Rumah Baru KisahBB

Setelah 2x ga diterima di Wordpress sehubungan penjualan DVD, Shusaku akhirnya memutuskan memindahkan blog cerita seru KisahBB kesayangan kita ke sini.

kirim cerita karya anda atau orderan DVD ke:


Order via email: mr_shusaku@yahoo.com


tuliskan: nama, alamat jelas, nomor HP, dan list barang yang diinginkan di email pemesanan


email akan segera saya balas dengan rincian harga & no ac bank bca/mandiri unk transfer. barang akan dikirim dengan tiki/pos setelah konfirmasi transfer diterima.

Promo diskon gede-gedean

Paket istimewa 500rb (50dvd),

untuk dalam Pulau Jawa free ongkos kirim, untuk luar Pulau Jawa tergantung daerah.

Harga normal Rp 15rb/dvd kalau beli banyak Rp.12.500/dvd, untuk paket kali ini jatuhnya Rp. 10rb/dvd, murah banget!!


Tapi ini terbatas hanya untuk 10 orang saja.

jadi silakan order, bisa dilihat list barang di

- list semi & softcore

- list western xxx

- list jav


untuk pemesanan email ke mr_shusaku@yahoo.com

Subject: paket istimewa 500rb

tuliskan: nama, alamat jelas, nomor HP, dan list barang yang diinginkan di email pemesanan

email akan segera saya balas dengan rincian harga & no ac bank bca/mandiri unk transfer. barang akan dikirim dengan tiki/pos setelah konfirmasi transfer diterima.


-untuk pesanan di atas 50dvd, selanjutnya dihitung @Rp.10.000,-

-hanya untuk film2 satuan (JAV, western XXX, dan Semi), tidak berlaku untuk koleksi pics & kompilasi

Sabtu, 06 Agustus 2011

Sandhills of Arabia

Part 1 - Yang berduka, yang Bahagia.
Sahara

Mata cokelat muda Zinat berseri-seri karena gelak tawa. Rambut panjangnya yang biasanya kusut tak terurus, kini berkilau hitam bagaikan malam. Saat Zinat muncul memasuki ruangan pernikahan, semua wanita dan gadis terkesima menahan napas. Malam itu, Zinat terlihat sangat cantik. Wajahnya bersinar seperti malaikat. Gaun pengantin putih gadingnya, yang berlapis kain sutra, membuat kecantikan parasnya semakin memancar. Semua orang mengaguminya, termasuk Sahara.
Dengan gaun pinjaman dari sepupunya, si pengantin laki-laki, Sahara menghadiri pernikahan itu. Dia sudah pergi diam-diam, menentang perintah ayahnya yang melarang seorang anak gadis untuk pergi sendirian malam-malam. Sahara melakukannya hanya untuk melihat kebahagiaan Amir, sepupu yang selama ini juga menjadi kekasihnya. Sahara membayangkan dirinya menjadi seperti Zinat, kaya dan cantik, pasti akan menyenangkan rasanya. Tidak terus miskin seperti sekarang, yang membuat dia jadi tidak punya apa-apa. Rumahnya adalah sebuah gubuk reot di pinggiran kota, pakaiannya cuma beberapa potong, dan sudah beberapa tahun tidak ada yang baru. Ahmad, ayahnya, adalah seorang pedagang besar. Seharusnya, Sahara bisa hidup layak dengan pekerjaan ayahnya itu, tapi ternyata tidak. Ahmad mengumpulkan uang bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk gerakan pemberontak yang didukungnya. Sahara tahu, ayahnya adalah penyumbang dana terbesar, dan dia tidak suka. Sahara bersumpah, sambil menyaksikan Amir yang kini resmi menjadi suami Zinat, bahwa bila dia sukses nanti, dia tidak akan mendukung gerakan pemberontakan, yang terbukti telah membuat keluarganya sengsara. Pesta pernikahan itu berakhir secepat waktu dimulainya. Satu per satu para tamu pergi meninggalkan ruangan, kembali ke rumah masing-masing. Rumah itu sudah mulai sepi saat Sahara memperhatikan Amir yang menggandeng Zinat mesra, menuju kamar pengantinnya. Mereka nampak sudah tidak sabar. Sahara tersenyum kecut. Untuk menghilangkan nyeri di hatinya, dia segera pergi ke ruang sebelah untuk mengambil minuman.



Di sudut, tertutup oleh tumpukan barang-barang, Sahara melihat seorang laki-laki tua duduk sendirian. Matanya terpejam, sepertinya tertidur. Sahara mengamatinya sejenak, usianya pasti sudah lebih dari tujuh puluh tahun, pikirnya. Tidak ingin mengusik ketenangan orang tua itu, Sahara berjalan pelan saat melewatinya.

“Buka lemari itu.” Tiba-tiba saja orang tua itu berbicara. Matanya tetap tertutup.

Sahara berhenti. Tidak menyangka kalau laki-laki itu telah melihatnya.

“Ya, Kek, ada apa?” Sahara menyahut ramah.

“Buka lemari itu.” Dia mengulangi lagi kata-katanya. Matanya sedikit terbuka sekarang. Jarinya yang keriput terangkat, menunjuk lemari kayu besar yang ada di sebelah kiri Sahara.

“Kakek perlu kuambilkan sesuatu?” Sahara bertanya.

“Bukan aku,” lelaki itu menggeleng. “Kau yang lebih membutuhkannya.” matanya terbuka lebar sekarang, untuk mengamati Sahara dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Sahara menatap laki-laki itu tidak mengerti, merasa aneh dengan permintaannya. Dia ingin berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu, tapi bisikan si Kakek selanjutnya membuatnya mengurungkan niat.

“Kau tidak ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan Zinat dan Amir sekarang?” Laki-laki itu berkata.

“Bukankah mereka sedang tidur sekarang?” Sahara berkata.

“Apakah mungkin sepasang pengantin baru akan tidur di malam pertamanya?” laki-laki itu tersenyum.

Sahara berpikir. Tentu saja, itu tidak mungkin. Lalu apa yang diinginkan laki-laki ini? Dan apa juga yang hubungannya dengan lemari? Sahara tidak mengerti. Seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Sahara, laki-laki tua itu tiba-tiba bangkit dan mengajak Sahara untuk bersama-sama membuka lemari itu. Sahara yang penasaran dengan maksud si Kakek, mengikuti orang tua itu tanpa bertanya. Sahara segera melongokkan kepalanya saat pintu lemari itu sudah terbuka lebar. Tidak ada yang istimewa di dalamnya, kecuali ukurannya yang sangat besar, hampir tiga kali lipat ukuran lemari pakaian pada umumnya. Tidak ada sekat untuk membagi isinya, karena itu adalah jenis lemari gantung. Terlihat beberapa potong jubah yang digantungkan di situ.



Sahara memperhatikan saat kakek itu, dengan jari keriputnya, menarik jubah-jubah itu ke samping. Dia seperti ingin memperlihatkan isi yang ada di baliknya. Tapi tidak ada apa-apa di sana. Sahara cuma melihat ruang kosong sejauh 2 meter. Dibanding lemari, tempat ini jauh lebih mirip kamar, pikir Sahara.

“Ayo masuk.” Kakek itu menggandeng lengan Sahara dan menariknya masuk.

Entah kenapa, Sahara tidak keberatan, padahal dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya diinginkan laki-laki itu. Ada sesuatu yang misterius di lemari ini yang membuat Sahara jadi menuruti perintah si Kakek. Apa itu? Sahara tidak tahu. Kakek tua itu menekan sebuah tombol yang tidak kelihatan. Terdengar bunyi ‘Klik’ pelan, lalu disusul suara desisan yang membuat Sahara merapatkan tubuhnya ke arah si kakek.

“Tidak apa-apa.” Laki-laki itu merangkul, menenangkan Sahara.

Dua detik kemudian, tanpa bersuara, tiba-tiba dinding lemari yang ada di depan Sahara menggeser ke samping, memperlihatkan apa yang selama ini ada di baliknya.

Kakek tua itu tersenyum, sementara Sahara, melongo tak percaya. Di sana, tepat di depannya, terlihat Amir dan Zinat yang sedang bergumul mesra di atas ranjang. Tubuh keduanya sudah telanjang. Amir tampak begitu bernafsu menikmati tubuh Zinat yang sudah telentang pasrah di depannya. Tangannya memeluk tubuh gadis itu, sementara mulutnya, menjelajahi wajah dan payudara Zinat yang mungil menggairahkan. Sahara langsung menelan ludah saat melihatnya. Tak menyangka dia kalau ternyata ini yang akan di saksikannya. Ternyata lemari ini terhubung langsung ke kamar Zinat, tepatnya; ke meja rias di kamar zinat. Sahara merasa berdosa karena telah mengintip mereka berdua. Sebenarnya dia sudah ingin berbalik saat itu juga, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang menahan langkahnya. Sesuatu yang begitu menggoda. Yang perlahan tapi pasti mulai menguasai dirinya. Ya, tanpa bisa dicegah, Sahara sudah mulai terangsang sekarang.



Sahara jadi teringat peristiwa dua hari yang lalu. Saat Amir meminta ijin darinya untuk menikah dengan Zinat. Awalnya, dia marah besar, tapi Amir dengan sabar menenangkannya dengan menciumi bibir Sahara yang tipis itu dengan lembut.

“Percayalah, hatiku hanya untukmu. Aku melakukan ini hanya untuk menjaga nama baik orang tua. Kau tahu, kita tidak mungkin menikah.” Amir mememeluk tubuh Sahara dengan erat.

Gadis itu masih terisak. Hatinya masih sakit meski dalam hati membenarkan ucapan Amir. Benar mereka saling mencintai, tapi untuk menikah, itu tidak mungkin. Mereka masih bersaudara, adat melarang pernikahan antar saudara. Amir adalah putra sulung pamannya. Sahara mengusap air matanya.

“Lalu bagaimana dengan hubungan kita?” dia bertanya.

“Bagiku, kau tetap gadis yang paling cantik.” Amir mengecup bibir Sahara sekali lagi, kali ini lebih dalam dan lebih panjang.

Sahara membalasnya dengan penuh nafsu. Tidak peduli dimanapun, dalam kondisi apapun, berada di dekat Amir selalu membuat Sahara bergairah. Gadis itu diam saja saat Amir mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Dia membantu dengan menarik keluar salah satu payudaranya, memperlihatkan pada Amir, dan menyuruh pemuda itu segera untuk mengulumnya.

“Kau selalu tahu yang kuinginkan.” Amir tersenyum. Sementara tangannya, dengan lembut meremas-remas payudara Sahara.

“Eehhmmm…” Sahara melenguh perlahan saat Amir akhirnya menunduk dan dengan lidahnya, mencucup dan menghisap puttingnya. Dengan cepat, benda mungil kemerahan itu pun mengeras.

Amir menarik turun celananya saat merasakan tangan Sahara bergerak mengusap-usap selangkangannya. Cepat dia keluarkan penisnya yang sudah menegang dari tadi. Sahara segera menyambut dengan menggenggam penis itu, mengocoknya perlahan, dan menggesek-gesekkannya ke arah pahanya yang terbuka. Dia sudah hafal dengan bentuknya, coklat besar, agak bengkok ke kiri, dengan kepala gundul kemerahan. Dia tahu karena sudah sering melihatnya, bahkan sedari kecil dulu, saat mereka masih suka mandi bareng.



Di kalangan anak muda kampung, Amir terkenal memiliki penis yang paling besar. Sahara tahu itu karena dia sudah membuktikannya. Di antara empat cowok yang pernah tidur dengannya, dengan Amir-lah Sahara memperoleh kepuasan. Penis Amir yang besar terasa menyesaki vaginanya, membuatnya melayang, hingga orgasme sampai berkali-kali. Baginya, ‘ukuran’ ternyata lebih penting daripada ‘panjang’. Sahara menggenggam penis itu dengan rasa sayang. Membelainya perlahan, dan mengocoknya dengan kedua tangan. Cairan bening tampak mulai menetes dari ujungnya yang gundul. Sahara segera menjilatnya, merasakan betapa asin dan gurihnya cairan itu.

“Masukkan ke mulutmu.” Amir menyuruh Sahara untuk mengulum penisnya.

Sahara mengangguk, tanpa disuruh pun dia pasti akan melakukannya. Dan seperti biasa, Sahara harus melakukannya dengan susah payah. Penis Amir yang besar, tak muat di mulutnya. Biasanya, hanya sebagian yang masuk, itu pun sudah sangat memaksa. Seringnya malah ujungnya saja yang bisa. Amir tidak pernah protes dengan hal itu. Bisa menikmati tubuh Sahara saja sudah merupakan anugerah baginya. Dia sebenarnya sudah mencintai Sahara sejak dulu, tapi hubungan darah membuat Amir harus memendam isi hatinya. Baru beberapa bulan yang lalu kesempatan itu datang. Sahara yang baru mendapat musibah, diperkosa 3 orang lelaki mabuk di atas jembatan, datang mengadu kepada Amir. Tubuhnya terlihat sangat rapuh karena shock. Amir langsung mendatangi jembatan itu dan menantang ke-tiganya berduel. Dengan mudah Amir menghajar mereka, bahkan salah satunya dia buat cacat seumur hidup. Rupanya, perbuatan Amir itu membuat hati Sahara terbuka. Saat malam itu Amir menyatakan cintanya, Sahara segera mengajak sepupunya itu masuk ke dalam kamarnya. dan memberikan tubuhnya sebagai rasa terima-kasih.



Amir berdiri saat melihat Sahara kesulitan melepas rok linen-nya. Dia membantu dengan menarik rok itu turun. Amir melepas kaosnya agar mereka bisa sama-sama telanjang sekarang. Duduk di tepi ranjang, Amir memperhatikan saat Sahara kembali jongkok di depannya dan meneruskan mengulum penisnya yang tadi sempat terhenti. Ditatapnya wajah cantik itu. Kalau saja Sahara tidak miskin, pasti akan banyak pemuda yang berebutan menawarkan cintanya, batin Amir. Sahara terus mengulum penis itu, meski cuma ujungnya saja. Dia merasa, dari hari ke hari, benda itu tampak menjadi semakin besar saja. Menelan kepalanya saja, sudah membuat Sahara hampir mati tersedak. Kalau sudah begitu, terpaksa Amir harus puas hanya dengan dijilati saja. Sambil terus mengocok dengan tangannya, Sahara menggerakkan lidahnya, menjelajahi benda coklat besar itu mulai dari ujung kepala hingga pangkalnya, berikut kantung bolanya yang mungil. Untuk yang satu ini, Sahara masih sanggup untuk menelan dan menghisapnya.

“Uhh, nikmat sekali.” Amir merintih. Dia mengulurkan tangan, meraih payudara Sahara yang besar, yang menggantung indah di dadanya, dan meremas-remasnya pelan. Diantara semua anggota tubuh Sahara, inilah yang paling di sukai oleh Amir.

“Kenapa?” Sahara pernah bertanya alasannya.

“Entahlah.” Amir memang tidak tahu, tapi yang jelas, payudara Sahara selalu berhasil memancing gairahnya.

Amir meremas-remas kedua payudara Sahara bergantian. Benda itu terasa begitu lembut di tangannya. Permukaannya juga halus seperti kulit bayi. Amir memperhatikan ukurannya yang besar. Untuk gadis seumuran Sahara, payudara itu seperti tumbuh terlalu cepat. Amir harus menggunakan dua tangan untuk bisa menangkup semuanya. Kelebihan lainnya, meski berukuran besar, tapi payudara itu tidak kendor sedikitpun, bentuknya tetap bulat dan padat. Sahara melepaskan kulumannya sekarang. Dia mengeluarkan penis Amir dari dalam mulutnya dan membimbing penis itu menuju kemaluannya. Ujungnya sudah menempel ketika Amir tiba-tiba memeluknya dan membisikkan sesuatu di telinganya.



“Sabar, sayang. Aku belum selesai.”

Amir merebahkan tubuh Sahara di atas ranjang, telentang, dengan kaki terbuka lebar. Amir memperhatikan kemaluan gadis itu. Meski sudah di pakai berkali-kali, vaginanya masih tetap kelihatan rapat, seperti perawan. Inilah salah satu keunggulan Sahara.

“Ini karena ramuan yang di berikan oleh ibuku.” Kata Sahara saat Amir bertanya rahasianya.

“Ramuan apa?”

“Entahlah, itu resep turun-temurun.” Sahara memang tidak pernah tahu. Dia hanya meminum apa yang di berikan oleh ibunya.

“Bagaimana kalau setelah melahirkan?” Amir dulu pernah tidur dengan janda muda di ujung gang. Anaknya sudah tiga. Amir kecewa berat. Meski nafsunya bisa terpuaskan, tapi dia tidak merasakan ‘cengkeraman’ sama sekali.

“Masih bisa, asal rajin meminumnya.” Jawab Sahara.

“Wow, luar biasa.” Amir tidak menyangka efeknya akan sehebat itu.

“Tentu saja. Kalau saja Kau bisa melihat bagaimana milik ibuku saat ini.”

“Benarkah, boleh aku melihatnya?” Amir membayangkan tubuh Fahima, ibu Sahara, yang masih tampak cantik dan menggairahkan di usianya yang sudah 35 tahun.

“Yeee, dasar mesum.” Sahara memukul pundak pemuda yang menjadi pujaan hatinya itu.

Sahara membuka kakinya lebar-lebar ketika merasakan Amir mulai menjilati kemaluannya. Dia mendesah saat lidah basah pemuda itu masuk menjelajahi permukaan vaginanya. Sahara meremas-remas payudaranya sendiri sebagai pelampiasan. Matanya terpejam, sementara bibirnya, tak henti-hentinya mengeluarkan rintih dan desis kenikmatan. Apalagi saat Amir mulai menghisap klitorisnya, tubuh Sahara langsung melenting dan jerit kenikmatannya terlontar memenuhi ruangan itu. Amir merasakan vagina Sahara menjadi sangat basah. Cairan kewanitaan tak henti-hentinya mengalir membasahi permukaannya. Amir tahu, sekaranglah saat yang tepat untuk memasukinya. Pelan, ditindihnya tubuh Sahara. Penisnya yang tegang, tepat mengarah ke bibir kemaluan gadis itu. Sambil berpegangan pada payudara Sahara yang besar, Amir mendorongnya.



“Uuhh, pelan… Sakit!” begitulah Sahara, meski sudah bersetubuh berkali-kali, dia tetap merintih kesakitan pada tusukan pertama, persis seperti perawan. Ini yang disukai oleh Amir.

“Tahan, ya.” Amir memeluk mesra tubuh gadis itu, memberikan semangat. Dia tahu, itu hanya akan berlangsung beberapa saat. Setelah beberapa kali goyangan dan vagina Sahara sudah bisa menerima kehadiran penisnya, maka jerit kesakitan itu akan berubah menjadi jerit penuh kenikmatan.

Sahara memejamkan mata saat merasakan penis Amir yang besar mulai bergerak dalam vaginanya. Perlahan, rasa sakit yang dirasakannya mulai sedikit berkurang. Gesekan antara penis Amir dengan dinding vaginanya benar-benar membuatnya nikmat. Sahara sudah mulai bisa menikmati permainan itu. Amir menunduk, sambil menciumi payudara Sahara, dia menggoyangkan pinggulnya makin cepat. Dia yakin Sahara sudah sepenuhnya menikmati sekarang. Amir melihat gadis itu merintih-rintih, dengan muka merah padam. Nafasnya sudah tidak teratur lagi, sementara tangannya, menekan pinggul Amir, menyuruhnya untuk menekan lebih dalam lagi. Amir merasakan, kemaluan Sahara menjepit penisnya makin erat. Ini tanda kalo gadis itu sudah dekat dengan orgasmenya. Amir mencabut penisnya, menggantinya dengan tiga jari tangan. Sahara kelihatan mau protes, tapi Amir tidak memberi kesempatan. Dengan cepat, Amir mengocok-ngocok vagina gadis itu, membuat Sahara kembali merintih dan menjerit-jerit penuh kenikmatan.

“Ayo sayang, jangan ditahan.” Amir mencium bibir tipis Sahara yang terbuka di depannya. Gadis itu membalasnya dengan penuh nafsu.

Diawali dengan jeritan panjang, tubuh Sahara mengejang. Dari dalam kemaluannya mengalir deras cairan kewanitaannya, membasahi tangan Amir. Beberapa bahkan muncrat, menetes mengotori bantal dan seprei. Sahara menghembuskan nafas penuh kepuasan saat Amir menarik keluar tangannya.

“Uhh, nikmat sekali.” Dia tidak bisa ngomong banyak, tubuhnya masih gemetar, sisa-sisa orgasme masih melanda dirinya.



Amir menunduk, diperhatikannya kemaluan Sahara yang masih menetes mengeluarkan cairan.

“Mau dibersihkan?” dia bertanya.

Sahara mengangguk tanpa bersuara. Amir mengulurkan lidahnya dan mulai menjilati kemaluan itu. Semua cairan dia hisap dan ditelannya tanpa tersisa. Sahara cuma mendesis memejamkan mata. Tak perlu waktu lama, kemaluannya sudah tampak bersih seperti semula, seperti tidak pernah di pakai.

“Siap untuk ronde kedua, sayang?” Amir menunjukkan penisnya yang masih tegak menegang.

Sahara baru ingat, Amir memang belum ‘keluar’ tadi. Gadis itu mengangguk dan membimbing penis Amir untuk balik memasuki vaginanya. Kali ini prosesnya lebih mudah karena kemaluan Sahara sudah sangat siap. Tanpa halangan berarti, penis Amir meluncur masuk menjelajahi vaginanya. Sahara membiarkan Amir yang memegang kendali sekarang. Dia cuma terdiam pasrah. Beberapa menit kemudian, Amir menggeram. Tubuhnya mengejang, sementara kepalanya menengadah, mendongak ke atas. Pemuda itu mencabut penisnya dan memberikannya pada Sahara. Belum juga sempat dipegang, penis itu sudah menyemburkan isinya. Cairan lengket putih bening berloncatan membasahi bibir dan payudara Sahara. Gadis itu cuma tertawa menerimanya.

“Banyak sekali. Kamu makan apa sih, kan baru kemarin kita melakukannya.” Goda Sahara sambil mengulum penis itu, membersihkannya.

“Kamu selalu bisa membuatku bergairah.” Amir memandangi tubuh seksi Sahara yang belepotan spermanya.

“Bagaimana dengan Zinat?” Sahara bertanya. Ada sedikit nada cemburu dalam suaranya.

“Percayalah, dia bukan apa-apa. Kamu tetap wanita yang paling kucintai.”

Kalimat terakhir itu terasa begitu indah saat itu, dan sangat bisa dipercaya. Itulah yang menyebabkan Sahara rela melepaskan Amir ke dalam pelukan Zinat. Tapi sekarang, melihat dengan mata kepala sendiri, Sahara mulai ragu. Jangan-jangan dia telah tertipu.



Amir tampak begitu menikmati persetubuhannya dengan Zinat. Apa yang pernah dilakukannya dengan Sahara, dilakukannya juga dengan Zinat. Urutan dan segala hal di dalamnya terlihat sama persis. Bahkan Sahara sempat berpikir, jangan-jangan gadis yang di dalam itu adalah dirinya, dan yang sedang berdiri mengamati di sini adalah Zinat. Sahara menertawakan pikiran konyol itu. Amir sedang mencium bibir Zinat saat ini. Dia melakukannya sambil terus menyetubuhi gadis itu. Terlihat penis Amir yang besar keluar-masuk vagina Zinat dengan lancar. Rupanya gadis itu sudah tidak perawan lagi. Siapa yang telah mengambilnya? Amir? Peduli setan. Sahara tidak peduli. Dia lebih mementingkan perasaannya sekarang. Sahara merasa, Amir juga mencintai Zinat. Dia merasa, Amir menikahi gadis itu bukan karena status sosial saja. Amir benar-benar mencintai gadis itu. Saat berciuman tadi, Amir tampak melakukannya dengan penuh cinta. Sahara dengan mudah bisa mengetahuinya karena itu adalah jenis ciuman yang sering diberikan Amir pada dirinya. Sahara meradang. Terus terang, dia cemburu. Kakek tua yang berdiri di sebelah Sahara, demi mengetahui apa yang sedang dialami oleh gadis itu, segera mempererat pelukannya. Memang ini yang sudah dia tunggu dari tadi.

“Tenanglah, anakku. Masih banyak laki-laki yang lebih baik dari dia.” Hibur si Kakek.

Dalam kondisi normal, Sahara seharusnya curiga dengan ucapan laki-laki itu. Tidak ada seorangpun yang mengetahui hubungannya dengan Amir, termasuk orang tuanya, apalagi orang asing macam laki-laki tua itu. Tapi sekarang suasana berbeda, Sahara sedang rapuh dan sendirian, jadi dia tidak bisa berpikir jernih. Apapun yang didengarnya, diterimanya dengan senang hati.

“Dasar laki-laki buaya!” umpat Sahara di tengah-tengah isakannya.

“Sstt, tenanglah.” Kakek tua itu menenangkan. Dia membiarkan Sahara menangis dalam pelukannya.

Sementara di sana, di dalam kamar, Amir sedang menjerit menikmati orgasmenya. Tubuhnya mengejang, sementara spermanya, menyembur memenuhi liang kewanitaaan Zinat. Dia tidak mencabut penisnya, Amir sengaja menumpahkan spermanya di dalam. Satu hal yang tidak pernah dilakukannya bersama Sahara.



“Aku tidak ingin membuatmu hamil.” Terang Amir saat Sahara menanyakan alasannya.

Melihat Amir yang sekarang melakukannya, membuat Sahara sadar. Pemuda itu ingin punya anak dari pernikahannya dengan Zinat. Pernikahan itu memang sebenar-benar pernikahan, tidak pura-pura seperti yang selama ini dikatakan Amir kepadanya. Mengetahui fakta baru yang mengejutkan itu, membuat Sahara makin marah luar biasa.

“Aku harus ke sana. Laki-laki seperti itu tidak bisa di biarkan.” Geram Sahara.

Si kakek tua masih tetap memeluk tubuhnya, menenangkannya. “Memangnya apa yang akan kau lakukan? Menantangnya berkelahi.”

Sahara terdiam. Benar apa yang dikatakan laki-laki tua itu. Dia cuma bisa marah, tapi tidak punya kuasa untuk membatalkan pernikahan itu, apalagi sampai merebut kembali Amir dari tangan Zinat.

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa cuma diam menonton mereka dari sini.” Sahara meminta pendapat.

“Memang cuma itu yang bisa kaulakukan.” Laki-laki tua itu menarik sebuah bangku, -Sahara tidak pernah ingat ada bangku dalam lemari itu- lalu mengajak Sahara duduk dengan tenang, menikmati permainan Amir dan Zinat yang sekarang memasuki ronde ke-dua.

“Aku tidak mau melakukan ini.” Sahara melepaskan diri dari pelukan laki-laki itu. Dia ingin pergi.

“Benarkah?” si kakek bertanya.

Sahara terdiam, berpikir. Memang dia marah sekali saat ini, tapi di sisi lain, dia juga juga tidak bisa membohongi diri, dia bergairah melihat mereka berdua. Dan tampaknya, yang terakhir inilah yang lebih menguasai dirinya.

“Aku rasa, lebih baik kau tetap di sini, menonton permainan ini. Bersamaku.” laki-laki tua itu menatap Sahara sambil tersenyum.

“Kalau tidak?”

“Kau pasti akan menyesal, karena aku punya ini.” Laki-laki tua itu melepas celananya dan memperlihatkan kemaluannya yang sudah menegang dahsyat.



Sahara terhenyak. Dia tidak pernah menyangka sama sekali. Kakek tua dengan tubuh kurus kering seperti ini bisa mempunya penis ‘Super’ seperti itu. Sahara menaksir, besarnya tidak jauh beda dengan punya Amir, warnanya juga hampir-hampir mirip, yang beda adalah panjangnya, penis kakek itu hampir dua kali lipat penis terpanjang yang pernah di lihat oleh Sahara. Wow, benar-benar luar biasa.

“Si-siapa kau sebenarnya?” Sahara bertanya dengan suara gemetar.

“Menurutmu siapa?” laki-laki itu balik bertanya.

“Menurut cerita, cuma Farouk yang mempunyai penis seperti itu.”

Farouk adalah pemimpin para pemberontak. Seorang laki-laki misterius yang tidak diketahui identitasnya dan menjadi musuh pemerintah nomor satu.

“Tapi dia sudah lama mati.” Sahara melanjutkan. “juga dia masih muda, sedangkan kau…”

“Cerita kadang tidak benar, anakku.” Laki-laki tua itu memotong.

“Benarkah?” Sahara masih tak percaya.

“Namamu Sahara. Ayahmu adalah Ahmad, pedagang besar yang menjadi penyandang dana kelompokku. Apa itu sudah cukup untuk membuktikan kalau aku tidak berbohong. Atau masih kurang? Aku bisa menjelaskan apa saja. Ibumu adalah Fahima, sekarang masih kelihatan cantik karena dulu menikah muda dengan ayahmu. Ada tahi lalat kecil di paha kirinya. Adikmu Hasan, baru lulus sekolah lanjutan. Dia…”

“Cukup!” Sahara berteriak. “Baik, aku percaya.”

Laki-laki tua yang ternyata adalah Farouk itu tersenyum. “Sekarang kau masih ingin pergi?”

Sahara menggeleng, “Katakan padaku, apa tujuanmu datang kemari.”

“Ini ada hubungannya dengan kau dan Amir.” Dia mulai menerangkan. “Aku ingin kau melepaskan Amir dengan ihlas. Aku tidak ingin kau mengganggunya lagi. Pergilah dari kehidupannya. Carilah laki-laki lain yang lebih baik.”

“Tanpa kau suruh pun aku akan melakukannya?” Sahara melihat lagi ke dalam kamar. Sakit di hatinya kembali membara saat melihat sepupunya itu tengah asyik menyetubuhi Zinat dengan penuh nafsu.

“Dan satu hal lagi,” kakek tua itu tersenyum. Sahara menunggu. “Lepaskan tanganmu dari kemaluanku, aku tidak bisa memakai celana.”



Sahara tersadar, dan segera menarik tangannya. Rupanya setelah melihat penis besar si Kakek, secara tak sadar, Sahara mengulurkan tangan dan menggenggam kemaluan kakek itu. Bahkan dia sudah mengusap dan mengocoknya. Dia tidak ingat sejak kapan melakukannya, tapi yang jelas, akibat ulahnya itu, penis si Kakek sekarang menjadi bertambah besar dan panjang. Sahara tersenyum malu saat memandanginya.

“Maafkan aku.” Dia menunduk dengan muka bersemu merah.

“Kau menyukainya?” Si Kakek bertanya ramah.

Sahara tidak menjawab. Dia memalingkan mukanya. Malu.

“Kau persis seperti ibumu. Dia juga seperti ini waktu pertama kali melihatnya.” Lanjut laki-laki tua itu.

Sahara kaget. “Ibuku?” dia menatap tajam si kakek. “Dia pernah bertemu denganmu?” tanyanya.

“Lebih dari sekedar bertemu.” Farouk mencoba berteka-teki.

“Aku ingat, kau tadi tahu di mana letak tahi lalat ibuku, padahal itu jauh di pangkal paha, hampir di sebelah kemaluannya. Kalau kau sampai tahu, berarti…” Sahara tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Bayangan ibunya yang tengah bercinta dengan si Kakek Farouk membuatnya sesak.

“Ya, aku pernah tidur dengan ibumu.” Farouk berkata terus terang. “bukan ‘pernah’ lagi malah, tapi ‘sering’. Tiap ibumu datang menemani ayahmu, aku akan mengajaknya mampir sebentar ke kamarku. Dia adalah salah satu wanita yang bisa memuaskanku.”

“Ayahku tahu hal ini?” Sahara bertanya tak percaya.

Kakek tua itu mengangguk, “Dia yang memperkenalkan ibumu padaku.”

“Kenapa dia melakukannya? Bukankah aneh kalau seorang suami memberikan istrinya pada laki-laki lain?” Sahara benar-benar tidak mengerti dengan sikap kedua orang tuanya..

“Tidak aneh kalau aku juga memberikan istri-istriku padanya.” Farouk memang terkenal memiliki banyak istri. “Bahkan justru dia yang untung, karena bisa dapat banyak. Sedangkan aku, cuma satu. Kalau saja ibumu bukan orang yang istimewa, aku pasti akan menolaknya.”



“Apa yang istimewa darinya?” Sahara bertanya sambil mencoba-coba menebak jawabannya. Selain cantik, ibunya juga masih muda dan seksi. Bentuk tubuhnya masih sangat terawat, begitu menggairahkan, hampir tidak ada bedanya dengan tubuh Sahara sekarang, padahal ibunya sudah melahirkan dua kali. Setiap laki-laki yang melihatnya, pasti ingin menyetubuhinya. Dan bila sudah tahu rasanya, pasti ingin terus mengulangi. Vagina ibunya yang masih rapat akan membuat setiap laki-laki jadi ketagihan, tak terkecuali si kakek Farouk.

Tebakan Sahara ternyata tidak meleset sedikitpun.

“Kemaluannya itu, seperti perawan. Padahal sudah sering kupakai, tapi kenapa masih bisa mencengkeram erat seperti itu.” Mata si kakek tampak menerawang. Mungkin dia sedang mengingat-ingat persetubuhannya dengan ibu Sahara.

“Kau tahu, bukan hanya dia yang mempunyai kemaluan seperti itu.” Sahara tersenyum.

Farouk langsung menoleh, menatap tak percaya. “Benarkah? Siapa lagi?”

“Ternyata kau juga manusia biasa, yang tidak tahu segalanya.” Sahara tertawa mengejek. Farouk mendengus, tampak agak sedikit tersinggung.

“Kalau kukatakan dia sekarang ada di depanmu, kau akan percaya apa tidak.” Sahara melanjutkan kata-katanya. Senyumnya makin lebar.

“Kau?” Farouk menunjuk Sahara. “Tidak mungkin.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kenapa tidak mungkin?” Sahara bertanya.

“Amir tidak pernah menceritakannya padaku. Dia cuma…” Farouk langsung menutup mulutnya. Dia sadar kalau baru saja kelepasan omong.

“Amir? Kenapa dia mesti menceritakannya padamu?” Sahara bertanya tidak mengerti. “Apa hubungan Amir denganmu?”

“Ah, tidak. Lupakan saja. Anggap saja aku tidak pernah ngomong.” Farouk menarik tubuhnya, agak menjauh dari Sahara. Kemaluannya yang besar itu, yang dari tadi masih terbuka, langsung bergoyang indah saat dia bergerak.

“Aku menuntut penjelasan, Kek.” Dan Sahara memperhatikannya.



Farouk terdiam, tampak berpikir sejenak. Dia memandangi tubuh Sahara, tampak seperti menilai isi dan rasanya. Dia kemudian mengangguk dan tersenyum sebelum akhirnya berkata, “Baiklah. Tapi ada syaratnya.”

“Apa?” Sahara nampak sudah tidak sabar.

“Aku ingin kau menukar informasi ini dengan tubuhmu.” Farouk berkata mantap.

“Apa maksudmu?” Sahara sebenarnya sudah mengerti dengan maksud laki-laki tua itu, dia hanya ingin memastikan.

“Kau harus bisa memuaskan aku seperti ibumu melayaniku, maka aku akan menceritakannya.” Farouk tersenyum menantang. “Bagaimana? Setuju?”

Tanpa berpikir, Sahara menyambut uluran tangan laki-laki itu. “Jangan panggil aku Sahara kalau aku tidak bisa melakukannya.” Dan mereka pun sepakat. Sahara sudah sejak tadi penasaran, bagaimanakah rasanya penis laki-laki tua itu. Ukurannya yang besar dan panjangnya yang di atas rata-rata pasti akan sangat memuaskan. Membayangkannya saja, sudah membuat Sahara terangsang. Satu-per satu, Sahara mulai melepas baju atasnya. Dia ingin memamerkan tubuh indahnya pada laki-laki tua itu. Biasanya laki-laki akan langsung suka bila melihat keindahan payudaranya. Sahara berharap Farouk juga seperti itu. Saat dadanya sudah terbuka, Sahara segera menggoyang-goyangkannya sedikit, berharap pada reaksi si kakek tua. Tapi Farouk cuma memandanginya. Diam.

“Kau tidak ingin memegangnya?” Sahara bertanya heran

“Untuk apa?” si kakek malah balik bertanya.

“Ehm, ya… entahlah. Sudah naluri lelaki suka pada payudara wanita.”

Lelaki tua itu memandangi payudara Sahara, “Cukup menarik. Tapi aku sudah sering melihat yang lebih baik, punyamu biasa saja.”

“Sialan!” Sahara mengumpat dalam hati, padahal dulu Amir begitu suka pada payudaranya ini.



Teringat pada sepupunya itu, Sahara segera menoleh ke kamar sebelah. Dilihatnya Amir tengah berpacu untuk mengakhiri ronde keduanya. Tubuhnya sudah basah oleh keringat. Begitu juga dengan Zinat, yang dari tadi cuma berbaring mengangkangkan kaki sambil terus berteriak-teriak keenakan. Amir menunduk, mencium bibir tipis Zinat dengan mesra. Tangannya meremas-remas kedua payudara gadis itu. Dia seperti ngomong sesuatu, tapi Sahara tidak bisa mendengarnya. Beberapa saat kemudian, dengan tergopoh-gopoh, Amir mencabut penisnya dan memberikannya pada Zinat. Gadis itu menerimanya dan segera memasukkan ke dalam mulutnya. Dengan penuh nafsu, Zinat mengulum penis besar yang sudah hampir orgasme itu.

“Menarik bukan melihat apa yang mereka lakukan?” komentar si kakek tua.

Zinat tidak menyahut. dia cuma menghembuskan nafas panjang, tanda kalau dia sudah sangat teransang sekarang.

“Ayo buka bajumu, ada pekerjaan yang harus kau selesaikan.” Lanjut kakek tua itu.

Sahara meneruskan membuka bajunya. Kali giliran rok panjang dan celana dalamnya. Dalam waktu singkat, dengan bantuan si kakek, semuanya terlepas. Sahara sudah sepenuhnya telanjang sekarang. Berdiri di depan laki-laki tua itu, Sahara memamerkan tubuhnya. Farouk langsung menelan ludah saat melihatnya. “Indah…” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Disusul kemudian pelukan dan ciuman penuh nafsu ke sekujur tubuh Sahara. Gadis itu merintih saat tangan Farouk yang besar masuk dan mulai mengobok-obok vaginanya.

“Sudah basah. Kau sudah siap.” Kata Farouk di sela-sela hisapannya pada payudara Sahara. Masih tetap dalam posisi berdiri, Farouk menyuruh Sahara untuk membungkuk. Dia juga menyuruh gadis itu untuk membuka kakinya lebar-lebar.

“Aku akan melakukannya dari belakang. Bersiaplah.” Bisik kakek tua itu sambil mengusap-usapkan ujung penisnya ke bibir kemaluan Sahara.



Dengan hati berdebar, Sahara menunggu. Dia menutup matanya, berharap kakek tua akan melakukannya dengan hati-hati. Ukuran penisnya yang besar pasti akan menyakiti kemaluannya nanti. Dirasakannya, ujung penis si kakek mulai bergerak sedikit, merangsek maju, menembus kemaluannya. Belum juga separo, Sahara sudah merintih.

“Uhh, sakit! Cukup, aku tidak bisa menampung semuanya.” Dia menoleh ke belakang, memandang Farouk dengan muka merah penuh kesakitan.

“Tahan, Nak. Ini tidak akan lama.” Seperti tidak peduli, kakek tua itu meneruskan apa yang telah dia mulai. Ditancapkannya seluruh penisnya menembus kemaluan gadis itu. Tanpa mempedulikan Sahara yang menjerit kesakitan, Farouk pun menggoyangkan pinggulnya.

“Pelan-pelan… aku tidak tahan.” Rintih Sahara. Air mata tampak meleleh keluar membasahi pipinya.

Laki-laki tua itu menunduk, mencium bibir Sahara dan melumatnya dengan penuh nafsu. Sambil berpegangan pada payudara Sahara yang besar, dia meneruskan goyangannya. Kali ini lebih cepat karena dia merasakan perlahan-lahan vagina Sahara sudah mulai bisa menerima kehadiran kontolnya yang super besar itu.

“Punyamu seperti perawan. Aku suka.” Farouk membandingkan punya Sahara dengan ibunya. Jelas kalau Sahara lebih unggul. Selain masih muda, dia juga belum pernah melahirkan. Itulah yang membuat kemaluan Sahara bisa mencengkeram penis Farouk lebih baik daripada punya ibunya.

Sahara merasakan penis kakek tua itu makin membesar dalam vaginanya. Benda itu bergerak makin cepat dan kasar. Meski sudah berusaha mati-matian untuk mengimbangi, mau tak mau, Sahara tetap mengeluh juga. Setelah selama ini terbiasa dengan penis Amir yang tidak begitu panjang, Sahara merasakan penis si Kakek bisa mentok sampai ke dasar vaginanya, sampai ke daerah yang selama ini tidak bisa dicapai oleh Amir. Gadis itu menggelengkan kepala, takjub sekaligus tak percaya.



Di ruang sebelah, Amir sudah selesai ber-ejakulasi. Dia menumpahkan seluruh spermanya di dalam mulut Zinat dan menyuruh gadis itu untuk menelan semuanya. Meski terlihat agak jijik, Zinat ternyata melakukannya. Sahara kagum dengan gadis itu. Itulah satu-satunya hal yang tidak pernah bisa dilakukan oleh Sahara meski Amir sudah berkali-kali memintanya. Dia cuma mau mengulum dan menampung sperma itu dalam mulutnya. Untuk menelan, tidak akan pernah. Terlihat raut penuh kepuasan di wajah Amir. Dia merangkul Zinat dan mencium bibir istrinya itu dengan mesra meski masih ada sisa-sisa spermanya di sana. Berpelukan, mereka tidur bersisihan di ranjang. Sahara kaget, saat dengan tiba-tiba kakek itu menghentikan gerakannya dan mencabut penisnya. Tanpa perlu menolehkan kepala, gadis itu bisa mengetahui kalau sekarang si kakek sedang sibuk mencopoti bajunya. Memang dari tadi laki-laki tua itu belum telanjang, dia cuma membuka celana saja. Sahara merasa tidak enak, jangan-jangan permainan yang sebenarnya baru akan di mulai sekarang. Dia menurut saja saat si Kakek menyuruhnya berbalik. Duduk dia atas bangku, laki-laki tua itu tersenyum memandangi tubuh Sahara. Dengan bangga dia memamerkan kemaluannya yang besar dan panjang. Kontras dengan kulit tubuhnya yang sudah keriput, penis itu tampak masih keras dan padat. Panjangnya yang luar biasa, kembali membuat Sahara bergidik. Penis Amir akan tampak seperti ‘mainan’ bila disandingkan dengannya. Pantas saja tadi Sahara bisa merasakan penis itu masuk begitu dalam menembus vaginanya. Tak tahu apa yang harus dilakukan, Sahara cuma berdiri diam memandangi penis itu. Dia menunggu perintah selanjutnya dari si Kakek. Dengan isyarat mata, laki-laki tua itu menyuruh Sahara untuk duduk di depannya.

“Hisap. Masukkan dalam mulutmu.” Katanya.

Sahara bergidik mendengarnya. Dia tidak bisa membayangkan, mengulum penis Amir saja dia sudah kesulitan apalagi penis yang sebesar ini. Dia ingin menghindar, tapi mengingat ini adalah permintaan si Kakek, mau-tak mau, Sahara harus menurutinya. Dia sudah terikat dengan perjanjian, Sahara harus bisa memuaskan laki-laki tua itu kalau ingin mendengar rahasia Amir.



Dengan enggan, Sahara memegang penis itu dan mengocok-kocoknya pelan. Benda itu terasa mantap dalam genggamannya. Meski agak basak oleh cairan kewanitaannya tapi terasa hangat. Sahara membuka mulutnya dan mulai menelan. Baru juga ‘kepala’nya yang masuk, Sahara sudah tersedak. Dia terbatuk-batuk dan dengan terpaksa mengeluarkan lagi penis itu.

“Maaf, aku tak bisa.” Sahara melepaskan genggamannya.

Raut kekecewaan tampak terpancar jelas dari wajah si Kakek. ”Untuk urusan ini, ibumu lebih unggul.” Katanya terus terang.

Sahara diam. Dia harus lebih banyak belajar pada ibunya.

“Jepit saja dengan payudaramu.” Kakek itu memberi pilihan.

Sahara segera mempersiapkan payudaranya. Pelan, dia meletakkan penis si Kakek di antara belahannya, lalu menjepitnya dengan bongkahan buah dadanya.

“Kenapa tidak langsung dimasukkan saja?” Sahara bertanya sambil mulai menggerakkan dadanya naik turun.

“Sudah, lakukan saja. Jangan banyak tanya.” Kakek itu memejamkan mata, tampak menikmati apa yang dilakukan oleh Sahara sekarang. Rintihan pelan mulai keluar dari mulutnya. “Jilat ujungnya.” Dia berkata.

Sahara melakukan apa yang diminta oleh laki-laki tua itu. Sambil terus menggerakkan buah dadanya, dia menjulurkan lidah, menjilati kepala penis yang tampak basah itu. Sahara melihat benda itu sudah semakin memerah, ujungnya juga sudah mulai mengeluarkan cairan, mungkin karena kakek itu sudah tidak tahan. Sahara berharap memang itu yang terjadi. Dia sudah capek kalau harus menggerakkan badannya terus-terusan. Apalagi dengan penis itu yang tampak makin menggoda dari waktu ke waktu, membuat Sahara jadi makin terangsang. Vaginanya kini semakin basah, memanggil untuk diisi lagi. Nafas lega langsung meluncur dari mulutnya saat Sahara melihat kakek itu membuka matanya.



“Cukup.” Laki-laki itu berkata.

Sahara segera melepaskan jepitan payudaranya.

“Sini,” Dia menyuruh Sahara untuk berbaring di bangku.

Tanpa banyak protes Sahara melakukannya. Di tempat sempit yang terbatas itu, dia tidur telentang dengan kaki di buka lebar-lebar. Vaginanya yang basah tampak begitu menggoda. Sahara sengaja menunjukkannnya pada kakek tua itu, berharap agar si Kakek segera memasukinya. Diawali dengan ciuman ringan ringan di bibir, laki-laki itu mulai menindih tubuh Sahara. Penisnya yang besar tepat terarah ke lubang kemaluan gadis itu. Setelah beberapa kali gesekan, dia pun mendorongnya. Sahara merintih sambil menahan nafasnya saat merasakan benda itu masuk, melesak, memenuhi vaginanya. Kulit rahimnya langsung bereaksi dengan mencengkeram benda itu kuat-kuat. Si kakek mendengus saat merasakannya. Meski dalam beberapa hal Sahara sedikit mengecewakan, tapi semua itu tertebus dengan rasa vaginanya yang luar biasa. Inilah vagina ter-enak yang pernah di rasakan oleh si Kakek seumur hidupnya. Disetubuhi berapa kalipun, rasanya masih sama, vagina Sahara tetap mencengkeram kuat bagaikan perawan. Dulu dia begitu terpesona ketika pertama kali merasakan vagina Fahima, ibu Sahara. Di usianya yang sudah 35 tahun, kemaluan wanita itu masih begitu rapat. Si Kakek jadi tergila-gila dan lepas kendali. Tiap kali ‘ingin’ dia langsung mengontak Ahmad, ayah Sahara, agar mengantarkan isterinya itu ke tempatnya. Awalnya semua berjalan lancar. Sebagai seorang bawahan dan anak buah yang baik, Ahmad tidak berani membantah. Dia selalu memberikan isterinya untuk si Kakek dengan senang hati. Dan Fahima-pun tampaknya juga tidak keberatan. Wanita mana coba yang sanggup menolak laki-laki jantan dan perkasa seperti Farouk. Lewat beberapa minggu, keadaan mulai berubah. Fahima jadi lebih sering tidur dengan si Kakek daripada dengan suaminya sendiri. Tentu saja Ahmad tidak suka dengan perkembangan itu. Dia jadi kesepian.Tiap kali meminta ‘jatah’ kepada isterinya, selalu di jawab capek oleh Fahima.



Tak tahan, laki-laki itu pun mengadu pada Farouk.

“Lalu apa yang kau inginkan? Yang jelas, aku tidak bisa melepaskan istrimu.” Kata si Kakek tua menjawab keluh-kesah Ahmad.

“Entahlah. Saya juga tidak tahu.” Pandangan Ahmad kosong menatap dinding di depannya.

Tepat saat itulah, lewat salah satu istri Farouk. Wanita cantik yang masih berusia sangat muda itu masuk membawakan minuman. Dia membungkuk dan dengan takut-takut meletakkan minumannya di atas meja.

“Silakan, tuan.” Dia memandang Ahmad dan tersenyum.

Yang di sapa cuma diam tak berkedip. Ahmad tampak terpesona melihat tubuh gadis itu. Di usianya yang masih sangat muda, mungkin sebaya dengan Sahara, tubuhnya sudah tumbuh dengan sempurna. Tampak sangat matang dan begitu menggoda. Membuat Ahmad jadi bergairah.

“Kamu suka?” Farouk bertanya mengagetkan.

“Eehmm, ya, tentu saja. Pilihan tuan benar-benar sempurna.” Ahmad berusaha untuk menutupi ketertarikannya.

Gadis itu sudah akan berbalik meninggalkan ruangan ketika si kakek tiba-tiba berkata, “Aliyah, antar tuan Ahmad ke kamarmu dan layani dia dengan baik.”

Gadis itu mengangguk dan mempersilakan Ahmad untuk mengikutinya.

“Apa maksud tuan?” Ahmad bertanya tidak mengerti. Tapi meski begitu dia sudah berdiri, siap untuk mengikuti si Gadis.

“Dia untukmu, sebagai ganti isterimu.” Farouk menjelaskan.

“Benarkah? Tuan serius?” Ahmad langsung tersenyum gembira.

“Ya. Juga istri-istriku yang lain.” Kakek tua itu menambahkan.

“Terima kasih, tuan.” Ahmad menunduk sebentar, sebelum meloncat merangkul si Gadis dan mengikutinya masuk ke sebuah kamar.



Di atas kursi panjangnya, si Kakek tersenyum. Dia sudah menyelesaikan satu masalahnya hari ini. Memang masih banyak yang lain, yang lebih rumit, tapi itu bisa menunggu. Yang harus dilakukannya sekarang adalah pergi ke kamar sebelah, melepas pakaiannya, dan naik ke atas ranjang, menyusul Fahima yang sudah menunggunya dari tadi. Rintihan Sahara yang berulang perlahan menyadarkan Farouk dari lamunannya. Kakek itu merasakan penisnya sekarang dijepit erat dan dihisap makin ke dalam. Diiringi jeritan panjang yang memilukan, tubuh Sahara mengejang dan berkedut-kedut beberapa kali. Dari dalam liang senggamanya, menyemprot cairan kewanitaan yang langsung memenuhi lubang kemaluannya. Farouk bisa merasakannya. Dia segera mencabut penisnya untuk memberi jalan cairan itu mengalir keluar. Dipeluknya tubuh Sahara, dan di ciumnya bibir gadis itu dengan mesra.

“Uuuhhh…” Sahara mendesis. Matanya terpejam sementara tubuhnya masih gemetar menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda.

“Keluarkan semua. Nikmati apa yang seharusnya menjadi milikmu.” Si Kakek berbisik.

Dengan tubuh lemas, Sahara meringkuk tak berdaya dalam pelukan laki-laki tua itu. Mereka berciuman sekali lagi. Tangan nakal si Kakek melingkar, menutupi dada Sahara, dan meremas-remas payudara gadis itu dengan gemas. Di bawah, penis panjangnya kembali menempel menyentuh bibir vagina Sahara kini semakin basah. Di kamar sebelah, Amir dan Zinat sudah siap untuk memulai ronde ke-tiganya. Mereka pindah ke sofa sekarang. Setelah dua kali ejakulasi, penis Amir tampak tidak bisa mengembang sempurna. Ukurannya jauh dari yang tadi. Tapi meski begitu, itu sudah cukup untuk membuat Zinat menjerit-jerit keenakan. Sahara memperhatikan semua itu tanpa berkedip. Ditambah dengan rangsangan-rangsangan si Kakek pada tubuhnya, maka tak lama, gairahnya bangkit kembali. Dengan beralaskan salah satu jubah dalam lemari itu, Sahara mengajak si Kakek untuk pindah ke lantai.



“Di situ terlalu sempit.” Sahara menunjuk bangku kecil yang tadi mereka gunakan.

“Tapi bisa membuatmu orgasme juga kan?” goda si Kakek sambil kembali mengatur posisi tubuhnya.

Sahara cuma tersenyum mendengarnya. Dengan hati-hati laki-laki tua itu menindih tubuh Sahara yang sekarang sudah telentang pasrah di bawahnya. Penisnya yang besar, yang tidak tampak kendur sedikitpun, kembali meluncur masuk, membelah kemaluan gadis itu dengan mudah. Sahara merintih. Gesekan antara penis itu dan dinding-dinding vaginanya kembali membuat rasa sakit datang menjalari kemaluannya. Meski cuma berlangsung beberapa detik, tapi itu sudah cukup untuk membuat Sahara meneteskan air mata. Untunglah, saat laki-laki tua itu mulai menggerakkan pinggulnya, perlahan, rasa sakit itu hilang, berubah menjadi rasa nikmat yang amat sangat. Sahara jadi bisa menikmati permainan itu sepenuhnya. Di atas, si Kakek terus menggenjot pinggulnya. Keringat sudah menetes membasahi sekujur tubuhnya. Nafasnya juga sudah ngos-ngosan. Tapi meski begitu, belum ada tanda-tanda kalau dia akan orgasme dalam waktu dekat. Justru Sahara yang sekarang mulai merasakannya. Diawali dengan teriakan panjang, dia pun orgasme untuk yang ke dua kalinya. Tubuhnya mengejang dan langsung ambruk tak berdaya. Cairan kewanitaan menyemprot perlahan, mengalir keluar membasahi kemaluannya. Si Kakek merasakannya tapi tidak menghiraukan. Dengan penuh nafsu, dia terus menggenjot tubuh sintal Sahara. Dia seperti tidak ingin kehilangan kenikmatan yang sekarang sedang dirasakannya. Berpegangan pada buah dada Sahara yang besar, laki-laki tua itu menggenjot tubuhnya makin cepat. Sahara yang sudah capek kehabisan tenaga, cuma terdiam pasrah saat si Kakek terus menggarap tubuhnya habis-habisan. Dia tidak mampu mengimbangi sama sekali. Apapun yang diminta oleh laki-laki tua itu, Sahara terpaksa menurutinya. Di kamar sebelah, teriakan Amir membahana memenuhi ruangan. Pemuda itu sedang orgasme untuk yang ke-tiga kalinya. Duduk di atas tubuh isterinya, Amir menyemprotkan spermanya tepat di atas payudara Zinat yang mungil. Gadis itu tertawa saat menerimanya dan segera meratakan sperma itu ke sekujur tubuhnya. Mereka berciuman mesra dan berpelukan erat saat beranjak pindah, kembali ke atas ranjang. Sahara begitu menikmati pemandangan itu hingga tak sadar kalau sekarang si Kakek sedang duduk terdiam, menggeram, dan menusukkan penisnya dalam-dalam ke dalam kemaluannya. Begitu menyadari apa yang akan terjadi, Sahara spontan menarik tubuhnya.



“Lepaskan. Jangan di…” teriaknya panik. Namun sudah terlambat.

Di detik ke-tiga, Kakek tua itu sudah menyemprotkan spermanya banyak-banyak memenuhi liang rahim Sahara, menyatu dengan cairan kewanitaannya yang sudah ada dari tadi. Kemaluan itu jadi begitu penuh. Saat si Kakek mencabut penisnya, sebagian cairannya meleleh keluar. Sahara menatap tajam laki-laki tua itu. Dia tak menyangka kalau si Kakek akan tega melakukannya. “Kenapa? Bagaimana kalau aku hamil nanti?” Sahara bertanya. Suaranya gemetar, seperti mau menangis.

“Seharusnya kau bangga mengandung anak Farouk sang Legendaris.” Kakek tua itu tertawa mengekeh. Tangannya terulur meremas-remas payudara Sahara yang terbuka.

Gadis itu memalingkan muka. “Aku tidak mau.”

Tawa si Kakek makin keras. “Dasar gadis keras kepala.” Dia bangkit dan memunguti pakaiannya yang berserakan. Sambil mengenakannya dia bertanya, “Bagaimana usaha ayahmu.”

Sebenarnya Sahara malas untuk menjawab. Dia masih kesal dengan perbuatan Kakek itu. Tapi demi untuk mengetahui rahasia Amir, dia terpaksa menyahut, “Tidak begitu bagus.”

“Bagaimana dengan ayah Zinat?” laki-laki itu kembali bertanya.

“Maksudmu?” Sahara tidak mengerti.

“Kekayaannya tentu saja.” Si Kakek sudah berpakaian rapi sekarang.

“Mustahil kau tidak tahu. Ayah Zinat adalah salah satu yang terkaya di kota ini.” Jelas Sahara sambil berusaha menutupi tubuhnya yang telanjang dengan tangannya.

“Itu semua ada hubungannya; ayahmu, Amir, dan pernikahan ini.” Lanjut si Kakek kalem.

Sahara kebingungan, “Aku tidak mengerti.”

“Pakai dulu bajumu, aku tidak bisa konsentrasi kalau terus melihatmu telanjang seperti itu.” Laki-laki tua itu melemparkan pakaian Sahara yang ada di dekatnya.

Memang, jubah kecil yang melingkar di tubuh gadis itu tidak bisa menutupi semuanya. Paha dan bokongnya masih kelihatan. Begitu juga dengan salah satu payudaranya. Sahara segera memakai pakaiannya dengan cepat. Tak lama, dia pun kembali tertutup, kelihatan sopan seperti semula.



“Begini ceritanya.” Kakek itu memulai setelah menyuruh Sahara untuk duduk di dekatnya. “Kau tahu bahwa ayahmu adalah salah satu penyandang dana terbesar dalam organisasi. Maju-mundur usahanya ikut mempengaruhi roda organisasi. Apalagi sekarang dia sudah mulai dicurigai, segala gerak-geriknya diawasi oleh tentara pemerintah. Dengan keadaan ayahmu yang seperti itu, mau tak mau, aku harus mencari sumber dana lain. Dan dari Amir lah itu kudapat.”

“Jadi Amir itu anggotamu?” Sahara memotong.

“Ya. Sejak satu tahun lalu, ketika dia mulai berpacaran denganmu.” Jelas si Kakek.

“Dia tidak pernah bilang kepadaku.”

“Tentu saja. Organisasi kita adalah kelompok rahasia, tidak semua orang bisa tahu atau menjadi anggotanya.”

“Tapi darimana Amir akan mendapatkan uang? Dia kan…” Sahara tidak meneruskan kata-katanya. Dia mulai mengerti sekarang. Itulah tujuan utama pernikahannya. Dengan menjadi menantu orang terkaya, Amir akan dengan mudah membiayai organisasi.

“Tampaknya kau sudah mulai mengerti.” Kakek tua itu tersenyum.

“Tapi lihatlah disana,” Sahara menunjuk ruangan sebelah tempat Amir dan Zinat tidur berpelukan dengan mesra di atas ranjang. “Mereka tampak saling mencintai.”

Si Kakek memegang pundak Zinat, menenangkan gadis itu. “Itulah hebatnya dia, bisa berakting dengan sangat bagusnya.”

“Aku tak percaya.” Sahara mendelik.

“Itu urusanmu. Aku cuma sekedar menyampaikan yang sebenarnya.”

Sahara menatap lagi pasangan di atas ranjang itu. Meski ingin mengiyakan perkataan si Kakek, tapi pemandangan di depannya membuatnya tak percaya.

“Dan satu hal lagi, kuharap pembicaraan ini akan menjadi rahasia antara kita berdua saja. Akan fatal akibatnya kalau peran Amir di ketahui oleh orang lain.” Lanjut laki-laki tua itu.

Sahara menggeleng, “Tapi kenapa aku yang musti berkorban, sedangkan kau yang mendapatkan untungnya.”



“Kau juga bisa menikmatinya, Nak.” Jawab kakek tua itu sambil tersenyum.

“Bagaimana bisa?” Sahara bertanya.

“Dengan menjadi istriku.” Jawab si Kakek singkat.

“Tidak. Aku tidak mau.” Sahara menjawab cepat.

“Bagaimana mungkin kau tidak mau. Ayahmu sudah setuju. Amir juga sudah setuju. Ibumu, dia malah sudah melakukannya dari dulu. Jadi mau apa lagi?” kata si Kakek.

“Pokoknya aku tidak mau.” Sahara masih keras kepala.

“Kau tidak kangen dengan ini,” Kakek itu membuka celananya dan menunjukkan penisnya yang sekarang sudah kembali menegang.

Sahara langsung terdiam saat melihat benda coklat panjang itu. Memang dia menginginkannya, tapi kalau untuk menikah dengan Kakek itu, dia keberatan. Sahara tidak ingin menikah di usia muda. Apalagi dengan kakek-kakek, meski itu Farouk sang Legendaris.

“Bagaimana?” desak laki-laki tua itu.

Sahara tidak langsung menjawab, dia tampak berpikir sejenak. ”Begini saja, kita tidak usah menikah. Aku akan datang padamu tiap kali kau membutuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Ya, sebut saja ini ‘pemenuhan kebutuhan’. Sama seperti yang selama ini dilakukan ibuku.”

Si Kakek tersenyum, “Pintar juga kau.” Dia memeluk Sahara dan mencium pipi gadis itu. Sahara membalas dengan meremas penis si Kakek pelan.

“Mau diulangi lagi?” tawar laki-laki tua itu.

Sahara menggeleng, “Jangan sekarang, masih banyak waktu lain. Aku harus pulang, sudah semalaman aku pergi meninggalkan rumah. Ibuku pasti sudah khawatir.”

Kakek itu melepaskan pelukannya. “Baiklah, terserah. Tapi hati-hati di jalan, aku tidak bisa mengantarmu.”

Sahara mengangguk. Dia berdiri dan bersiap keluar dari tempat itu. Sebelum pergi, dia menatap wajah Amir sekali lagi. “Semoga berhasil dalam usahamu.” bisiknya dalam hati.



Part 1, Tamat

By: Ikan Asin
------------------------------
24 komentar Post your own or leave a trackback: Trackback URL
  1. pratoke mengatakan:
    wow…pertamax…naizzz cerita…..ditunggu part 2 nya
  2. descrates mengatakan:
    ckakakakak, mantap klasikal
  3. sadewa mengatakan:
    nice story gan..
    tapi ada lanjutannya kan..
  4. jacktol mengatakan:
    nice stori bro
    lanjut part 2 nya
    tapi jangan lama-lama nya………..
  5. tawww mengatakan:
    penasaran dah kelanjutannya
  6. prince mengatakan:
    Agak bingung juga cie,jd mksudx kca mja riasx tu kya kca ruang introgasi gt ta?stu sisi jd cermin,stu sisi tmbus pndang…trus umurx si sahara ni brapa cie?msa msh 17 atw 18?umur nyokapx j msh 35…klo emg sgtu umurx.tulung…ganti futunyah…coz kya dah 25 tuwh boz shu…
    Re: o ya? masa sih fotonya ketuaan? gw kira dah cocok
  7. Adi Karna mengatakan:
    Wah,makin lama makin banyak cerita BB yg setting nya ada di luar negeri.Inikah yang namanya globalisasi cerita mupeng boz shu? He2 :)
    Re: ini bukti bhineka tunggal ika benar2 dipraktekan di republik mupeng, semboyan dari republik tetangga yang ironisnya seringkali cuma sekedar lips service doang. disini cerita yg tokohnya indo, chn, bule, jpn, negro, arab, semua ada & memberi hiburan, bukannya memberi keributan
  8. Henz mengatakan:
    dari cerita : Bagus
    dari foto : Agak kurang sreg (pdhl foto di crita gw juga minta tolong bos Shu :) )
    dari Alur : Oke sih tapii, masih kurang hot ( mungkin gw aja kali yang ngerasa gitu ya? maklum agak ‘kepengaruh’ sama foto)
    dari segi Ide : 4 jempol…
    tapi overall bagus bro…lanjutkan kreasimu…hohoho…di tunggu part 2 nya..
    :)
    Re: kurang sregnya gmn bro? padahal tuh ce emang berdarah Arab & bule jadi gw pikir cocok buat ilustrasi sahara
  9. Diny Yusvita mengatakan:
    Good Ikan Asin, I Like U and your story hihihi
    Pokoke ramaikan KBB kita in dengan variasi cerita ok.
    Loph.
    Re: yup penulis baru yg berpotensi, btw ini ceritanya terjemahan atau asli tulisan sendiri bro? keep writting, jadikan republik ini makin kaya akan kazanah budayanya, cieee
  10. Hello K!tty mengatakan:
    WAhhh.. Seppp Seppp…
    Asik Asikkk… cerita-nya…. seru…..!!
    Lanjutttt…. ke part 2 nya dongg.
  11. ThaNaTos mengatakan:
    Wah2x…..
    lagi2 cerita dari tanah arab neh….
    Re: yup spt punya bro kelana jam, omong2 kok blm nulis lagi nih?
  12. aSuka-Oh! mengatakan:
    nice story..
    ditunggu kepompong 3 nih bro!
  13. sandewa mengatakan:
    keren abiz……
    buat part 2 request fahima bro..
    mm..hati2 aja pas nulis zanet ma sahara..sering kebalik2..
    kan jadinya ganggu imajinasi pembaca..
    GANBATTE NE!!!
  14. kucingavatar mengatakan:
    setuju ama yang di atas…..
    hati2x nulis nama tokohnya
    jadi agak sedikit bingung bacanya
    hehehehe
    nice story
    Re: o ya? wah makasih masukannya, lain kali harus lebih berhati2 baik penulisnya maupun saya selaku editornya
  15. dr.H mengatakan:
    Asik buat saya gbr udah yahud. tu sahara dlm posisi hot.
    cuma emang hrsnya Farouk sang Lengendaris bisa bikin si Sahara lupa sama urusan dunia. ngga mau pulang2 lagi, Takluk 100%, 24 karat,
    yg gini jadi ingat film2 buatan PRIVATE aja
    Buat eps 2-nya maen di dalam tenda di padang pasir biar tambah Hot. ha ha ha
    Gw jg pernah merasakan bikin eps pertama selalu terkesan buru2 karena byk skl yg mau di jelaskan. Emang cerita2 kita2 di sini msh tergolong cerita pendek jadi emang lebih mantap kalau di baca pas sudah full episode mirip Novel Classic Kathy Andrews
    Yang jelas ceritanya Bagus, Hot dan ditunggu eps selanjutnya.
  16. viktor mengatakan:
    Ini baru cerita.
    Tata bahasa bagus, sopan. Menggunakan kaidah EYD yang baik.
    Terlihat bila dibuat dengan serius.
    Bagus sekali.
    Lanjutkan!
  17. sandewa mengatakan:
    @ viktor
    sopan ? hehehehehhe…agak abcud rasanya kalo memakai kata ‘sopan’ in this universe..
  18. sisil mengatakan:
    wah idenya menarik sekali, klo bisa request ceritanya ditambahin mistik2nya lagi dong (pgn tau juga gmn mistik2nya orang arab sana) n fotonya cewek arabnya diganti pliss mukanya malah mirip ibu2 tuh (sori soalnya malah agak aneh aja, lebih pantes jadi ibunya sahara tuh) yg si farouk amir sama zinat juga ditampilin dong
    banyak maunya ya aku hehehe…
    anyway nice story n good idea :)
    ditunggu eps kepompong lanjutannya :)
    Re: duh banyak yg koment fotonya ketuaan ya, ntar eps depan gw cari yg lebih pas deh, soalnya susah cari gambar ce timur tengah, kalau ce oriental gw ada segudang
  19. ikan asin mengatakan:
    weeei… gak nyangka ternyata di muat juga, jadi semangat buat nulis eps.2-nya neeh. Thanks Mr.Shu
    Makasih juga buat komen-komen positifnya, bisa jadi masukan buat nulis cerita-cerita selanjutnya.
    Re: pengarangnya nongol juga nih. ditunggu ya cerita lanjutnya, kayanya bakal seru nih, kita2 yg thx atas kontribusinya
  20. NAGA_LANGIT mengatakan:
    arabian night…..nananana…. ( lupa syairnya )
    ceritanya cukup menarik minat. btw , ceritanya kayak pernah tahu dimana ya..??? apa emang buatan sendiri atau terisnpirasi dari cerita lain…/????
    apa jangan jangan dari salah satu film india..hehehe….
    (tapi gue kan gak pernah nonton film india juga….)
    but its ok lah…..yang penting bukan hasil copy paste..setuju..???
    Re: setuju!! copy paste sih ga akan ada disini, NDAK ADA ITU!! NDAK ADA!!
  21. henz mengatakan:
    @Bos Shu
    agak ilfil ma cewe darah arab ato bule gitu bos…maaf bkn mencela, tapi selera tiap orang beda2, ada yang sukanya cewe2 Timur (kyk gw) hehehehe, ada juga yang suka cewe barat, ada mungkin yang suka sama cewe pribumi kita yang cantiknya asli melayu….
    @Ikan Asin
    di tunggu yha yang ke 2…hehehhe..semangat!!
    Re: kayanya masalah perbedaan selera aja sih, kalau gw sih ok2 aja, chn, indo, jpn, bule, arab, asal jangan negro aja, ilfil gw item2 keriting bibir tebel hehehe
  22. ikan asin mengatakan:
    Sekedar klarifikasi :
    Silakan pergi ke toko buku dan beli novel THE SANDHILLS OF ARABIA karya LAILA HAZIB, lalu bandingkan dengan versi yang ini, baru beri komentar.
    Re: oh ternyata dari novel terus dibikin versi bokep toh, spt bos nagalangit aja ya, deathnote dibikin blacknote. ini pencerahan buat kita semua & calon penulis baru, bahwa dari novel & komiik juga bisa dapet inspirasi unk mengarang versi bokepnya nih.
  23. david mengatakan:
    wuih…
    mantap bener ceritanya…da cerita organisasi pemerintah…
    jadi penasaran ma endingnya…
    da flashback bapaknya sahara gak yang maen ma istrinya farouk…
  24. ujank mengatakan:
    trus part 2 nya mana ?
    kok sampe hari gini belum menetas juga

1 komentar: