- Cerita ini mengandung unsur perkosaan, tapi di dunia nyata penulis mengecam segala bentuk perkosaan. Rape is a CRIME punishable by human law and by God!
- Karya cipta ini dilindungi hukum alam gaib. Dilarang mengcopy-paste, mengubah isinya, atau mengaku-ngaku sebagai yang nulis. Para pelanggar dijamin akan mandul!
- Cerita ini adalah fiksi yang tidak ilmiah, jika ada kesamaan nama dan peristiwa, maka itu tidak disengaja (kaleee!).
Lena |
Suasana café itu tampak lenggang, selain aku hanya ada sepasang kekasih yang duduk berdempetan, bahkan berpelukan, seakan bila mereka terpisah sedikit saja ada sebagian dari mereka yang mati. Mereka saling tatap dengan mesra, dengan pandangan yang membuatku iri setengah mati. Aku hanya bisa mengaduk banana milkshake pesananku. Gadis pujaanku akhirnya tiba, ia memandang ke sekeliling isi café hingga akhirnya ia melihatku di meja sudut, senyum indah langsung merekah di bibirnya yang mungil ketika ia berjalan menghampiriku.
“Aduh sori telat, biasa lalu lintas Jakarta. Kamu nunggu lama?”
Pipinya merona merah dan nafasnya sedikit memburu, aku tahu ia berjalan terburu-buru, ia tidak suka membuat seseorang menunggu, apalagi aku.
“Nggak kok, baru juga dateng. Jadi udah kepikiran mau beli apa?” kataku sambil menyedot milkshake.
Hari itu ia memakai rok jeans yang cukup pendek,dengan tank top warna biru yang dipadu dengan jaket.
“Kayaknya beli jam tangan aja. Kan pas banget tuh buat hadiah ulang tahunnya Rindra” wajah cantiknya kembali tersenyum.
Nama gadis itu adalah Rani, usianya 21 tahun. Orang tuanya dari Jawa tulen, tapi kulit Rani amat terang dan logat Jawa sama sekali tidak terdengar dari nada bicaranya. Meski gaya bicaranya amat lemah lembut dan sopan yang mengingatkanku akan putri keraton. Apa ia cantik? Wow banget. Kecantikan yang bisa membuat Rama melupakan Shinta sekalipun. Apa tubuhnya indah? Sangat. Bentuk tubuh seperti miliknya akan menginspirasi para pelukis pemuja keindahan alam untuk terus menggoreskan kuasnya.
Apa semua itu yang membuatku jatuh cinta padanya? Bukan, aku jatuh cinta padanya karena takdir yang mengharuskanku. Takdir yang memaksaku untuk satu kampus dan bersahabat dengannya. Takdir pula yang memaksaku untuk selalu melihatnya kemanapun mataku memandang. Kurasa takdir pula yang membisikan nama Rani ditelingaku dan menitipkan asa dihatiku.
“I love you…” kataku perlahan, tapi cukup untuk terdengar olehnya.
Ia tersenyum cantik sekali. “I Love you too” bisiknya perlahan.
Entah apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Mungkin caranya mengernyitkan hidung jika sedang bosan, mungkin selera humornya, atau sikap tubuhnya ketika aku sedang berbicara dengannya (seakan tidak ada hal yang lebih menarik baginya selain mendengarkan lanturanku yang tidak jelas juntrungannya), atau malah caranya mengibaskan rambut ketika kegerahan. Aku tidak tahu, dan juga tidak peduli. Ketika aku pertama kali bilang terus terang bahwa aku mencintainya, Rani melihatku dengan pandangan aneh, lalu ekpresi kebingungan muncul di wajahnya. Ia pun lalu berjalan pergi tanpa bilang apa-apa. Keesokan harinya kami kembali bertemu di kampus, aku tersenyum jengah, ia juga. Aku mendekatinya dan ia tidak berjalan pergi.
Kami tidak pernah berbicara tentang status hubungan kami, kami biarkan mengalir begitu saja seperti seharusnya. Kami berbicara melalui mata, bertukar pikiran melalui sentuhan, dan melebur jiwa kami hanya dengan senyuman. Tanpa perlu membuang nafas dan menggetarkan tenggorokan. Kami tahu bahwa meskipun kami tak bisa bersama, hanya simfoni namaku yang bergema di hati Rani, dan hanya lukisan Rani yang tergambar di hatiku.
Rani sudah memiliki seorang pacar, namanya Rindra. Ia tampan, gaul, dan putra seorang pengusaha kaya raya yang diragukan kehalalan sumber penghasilannya. Menurutmu Rindra kah yang menyebabkan aku dan Rani tidak bisa bersatu? Bukan…kami tidak bisa bersatu juga karena takdir, takdir yang memaksaku lahir dari rahim perempuan Tionghoa, takdir yang memaksaku memiki dua nama yang salah satunya adalah Lena Dewanti, dan takdir yang memaksaku terlahir dengan payudara dan bukannya penis. Sebelum bertemu dengannya aku adalah seorang gadis yang “normal”, menjerit histeris ketika melihat boyband idolaku, tergagap ketika harus mengobrol dengan lelaki keren dan ganteng, dan memiliki impian untuk menikah dan menjadi seorang ibu. Dan segalanya belum berubah. Aku bukan pecinta kaum sejenis, aku mencintai Rani. Bukan karena ia perempuan, tapi karena ia adalah Rani, karena memang aku tidak bisa tidak mencintainya. Masyarakat itu egois, keras kepala, dan tanpa ampun. Segala yang ia pandang tak sesuai dan tak ia sukai, akan ia gilas sampai habis. Dikecam,dihina, dipermalukan, sampai akhirnya dibasmi, adalah nasib bagi mereka yang berani berdiri menentang masyarakat dan berteriak “Inilah aku!” Jadi aku dan Rani merunduk dalam-dalam, hidup dengan topeng kepalsuan menutupi wajah kami yang sebenarnya, dan pura-pura mengikuti dogma yang menghimpit hidup kami, dan menciptakan “seragam” yang tak bisa kami lepas selamanya. Tapi kami tidak sepenuhnya menyerah, sebab setiap kali lampu sorot masyarakat itu melewati kami, kami pun melepas topeng masing-masing dan menikmati hidup seperti yang dimaksud oleh takdir.
“Perempuan itu diciptakan untuk laki-laki! Bukan untuk lesbi!” seseorang pernah berkomentar didepan kami, dan kami saling bertukar senyum menertawakan kebodohannya.
“Yuk kita berangkat. Ntar abis belanja, kita jadi nonton kan?” katanya memutus lamunanku.
Aku mengangguk dan kamipun beranjak.
********
Ada sesuatu dari kegelapan bisokop yang selalu membuatku tenang dan tentram. Mungkin karena ditengah-tengah kegelapan itu, aku bisa menjadi diriku yang sebenarnya, tanpa ada yang menghakimi dan menotok jidatku sambil bilang “Pendosa!”. Aku sudah lupa film apa yang waktu itu kami tonton. Yang kuingat adalah kami berdua saling berpegangan tangan dengan erat. Aku meletakkan tanganku ke pahanya yang tak tertutup. Dan beberapa menit kemudian aku menyelusupkan tanganku di antara kedua kakinya. Rani bergerak dan secara perlahan mengusapkan tangannya ke bagian dalam pahaku. Kulepaskan desahan kecil ketika Rani menemukan apa yang diinginkannya. Sementara kami berpura-pura menonton film, kumain-mainkan rabaanku di gundukan bukit yang masih tertutup celana dalam itu. Tanganku menyusuri belahannya dan kugosok pelan sampai terasa celana dalam itu sedikit basah, sementara ujung jari Rani bergeser naik dan turun di bagian yang sama dari celana dalam milikku, mendorong kain yang tipis itu ke dalamku. Akupun membalasnya dengan menyingkapkan bagian depan celana dalamnya dan menyelipkan dua jariku ke dalam vaginanya. Kudorong lembut melaluil bibir vaginanya yang mungil, terasa benar-benar hangat dan lembut di dalam dan aku bisa merasakan otot-ototnya berkontraksi seakan memijat perlahan jariku. .Tidak butuh waktu lama sebelum kami berdua mulai kehausan dan dahaga akan satu sama lain. Kami mulai bernafas kencang dan berat.
”Len, kita pulang sekarang yuk” kata Rani dengan nafas sedikit memburu.
“Ayo”, bisikku balik didekat telinganya, sedangkan hidungku menghirup aroma tubuh Rani yang segar.
Kugenggam tangannya dan menariknya keluar dari bioskop. Kami sudah tidak peduli pada sisa film yang belum kami tonton itu. Mobilku berjalan menembus lalu lintas Jakarta yang padat merayap, serasa seabad rasanya sebelum kami akhirnya sampai kerumah Rani. Begitu sampai dan memarkirkan mobilku di carport, kami praktis berlari ke kamar Rani, benar-benar tak sabar untuk melanjutkan perbuatan yang terpaksa kami tinggalkan. Untunglah seperti biasa rumahnya kosong, kecuali dua pembantunya yang seperti biasa tinggal di belakang. Begitu kami memasuki kamar, Rani langsung mengunci pintu kamar itu. Dengan tidak sabar, aku menarik tangannya dan mengajaknya duduk dipinggir tempat tidurnya. Kami pun duduk saling berhadapan di atas ranjang, wajah amat berdekatan. Dengan segera, aku memagut bibir Rani yang merekah di depanku. Lidahku menyelusup melalui celah mulutnya yang terbuka dan lidahnya mempermainkan lidahku, mengulumnya dengan lembut. Aku pun membalas mengulum lidahnya dengan hangat. Tanganku perlahan-lahan merayapi permukaan pahanya, yang lembut, dan Halus, dengan sebuah gerakan yang indah Rani menopangkan kedua tangannya kebelakang, Dua bukit didadanya yang membusung bergerak turun naik mengikuti Irama nafasnya seolah-olah sedang mengundangku untuk segera menikmati isinya , dibalik kaus ketat yang dipakai olehnya.
Untuk sesaat aku menarik kepalaku dan memandangi wajah rani,tanganku membelai rambutnya dengan lembut, kemudian merayapi pipinya yang merona kemerahan, aku mencoba memikirkan sebuah sensasi kenikmatan yang baru sedikit saja aku cicipi. Terasa sebuah perasaan aneh mengalir di sekujur tubuhku saat lidah kita saling bersentuhan. Apakah ini yang dinamakan cinta? Ataukah ini nafsu birahi? Aku tidak tahu. Aku cuma orang bodoh yang terombang-ambing oleh gelombang yang bergelora didalam Hatiku, I cannot even separate love from lust.
Aku kembali mendekatkan bibirku pada bibirnya yang sedikit merekah terbuka, dengan lembut kukecup bibirnya yang merekah sedikit terbuka, Kuluman-kuluman bibir kami yang lembut membuat nafas kami semakin berat, kami berdua semakin sulit untuk mengendalikan desahan-desahan nafas kami. Sementara mulutku masih terus melumat bibirnya yang ranum, tanganku mulai meluncur ke bawah ke arah dada Rani. Aku menyingkapkan kaus ketat yang ia pakai ke atas, dan Rani pun meliukkan tubuhnya sambil menarik kaus ketatnya hingga terlepas melalui kedua tangannya, membukanya hingga lepas. Ia juga melepaskan kait bra yang ia pakai, dan membiarkanku menarik bra hitam itu hingga lepas dari tubuhnya. Tampaklah dua bukit indah mempersona di dadanya, membusung menantang, amat indah kalo tidak bisa dibilang sempurna, jari tanganku bergerak menyentuh bulatan induk buah dada Rani dalam sebuah gerakan melingkar-lingkar yang semakin lama semakin sempit dan akhirnya Jari telunjukku tiba dipuncak payudara Rani, dengan lembut kutekan-tekan putting susunya yang sudah mengeras, jari telunjuk dan jari jempolku menjepit putting susunya kemudian kupilin-pilin perlahan sambil sesekali menarik putting susu Rani yang semakin lancip mengeras. Kedua Mata kami saling memandang dengan tatapan mata yang sayu,wajah kami kembali saling merapat dan Bibir kami kembali bertautan, layaknya musafir yang baru menemukan air, kami saling memuaskan dahaga dengan rakusnya. Perlahan kugerakkan tanganku lebih jauh ke bagian bawah dari perut Rani, menyusup kebalik roknya dan menyelinap ke balik celana dalamnya. Ujung-ujung jariku menyentuh rambut-rambut lembutnya dan gelitikan lembutku membuat Rani mengerang perlahan. Kedua kaki Rani tampak mengejang, butir-butir keringat lembut membasahi tubuhnya , sehingga tubuh rani tampak semakin lembut dan basah mengkilap semakin indah
“Hhhhhhhhhhh… ” Rani Hanya dapat mendesah panjang, sambil mengibaskan rambutnya yang indah, Kedua matanya terpejam dan kepalanya menengadah saat jari-jariku bergeser lebih jauh ke dalam, menerobos lipatan-lipatan lembutnya dan segera kurasakan sumber kebasahannya. Kurasakan badanku bergetar, tak pernah dalam hidupku aku sedekat ini dengan gadis lain. Kami pun bergeser ketengah ranjang dan menanggalkan apa yang tersisa di badan kami. Seluruh tubuhku mulai bergetar penuh antisipasi. Aku pun kembali melumat bibirnya, kugigit bibirnya yang ranum dengan lembut sebelum , kecupanku menelusur turun ke leher dan dadanya. Harum keringatnya membalut badannya, dan aku benar-benar menikmati rasa keasin-asinan pada leher dan celah dadanya itu. Puting payudaranya merah segar berbeda dengan milikku yang berwarna coklat, dan saat kusedot kedua putingnya, warna mereka berubah menjadi gelap dan mengeras. Kurasakan kedua ujung dadaku juga mulai terasa semakin menegak mengeras karena bersentuhan dengan perutnya yang lembut dan halus. Rani bergerak duduk dan menyandarkan diri ke kepala ranjang. Lalu dengan kedua jarinya dipisahkannya kedua bibir vaginanya, dan dengan penuh nafsu kusaksikan jarinya yang lain menerobos masuk. Setelah mengaduk-ngaduk beberapa saat jari lentiknya benar-benar basah. Vaginanya tampak semakin basah , cairan-cairan Vagina Rani meleleh menebarkan aroma harum yang khas. Lalu mulailah kutelusuri kakinya yang jenjang dengan bibirku, punggung kaki… betis… lutut… dan berhenti ketika aku sampai di bagian dalam pahanya. Kujilat, kukecup, dan kugigit lembut kulitnya yang putih mulus. Ya ampun, Rani betul-betul lembut! Kuciumkan kecupan-kecupan kecil mengitari vaginanya, dan dengan susah payah kutekan keinginanku untuk langsung menyelami “melahap” vagina itu dengan mulutku.
“Lena… please…” Rani memohon dengan nafas terengah-engah.
“Jangan terlalu terburu-buru”, balasku sambil meninggalkan jejak-jejak kecupan-kecupan basah menuruni perutnya.
Rani mengangkat pantatnya mencoba membimbing mulutku ke arah vaginanya.
”Len… please!” jeritnya tak sabar. keduaJari telunjuk rani bergerak menekan bibir vaginanya agar semakin merekah , mulutnya mendesah-desah dalam desahan nafsu yang semakin berkobar-kobar.
Kurebahkan diriku di antara kedua paha Rani, kugunakan tanganku untuk membuka lebar labianya. Kugunakan hidungku untuk membelah lipatan kelaminnya dan menghirup dalam-dalam. Keharuman vagina Rani menyengat inderaku. Bibir vagina itu benar-benar rapat dan tipis, jadi aku merenggangkannya dengan kedua jariku, dan terlihatlah isi bagian dalamnya yang berwarna merah muda. Lalu perlahan kutarik kulit pelindung kelentitnya, menjadikan klitorisnya yang bengkak mencuat keluar, dan kugosok perlahan dengan menggunakan jari telunjuk dan jempolku.
Klitorisnya betul-betul keras dan tegang, dan berdetak kencang saat kusentuh. Kutiup tonjolan ini, dan pinggul Rani terangkat dan menyodor-nyodorkan selangkangannya, klitorisnya berusaha mendapatkan sebanyak mungkin gesekan. jemari tangannya menelusuri rambut kepalaku. Terkadang Rani menjerit kecil akibat gejolak nafsu yang terlalu hebat melanda tubuhnya, desah nafasnya semakin tidak beraturan, kadang kepalanya terkulai kesebalah kekiri , kadang terkulai kesebelah kekanan
“Lennnn…. Ennnnhhhhh…..Nnnhhhh” Rani merengek sambil menekuk lututnya dan membuka kedua kakinya kesamping selebar yang dapat ia lakukan, sebuah keindahan duniawi kini terpampang dihadapan wajahku
Sambil menarik napas panjang, kupejamkan kedua mataku. Lidahku menelusur sepanjang garis celah vagina Rani menikmati cairan-cairan kewanitaanya yang semakin banyak meleleh, begitu gurih dan nikmat. Bibir-bibir lembut Rani membuka dan kukecup surga kecil di belahan paha seorang gadis. Kucicipi sari vagina Rani, dan rasanya ternyata lebih manis lagi daripada aromanya. Kurenggangkan pahanya lebar-lebar dan kucelupkan lidahku ke dalam lubang kecil merah muda yang hangat dan lembab milik kekasihku itu.
Dinding-dinding manis kemaluannya bergerak-gerak membuka dan menutup, menjerat lidahku erat-erat. Aromanya memenuhiku dengan gairah saat kujilat, kusedot, dan kutelan cairan orgasmenya. Aku benar-benar tersapu oleh kenikmatan terlarang dari berhubungan intim dengan seorang gadis. Campuran dari keringatnya yang keasinan dan sari vaginanya yang manis, adalah rangsangan yang tak ada duanya. Kuselipkan kembali lidahku ke dalam kemaluannya, Aku menyedot dan menjilat, sampai Rani menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang menjajahnya. Tubuh Rani bergetar keras sambil meremas ganas rambutku. Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap pembuluh darahnya menegang kencang, hingga mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang. Rani baru saja mengalami orgasme terhebat yang pernah dia alami., desahan nafasnya tersedat-sendat, tubuhnya yang indah terkulai dalam pelukan Hangat kenikmatan puncak klimaks. Aku menegakkan tubuh dan duduk di pangkuan Rani, memposisikan payudaraku di depan wajahnya. Dengan Lembut Rani mencium Bulatan Payudaraku yang membuntal padat, giginya menggigit lembut Bulatan Payudaraku seolah olah ia ingin menggodaku, kemudian Dikulumnya salah satu puting susuku di antara kedua bibirnya dan mulutnya yang hangat menyedoti putingku, mengirimkan gelombang-gelombang kenikmatan ke seluruh tubuhku. Sementara Tangannya merayap mengusapi puncak payudaraku yang satunya lagi, tangan Rani menggenggam induk Payudaraku dan meremasnya dalam remasan-remasan lembut yang teratur. Rangsangan demi rangsangan seakan-akan memacu nafsuku untuk semakin menggeliat-geliat dengan semakin liar dalam kenikmatan seksual, tubuhku serasa semakin gerah terpanggang dalam bara api kenikmatan yang semakin Panas memanggang nafsu birahiku “Ohhhhh… RAnnnnnnn……” Aku Hanya dapat merintih dengan pasrah ketika rani merayapkan dan menyelipkan tangannya di antara pahaku dan mulai mengusap-usap celah vaginaku yang berdenyut – denyut dalam denyutan yang semakin nikmat.
Setelah menatap wajahku, Ia melanjutkan menghisap payudaraku dengan lembut sekaligus jarinya menjalari vaginaku, sedangkan aku hanya mendesah-desah menyambut dua jari Rani ke dalam relung tubuhku. Rani meletakkan Jari tengahnya diantara belahan Vaginaku, kemudian dengan lembut Jari itu bergerak menggeseki belahan vaginaku , cairan-cairan kewanitaanku yang semakin banyak meleleh seolah olah menjadi pelumas, gesekan-gesekan Jari Rani terasa semakin licin dan geli sehingga membuahkan rasa nikmat yang semakin lama semakin meluap-luap tanpa dapat kubendung lagi “Annnnnnhhhhh…” aku agak menahan nafasku ketika merasakan denyutan-denyutan yang semakin kuat diwilayah intimku, kupejamkan mata untuk semakin meresapi denyutan-denyutan itu yang semakin lama semakin nikmat dan kurasakan cairan kental kewanitaanku menyemprot keluar saat ujung-ujung jari Rani menjepit klitorisku. Dielus, dijepit, dan diperah seperti itu membuat clitorisku menjadi betul-betul sensitif, dan eranganku kini semakin keras saja. High yang kurasakan betul-betul intens. Kuhentikan gerakanku dan menarik tubuh Rani, hingga ia telentang di tengah ranjang dengan kedua kaki terkangkang lebar. Dengan gerakan cepat tangan kiri kiriku meraih pergelangan kaki kirinya dan mengangkat,dan meletakkannya di pundakku sementara dengan tangan kananku mendorong lutut kanannya, melebarkan labianya. Memposisikan bagian bawah dari tubuh langsingnya di antara kedua pahaku, kutarik ke atas kulit depan klitorisku sementara Rani melakukan hal yang sama dengan klitorisnya sendiri, lalu aku pun bergeser sehingga kedua kemaluan kami bertemu. Perasaanku saat itu tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kedua vagina kami, dengan labia yang basah saling menghempas, saling menjalin, dan saling meleleh menjadi satu. Aku bergerak memutar-mutar dan kedua clitoris kami yang mencuatpun saling bergesekan.
“aah, ahh, Ran.. niii”, kupejamkan mata dan perlahan kuremas-remas dadaku dengan tanganku yang bebas. “
“Ooooh, ngh… aakh”, tubuhnya mulai terkejang-kejang. maju mundur naik turun. Kurasakan bagian bawah tubuhku bergerak-gerak seperti kehilangan kontrol,
“Ooooh… ohh… ahhh..!” seru kami bersamaan saat kedua vagina kami saling bergesekan dengan kencangnya. Tubuhku menggelinjang hebat, Rani mengejang dan terasa waktu pun menghilang saat secara bersamaan vagina kami menyemburkan cairan kental orgasme
Gelombang orgasme yang datang menghempas membuat kami hanya bisa terbaring lunglai dengan tubuh gemetaran. Setelah kembali mengatur nafas, kulepaskan diriku dan kuhempaskan diriku di samping Rani supaya kami bisa saling bertatapan wajah. Kami bersentuhan, berciuman lembut, betul-betul kehabisan tenaga dan kecapaian.
Kulingkarkan lenganku di bahunya, dan kurangkul kekasihku erat-erat.
“Ran… I love you sooo much” kataku.
“Iya tahu… kan tadi udah bilang” katanya sambil tersenyum.
“Berapa kali pun aku bilang, gak akan pernah cukup…” kataku.
“Dan berapa kalipun kamu bilang, gak akan pernah cukup aku mendengarnya…” balas Rani.
Nafasku dan Rani menyatu, seperti yang sudah ditakdirkan…
*******
Seminggu berlalu sejak peristiwa itu, dan segalanya berubah dengan cepat. Rani tiba-tiba menghilang dari kampus, bila aku menelpon tak pernah diangkat, dan ketika aku datang langsung kerumahnya, pembantunya terus menerus bilang bahwa Rani sedang keluar. Firasat buruk menghantamku. Ketika akhirnya aku bertemu dengan Rindra di kampus, aku menanyakan keberadaan Rani. Nada suaranya sungguh tidak ramah ketika menjawab pertanyaanku.
“Denger yah, mulai sekarang kamu jangan dekat-dekat Rani lagi, jangan mencoba menghubunginya, jangan melihatnya, bahkan jangan memikirkan Rani lagi. Stay away from her!” katanya tegas.
“Lho, emangnya kenapa?” tanyaku.
“Gak usah pura-pura lagi, Rani udah cerita semuanya pada aku. Dia bilang dia ingin putus denganku karena jatuh cinta pada kamu! Itu gila namanya. Kalian berdua perempuan, mana bisa bersatu” katanya.
Hatiku berbunga-bunga mendengarnya. Diluar dugaanku, ternyata Rani yang terlebih dahulu mengutarakan perasaannya pada dunia.
“Dimana dia sekarang? Aku ingin ketemu!” kataku tak sabar ingin menjumpai kekasihku.
“Lu budek apa! Aku bilang jauhin dia, atau…” kata Rindra dengan tatapan mengancam, sambil berjalan melewatiku.
Aku bukannya tidak mendengar nada ancaman itu, hanya saja aku tidak peduli, asalkan bisa bertemu dengan Rani, berjalan telanjang kaki sampai ke Thailand pun akan kujalani.
*******
Aku melakukan semua yang kubisa untuk menemukan Rani, tapi semua pintu selalu terbanting menutup di depan mukaku. Teman-teman yang lain tidak ada yang tahu dimana Rani, dan Keluarga Rani sepertinya telah tahu semuanya dan mendukung usaha Rindra untuk menjauhkanku darinya. Akupun melapor ke polisi mengenai kehilangan Rani, dan dua hari kemudian aku mendapat kejutan. Rindra menghampiriku di kampus dan berkata.
“Kamu mau ketemu Rani? Oke aku izinkan, tapi setelah ini kalian berdua harus menjauh satu sama lain. Gimana?” katanya.
Aku mengangguk tanpa ada niat untuk menepati janjiku. Masalah nanti biarkan untuk nanti, sekarang yang penting aku harus bertemu dengan kekasihku. Tak lama kemudian, mobil Rindra pun bergerak keluar kampus, membawaku sebagai penumpang.
*******
Rindra ternyata membawaku kedaerah Puncak, hawa sejuk sore hari di puncak langsung terasa karena jendela mobil sengaja kubuka. Mobil Rindra berbelok dari jalan utama, dan memasuki jalan yang lebih kecil. 5 menit kemudian, mobil itu akhirnya berhenti di pekarangan sebuah villa yang lumayan besar dan mewah. Rindra mematikan mesin mobil dan bergerak turun, akupun melakukan hal yang sama.
“Ayo, Rani ada didalam” katanya sambil mendahuluiku berjalan menuju pintu masuk villa.
Firasat buruk menghampiriku, tapi langsung tersapu oleh rasa rinduku terhadap Rani. Jadi akupun mengikuti langkah Rindra menuju villa itu. Bagian dalam villa itu ternyata kosong seperti tidak berpenghuni, perabotan pun hanya seadanya, kursi sofa, lemari pajangan kosong, dan beberapa meja. Aku tidak melihat keberadaan Rani didalam.
“Rani! Mana Rani?” tanyaku pada Rindra.
“Kamu ini bener-bener keterlaluan. Kenapa sih kamu mesti ngejar-ngejar Rani terus, apa kamu pikir kamu bisa membangun keluarga dengannya. Masa depan kayak apa yang bisa kamu tawarkan pada Rani?” kata Rindra tiba-tiba.
“Tapi kami saling mencintai. Bukankah itu yang paling penting” kataku.
“Bodoh. Kamu tidak akan bisa membahagiakan Rani. Kamu cuma akan menyakitinya, menyengsarakan hidupnya” katanya sambil mengunci pintu.
“Aku sebenernya gak ingin kalo mesti seperti ini. Tapi kamu gak memberiku pilihan. Kalo dibiarkan saja, kamu cuma akan bikin hidupku dan hidup Rani jadi berantakan saja” katanya sambil melangkah menuju salah satu pintu dan membukanya.
Dari pintu yang terbuka itu, keluar 4 orang pria berbadan besar dan menyeramkan, semuanya sudah bertelanjang dada. Tampang mereka tampang klise preman atau penjahat seperti yang sering muncul di film-film. Kulit hitam dipenuhi tato, badan berotot dengan bekas luka dimana-mana, dan wajah menyeramkan saking jeleknya. Rindra memberi isyarat dengan kepalanya sebelum masuk kedalam kamar. Dan ke empat pria menyeramkan itupun menghampiriku dengan gerak tubuh mengancam.
“Eh mau apa kalian? Mana Rani” kataku ketakutan melihat ekspresi wajah wajah mereka yang seperti hendak menelanku bulat-bulat
“Wuiiiihhh cakep bener nih cewek, kirain bakalan yang kayak gimana. Tau gini mah, gue gak usah minta bayaran nih ama si bos. Malahan mestinya kita yang bayar” kata lelaki yang berkumis.
“Iya nih. Wajahnya cakep dan kulitnya putih, nggak tahu kalau bagian tubuh yang lainnya”, kata si Codet sambil memandangku dengan tersenyum-senyum.
“Kita bisa pesta semalem suntuk nih. Apalagi gue belum pernah ngerasain memek amoy. Yuk dah, kita garap rame-rame”, timpal lelaki yang Kribo lagi.
Keempat orang itu segera mengepungku dan menutup seluruh jelan keluarku. Si Kribo mendekatiku dari depan dan tangannya mencoba meraihku, jadi aku segera mundur menjauh. Namun Tiba-tiba si kumis menyergapku dari belakang. Kedua tangannya meremas-remas kedua belah payudaraku dengan brutal. Sakit sekali rasanya.
“Eeeihh! Jangaaann!” Aku berteriak-teriak. Akan tetapi tak seorang pun dari mereka yang menggubrisku, bahkan mereka semua semakin dekat mengepungku.
Si Kribo kembali mendekatiku dan dengan cepat meraba-raba pipiku, sambil ia berkata pada teman-temannya,
“Wuiihh baru pipinya aja udah alus gini, gimana yang lainnya” katanya sambil tertawa-tawa.
Sementara si kumis tangannya masih asyik memencet-mencet payudaraku sehingga membuatku merintih-rintih kesakitan. Aku meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Tapi tenaganya ini jauh lebih kuat dariku.
Si Codet meraih pinggangku dan mencoba membuka kancing celana jeansku, tapi aku meronta keras menyulitkan usahanya.
“Beepp” sebuah tinju mendarat keras di ulu hatiku. Nafasku langsung terasa sesak, pandanganku nanar, dan kaki lemas, badanku pun sulit untuk kugerakkan, apalagi untuk melawan.
Si Codet pun meneruskan usahanya membuka celanaku, dan kali ini ia berhasil. Celanakupun merosot hingga jatuh ke lantai, dan dengan dibantu si kumis yang mengangkat tubuhku, celanaku pun bisa ditarik lepas. Mata keempat lelaki seram itu kulihat melotot menyaksikan pahaku yang putih dan mulus. Kemudian si Codet dan Kribo meraba-raba kedua belah pahaku itu. Sementara di atas, payudaraku terus digumuli oleh tangan si kumis dengan ganasnya. Dan.., “Sreek! Sreekk!” Dengan sekali tarikan keras, si kumis menarik kemeja ketat yang kupakai, hingga kancing kemejaku berjatuhan ke lantai. Si kumis lalu menariknya hingga lepas dari tubuhku.
Kini tubuh bagian atasku yang hampir telanjang hanya ditutupi oleh bra saja. Melihat kedua payudaraku yang lumayan besar menyembul dari balik bra yang kukenakan,mereka kelihatan semakin bernafsu untuk menggagahiku.
Tak lama kemudian, si kumis melepaskan tali pengikat bra-ku dan menariknya lepas, sehingga payudaraku yang menggantung dengan indahnya di dadaku terlihat bebas tanpa penutup apapun. Melihat pemandangan itu sejenak orang-orang yang mengepungku tertegun. Kumanfaatkan kebengongan mereka. Segera aku melepaskan diri dan mencoba berlari ke arah pintu keluar. Tapi celaka, si botak yang dari tadi hanya diam, langsung menangkap tanganku, lalu ditariknya dengan keras. Kemudian ia mendorongku dengan keras, sehingga membuatku jatuh terduduk di atas karpet ditengah ruangan.
“Jangan! Jangan, Mas, Bang! Jangan perkosa saya!Berapa Rindra bayar kalian, saya bayar dua kali lipat!” kataku memohon.
“He he he, kalo udah kayak gini sih, mana peduli kita soal duit. Jadi lu mendingan diem dan nikmatin aja keperkasaan kita-kita” kata si Kribo yang dari tadi emang paling banyak omong.
Segera dengan tidak membuang-buang waktu mereka langsung mendekati tubuhku yang masih terduduk dan mulai mengerubutiku. Si kumis langsung mencium wajahku, mula-mula hidung dan pipi, hingga akhirnya bibirku dilumatnya dengan ganas. Sementara tangan-tangan milik si Codet dan Kribo tidak tinggal diam, dengan bernafsu mereka meraba-raba buah dadaku dan meremas-remasnya dengan sangat bernafsu. Aku menggeliat-geliat mencoba melepaskan diri, tapi sia-sia karena kaki dan tanganku sudah terkunci erat-erat.
Aku hanya bisa menjerit lirih, “Aaagghhh…., aaggghhh…, jaangaannn…, jannngaannn…, aaammmpunnnnn…, aammmppunnnnnn…!”
Akan tetapi sambil tertawa-tawa si Codet berkata, “Tenang saja, nanti juga lo akan merasa keenakan, niiihhhh… Toket lu bener-bener asyik, udah kenyal, alus lagi”, katanya sementara kedua tangannya tetap masih meremas-remas payudaraku sambil terkadang mememencet dan memuntir putting payudaraku.
Kemudian sambil menduduki kedua kakiku, tangan si Kribo segera mengelus-elus kedua pahaku yang sudah setengah terpentang itu dengan bebas. Tangannya mula-mula hanya bermain-main di kedua paha, naik turun, tapi akhirnya secara perlahan-lahan mulai mengelus-elus belahan di antara kedua pangkal pahaku yang masih ditutupi CD itu. Tidak cukup sampai di situ, jari-jarinya menyusup kebalik celana dalam yang kukenakan dan menyusup masuk kedalam liang vaginaku.
Aku hanya bisa menggeliat-geliat saja dan pantatku menggeser ke kiri dan ke kanan mencoba menghindari tangan-tangan yang menggerayangi seluruh tubuhku itu.
Meskipun aku tahu itu sia-sia, tapi dari mulutku tetap terdengar jeritan”,Jaaangannnn…, jannngann…, aadduuhhh…, aaddduhhhhh….!” tak terasa air mata putus asa mengalir dari kedua bola mataku.
Pegangan pada tangan kananku sedikit melonggar, kesempatan ini tidak aku sia- sia kan. Aku menarik lepas tanganku dan langsung mendorong kepala si kumis yang menciumiku, aku lalu mencakar wajahnya cukup dalam hingga berdarah, iapun menjerit kesakitan.
“Arghhh!… amoy sialan, gak tahu mau dikasih enak yah!”
Plaakkk! Plaaakk! Dua kali ia menampar kedua pipiku. Kepalaku langsung terasa pening, dan pipiku rasanya seperti terbakar. Panas dan perih. Aku benar-benar merasa putus asa, perasaan terhina dan ketidakberdayaan menghantamku secara bersamaan. Dalam keadaan shock, tubuhku rasanya kaku tak berdaya.
“Breettt” CD warna hitam, yang kupakai ditarik dengan kasar hingga sobek dan segera dicampakkannya ke pinggir oleh si Codet, sehingga sekarang aku benar-benar telah berada dalam keadaan polos, telanjang bulat tanpa selembar benang pun yang melekat. Aku terkapar tak berdaya dengan tangan-tangan hitam kasar yang sedang menggerayangi sekujur tubuhku.
“Hehehe, lihat tuh jembutnya lebat banget. Aku suka sama yang kayak gini” kata si Codet.
Iapun kemudian meraba-raba dan mengelus-elus bulu kemaluanku sambil membuka kedua pahaku selebar mungkin. Tangan hitam dan kasar itu segera menjamah liang vaginaku itu sambil menggesek-gesekan jempolnya pada tonjolan daging kecil yang terletak di bagian atasnya. Tidak bisa tidak, aku memekik kecil merasakan sentuhannya. Sementara puting payudaraku diisap-isap oleh Kribo dengan lahapnya sambil sesekali meremas dan mempermainkan putingnya dengan tangannya. Sedangkan si kumis melumat bibirku dengan rakus dan lidahnya dengan paksa dimasukkan ke dalam mulutku, air liurnyapun mengucur deras kedalam mulutku, menjijikkan sekali rasa dan baunya.
“Tuhan, tolong saya Tuhan” doa’ku keras-keras. Tapi yang kulihat cuma wajah-wajah menyeramkan yang menyeringai buas kearahku.
Tak lama kemudian, si Codet yang sepertinya sudah tidak sabar, membuka celana sampai ke celana dalamnya. Tampaklah batang penisnya yang telah tegang, berwarna hitam pekat, besar dengan bagian kepalanya yang bulat mengkilat dan bagian batangnya yang dikelilingi oleh urat-urat menonjol, terlihat sangat mengerikan. Ia berjongkok di antara kedua pahaku, yang dengan paksa dibuka melebar olehnya. Mataku terbelalak melihat benda hitam besar di antara kedua paha si Codet itu. Belum apa-apa aku telah merasa ngilu pada vaginaku membayangkan benda hitam besar itu nantinya akan mengaduk-aduk vaginaku dengan ganas. Satu tangan si Codet memegang batang penisnya dan dengan perlahan-lahan digosok-gosokkannya pada bibir vaginaku. Begitu kepala penisnya menyentuh klitorisku badanku menjadi kejang dan agak berkelejotan.
“Eeehhmm…”, si Codet terus menggesek-gesekan kepala penisnya pada bibir vaginaku yang akhirnya menjadi licin dan basah oleh cairan yang keluar dari dalam vaginaku sendiri. Merasakan bibir vaginaku yang telah basah itu, si Codet berkata.
“Oohhhh rupanya lo udah pengen juga yaaa..!” Kemudian dengan perlahan-lahan ia mulai menekan kepala penisnya membelah bibir vaginaku.
Mendapat tekanan seperti itu, bibir vaginaku tertekan ke bawah dan mulai terbuka. Dengan menambah tekanannya, akhirnya kepala penis si Codet mulai terbenam ke dalam liang vaginaku.
“Erghhhh… bang, jangan” aku memohon untuk terakhir kalinya.
Tapi tanpa belas kasihan, si Codet langsung menekan habis penisnya ke dalam vaginaku. “Aadduuuhh…, sakiittt…!”, jeritku
Lagi-lagi si Codet menjawabnya dengan mendorong sekuat tenaga sehingga seluruh barang penisnya amblas seluruhnya, sampai kedua pahanya yang hitam itu menekan dengan ketat pahaku yang terkangkang itu. Aku meronta-ronta menahan rasa sakit yang tak terhingga. Kewanitaanku yang masih sempit itu dihajar begitu saja oleh batang kemaluan si Codet.
“Waaah…, gila sempit benar niihhh, mimpi apa gue semalam, bisa nikmatin amoy gratisan kayak gini”, katanya.
Sambil tertawa-tawa dia menggenjot tubuhku habis-habisan. Sementara aku hanya bisa merintih-rintih dan menjerit-jerit. Dengan suara jeritan yang makin lama makin lemah. Sementara si Codet bergerak maju mundur dengan ganasnya, setiap tarikan dan dorongan semuanya diiringi oleh eranganku. Aku biasanya selalu menikmati seks dengan pacarku terdahulu yang seorang laki-laki, tapi perkosaan ini bukan seks namanya, ini penyiksaan. Penis yang bergerak keluar masuk vaginaku ini, tidak ada bedanya dengan batang besi, tidak ada kenikmatan sama sekali, yang ada hanya rasa sakit. Akhirnya setelah 15 menit, si Codet mulai bergerak makin cepat. Aku yang sudah kelelahan mengerang lemas merasakan sakit yang menggigit pada vaginaku. tubuku juga terbanting-banting seirama dengan gerakan si Codet.
“Eeeggh, anjrittt, eegh.. eegh.. eegh..” dengus si Codet “akk.. eaaah.. eaaahh..” tubuhnya mengejang sesaat sambil mendorong batang kejantanannya masuk ke liang vaginaku dalam-dalam.
Dari batang penisnya menyembur keluar sperma yang langsung membanjiri rahimku. Tubuhku sekarang berkilau selain karena keringat, juga karena air liur dari lidah-lidah yang menjilati tubuhku dari paha sampai wajah.
Si Codet bangkit berdiri dan mempersilahkan pria berikutnya untuk menikmati tubuhku.
Dan tanpa mau membuang-buang waktu, si Kribo langsung membuka retsleting celananya dan mengeluarkan batang kemaluannya. Lalu ia menindih tubuhku. Aku menjerit cukup keras ketika batang si Kribo amblas seluruhnya ke dalam liang vaginaku, mulutnya pun melumat payudara dan puting susuku, bahkan sesekali menggigit-gigit permukaan payudaraku, bekas cupangannya pun terlihat memerah jelas di permukaan payudaraku yang putih. Ia terus memompa batang kemaluannya naik-turun di dalam kewanitaanku. Sakit dan perih rasanya. vaginaku pun terlihat memerah karena terus terusan menerima tekanan dan gesekan-gesekan. Tanpa mengenal belas kasihan, si Kribo mulai memaju-mundurkan pantatnya, sehingga penisnya, keluar masuk berulang-ulang kedalam vaginaku. Sambil melakukan itu ia berkata, “Waahh, eenaak niih masih seret…!” Sementara si Kumis dan Botak sibuk mengelus-elus dan meremas-remas payudara serta membelai-belai seluruh badanku. Si Kribo memegang kedua pinggulku dan menariknya keatas, sehingga pantatku terangkat. Dengan posisi ini ia dengan leluasa menancapkan penisnya dalam-dalam tanpa halangan. Sambil pantatnya dimaju-mundurkan, sesekali si Kribo menekan pantatku rapat-rapat ke tubuhnya dan memutar-mutar pinggulnya, mengocok-ngocok habis vaginaku. Dan saking kerasnya genjotan si Kribo, kedua payudaraku membal-membal mengikuti goyangan
“He.., he.., he.., gimana neng, enak kan ngentot ama lelaki sejati?! Makanya jangan ngentot ama cewek mulu!” katanya tanpa menghentikan aktifitasnya.
Mendengar ejekan itu kedua temannya tertawa-tawa. Sementara si Botak menduduki dadaku dan menjepitkan penisnya diantara kedua bukit payudaraku, sambil mendorong pantatnya maju mundur, sehingga penisnya menggesek-gesek di antara kedua gundukan buah dadaku. Sambil tertawa puas ia berkata. Ia tidak peduli bahwa aku merasa begitu sesak karena diduduki olehnya, nafasku pun putus-putus.
“Wah, baru kali ini aku ngerasain dipijat sama susu amoy. Rasanya lebih enak daripada susunya perek yang biasa gua pakai”
Tak lama kemudian si Kribo yang menggenjot vaginaku tampak terengah-engah. Iapun mengalami ejakulasi dan menumpahkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah itu giliran si Kumis yang merasakan vaginaku. Ia berbaring dan menarik tubuhku untuk menindihnya. Aku merasakan suatu benda tumpul menggesek-gesek mulut vaginaku. Rupanya si Kumis sedang mengarahkan penisnya. Mataku terbelalak dan tubuhku menjadi kaku tegang ketika merasakan kepala batang penis si Kumis, mulai memasuki belahan vaginaku. Si Kumis pun menarik pantatku turun dengan kuat, sehingga batang penisnya yang telah terjepit diantara bibir kemaluanku itu, akhirnya terdorong masuk dengan kuat dan terbenam dalam- dalam, diikuti dengan jeritan panjang yang keluar dari mulutku. Akan tetapi si Kumis dengan cepat mulai memompa dan mengaduk-aduk vaginaku dengan gerakan-gerakan yang buas, tanpa mengenal kasihan sambil melakukannya ia juga meremas-remas buah dadaku yang tergantung bebas itu.
Sebelum aku berhasil bernafas dengan normal kembali, sebuah kepala penis mendorong tepat di liang anusku.
“Ya Tuhan! Jangaann! Please” sia-sia aku memohon.
Aku akan diperkosa dua orang sekaligus! Tolong tuhan! jeritku dalam hati. Dengan satu dorongan kepala penis Botak akhirnya terbenam kedalam anusku.Aku pun hanya bisa melolong ketika penis Botak mulai menembus lebih dalam masuk anusku,5, 10, 15 cm penis itupun masuk! Aku terbaring terengah-engah dengan penis si Botak yang masuk seluruhnya dalam anusku. Ia lalu memegangi pantatku dan mulai bergerak lagi, perlahan tapi masih tetap menyakitkan. Akupun menangis di atas dada si Kumis, sementara si Botak terus memompa keluar masuk dengan brutalnya. Ia juga meremas-remas pantatku dan sesekali menamparnya hingga kulit pantatku kemerahan dan pedih rasanya.
“Saakiitt!”, jeritku. “Ampuunn! Ampuunn!”.
Jeritanku rupanya hanya menambah semangat para pemerkosaku. Mereka justru makin keras menghentak-hentakan, pinggul dan pantatnya. Kedua penis hitam itu secara bersamaan bergerak keluar dan masuk vagina dan anusku yang masih sempit. Bagian bawah diriku seperti tersobek-sobek, tak terlukiskan sakitnya, rasanya aku ingin mati saat itu juga. Tapi Botak dan Kumis terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya aku hanya bisa merintih-rintih pelan, terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak. Tiba-tiba aku melihat Rani. Ia sedang berdiri disamping Rindra yang memeluk kedua bahunya dari belakang. Rani menangis… tangannya menggapai kearahku, ia berusaha melepaskan diri dari Rindra, namun tidak bisa. Rani menangis mulutnya terus menerus membentuk kata; maaf… maaf… maaf. Tapi tidak ada suara yang keluar.
Lepaskan! Tolong lepaskan! Aku ingin lepas dan menemui kekasihku yang kurindukan. Aku ingin menghapus air mata itu dari pipinya. Kenapa ia menangis? Aku ingin memeluknya dan menghiburnya, semua ini bukan salahnya, bukan salah kami, bukan pula salah Rindra. Lalu salah siapa? Tidak ada yang perlu disalahkan, semua ini memang sudah diguratkan pena takdir.
Tiba-tiba si Kumis meracau tidak jelas dan menghentakkan pinggulnya, dan cairan hangat sperma terasa memenuhi vaginaku, untuk ketiga kalinya dalam satu hari, rahimku dibanjiri sperma para bajingan ini. Aku sudah tidak mampu lagi bergerak ketika Botak, juga dengan keras dan brutal mencapai puncak dan meyemprotkan spermanya didalam anusku. Dan dengan terengah-engah terbaring lemas disampingku, sementara tubuhku masih menindih tubuh si Kumis. Aku telungkup dengan kaki mengangkang, bisa kurasakan cairan sperma meleleh keluar dari vagina dan anusku.
Si Kurus mendorong tubuhku kesamping, seakan aku sampah yang mengganggunya. Ia dan si Botak bangkit dan memakai celana mereka kembali sambil tertawa-tawa.
Si Botak berkata, “Puas banget gue hari ini. Dapet memek amoy cantik gratisan”
“Gimana rasanya, enak khan ngentot ama kita-kita.?.!” kata si Kurus.
Mereka semua tertawa mendengar perkataan si Kurus.
Aku menulikan telingaku, yang kupedulikan hanya keberadaan Rani. Aku menengok kesekeliling ruangan tapi ia sudah menghilang. Begitu juga Rindra. Kemana mereka pergi?
Perlahan kesadaranku menghilang, dan gelap menyongsongku. Damai sekali rasanya, tidur… tidur… kamu sudah terlalu lelah… lupakanlah sejenak semua yang sudah terjadi… everything’s gonna be alright.
********
Aku terbangun didalam kamar tidurku, diatas ranjangku sendiri. Sekujur tubuhku sakit sekali rasanya, seperti baru saja dipukuli. Belakangan baru kuketahui bahwa para pembantuku menemukanku didudukkan menyender ke pagar rumahku dalam keadaan pingsan. Tidak ada yang melihat siapa yang menaruhku disitu. Aku menyuruh para pembantuku untuk tidak menceritakan peristiwa ini pada keluargaku. Aku juga menutup mulutku rapat-rapat mengenai semua yang telah menimpaku. Dua minggu berselang aku mendengar dari Lusi, temanku dan Rani, bahwa Rindra dan Rani bertunangan dan akan segera menikah begitu mereka lulus kuliah tahun depan. Begitu mendengarnya, hampir saja aku berlari menuju rumah Rani. Jangan menyerah! Tolong jangan menyerah! Aku belum. Tapi Lusi menghentikan niatku dan menyerahkan sepucuk surat untukku, dari Rani. Dengan tidak sabar aku merobek sampulnya dan membaca isinya.
“Lena, maafin aku. Gara-gara aku semua ini terjadi, aku sudah bersalah kepada kamu. Tapi yang paling bikin aku menyesal adalah; aku tidak bisa melanjutkan hubungan diantara kita.
Sebagai gadis Jawa, aku dibesarkan dengan prinsip bahwa keluarga harus dinomor satukan diatas segalanya, diatas kebahagianku sendiri sekalipun. Dan sekarang keluargaku membutuhkan aku. Pernikahanku dengan Rindra akan membantu keadaan keuangan perusahaan papa yang hampir gulung tikar.
Aku tahu ini egois, tapi kumohon lupakan aku, selamanya.”
Surat itu tak bertanda tangan. Dan ada noda-noda lunturan tinta akibat air mata si penulis yang berderai jatuh. Aku terhenyak. Jadi hanya sampai disini sajakah kisah cintaku dengan Rani? Aku ditinggal sendiri, sementara Rindra dan Rani bahagia selamanya, layaknya dongeng-dongeng yang selalu dibacakan mamaku dulu. Tidak… tidak ada happy ending dalam cerita ini. Karena pada kenyataanya kami semua tidak akan menemukan kebahagian yang selalu kami cari. Rindra tidak akan bahagia, karena selamanya cintanya pada Rani tidak akan berbalas. Rani tidak akan bahagia, karena terkungkung dalam mahligai perkawinan yang sejak awal tidak ia inginkan. Aku tidak akan bahagia, karena aku sekarang hanyalah seonggok selongsong kosong saja, karena apa yang penting bagi diriku, bagian yang melengkapi diriku… telah hilang bersama kepergian Rani.
Tidak ada happy ending bagi siapapun dalam cerita ini.
Yang ada hanyalah sayap-sayap patah yang terluka…
Thanks buat Jason Mraz, Depapepe, dan John Mayer. Yang lagu-lagunya setia mengiringi gue selama nulis cerita ini.
Thanks juga buat yang baca, udah buang-buang waktu baca cerita “ginian”.
Special Thanks buat sis Yohana, sebagai co-writer ni cerita. Asli tambah keren sis!
---------------------------
*MR Raito
XYnya kapan diterusin neh…MR RAito, hi hi hi
kreatif n inovatif.
@mr raito
bsa bkinin crta tntg jasmine leeds ga?
yg d perkaos geto
tuh artis yg maen di sctv acra katakan dgn cucur.
damn she is so sexy.
i like that..umm
tq kalo d bls mr.raito.
lebih banyak ke sastra-nya…. hebat
tp emang ampe disitu aja? langsung the end?
Re: sayap2 patah itu kan judul karyanya Khalil Gibran
Re: jadul apa? baru kok ini original
sory lo ini selera gw aja kale yg aneh hehe.. ^^
salam bwt para kisahbb-ers dimanapun kalian berada!
Re: bagus kok ceritanya, kayanya di cerita ini emang mr. raito ingin menonjolkan unsur sastranya kali ya, jadi yg suka langsung jos ngerasa kurang. iya bener ga gitu?
Ni asli kok bikinan gue kata perkata. Idenya juga asli, jadi kalo dibilang udah ada dulu, mirip aja kali.
@hentaibeibeh & Yfreed
Emang sengaja bikin yang agak nyantai. Gue kan yang agak brutal kan udah, fanfic udah, cerita lucu2an udah, sekarang tinggal dramanya yang belom, kalo dibilang nyastra ato so puitis, hmm perasaan nggak ah, biasa kok, kalo kurang gereget yah emang iya. Ibarat naek motor kan gak bisa top speed terus, kadangmesti turun juga ke gigi 1 atau 2.
@EmoThe BAd
Wuiss, kebetulan neh, gue juga nyari2 sapa tuh namanya yang maen, oh jadi Jamine leeds toh. Gini deh, cariin pic ama profil singkatnya, ntar gue bikin deh.
@sis
Hmm thax atas pujiannya, tapi kayaknya baru liat nih nick, baru komment apa nama lain dari sapa gituu?
@sis Yo and Andra
XY2 sebenernya dah gue kirim, tapi waiting list lho, maklum blog keren, nunggunya juga lama, sabar yah.
Buat yang suka cerita softcore, gue juga posting cerita yang gak bisa masuk KBB, di blog milik wapres Chads. Kisah nyata gue lho… tapi yang santai, kalo yang lebihg suka cerita grasak grusuk, meding gak usah baca.
Oh terus ada juga fanfics artis yang didaulat sebagai public enemy di KBB, inisial CL. petunjuknya; baby baby my baby, (singing mode)
Kalo yang ada waktu, monggo jalan2 kesebelah, blogroll telurrebus.
Thanx bos
Re: advertise apa? weleh ternyata bikin fanfics si cewek sok ngartis itu juga toh hehehe
Ada tokoh kesayangan bos juga lho. Gorila Irama ama Julia Perex. Ke ke ke
Re: ya gw baru baca sekilasnya aja, kayanya emang bukan cerita serius sih, wahaha ada si gorila irama segala hahahha
gw suka cara bertuturnya, romantis, indah dan sangat wanita ( gw tebak authornya sih ce tul ga? )