Perlahan kuangkat dagunya dan melepas kaca matanya, namun ia melengos kesamping.
“Ehmm..Joe jangann…ah” tolaknya.
“Nina sayang ..” rayuku semakin nekat. Lalu kukecup lembut keningnya. Kaca matanya sekarang berhasil kulepas dan kuletakkan di meja dekat The Click.
“Joe..aaah.” Nina sekarang sama sekali tak memberontak saat kulumat bibirnya yang merah hangat dan lembut, kusedot sedikit demi sedikit.
Mmm nikmat …, kulepaskan kecupan bibirku dari bibir Nina. Aku ingin melihat reaksinya, ternyata saat kucium tadi ia memejamkan kedua belah matanya, dengan mata redup ia memandangku sedikit aneh namun wajah manisnya begitu mempesonaku, bibir mungilnya yang kukecup tadi masih setengah terbuka dan basah merekah. Tangan kiriku bergerak semakin berani, yg tadinya hanya meremas jemari tangan kini mulai meraba keatas menelusuri dari pergelangan tangan terus ke lengan sampai ke bahu lalu turun ke arah gundukan payudaranya dan kuremas lembut. Kupandangi gundukan bulat menantang bak buah apel dari balik baju kaosnya yang ketat. BH putihnya yang kecil menerawang kelihatan penuh terisi oleh daging lunak yang sangat merangsang. Kini jemari tangan kananku mulai semakin nekat menggerayangi pinggulnya yang sedang mekar itu, ketika jemariku merayap kebelakang kuusap belahan pantatnya yang bundar lalu kuremas gemas. Aaah…. begitu lunak, hangat dan padat.
“Aaaaahhh … Joe ..”, Nina merintih pelan.
Jemari tangan kananku bergerak semakin menggila, kini aku bergerak menelusup ke pangkal pahanya yang padat berisi, dan mulai mengelus gundukan bukit kecil .. bukit kemaluannya. Kuusap perlahan dari balik celananya yang amat ketat, kemudian kupaksa masuk jemari tanganku diselangkangannya itu dan kini bukit kecil kemaluannya itu telah berada dalam genggaman tanganku. Nina menggelinjang kecil, saat jemari tanganku mulai meremas perlahan… terasa empuk hangat dan lembut. Kudekatkan mulutku kembali ke bibir mungilnya yang tetap basah merekah. Secepat kilat bibir mungilnya yang hangat merekah kembali kukecup dan kukulum nikmat. Kuhayati dan kurasakan sepenuh perasaan kehangatan dan kelembutan bibirnya itu, kugigit lembut, kusedot mesra. Hidung kami bersentuhan lembut dan mesra. Dengus nafasnya terdengar memburu saat kukecup dan kukulum bibirnya cukup lama, bau harum nafasnya begitu sejuk didadaku. Kupermainkan lidahku didalam mulutnya, persis seperti yg dilakukan para bintang film porno yang sering kutonton dan dengan mesra Nina mulai berani membalas cumbuanku dengan menggigit lembut dan mengulum lidahku dengan bibirnya. Aaah … terasa nikmat dan manis saat kedua lidah kami bersentuhan, hangat dan basah. Lalu kukecup dan kukulum bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat bibirku dan bibirnya saling beradu mengecup mesra. Tak sangka Nina dapat membalas semua kecupanku dengan bergairah pula.
Jemari tangan kananku yg masih berada diselangkangannya mulai bergerak menekan ke gundukan bukit kemaluannya lalu kuusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas. Nina memekik kecil dan mengeluh lirih, kedua pelupuk matanya dipejamkan rapat-rapat, sementara mulutnya yang mungil meringis lucu. Wajahnya yang manis nampak sedikit berkeringat.
Kucium rambutnya yang harum dan semakin mempergencar seranganku di bukit kemaluannya. Kedua pahanya yang tadi menjepit pergelangan tangan kananku direnggangkan. Kuangkat wajah dan dagu Nina kearahku, matanya masih terpejam rapat, namun mulutnya sedikit terbuka sehingga giginya yg putih kentara jelas. Aku merengkuh tubuhnya agar lebih merapat ke badanku lalu kembali kukecup dan kucumbu bibirnya dengan bernafsu. Tangan kirinya meraih pinggangku dan memegangi bajuku kuat-kuat.
Puas mengusap-usap bukit kemaluannya, kini jemari tangan kananku bergerak merayap keatas, mulai dari pangkal pahanya terus keatas menelusuri pinggangnya yg kecil ramping tapi padat, sambil terus mengusap kurasakan ujung jemariku mulai berada di kaki pegunungan apelnya yg sebelah kiri. Dari balik baju kaosnya aku dapat merasakan betapa padat gunung apelnya itu. Aku mengelus perlahan disitu lalu mulai mendaki perlahan dan jemari tanganku seketika meremas kuat buah dadanya yg seperti apel itu saking gemasnya. Empuk dan kenyal tapi terasa padat.
“Aaaaduh… Joee jan..jangaan keras-kerass..”, rintihnya.
Bibirnya tampak sangat basah sedikit berliur. Maklum waktu kucumbu tadi air liurku sengaja kubasahkan ke bibirnya. Kini secara bergantian jemari tanganku meremas kedua buah dadanya dengan lebih lembut. Nina membiarkan tanganku menjamah dan meremas-remas kedua buah dadanya sampai puas. Hanya sesekali ia merintih dan mendesah lembut bila aku meremas susunya sedikit keras. Beberapa saat kemudian aku tak tahan lagi dan mulai melucuti pakaian yang dikenakannya. Dengan tidak sabaran kubuka pula seluruh pakaianku dan kemudian kulemparkan sekenanya kesamping. Kini aku dan Nina sudah benar-benar polos dan telanjang bulat. Kulihat tubuh nan mulus milik Nina, menggoda siapapun untuk menerkamnya. Payudaranya nan indahnya berbentuk bulat dihiasi puting susu berwarna coklat muda. Perutnya rata dengan pinggang yang ramping.
Sebuah gundukan bukit kecil tampak mulai dari bawah pusarnya sampai kebawah diantara kedua belah pangkal pahanya yang seksi, sementara dibagian tengah gundukan bukit kemaluannya terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah kebawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang vaginanya. Dan disekitar situ aku tak melihat sehelai rambut kemaluan pun. Begitu bersih dan putih daerah terlarang milik Nina itu.
Aku hanya bisa melongo menyaksikan keindahan bukit kemaluannya dan tanpa terasa kedua tanganku sampai gemetar menyaksikan pemandangan itu.
Bau yang keluar dari alat kelamin miliknya membuat hidungku jadi kembang kempis menikmati aroma aneh namun terasa menyenangkan buatku. Dengan penuh nafsu aku segera meraih tubuhnya dan kugendong ke dalam kamar tidur Profesor Suparman. Kurebahkan tubuh Nina yang telanjang bulat itu diatas kasur busa didalam kamar. Tempat tidur itu tak terlalu besar, tapi cukup untuk 2 orang tanpa berdesakan. Kamar ini sudah menjadi saksi bisu persetubuhanku dengan Karina, dan sekarang akan menelan korban keduanya, Nina. Aku merayap keatas tubuhnya yang bugil dan menindihnya, aku tak sabar ingin segera memasuki tubuhnya.
Ia hanya melenguh pasrah saat aku setengah menindih tubuhnya dan batang penisku yang tegang besar itu mulai menusuk celah bukit kemaluannya, mencari liang vaginanya. Kurasakan bukit kemaluannya terasa lunak dan hangat…. aaahh… tanganku tergetar saat kubimbing alat vitalku mengelus bukit kemaluannya yg empuk lalu menelusup diantara kedua bibir kemaluannya.
Nina mulai merintih dan memekik-mekik kecil ketika kepala penisku yang besar mulai berhasil menerobos liang kemaluannya yg sangat sempit sekali.
“Tahan sayang … aku masukkan dulu … hhhgggggghhh ….ahhhh sempit sekali sayang aahhhh …”, erangku mulai merasakan kenikmatan.
Sssrrrtt!!
Kurasakan kepala penisku berhasil masuk dan terjepit ketat sekali dalam liang vaginanya.
“Aaaww …. Joee sakiit …”, rintih Nina memelas, tubuhnya menggeliat kesakitan. Aku berusaha menentramkannya sambil kukecup mesra bibir mungil yg basah merekah dan kulumat dengan perlahan.
Aku mulai menekan dan Nina pun meringis … aku tekan lagi… akhirnya perlahan-lahan mili demi mili liang vaginanya itu membesar dan mulai menerima kehadiran kepala batang kemaluanku.
“Agghhh ..” suara Nina terhalang lumatan bibirku, aku tak peduli, mili demi mili batang penisku secara pasti terus melesak ke dalam liang vaginanya dan tiba-tiba setelah masuk seperti ada selaput lunak yg menghalangi kepala penisku untuk terus masuk.
Krrgghh!!
Tapi aku terus menekan, merobek selaput itu dan menghentak keras ke bawah hingga seluruh batang kemaluanku kini terbenam dengan sempurna di liang vagina Nina.
“Oohh!! ………..”, aku mengerang saking nikmatnya, mataku mendelik menahan jepitan ketat vagina Nina yg luar biasa, sementara Nina meringis menahan perih dan nikmat.
Tubuh kami telah menyatu, dalam suatu persetubuhan indah. Kurasakan vagina Nina menjepit dan meremas kuat batang meriamku yg sudah amblas semuanya. Ku mulai menarik batang kemaluanku perlahan dan mendorongnya kembali dengan lembut setelah beberapa saat kudiamkan untuk membiasakan liang kemaluan Nina menerima benda asing di dalamnya. Kemudian Nina memeluk punggungku dengan kuat, ujung jemari tangannya menekan punggungku dengan keras. Kukunya terasa menembus kulitku. Tapi aku tak peduli, aku sedang menyetubuhi dan menikmati tubuhnya. Batang penisku seakan dibetot dan disedot oleh liang vaginanya yg benar-benar sangat sempit itu. Nina merintih dan memekik kesakitan dalam cumbuanku. Beberapa kali malah ia sempat menggigit bibirku, namun itupun aku tak peduli. Aku hanya merasakan betapa liang vaginanya yg hangat dan lembut itu menjepit sangat ketat senjataku, ketika kutarik keluar terasa daging vaginanya seolah mencengkeram kuat alat vitalku, sehingga betapa aku memaksa untuk keluar daging vaginanya terasa ikut keluar.
Ajaran bercinta dengan lembut dari mbak Rita kupraktekkan dengan sempurna. Aku mulai menggerakkan pinggul turun naik dengan lebih lambat dan teratur. Kutarik pelan penisku keluar dari jepitan liang vaginanya yg sempit, kuresapi kenikmatan dari setiap mili gesekan yg terjadi antara batang penisku dengan daging vaginanya yg hangat dan ketat. Hanya beberapa menit kemudian tubuh Nina sudah terasa mengejang….
“Aaaahhh..Joee..akuu…ingin..pipiiss..ahh” racaunya.
Seerr!!
Kurasakan cairan dari liang vagina Nina membasahi batang kemaluanku yang masih tertancap disana. Tapi tiada kusangka! Aku juga merasa hampir sampai! Ternyata serapat-rapatnya liang mbak Rita atau Karina, masih kalah rapat dari liang perawan Nina. Ini membuatku tidak bisa mengontrol lebih lama orgasmeku. Beberapa detik kemudian sambil mempercepat sodokanku, aku lepaskan rasa nikmat itu dengan menyemprotkan spermaku beberapa kali ke liang rahim Nina, lalu kucabut sambil memperhatikan batang kemaluanku yang belepotan oleh lendir yang lengket. Tampak pula diselimuti bercak-bercak darah segar keperawanan Nina di batang kemaluanku itu. Sprei berwarna putih keabuan itu di bawah pantat Nina juga terdapat bercak-bercak darah segar. Pemandangan yang sama saat aku memerawani mantanku, pacar pertamaku dulu di awal kuliah.
“Aah aku berhasil memerawaninya” pikirku.
“Shit! Aku gak bisa kontrol keluarnya di dalam” pikirku. “Tapi tak apalah, masih banyak jalan kalo nanti kenapa-kenapa” demikian pikiran kotorku bekerja. Aku lalu membaringkan tubuhku ke samping tubuhnya. Jiwaku melayang terbang bersama kenikmatan yang tiada tara. Sayup-sayup diantara kenikmatanku kudengar Nina merintih pelan entah kesakitan atau nikmat … aku tidak tahu karena aku sedang berada dalam kenikmatan sorga dunia.
Saat kesadaranku belum sepenuhnya pulih dari lelah yang mendera, sekelebat aku teringat The Click. Jika sampai tidak kumatikan tombolnya, aku bisa terangsang terus dan bercumbu dengan Nina tanpa henti. Tanpa banyak pikir lagi aku segera beringsut ke ruang tengah dan mematikan alat itu.
Setelah itu aku kembali lagi ke ruang tidur. Tampak Nina terbaring lunglai kelelahan. Entah tidur atau masih sadar, aku tak tahu. Gadis ini yang baru pertama kali merasakan nikmatnya bercinta belum bisa mengontrol tubuhnya untuk segera pulih. Tak terasa juniorku mulai kembali tegang menatap tubuh putih mulus tergeletak tanpa daya di hadapanku. Nafsu birahi timbul kembali. Segera kudekati tubuh mulus itu, mengambil posisi diantara kedua pahanya yang ku angkat diatas pundakku. Nina terbangun dan merintih.
“Aapa yang kamu lakukan Joee?”
“Membawamu ke sorga sayang..” sahutku lembut.
“Akk..aku..lelaah Joee..” rintihnya lagi.
“Sebentar saja sayang” sahutku sambil mulai membenamkan kembali batang penisku kedalam liang kewanitaan miliknya yang kembali menyambut mesra dengan kehangatan dan jepitan ketatnya yang luar biasa nikmat. Nina yang sudah tak berdaya hanya bisa pasrah menerima seranganku. Begitu licin dan lembut saat kepala penisku yang besar perlahan menelusup masuk dan kembali kurasakan betapa celah hangatnya itu kembali mengelus lembut kulit batang penisku yang keras, jepitan liang vaginanya kembali menahan laju gerakan masuk alat kemaluanku
“Aaggghhh …” kembali aku mengerang menahan rasa nikmat yang tiada tara saat secara hampir sempurna seluruh batang penisku telah kembali terbenam didalam liang vaginanya.
Nina memekik kecil lalu merintih pelan diantara rasa sakit dan nikmat. Aku mengecup lembut bibirnya lagi sambil kutekan pantatku lebih kebawah hingga seluruh batang penisku tidak ada lagi yang tersisa diluar celah vaginanya, kutekan dan kutekan sampai kurasakan diantara jepitan ketat bibir dan liang vaginanya kepala penisku menyentuh bagian depan mulut rahimnya. Aku merasa begitu perkasa diatas tubuh Nina, tubuh yang mungil yang kini sedang berada dalam kekuasaan nafsu kelelakianku, ia berulangkali memekik dan merintih kecil saat secara bergantian dengan ritme yang lembut dan perlahan pinggulku bergerak terus naik turun mengeluar masukkan seluruh batang penisku kedalam liang vaginanya. Entah sudah berapa puluh kali batang penisku menembus keluar masuk disitu dan entah sudah berapa kali pula liang vaginanya yang licin hangat dan sempit itu mengenyot, memilin dan meremas-remas hebat batang kelelakianku tanpa kenal kompromi.
Sekarang cukup lama sekali aku bisa menggoyang menyetubuhinya. Rupanya setelah liang keperawanannya kurobek, jalan keluar masuk batang kemaluanku tidak terlalu sulit walaupun masih terasa seret sekali. Staminaku terasah oleh pengalaman yang tak banyak dan berbagai informasi yang kudapatkan dari teman atau bacaan bahkan tontonan kaset porno.
“Aaaahhhhhh..Joeeeeee..akk.akku..keluaarrr!!”
Tak terasa sudah dua kali Nina mencapai orgasmenya, sedangkan akupun mulai merasakan air maniku telah mulai mengalir menuju ke pangkal penisku dan mendesak-desak hendak tumpah keluar namun seketika itu pula kucoba memecah konsentrasiku ke hal-hal indah yang lain, agar ejakulasiku tidak terlalu cepat terjadi, namun tetap tak banyak membantu. Kucoba menahan sekuat tenaga agar jangan sampai muncrat, namun hanya beberapa detik kemudian akhirnya aku menyerah kalah. Di saat Nina sedang terbang menikmati orgasmenya yang panjang akupun akhirnya ikut melepaskan rasa nikmat tertahan dan mencapai puncak tanpa peduli dimana kulampiaskan.
Croott ……croott …..crot!!
Air maniku menyembur-nyembur tumpah keluar di dalam liang rahimnya.
“Oogghh!!” Aku menggeram keras kelojotan tak mampu menggenjot pantatku naik turun lagi, sebab batang penisku sudah tak bisa digerakkan lagi saking kuatnya kontraksi liang vaginanya. Aku memeluk erat tubuh Nina dengan penuh kemesraan, lalu kukulum bibirnya dengan lembut beberapa saat, lalu aku bergulir kesamping, batang penisku melungsur menggesek keluar dari dalam liang vagina sempitnya yang sudah sangat licin. Ia merintih pelan. Aku terjerembab disamping tubuh bugilnya yang putih mulus penuh keringat. Beberapa saat keadaan sunyi senyap. Hanya terdengar nafas kami yang masih sedikit ngos-ngosan, lalu setelah itu kulihat Nina beranjak duduk bersandar di kasur sambil menutup tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia tersedu pelan. Rasa bersalah menghantuiku, langsung berusaha kupeluk dia.
“Kamu jahat Joe..” katanya.
“Maafin aku Nin, aku gak bisa nahan nafsuku. Abis kamu begitu menggoda sih”
“Kalo aku hamil gimana?” ucapnya tersedu.
Aku langsung terkesiap. Benar juga. Tadi gara-gara saking nikmatnya aku lepas kontrol, menganggap remeh hal itu. Kalau sampai kejadian itu, aku tak tahu lagi mesti berbuat bagaimana. Tapi berusaha ku hibur dia.
“Tenang aja, ntar kalo terjadi sesuatu sama kamu aku yang bertanggung jawab”
“Sungguh Joe? Kamu gak bohong kan?” tangisnya mulai mereda.
“Enggak dong sayang. Aku janji aku akan jaga kamu. Kamu jangan sedih yah?”
Nina menatap wajahku, kemudian senyumnya merekah. Dan ia langsung membenamkan wajahnya di dadaku. Dari responnya kutahu ia tak sedih lagi. Kurengkuh tubuhnya sambil mengecup bibirnya ringan. Kulihat jam di dinding kamar menunjukkan pukul 10 lewat lima belas menit. Masih cukup bagi kami untuk istirahat sejenak memulihkan tenaga sebelum aku mengantarnya pulang.
“Ayo berkemas, nanti kemalaman” ajakku.
Setelah kami membersihkan diri di kamar mandi dan segera berpakaian, kami meninggalkan rumah Profesor Suparman dengan perasaan yang senang. Tampak Nina agak terseok-seok berjalan menahan perih di liang kemaluannya. Hampir jam sebelas malam kami sudah tiba di rumah Nina. Aku langsung memacu motorku pulang setelah berjanji akan menelponnya besok. Ah selesai sudah aksiku malam ini bersama The Click.
Besok aku tak tahu apa yang akan terjadi lagi………hmm kecuali akhir pekan ini bersama Karina dan Sarah kakakku, akan ada yang seru!
To be Continued to part 5
Copyright (c) Dread80, March 2008
(Thank you for all your support & permission)
--------------------------
Satu Tanggapan
- pada 20 Maret 2009 pada 22:04 | mehahaha.. akhirnya sama si nina juga dia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar